Share

Bab 2

Aku tak ingin tinggal di rumah dan terus disiksa, jadi aku berusaha bangkit dan pergi.

Lina hampir putus asa dan berkata, “Jeni nggak mau mendonorkan darah kali ini? Dia nggak akan mau memberiku tranfusi darah lagi? Dia mencuri kesehatanku, mencuri orang yang kusuka, apakah dia juga mau mencuri nyawaku?”

Stefi marah dan mengejarku, lalu menarikku dengan paksa.

“Jeni, kamu dilahirkan untuk menyelamatkan kakakmu! Nggak peduli kamu mau atau nggak, kamu harus mendonorkan darah untuk kakakmu hari ini!”

Aku menolak, kemudian Stefi mengambil obat penenang dan ingin menyuntikku.

Kapan pun dan di mana pun, dia akan selalu membela Lina.

Alfred mengenyit melihatnya, ada rasa kasihan dan ketidaksetujuan di wajahnya, tetapi dia tetap membantu menahanku.

“Lepaskan! Kalau kalian berani menyentuhku hari ini, aku akan memasukkan kalian ke penjara!”

Aku berjuang sekuat tenaga, tetapi tidak bisa melepaskan diri. Keputusasaan dan kemarahan memenuhi dadaku, hampir membuatku hancur.

Saat jarum suntuk hampir menusuk tubuhku, pembantu berlari menghampiri.

“Nyonya, tuan, orang yang bertanggung jawab di acara tanda tangan buku datang mencari Nona Jeni. Mereka ada di depan pintu sekarang.”

Keluargaku sangat memperhatikan reputasi.

Meskipun enggan, mereka tetap melepaskanku.

Tanpa menunda, aku segera berbalik dan berjalan keluar.

Alfred mengejarku dan memberikan obat salep padaku.

“Wajahmu bengkak, oleskan salep ini.”

Dia selalu seperti itu, memberikan kebaikan padaku setelah menyakitiku.

Ketika Lina tidak ada, dia juga cukup baik padaku.

Namun, setiap kali Lina terlibat konflik denganku, Alfred selalu mendukungnya.

Namun, ibuku adalah seorang janda dan Lina adalah anak dari pernikahannya sebelumnya. Alfred tidak punya hubungan darah dengan Lina, akulah saudara kandungnya yang sebenarnya!

Aku tidak mengambil obat salep itu dan hanya menatapnya dengan dingin.

Alfred mengernyit dan melanjutkan, “Jeni, Lina itu kakakmu, kalian berdua punya golongan darah yang langka. Kalau kamu nggak menyelamatkannya, dia akan mati!”

Dengan tenang, aku menjawab, “Kalau aku nggak mendonorkan darahku, kakak nggak pasti akan mati. Tapi kalau aku terus-menerus mendonorkan darahku, aku bisa memastikan bahwa aku akan mati!”

“Darah 400 ml itu masih dalam batas normal. Kami bahkan nggak pernah meminta dokter mengambil 1 ml lebih darimu. Bagaimana mungkin itu mempengaruhi tubuhmu? Jeni, aku benar-benar nggak mengerti, kenapa kamu selalu menentang Lina?”

Alfred mengucapkan kalimat terakhir itu dengan suara teriakan yang geram.

Namun, wanita dengan berat 45 kg tidak disarankan untuk mendonorkan darah.

Tubuhku lemah, tinggiku 170cm dan berat badanku hanya sekitar 42.5 kg saja.

Wanita sehat sekalipun, seharusnya jeda antara setiap donor darah lebih dari 6 bulan.

Namun, aku harus mendonorkan darah minimal dua kali sebulan.

Pernahkah mereka menganggapku manusia?

Di kehidupan sebelumnya, aku sudah menjelaskan ini banyak kali, tetapi tidak ada yang percaya.

Atau lebih tepatnya, tidak ada yang peduli padaku.

Di kehidupan ini, aku tidak ingin menjelaskan lagi.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, aku naik ke mobil dan menyuruh petugas untuk segera mengemudikan mobil.

Petugas itu merasa bekas tamparan di wajahku tidak enak dilihat, jadi dia menyiapkan masker dan memintaku untuk menutupi sebagian wajahku.

Acara tanda tangan buku dipenuhi oleh para penggemar bukuku.

Awalnya, suasana di lokasi sangat baik.

Namun tidak lama setelah acara dimulai, Lina dan yang lainnya datang menyerbu seperti di kehidupan sebelumnya.

“Kamu yang membuatku menjadi orang sakit dan bahkan nggak bisa lulus ujian universitas. Kamu juga selalu menarik pergi orang yang aku sukai … Aku sudah cukup sabar, apa itu masih belum cukup? Bahkan novel yang kutulis dengan susah payah, kamu masih mau mencurinya?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status