Home / Romansa / Safe Haven / You're Not Ready

Share

You're Not Ready

Author: Monchelle
last update Last Updated: 2024-08-01 21:23:18

"Kayaknya nggak segitu deh ukurannya," protes Valen saat melihat Teddy menuang satu gelas susu cair ke dalam mangkuk.

Saat ini mereka sedang di apartemen Valen dan berencana untuk menonton film bersama disana, dan mereka memutuskan untuk membuat semua makanan nya sendiri.

Semenjak hari itu, Valen dan Teddy memang jadi lebih sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama. Tidak di depan umum, tentu saja. Walaupun sudah beberapa kali Teddy ingin mengajak Valen pergi ke suatu tempat, tapi Valen selalu menolak.

Teddy mengelap dahinya yang berkeringat dengan tangan yang berlumuran tepung sambil mengerenyitkan dahi, "Kayaknya lebih baik kita beli aja nggak sih?" Tanya Teddy dengan nada lelah, Valen menggeleng tidak setuju.

"Udah setengah jalan, sayang bahannya." Tolak Valen sambil mengambil alih adonan cookies yang tadi dibuat oleh Teddy, "Dan siapa yang punya ide susu cair buat adonan cookies? Kan harusnya susu bubuk."

"Di resep nya cuma ditulis susu doang, ya aku beli susu cair aja. Kan juga sama-sama susu, Len." Teddy mencoba membela diri, Valen memandanginya dengan tatapan sebal.

"Tapi teksturnya nanti beda, Mas." Sahut Valen sambil berusaha menambahkan tepung terigu agar teksturnya tidak terlalu cair. Teddy memeriksa handphone dan kembali mengerenyitkan dahi karena bingung.

"Di resep yang di internet malah nggak ada yang pake susu," ucap Teddy sambil membaca resep di handphone nya.

"Ini resep original dari mamaku, dulu waktu aku masih kecil aku sering bikin ini sama dia. Kamu pasti suka deh," sahut Valen sambil tersenyum karena teringat kenangan bersama sang ibu saat dia masih kecil, Teddy tertawa kecil dan mengangkat kedua tangannya pertanda menyerah.

"Yasudah, aku serahin ke kamu aja masalah cookies nya. Aku bikin popcorn aja ya," ujar Teddy sambil menyiapkan peralatan untuk membuat Popcorn, "Sekarang mama kamu tinggal dimana?" Tanya Teddy kemudian, senyum Valen memudar segera setelah Teddy menanyakan pertanyaan itu.

"Sudah meninggal," jawab Valen singkat dengan nada pelan, Teddy menoleh ke arah Valen dengan tatapan meminta maaf. "Nggak apa-apa, santai aja." Ucap Valen kemudian sambil tertawa kecil.

"Maaf ya, Len. Aku nggak tahu," ucap Teddy, Valen hanya mengangguk sambil mencetak cookies-cookies tersebut ke loyang. "Kalo ayah kamu?" Tanya Teddy lagi, Valen tertawa kecil

"Ikut mama aku," jawab Valen masih sambil tertawa kecil, Teddy memandanginya dengan tatapan serius dan itu membuat Valen berhenti tertawa dan mengalihkan perhatiannya ke cookies-cookies di hadapannya. "Aku nggak apa-apa kok, beneran."

"Ada pepatah 'It's okay to not be okay', jadi kalo emang ngerasa nggak baik, itu nggak apa-apa." Ujar Teddy sambil menutup panci yang berisikan popcorn yang menunggu untuk meletup. "Cerita sama aku,"

"Nggak ada yang perlu diceritain, udah lama juga kejadiannya. Dan aku nggak apa-apa sekarang," sahut Valen berusaha menyakinkan Teddy agar tidak khawatir dengannya. Belum sempat Teddy menanggapi perkataan Valen, Valen langsung memotongnya. "Jangan ngomongin yang sedih-sedih lah, kamu janji mau happy-happy aja hari ini."

Teddy hanya menghela nafas dan mengambil mangkuk besar untuk menuangkan popcorn yang sedari tadi sudah meletup-letup. Ia lalu membawa mangkuk tersebut ke depan meja TV, sedangkan Valen memasukkan cookies-cookies buatannya ke dalam oven.

"Tinggal nunggu 45 menit lagi, enaknya ngapain??" Tanya Valen sambil membersihkan sisa-sisa tepung dari pakaian, Teddy yang sedari tadi sudah duduk di depan TV sedang mencari-cari film yang mungkin seru untuk ditonton.

"Kita nonton film dulu aja ya sambil nunggu cookies nya mateng," sahut Teddy, Valen mengangguk dan memutuskan untuk mengganti baju terlebih dahulu karena bajunya sudah banyak terkena adonan cookies.

Setelah ia mengganti baju, ia pun duduk di samping Teddy sambil menaruh beberapa makanan ringan dan minuman kaleng. Teddy mengerenyitkan dahinya memandang banyaknya makanan ringan di hadapannya.

"Ngapain kita bikin cookies kalo gitu??" Tanya Teddy dengan heran, Valen diam sejenak sambil tersenyum simpul.

"Aku mau kasih kamu kerjaan aja tadi, tapi ujung-ujungnya aku juga yang nyelesain." Jawab Valen, kali ini senyumannya berubah menjadi ekspresi kesal. Teddy hanya tertawa mendengarnya.

"Jangan jahat makanya, karma itu ada." Sahut Teddy sambil tertawa, Valen hanya tersenyum tipis. "Mau nonton film apa?" Tanya Teddy, Valen berpikir sejenak.

"Lagi mau nonton film drama," jawab Valen, Teddy mencari di list film drama dan menyuruh Valen untuk memilih apa yang ia ingin tonton. "Nah itu aja itu..." Ucap Valen kemudian sambil menunjuk ke film drama klasik "The Notebook". Ia sudah menontonnya beberapa kali tapi ia tidak pernah bosan.

"Film lama banget loh ini, belum pernah nonton?" Tanya Teddy sambil memencet 'Play'.

"Udah pernah tapi aku mau rewatch lagi soalnya dulu nggak begitu fokus nontonnya," jawab Valen, "Kamu udah nonton?"

"Siapa yang nggak pernah nonton film ini?? Tapi nggak apa-apa kalo kamu mau nonton film ini," sahut Teddy, merekapun menyandarkan punggung mereka di sofa dan mulai fokus menonton film tersebut.

Beberapa kali mereka mengomentari beberapa bagian di film tersebut dan menertawakan hal-hal yang lucu dari film tersebut. Beberapa menit berlalu dan Valen memutuskan untuk menyandarkan kepalanya ke bahu Teddy, Teddy sempat tersentak sebentar tapi memutuskan untuk membiarkan Valen bersandar kepadanya.

Noah : What do you want?

Allie : I want a white house with blue shutters and a room overlooking the river so I can paint.

Noah : Anything else??

Allie : Yes! I want a big ole porch wrapped around the whole house. We can drink tea and watch the sun goes down.

Noah : Ok.

Allie : You promise?

Noah : Promise.

"Awwhh..." Valen terenyuh dengan dialog tersebut dan matanya berkaca-kaca, apalagi saat ia melihat ekspresi dari Noah yang menatap mata Ellie dengan dalam.

"Kenapa kamu?" Tanya Teddy dengan heran, Valen menatap Teddy sambil tersenyum tipis.

"Romantis nggak sih??" Sahut Valen sambil menatap Teddy sebentar, Teddy menggeleng dan itu membuat Valen memutar bola matanya. "Boys..."

"Loh?? Kan dia cuma bilang mau apa doang," ucap Teddy dengan heran.

"Ya tapi cara bilang mau apa nya itu yang bikin romantis, diturutin lagi." Sahut Valen sambil kembali menyandar ke bahu Teddy.

"Kayaknya semua cowok kalo suka sama cewek juga bakal nurutin kemauan ceweknya deh," ucap Teddy, Valen mengerenyitkan dahi.

"Kamu juga gitu?" Tanya Valen kemudian, Teddy diam sejenak.

"Kamu mau apa?" Teddy balik bertanya, Valen terdiam sambil mengamati film yang masih diputar sebelum dia sadar dengan pertanyaan Teddy. Valen lalu mengangkat kepalanya dari bahu Teddy dan memandanginya dengan heran.

"Apa artinya itu?" Valen memandangi Teddy dengan pandangan curiga sementara Teddy hanya berusaha menahan senyumnya. "Emang kamu beneran mau turutin apa aja kemauan aku?" Valen mencoba menantang Teddy, Teddy kemudian mengangguk.

"Kalo aku bisa bakal aku turutin," jawab Teddy dengan tegas, Valen menegakkan duduknya dan mengambil remote untuk menghentikan film yang sedang diputar.

"Oke..." Valen lalu mengatur duduknya agar memandang ke arah Teddy, Teddy pun juga melakukan hal yang sama sehingga mereka kali ini bertatapan. "Aku nggak yakin sih kamu bisa turutin,"

"Coba aja," sahut Teddy dengan nada menantang dan itu membuat Valen menjadi lebih berani untuk menyampaikan keinginan nya.

"Apa yang terjadi?" Tanya Valen, Teddy memandanginya dengan heran. "Dengan kamu dan masa lalu kamu," tambah Valen.

Teddy yang tadinya tersenyum langsung terdiam dan mengalihkan pandangannya ke arah lain, Valen merasa tidak enak dengan pertanyaan nya. Mungkin belum saatnya ia menanyakan itu, tapi Valen selalu memikirkan itu tiap malam. Apa yang sebenarnya terjadi dengan Teddy dan mantan istrinya?

"Maaf, kelewat batas ya." Sahut Valen lagi dengan nada bersalah, "Kamu nggak harus jawab kok, aku juga cuma bercanda."

Melihat Teddy hanya diam sambil memandangi TV yang saat ini tidak memutar apapun, Valen menghela nafas dan mengambil remote untuk kembali memutar film yang tadi mereka tonton. Tapi kemudian Teddy menahan tangan Valen, dan itu membuat Valen kembali terfokus pada Teddy.

"Dua tahun yang lalu," ucap Teddy dengan pelan, "Hal itu terjadi.."

(Flashback starts)

Teddy menarik kopernya melintasi lantai bandara internasional Soekarno-Hatta sepulang dari tugasnya di Amerika Serikat. Ia berjalan dengan cepat berharap ia bisa sampai tepat waktu dan segera bertemu istrinya.

Karina, istri yang dicintainya. Wanita yang ia pilih untuk mendampinginya dalam suka dan duka.

Tapi belakangan ini, hubungan mereka tak se harmonis dulu. Semenjak Teddy ditugaskan ke Amerika, hubungan rumah tangganya pun semakin renggang. Mungkin karena jarak menjadi penghalang sehingga komunikasi pun tak berjalan lancar, itu semua membuat rumah tangganya yang tadinya baik-baik saja menjadi berantakan.

Sudah dua Minggu sejak terakhir kali Karina membalas pesan W******p nya, dan semenjak itu tak ada lagi kabar darinya. Teddy sudah menanyakan tentang kemana Karina pergi kepada orang tuanya, dan juga kepada orang tua Karina, tapi jawaban mereka sama. Teddy akan tahu saat dia pulang.

Itulah sebabnya saat ini Teddy melangkah dengan cepat agar ia bisa segera pulang dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

**

Teddy akhirnya sampai di depan pintu rumahnya, di luar rumah sudah terparkir mobil dari orang tuanya beserta juga orang tua Karina. Teddy tiba-tiba merasa gugup dengan apa yang akan terjadi.

Ia melangkah memasuki rumah tersebut dan langsung mendapati Karina, orang tuanya, beserta orang tua Karina sedang duduk di ruang tamu. Terlihat wajah Karina yang tampak habis menangis karena kedua matanya terlihat sangat sembab. Ingin rasanya Teddy berlari ke arahnya dan memeluknya, berkata padanya bahwa ia sudah pulang dan tidak ada yang harus dikhawatirkan.

"Assalamualaikum," sapa Teddy saat ia memasuki rumah, semua orang langsung melihat ke arah Teddy.

Ibunda Teddy langsung berdiri dan memeluk Teddy dengan erat, "Waalaikumsalam, nak. Apa kabar kamu? Sehat-sehat ya?" Sambut Ibu nya dengan mata berkaca-kaca.

"Alhamdulillah sehat Bu, Ibu sendiri sama Bapak sehat?" Teddy balik bertanya kepada Ibunya, tapi tatapan matanya tetap memandang ke arah Karina yang kali ini sedang duduk dan enggak menatap Teddy.

"Sehat nak, Alhamdulillah." Jawab sang Ibu, melihat anaknya yang terus menatap Karina, Ibunya pun memberikan jalan bagi Teddy untuk lewat dan menghampiri Karina.

"Rin," panggil Teddy, Karina menatapnya dan berdiri menghampiri Teddy. Ia lalu mencium tangan Teddy, tapi saat Teddy mau memeluknya ia menghindar.

"Kita harus bicara mas," ujar Karina kemudian dengan nada lirih, Teddy memandanginya dengan heran. Ia lalu meletakkan kopernya di lantai dan duduk di sebelah Ibunya, karena Karina kini duduk dengan diapit oleh kedua orang tuanya.

"Ada apa?" Tanya Teddy dengan nada waspada, ia bisa merasakan bahwa sesuatu hal yang tidak baik akan terjadi sebentar lagi. Karina menarik nafas sejenak lalu menghembuskan nya kembali, mencoba untuk tenang.

"Aku nggak bisa nemenin kamu lagi, Mas." Ujar Karina kemudian, Teddy masih mencerna kata-kata Karina dan mencoba untuk berpikir positif.

"Maksud kamu apa, Rin?" Tanya Teddy berusaha memastikan kalau apa yang ia dengar tidaklah salah.

"Aku nggak bisa nemenin kamu lagi, Mas." Jawab Karina lagi, Teddy hanya diam sambil memandangi Karina. "Aku minta cerai, Mas."

Perkataan Karina bagaikan petir yang menyambar Teddy di siang bolong, tubuh Teddy terpaku dan tatapannya tertuju pada Karina. Teddy lalu berusaha untuk menjernihkan pikirannya.

"Tunggu, kenapa kamu minta hal seperti itu? Apa yang jadi masalah, Rin?" Tanya Teddy dengan heran, Karina lalu menangis terisak.

"Aku nggak bisa kayak gini terus, Mas. Kamu selalu tinggal aku dari sejak pertama kita menikah, kamu nggak pernah ada buat aku. Aku butuh kamu disini, Mas." Jawabnya sambil menangis terisak-isak, Teddy memandangi Karina dengan sedih tapi ia tahu saat ini ia tidak bisa berlari dan memeluknya sambil menenangkannya.

"Aku udah disini sekarang, Rin. Kita bisa omongin ini, kita nggak harus pisah. Apa yang kamu mau? Bilang ke aku," sahut Teddy berusaha meyakinkan Karina kalau hubungan mereka masih bisa diperbaiki, semua hanya salah paham. Dan yang paling penting, Teddy sudah disini bersamanya.

"Nggak bisa, Mas. Aku tahu pekerjaan kamu." Karina berhenti berkata sejenak, "Mungkin sekarang kamu disini, tapi kedepannya aku yakin kamu bakal tinggalin aku lagi. Dan itu bukan hidup yang aku mau,"

"Rin, sebelum kita menikah, kita udah pernah diskusi masalah ini. Dan kamu bilang ke aku kalau kamu nggak ada masalah dengan hal itu, kenapa kamu berubah pikiran sekarang??" Sahut Teddy dengan heran, pikirannya sekarang berkecamuk.

"Itu dulu, sebelum aku ngerasain sendiri gimana rasanya. Aku butuh teman hidup, bukan seseorang yang datang dan pergi kayak kamu." Ucapan Karina membuat Teddy sangat marah, tapi genggaman tangan Ibunya di lengan Teddy membuatnya bisa menahan emosinya.

"Mungkin kalian butuh waktu buat ngobrol, Karin. Coba ngobrol lagi sama Teddy ya," ujar Ibu Teddy kepada Karina tetapi Karina menggeleng.

"Karin udah ambil keputusan, Bu. Maafin Karin, tapi Karin udah nggak bisa nemenin Mas Teddy." Sahut Karina, Teddy hanya diam saja dan pandangan matanya tertuju kepada kedua orang tua Karina.

"Bapak sama Ibu sudah tahu tentang ini??" Tanya Teddy kepada kedua orang tua Karina.

"Kita sudah tahu, nak Teddy. Tapi keputusan tetap ada di Karin, kita nggak bisa maksa." Jawab Ayah dari Karina dengan nada pelan.

"Bapak harusnya kasih tau ke saya kalau Karin merasa seperti itu, kenapa nggak ada yang kasih tau saya? Kenapa kesannya saya ditinggal dalam gelap kayak begini?" Bentak Teddy dengan suara keras, emosinya sudah tidak terkendali saat ini.

"Mas, jangan bentak ayah aku. Aku emang cerita sama orang tua aku, tapi aku nggak siap cerita ke kamu." Sahut Karina berusaha melindungi sang Ayah.

"Aku suami kamu, Karin. Apa yang kamu rasain, kamu harus bilang ke aku terlebih dulu. Bukan ke orang lain, bahkan ke orang tua kamu." Ujar Teddy, Karina masih menangis.

"Pokoknya aku nggak mau, Mas. Tolong lepasin aku, aku nggak mau hidup terus-terusan sendiri kayak begini. Aku mau lepas dari kamu, Mas." Pinta Karina dengan nada memelas, Teddy menggeleng dengan tegas.

"Kalau itu alasan kamu, aku nggak bakal lepas kamu. Itu alasan sepele, Rin. Aku bisa perbaiki kalo kamu emang keberatan aku untuk tinggal-tinggal kamu, kamu bisa ikut aku." Sahut Teddy, Karina memandangi Teddy dan kali ini Teddy melihat sedikit raut panik di wajah Karina.

"Aku nggak mau, Mas. Titik !!" Karina lalu berlari meninggalkan ruang tamu menuju kamarnya, tapi Teddy tidak melepaskannya begitu saja dan berlari menyusul Karina meninggalkan para orang tua mereka di ruang tamu.

Teddy membuka pintu kamarnya dan melihat Karina sedang duduk terdiam di atas kasur, Teddy tidak berusaha mendekatinya melainkan hanya berdiri di hadapannya.

"Kenapa, Rin? Aku tahu bukan itu alasan kamu kan?" Tanya Teddy, kali ini ia memelankan suaranya agar tidak terdengar oleh orang-orang diluar kamarnya. Karina hanya diam tidak menjawab.

"Jawab, Rin!!" Bentak Teddy, kesabarannya kini sudah mulai habis. "Dua Minggu kamu hilang tanpa kabar, dan sebelum itu beberapa kali aku telpon dan bahkan video call kamu tiap malam kamu nggak pernah angkat. Apa yang kamu sembunyikan, Rin?"

Karina memandangi Teddy dengan mata sembabnya, ia lalu memutuskan untuk berbicara.

"Saat kamu nggak ada disini, aku nggak punya siapa-siapa untuk aku cerita dan aku merasa nggak punya siapa-siapa untuk melindungi aku." Sahut Karina, "Dan aku harus jujur, aku butuh orang lain untuk menggantikan kamu disini. Aku butuh sosok kamu tapi kamu nggak disini, jadi terpaksa aku cari orang lain."

"Siapa?" Tanya Teddy sambil menahan emosinya.

"Kamu nggak kenal siapa dia, Mas." Jawab Karina, Teddy memandanginya dengan tatapan tidak percaya.

"Aku berjuang disana buat kamu, Rin. Aku berjuang buat kehidupan kita nantinya, dan kamu bisa bilang kayak gitu? Kamu pikir aku disana nggak kesepian, Rin? Kamu pikir aku nggak butuh temen cerita? Aku butuh, Rin. Tapi aku inget kamu, aku inget janji kita." Ucap Teddy seakan tidak percaya dengan apa yang terjadi, Karina kembali meneteskan air mata.

"Aku minta maaf, Mas. Tapi mungkin aku nggak sekuat kamu," sahut Karina dengan lirih, "Tapi aku mohon lepasin aku, Mas. Biarpun kamu pertahankan aku, aku nggak yakin bisa sayang ke kamu kayak dulu."

Teddy hanya diam, berjalan ke luar kamarnya dengan cepat dan melewati ruang tamu. Tidak mempedulikan panggilan orang-orang kepadanya, ia lalu mengambil kunci mobil yang terletak di gantungan kunci dekat pintu masuk dan berjalan ke luar.

Teddy memasuki mobilnya dan beranjak menyetir ke luar dari pekarangan rumahnya yang kini tidak lagi terasa seperti rumahnya.

Teddy menyetir entah kemana, yang ia tahu ia harus pergi dari rumah tersebut.

Ia terus menyetir... Dan menyetir..

Menjauh... Dan menjauh.

Sampai ia merasakan.. air mata jatuh di pipinya.

(Flashback ends)

Valen memperhatikan wajah Teddy selama ia menceritakan tentang masa lalunya, wajah Teddy terlihat penuh rasa sakit dan kecewa dan Valen bersimpati kepadanya.

"Tiga hari kemudian, aku pulang ke rumah dan aku tanda tangan surat gugatan cerai dari Karina. Tanpa basa-basi," ucap Teddy, Valen merasakan tenggorokan nya tercekat dan susah untuk berkata-kata.

"Orang tua kamu?" Valen bertanya tentang pendapat orang tua Teddy, pasti mereka juga merasakan kesedihan yang sama seperti apa yang dirasakan Teddy.

"Sedih pastinya, sempet marah juga kenapa aku lepasin Karina. Tapi berusaha kasih pengertian kalo emang aku dan Karina udah nggak sejalan," jawab Teddy dan kemudian ia tertawa kecil. "Dan kamu tahu?? Aku bahkan nggak cerita ke siapapun kalo Karina selingkuh selama aku di Amerika, dan semua orang sampai saat ini mikir akulah penyebab perceraian ini."

"Kenapa kamu nggak kasih tau cerita sebenernya??" Tanya Valen dengan heran, Teddy diam sejenak.

"Biar bagaimanapun, waktu dia ngelakuin hal itu dia masih jadi istri aku. Dan aku nggak bakal mau bongkar aib istri aku sendiri," jawab Teddy, Valen merasa hatinya tersentuh saat mendengar jawaban Teddy.

"Trus kenapa kamu kasih tau hal itu ke aku?" Tanya Valen lagi dengan bingung, Teddy tertawa kecil mendengar pertanyaan Valen.

"Karena kamu minta aku untuk cerita tentang ini," jawab Teddy, Valen mendorong lengannya dengan pelan.

"Jadi kalau ada orang yang tanya tentang hal ini, kamu juga bakal cerita ke mereka?" Sahut Valen dengan kesal, Teddy masih tertawa.

"Tergantung aku suka mereka atau nggak," ucap Teddy dengan santai, Valen terdiam mendengar hal tersebut.

Valen menundukkan wajahnya karena ia bisa merasakan pipinya memerah, tapi Teddy meletakkan jari telunjuknya di dagu Valen dan menengadahkan kepala Valen sehingga mereka saling bertatapan.

Valen bisa melihat Teddy semakin mendekatkan wajahnya ke arah Valen dan Valen hanya bisa terpaku diam tak bergerak, ia bisa melihat wajah Teddy yang semakin dekat dan....

TING !!!

"COOKIESSS !!!" Valen memekik dan langsung berlari ke arah dapur untuk mengeluarkan cookies yang tadi ia buat. Valen merasakan jantungnya berdegup kencang tapi ia berusaha untuk terlihat santai dan mengeluarkan cookies-cookies tersebut dari loyang.

Valen melirik ke arah Teddy yang saat ini sedang meletakkan kepalanya di lengannya sehingga Valen tidak bisa melihat wajahnya, Valen mencoba untuk kembali fokus kepada cookies-cookies nya.

"Gimana sama kamu, Len?" Tanya Teddy tiba-tiba, membuat Valen kembali menatap Teddy. "Why don't you tell me your story??"

Valen tersenyum kecil dan menggeleng, Teddy mengerenyitkan dahi dengan heran.

"Why?" Tanya Teddy dengan heran, Valen terdiam sejenak.

"I don't think you're ready.." jawab Valen singkat sambil tersenyum kepada Teddy.

Related chapters

  • Safe Haven   Past, Present, Future

    Beberapa hari berlalu semenjak Valen bertemu dengan Teddy, setelah itu merekapun kembali sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Tapi mereka masih tetap berkabar melalui WhatsApp dan bisa dibilang komunikasi mereka saat ini jauh lebih intens dibanding sebelumnya.Valen yang sedang duduk di kursi meja riasnya melirik ke arah jam dinding yang kini menunjukkan pukul tujuh malam, beberapa jam lagi menuju tahun baru. Ya, hari ini hari terakhir dari tahun 2023. Tahun yang penuh kejutan bagi Valen.Tahun baru menurut Valen bukanlah hal yang menarik perhatiannya, baginya malam tahun baru sama saja dengan malam-malam lainnya. Disaat orang lain berpesta untuk merayakan tahun baru, Valen cenderung lebih memilih untuk menghabiskan waktu di apartemennya sambil menonton film atau membaca buku. Tapi sepertinya malam ini tidak akan seperti malam tahun baru sebelumnya.Beberapa waktu yang lalu, Teddy menelpon Valen dan mengajaknya untuk ikut merayakan malam tahun baru bersamanya. Ia berkata bahwa

    Last Updated : 2024-08-03
  • Safe Haven   Rainy Days

    Suara alarm membangunkan Valen di pagi hari yang cerah ini, Valen membuka mata dan melirik ke arah jendela yang tertutup tirai. Walaupun tertutup, Valen bisa melihat sinar matahari mengintip dari balik tirai tersebut. Ia lalu duduk di tempat tidur dan menguap, acara kemarin malam memaksanya untuk bangun cukup larut sehingga saat ini sebenarnya ia masih mengantuk.Saat Valen ingin pamit pulang semalam, Pak Prasetyo memaksanya untuk menginap di rumahnya mengingat jam sudah menunjukkan pukul dua pagi. Awalnya tentu saja Valen menolak, tapi Pak Prabowo serta Teddy memaksa nya untuk tetap tinggal. Valen akhirnya setuju mengingat jalanan pasti akan ramai dan macet, dan itu akan sangat merepotkan Teddy jika harus bolak balik hanya untuk mengantar Valen.Jadi disinilah Valen, di salah satu kamar milik Pak Prasetyo. Valen boleh bilang ini salah satu kamar yang sangat nyaman untuk ditempati. Tidak hanya luas, tapi interior kamar tersebut juga sangatlah nyaman dipandang. Dengan wallpaper dinding

    Last Updated : 2024-08-05
  • Safe Haven   His Future

    Minggu pagi adalah hal yang paling disukai oleh Valen karena di saat itu ia bisa bermalas-malasan di kasur tanpa harus khawatir dengan pekerjaan atau apapun. Jadi di sinilah Valen, diatas kasurnya sambil bermalas-malasan dan mendengarkan lagu. Tidak dipungkiri juga bahwa ia masih mengantuk karena semalam dia marathon menonton series favoritnya.Sudah dua Minggu sejak ia berpacaran dengan Teddy, tentu saja mereka tidak terlalu mempublish tentang kedekatan mereka di sosial media. Valen bahkan kadang masih tidak menyangka bahwa ia saat ini benar-benar berpacaran dengan Teddy. Valen masih merasa apa yang terjadi di danau kemarin hanyalah mimpi. Valen tersenyum kecil mengingat hal itu.Selama dua Minggu ini, Teddy benar-benar menjadi sosok yang diharapkan oleh Valen selama ini. Dewasa, pekerja keras, dan juga menghargai batasan yang diterapkan oleh Valen. Terkadang juga ia bisa romantis seperti sering mengirimkan makan siang ke kantor Valen tanpa Valen minta atau mengirim bunga kesukaan Va

    Last Updated : 2024-08-07
  • Safe Haven   Now and Forever

    Setelah berpamitan dengan kedua orang tua Teddy, Valen dan Teddy pun segera kembali melanjutkan perjalanan mereka ke pesta pernikahan teman dari Teddy. Di sepanjang perjalanan mereka mengobrol tentang bagaimana kedua orang tua Teddy sangat ramah kepada Valen dan untuk pertama kalinya Valen bisa merasakan kembali bagaimana rasanya mempunyai orang tua kembali.Mereka terus berbincang-bincang sampai akhirnya mereka sampai di tempat acara resepsi pernikahan teman dari Teddy, tepatnya di Hotel Langham Jakarta.Setelah turun dari mobil, Teddy langsung menggandeng tangan Valen dan menuntunnya untuk masuk ke dalam hotel tersebut. Valen mengagumi interior hotel tersebut yang di dominasi dengan warna putih tersebut, Valen mendongakkan kepalanya ke atas dan melihat lampu gantung yang menambah kesan mewah dari hotel tersebut."Bagus banget ya," puji Valen sambil berdecak kagum, Teddy menoleh ke arah Valen sebentar sambil tersenyum."Ini salah satu hotel favoritku kalo di Jakarta, apalagi Sunday

    Last Updated : 2024-08-09
  • Safe Haven   Mr Protective

    Sinar matahari mengintip dari celah tirai kamar hotel tempat Valen dan Teddy bermalam, menandakan pagi hari telah datang dan malam yang luar biasa kemarin telah berakhir. Valen membuka matanya sedikit karena merasa silau dengan sinar matahari tersebut, tapi ia tetap enggan untuk bergerak dari posisinya saat ini.Valen merasa sangat lelah dan masih mengantuk saat ini, belum lagi rasa pegal di sekujur tubuhnya mulai terasa pagi ini. Valen meringis kecil dan membalikkan badan, ia melihat Teddy masih tertidur menghadap arah lain dengan sangat pulas dan itu membuat Valen tersenyum kecil.Ruangan hotel tersebut masih temaram dikarenakan lampu yang di matikan dan secercah sinar matahari pagi yang mengintip dari celah tirai, Valen menyipitkan matanya karena merasa silau dengan sinar tersebut. Valen kemudian bangun dari tidurnya dan duduk di kasur sebentar, ia mencari dress yang ia pakai semalam karena ia saat ini benar-benar tidak memakai apapun di bawah selimut yang kini menutupi tubuhnya.V

    Last Updated : 2024-08-11
  • Safe Haven   Bad News

    Setelah acara debat selesai, Valen pun kembali menemui Donny di tempat berkumpulnya jurnalis di venue. Terlihat Donny sedang bersiap untuk keluar dan menunggu Pak Prasetyo dan Jabran siap untuk di wawancara. Donny melihat Valen yang berjalan menghampirinya dan memasang tampang kesal."Kenapa lagi tadi Lo sama Teddy?" Tanya Donny, Valen tersenyum meminta maaf."Maaf ya, Teddy rewel tadi liat Gue sama Gilang." Jawab Valen, Donny menghela nafas pelan dan berjalan menuju pintu keluar dan diikuti oleh Valen."Emang Lo tadi ngapain sama si Gilang?" Tanya Donny penasaran, Valen mengedikkan bahunya dengan acuh."Cuma ngobrol doang, tapi emang dia sempet narik Gue buat agak deket sama dia. Tapi itu juga karena di belakang Gue ada yang mau ambil minum, nah si Teddy langsung rewel." Jawab Valen lagi, ia lalu memberikan catatan yang tadi diberikan Teddy kepada Donny. "Nih dari Teddy, lumayan kalo misal ada topik yang Lo kelewatan dan nggak tulis. Gue sama sekali nggak nulis soalnya tadi."Donny m

    Last Updated : 2024-08-14
  • Safe Haven   Confusion

    Setelah Teddy meninggalkan kantornya, Valen pun memasuki kantornya seperti biasa. Ia berjalan agak cepat karena takut akan terlambat, ia melirik jam tangan dan waktu menunjukkan pukul delapan kurang lima belas menit. Valen lalu masuk ke lift dan menunggu untuk sampai di lantai yang ia maksud.Valen memang jarang sekali menyapa orang-orang disana, bukan karena sombong tapi karena memang Valen tidak begitu mengenal mereka. Jika berpapasan mereka, hal yang sering dilakukan Valen hanyalah tersenyum formal kepada mereka.Valen pun sampai di lantai kantornya, ia langsung duduk di kursinya dan menyalakan komputernya. Valen menghela nafas pelan dan mencoba untuk fokus kepada pekerjaannya. Saat ia sedang membaca artikel yang semalam dibuat semalam, sebuah tepukan di pundaknya mengagetkan Valen."Pacaran sama duda sekarang Lo?" Tanya Linda dengan tatapan penasaran, Valen hanya memandanginya dengan heran. Sepertinya Valen tidak pernah mempublikasikan hubungannya dengan Teddy, hanya kepada Donny

    Last Updated : 2024-08-16
  • Safe Haven   Searching for Answers

    Teddy mengendarai mobilnya menuju tempat dimana ia akan menemui Karina. Saat tadi Karina menelponnya, Karina meminta untuk bertemu dengan Teddy agar bisa membicarakan tentang apa yang terjadi. Kenapa semua ini bisa ter ekspos ke publik, dan tentu saja Teddy sudah berkali-kali bilang kepada Karina bahwa ia tidak tahu tentang masalah ini. Tapi Karina tetap ngotot untuk mengajaknya bertemu, dan akhirnya Teddy setuju.Setelah izin kepada Pak Prasetyo untuk mengambil cuti karena suasana yang tidak kondusif, Pak Prasetyo menyetujuinya. Teddy akhirnya memutuskan untuk rehat sejenak dan tidak menunjukkan dirinya ke publik selama beberapa saat, salah satu tujuannya adalah agar tidak membagi fokus masyarakat kepadanya. Apalagi saat ini Pak Prasetyo dalam masa kampanye, pastinya fokus masyarakat kepada program nya adalah yang paling penting.Akhirnya Teddy sampai di tempat yang Karina maksud, sebuah coffee shop langganan mereka saat dulu masih berpacaran sampai menjadi suami istri. Teddy memasuk

    Last Updated : 2024-08-19

Latest chapter

  • Safe Haven   Am I Good Enough?

    Valen menatap layar komputer dengan tatapan lelah, akhirnya artikel untuk hari ini selesai. Ia bersandar ke kursi kerjanya dan meregangkan otot-otot tubuhnya dan memeriksa sudah jam berapa saat ini. Ternyata sudah jam lima sore, Valen menghela nafas panjang dan membereskan barang-barangnya untuk bersiap pulang.Valen memeriksa ponselnya dan menemukan bahwa Teddy sedari tadi berusaha menelponnya. Karena Valen selalu mematikan suara ponselnya saat di kantor, tentu saja panggilan Teddy tidak terjawab oleh Valen. Ia pun segera menelpon Teddy untuk mencari tahu mengapa Teddy menelponnya berkali-kali."Halo.." jawab Teddy, Valen baru mau menjawab tapi Teddy langsung memotong perkataannya. "Kamu dari mana aja? Kenapa telpon aku nggak diangkat?""Aku baru selesai kerja, Mas. HP ku tadi aku silent.." sahut Valen dengan nada lelah, "Ngomong-ngomong, ada apa?? Kok tumben sampe telpon berkali-kali gitu?""Oh iya, aku sampe lupa bilang. Kamu capek nggak, Len?" tanya Teddy, Valen bergumam sejenak.

  • Safe Haven   My Wish is... You

    Valen menghela nafas pelan sambil bersandar di kursi mobil penumpang dan mengamati proses Quick Count yang sedang berlangsung, di sampingnya terdapat Donny yang sedang bermain game online dengan serius.Sekembalinya ia dari makam orang tuanya, Teddy mengantarnya ke depan rumah Pak Prasetyo untuk kembali meliput proses pemilu hari ini. Dikabarkan malam harinya, Pak Prasetyo akan melakukan pidato mengenai hasil Quick Count hari ini. Entah dia unggul, ataupun kalah dari Paslon lain.Jadi disinilah ia, menunggu kabar dari pihak Pak Prasetyo tentang kapan ia akan melakukan pidato tersebut sambil memantau proses Quick Count yang membosankan dan mendengarkan celotehan kesal Donny di sampingnya yang sepertinya sedang kesulitan memenangkan game nya.Ia memeriksa jam tangannya dan waktu menunjukkan pukul lima sore, waktu berjalan sangat lama dan membosankan. Valen mengerang kesal dan keluar dari mobil untuk mencari udara segar, meninggalkan Donny sendirian yang sepertinya tidak peduli kemana Va

  • Safe Haven   Happy Val's Day !!

    Valen terbangun dari tidurnya saat alarm dari ponselnya mulai berbunyi, ia mengerang dan mengambil ponselnya untuk mematikan alarm dan memeriksa jam. Waktu menunjukkan pukul lima pagi dan Valen meletakkan kembali ponselnya di meja samping tempat tidurnya, ia berbaring telentang dan menatap langit-langit kamar.Damn.. I'm 30 now....Valen merenung tentang dirinya yang hari ini bertambah usia, 14 Februari boleh dibilang bukanlah hari favorit Valen. Banyak orang berkata hari ulang tahun membawa kebahagiaan bagi mereka, tapi sepertinya tidak dengan Valen. Hari ulang tahun nya selama ini sama saja seperti hari biasanya, bedanya mungkin di hari itu ia akan makan bersama teman-temannya dan terkadang mereka juga membelikan Valen kue ulang tahun. Setelah itu mereka akan meminta Valen untuk berdoa dan meminta sesuatu yang ia inginkan, yang menurut Valen sampai sekarang keinginannya belum terwujud. Well.. entah belum terwujud atau memang Valen yang tidak ingin mewujudkannya.Jadi apa keinginan V

  • Safe Haven   Mysterious Girl

    Setelah selesai membeli tiket dan akhirnya film pun akan segera dimulai, Valen dan yang lainnya pun memasuki teater yang tertulis di tiket dan segera menuju kursi masing-masing. Valen memang memilih kursi di paling tengah, mereka duduk di urutan Donny di paling kiri, Sarah, Valen, Teddy, dan dua orang aneh yang sedari tadi mengikuti mereka, Rizki dan Aji yang kini sibuk berebut Popcorn dan minum. Teddy menegur mereka dan mereka pun akhirnya diam, Valen menggeleng heran melihat mereka berdua yang biasanya selalu serius dan tegas saat bertugas ternyata hanyalah anak kecil dibalik semua itu.Film pun dimulai dan mereka mulai menonton dengan serius. Film ini bergenre horor komedi yang cukup ringan untuk disimak, beberapa kali Valen dan yang lainnya dibuat tertawa dengan lelucon yang disampaikan. Valen melirik Teddy yang sedang tertawa dengan mata yang masih terfokus pada layar, tapi tak lama Teddy melirik ke arah Valen dan memandangnya dengan heran. Valen menggeleng pelan dan kembali foku

  • Safe Haven   Cinema Day

    Akhirnya... hari tenang.Valen meregangkan badannya di tempat tidurnya dengan suasana hati yang bagus, ia melihat jam dinding dan waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi. Akhirnya selama tiga bulan yang sibuk, masa tenang pun tiba. Sebelum hari pemungutan suara yang akan di gelar 14 Februari nanti -tepat di hari ulang tahun Valen-, para pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak diperbolehkan untuk melakukan kampanye sampai hari pemungutan suara tiba, tepatnya selama tiga hari. Dan selama tiga hari itu pula, Valen diperbolehkan untuk libur sampai ia haru meliput kembali di hari pemungutan suara. Itulah sebabnya Valen memutuskan untuk bermalas-malasan di apartemennya sambil membaca buku.Setelah kampanye akbar kemarin, hubungan Valen dan Teddy mulai membaik. Memang tidak seperti dulu, tapi setidaknya Valen sekarang mau menanggapi pesan Teddy dan mengangkat telponnya. Valen memeriksa ponselnya dan dia tidak menemukan pesan apapun hari ini, ia bergumam sejenak dan membuka galeri ponse

  • Safe Haven   The Big Day

    "Gila..." Gumam Valen saat turun dari mobil dan melihat ribuan orang memadati stadion Gelora Bung Karno.Terlihat di berbagai penjuru semua orang memenuhi sekitaran stadion mengenakan baju berwarna biru sehingga sekarang stadion Gelora Bung Karno kelihatan bagaikan lautan berwarna biru."Sumpah, Gue nggak nyangka bakal sebanyak ini loh." Sahut Donny yang tak kalah kagumnya dengan pemandangan hari ini, di sekitaran juga banyak penjual makanan yang kabarnya sudah di gratiskan sehingga pengunjung bisa makan sepuasnya disana."Bapak beneran bisa ambil hati masyarakat kayaknya," ucap Valen sambil berdecak kagum, ia lalu memeriksa ponselnya. Beberapa pesan dari Teddy terlihat di notifikasi ponselnya, Valen menghela nafas dan mengabaikannya.Beberapa hari berlalu semenjak terakhir ia bertemu Teddy di rumah sakit, dan semenjak itu pun Teddy selalu berusaha menghubungi nya. Dia selalu menelepon, mengirimkan makan siang, bunga, dan yang lainnya. Tapi tetap saja, sulit untuk Valen bersikap seper

  • Safe Haven   Get Her Back

    Teddy menatap layar ponsel Rizki dengan seksama, pikirannya berkecamuk. Untuk apa dia melakukan ini? Bukankah dia sudah mendapatkan apa yang dia mau?Teddy mengembalikan ponsel Rizki dan menghela nafas pelan, Donny yang sedari tadi tidak diberitahu siapa sebenarnya yang mereka maksud pun mulai gemas. Ia lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam tas nya, setumpuk kertas yang telah ia susun menyerupai buku. Tidak begitu tebal, tapi tidak juga terlalu tipis.Teddy, Rizki, dan Aji memandangi kumpulan kertas tersebut dengan bingung. Donny menarik napas panjang dan mulai menjelaskan."Setelah malam dimana Lo dan Valen berantem, Valen terus nangis di mobil dan bilang ke Gue kalo dia nggak tau apa-apa. Jadinya, Gue berusaha untuk cari tau sendiri awalnya siapa yang udah bikin Valen kayak gini." Jelas Donny, ia diam sesaat dan menyodorkan kertas tersebut kepada Teddy. "Gue nekat masuk ke ruangan Pak Imam dan buka komputernya untuk periksa email masuk, dan Gue nemu ini."Teddy terdiam dan mulai memb

  • Safe Haven   Work the Plan

    Donny menunggu di depan kantornya dengan tidak sabar, dimana kedua orang itu?? Mereka bilang akan kesini jam delapan pagi. Donny melirik jam tangannya dan waktu sudah menunjukkan pukul setengah sembilan pagi, apa mereka tidak datang??Donny bersandar ke dinding dengan kesal sambil memeriksa ponselnya, ada satu pesan dari Valen yang menanyakan keadaan Sarah dan satu pesan dari Sarah yang mengabarkan pada Donny kalau dia sudah sarapan pagi ini. Tapi tidak ada pesan dari Rizki maupun Aji yang katanya akan datang ke kantor lagi ini untuk memulai 'rencana' mereka.Untungnya ia sudah izin kepada Pak Imam bahwa ia baru bisa masuk kantor setelah jam makan siang karena ada urusan, dan Pak Imam mengizinkannya dengan syarat pekerjaan semalam harus selesai malam ini. Ya, walaupun harus membuat repot Valen, tapi sepertinya semua ini akan sesuai.Saat Donny sedang melamun, sebuah tepukan di pundaknya mengagetkannya. Donny tersentak dan mendapati Rizki dan Aji berdiri di hadapannya, Donny mendengus

  • Safe Haven   Not Like We Used To

    Seminggu telah berlalu sejak kejadian itu, dan selama seminggu itu pula Teddy kehilangan kabar akan Valen. Setelah kejadian tersebut Teddy berusaha menghubungi Valen dan juga mengiriminya pesan, tapi sampai saat ini tidak ada balasan maupun panggilan telpon dari Valen untuk menanggapi Teddy.Teddy masih marah, tentu. Tapi sebagai lelaki, ia sadar apa yang dikatakannya pada Valen tempo hari sudah berlebihan. Walaupun mungkin benar Valen yang menyebarkan berita itu, membicarakan hal sensitif tentang hubungan mereka di depan orang lain dan menjadikan hal tersebut senjata dalam argumen Teddy benar-benar diluar batasan.Teddy memandangi ponselnya sambil menghela nafas pelan, dalam hatinya ia berharap akan ada sebuah pesan dari Valen. Walau hanya membalas dengan singkat, Teddy sangat ingin tahu kabar Valen. Sebuah tepukan di pundak Teddy mengejutkannya, Teddy menoleh dan mendapati Rajif yang menepuk pundaknya dan ia lalu duduk di samping Teddy."Murung banget, mas? Belum gajian?" Tanya Aji

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status