Berita tentang Chris yang masih berusaha mengejarku entah dari mana terdengar oleh Kakek Sugi.Mereka sekeluarga khawatir dan meminta Samuel untuk pindah ke rumah di seberang rumahku keesokan harinya.Aku merasa agak merepotkannya dan tidak tahu bagaimana cara berterima kasih padanya.Dia mengusulkan, “Kakek sering memuji masakanmu, aku juga mau mencobanya.”“Baiklah, mulai sekarang kamu nggak perlu masak lagi. Selama aku di rumah, kamu bisa datang dan makan di rumahku.”“Kalau begitu, aku nggak akan sungkan.”Hanya saja hari ini aku harus bertemu dengan Alfred, jadi aku tidak sempat masak makan siang.Mendengar hal ini, Samuel langsung menemaniku pergi ke rumah keluargaku. Namun, dia tetap menjaga batasan diri dan hanya menunggu di mobil. Lalu menyuruhku untuk teriak saja kalau ada masalah.Di rumah, Alfred langsung menyerahkan bagian warisan dan kompensasi yang kuminta. Dia mengira aku akan berbaikan dengannya begitu menerimanya. Jadi, dengan berhati-hati, dia mengusulkan, “Jeni,
“Hanya mengambil 400 ml darahmu saja, kenapa nggak mau? Jeni, kamu psikopat? Kamu puas melihatku menderita?”Begitu membuka mata, aku melihat kakak perempuanku, Lina sedang menangis dan menuduhku.Alfred, kakak laki-lakiku datang dan langsung menendangku, dia memarahiku, “Jeni, dia itu kakakmu! Dia hanya butuh sedikit darahmu saja untuk bertahan hidup. Kenapa kamu bahkan nggak mau memenuhi permintaan kecilnya?”Setiap beberapa hari sekali, aku harus mendonorkan darah untuk Lina dan tubuhnya selalu dalam keadaan tidak sehat.Tendangan itu langsung membuatku terjatuh, tubuhku bergetar kesakitan dan berusaha bangkit beberapa kali, tetapi tidak bisa.Alfred menjambak rambutku dan mengangkatku, lalu melanjutkan, “Jangan berpura-pura! Aku tahu kamu baik-baik saja! Cepat berdiri dan pergi ke rumah sakit untuk transfusi darah untuk Lina!”Rambutku dijambak, rasa sakitnya membuat air mata mengalir.Aku mendorongnya dan melawan, “Kamu pergi saja sendiri kalau begitu murah hati! Aku nggak mau!”L
Aku tak ingin tinggal di rumah dan terus disiksa, jadi aku berusaha bangkit dan pergi.Lina hampir putus asa dan berkata, “Jeni nggak mau mendonorkan darah kali ini? Dia nggak akan mau memberiku tranfusi darah lagi? Dia mencuri kesehatanku, mencuri orang yang kusuka, apakah dia juga mau mencuri nyawaku?”Stefi marah dan mengejarku, lalu menarikku dengan paksa.“Jeni, kamu dilahirkan untuk menyelamatkan kakakmu! Nggak peduli kamu mau atau nggak, kamu harus mendonorkan darah untuk kakakmu hari ini!”Aku menolak, kemudian Stefi mengambil obat penenang dan ingin menyuntikku.Kapan pun dan di mana pun, dia akan selalu membela Lina.Alfred mengenyit melihatnya, ada rasa kasihan dan ketidaksetujuan di wajahnya, tetapi dia tetap membantu menahanku.“Lepaskan! Kalau kalian berani menyentuhku hari ini, aku akan memasukkan kalian ke penjara!”Aku berjuang sekuat tenaga, tetapi tidak bisa melepaskan diri. Keputusasaan dan kemarahan memenuhi dadaku, hampir membuatku hancur.Saat jarum suntuk hampir
Dengan mata berkaca-kaca, Lina berlari ke arahku dan berusaha memukulku.Aku menghindar dan seketika kemarahan yang terkumpul selama dua kehidupan ini meledak, “Kamu bilang kamu yang menulis novel ini, mana buktinya?”Aku membuka laptopku dan melanjutkan, “Ini adalah gagasan yang aku buat dua tahun lalu saat mulai menulis novel. Ada karakter dan alur ceritanya, waktu pembuatan file juga jelas. Ini … “Plak!Stefi mendekat dan langsung menamparku dengan keras.“Laptop ini milik kakakmu, jadi semua tulisan itu tentu saja hasil kerja kerasnya, apa hubungannya denganmu?”Aku terbengong akibat tamparan itu dan menahan amarah, menjawab, “Aku punya bukti di ponselku tentang pembelian laptop ini, bisa membuktikan bahwa laptop ini milikku!”Lina membelalakkan matanya seolah tidak percaya dan berkata, “Ternyata kamu sudah merencanakan untuk mencuri ide-ide cemerlangku saat memberikan laptop ini padaku sebagai hadiah ulang tahun?”“Dia itu kakak kandungmu! Bisa-bisanya kamu merencanakan untuk men
Ibu dan kakakku menggunakan hubungan keluarga untuk mengikatku.Chris menggunakan cinta untuk memaksaku.Kebaikanku pada mereka malah berubah menjadi pisau tajam yang menusukku.Aku sudah tidak memiliki perasaan sedikitpun padanya, hanya tersisa perasaan jijik dan muak.Chris masih ingin mengejarku, tetapi aku langsung naik mobil.Melihat keadaanku, Kakek Sugi khawatir dan mengajakku tinggal di rumahnya.Kakek dan nenek sangat baik padaku. Anak mereka adalah sutradara terkenal, sementara menantunya adalah seorang aktris papan atas. Keduanya adalah penggemar berat novelku. Mereka sudah membeli hak cipta untuk adaptasi film novelnya dan terus mendesakku ikut menjadi penulis skenario.Saat keluargaku keluar dari penjara, aku sedang bersiap pergi memancing bersama Kakek Sugi.Stefi dan Alfred menghadangku di depan pintu.Sebagai orang yang selalu peduli dengan reputasi, penahanan kali ini membuat Stefi hampir gila. Begitu melihatku, dia langsung mau memukulku.Namun aku mendorongnya jatuh
Orang tua biasanya suka ketenangan, jadi aku pun tidak ingin mengganggu kakek dan nenek.Meski enggan, akhirnya aku tetap pergi menemui Alfred.Saat melihatku, tak ada lagi kebencian dan keraguan di tatapan matanya, melainkan rasa bersalah dan penyesalan.“Jeni, maafkan aku, aku sudah tahu salah.”“Aku bukan sengaja, aku … aku hanya tertipu oleh Lina dan Stefi, makanya jadi seperti itu. Aku sudah mengusir mereka dari rumah. Mulai sekarang, apapun yang terjadi, aku akan sepenuhnya ada di pihakmu!”Alfred mengeluarkan beberapa buku dan menyodorkannya padaku dengan senyuman merayu.“Jeni, ini buku dari beberapa penulis kesukaanmu. Aku sudah mencarinya dengan harga mahal untuk edisi khusus, aku juga meminta tanda tangan pribadi dari penulisnya untukmu.”Aku mendorong buku-buku itu kembali padanya dan menjawab, “Ini hadiah ulang tahun yang kuminta darimu lima tahun lalu, aku sudah nggak suka lagi sekarang.”Dulu, dia rela menghabiskan gaji setahunnya untuk membeli jam tangan mewah untuk Lin
Setiap kali aku melontarkan pertanyaan tajam, Stefi mundur selangkah demi selangkah dalam kondisi memalukan, hingga akhirnya jatuh terduduk sambil menangis tersedu-sedu.Aku tak menopangnya, apalagi mencoba menghiburnya. Hanya menatapnya dari atas.“Bagaimana caramu menebus semua ini? Dengan menampar dirimu sendiri? Menyedot darahmu sendiri? Atau menyiksa diri setiap hari?”Tatapan Stefi berkedip, tak tahu harus menjawab apa, hanya terus menangis sambil mengulang-ulang, “Jeni, maafkan ibu … “Namun, aku tak butuh kata maafnya, aku hanya ingin dia benar-benar mendapat karma atas kesalahannya.Aku malas meladeninya dan berjalan kembali ke rumah Kakek Sugi.Setelah Alfred dan Stefi, kali ini giliran Chris yang meneleponku. Kupikir dia juga mau meminta maaf.Memang sudah sepantasnya dia meminta maaf.Aku mengangkat teleponnya, tapi yang kudengar justru suara Chris dengan nada marah.“Kamu yang menyuruh kakakmu mengusir Lina dari keluargamu? Kamu juga menyuruh ibumu memutus hubungan dengan