Raut wajah sumringah pun Bowo dan Kartika akhirnya masuk ke dalam rumah Nilam yang terbilang sangat sederhana sekali.
Kartika dan Bowo duduk di lantai yang hanya dialasi dengan karpet tipis dan sudah terlihat usang. Kartika melihat ke sekeliling dalam rumah Nilam. Tidak ada apa pun di sana. Yang ada hanya sebatas kasur lantai yang sudah tipis dan berwarna kehitaman akibat terlalu sering diinjak. Serta hanya ada satu kamar saja yakni, kamar yang Nilam tempati.
"Katakan apa mau kalian yang tiba-tiba datang ke sini? Cepat karena aku tidak punya banyak waktu!" ujar Nilam dengan tatapan tajamnya seolah-olah mampu menghunus siapa pun yang ada di hadapannya.
Tidak bisa dipungkiri sejatinya Nilam teramat rindu dengan Bowo dan K
"Lalu apa Mamanya Kartika tahu akan hal ini? Atau jangan-jangan kamu juga sekongkol sama Mamanya Kartika lagi," timpal Rita."Untuk yang satu itu enggak. Aku memang sengaja gak memberitahu Mamanya Kartika. Namanya Tante Nilam. Biar ini semua menjadi kejutan saat penangkapan keduanya di kontrakan Tante Nilam. Tentu akan lebih mengasyikkan bukan?"Riuh suara tepuk tangan pun terdengar dari kedua tangan Rita. Sembari menggelengkan kepala Rita menatap takjub pada sang adik. Bagaimna tidak, jika ternyata adiknya sudah seperti seorang yang betul-betul piawai dalam menangani kasus."Ngapain tepuk tangan begitu, Kak?" tanya Aliyah."Kamu itu sadar gak sih kalau kamu hebat banget menyusun strategi untuk bua
Sedikit tergesa Nilam terus berjalan hingga akhirnya ia pun sampai di depan rumah kontrakannya yang masih tampak sepi."Mungkin Kartika dan Mas Bowo masih tidur. Kasihan mereka pasti kelelahan setelah kemarin berjalan kaki menuju rumahku ini," gumam Nilam. Setelahnya ia pun mendekati pintu rumahnya. Namun, saat itu juga telinganya seperti mendengar suara yang sangat tidak asing. Yah, tentu saja suara orang yang tengah mereguk kenikmatan duniawi.Seketika itu juga darah Nilam terasa berdesir. Sesak pun tiba-tiba menghantam dada. Apa yang sudah ia buang jauh-jauh dari pikirannya pun kini hadir kembali. Dalam diamnya Nilam bukan berarti lagi dan lagi ia akan diam saja dan menangis mendapatkan perlakuan buruk dari suami dan juga anaknya. Pikiran jahat pun timbul dari dalam benaknya. Nilam lantas membuka pintu dan benar saja j
Aliyah pun berjalan mendekati Amar yang terlihat sendu. Tidak bisa dipungkiri meskipun Bowo telah menelantarkan dan memanfaatkan Amar sedemikian rupa. Dia tetaplah orang tua kandung Amar satu-satunya. Meski sempat terbesit rasa kebencian dalam diri Amar terhadap Bowo.Namun, ia hanyalah manusia biasa yang juga memiliki rasa sedih tatkala orang tuanya mati secara mengenaskan di tangan istrinya sendiri. Itulah hukum tabur tuai. Semua yang kita lakukan akan ada balasannya baik itu di dunia maupun di akhirat. Patutnya kita sebagai manusia hendaklah berkelakuan yang baik-baik saja meski tiada satu pun manusia yang tak luput dari kekhilafan."Mas, kamu gak papa 'kan?""Aku gak papa, Sayang. I'm okay. Kamu tenang saja," ucap Amar sembari tersenyum sembari mengelus
"Halah, baru jadi tukang mie ayam aja belagu, kalau memang tidak mau beritahu alamatnya oke gak masalah, aku bisa cari sendiri, bahkan ke ujung dunia pun akan aku cari dimana mereka berada, dan akan ku buat perhitungan pada mereka karena mereka penyebab Mika meninggal dan keluargaku hancur.""Hei, Sepuluh tahun kau di penjara bukannya membuat otakmu menjadi benar tapi malah membuat otakmu tambah korslet, Mika meninggal karena ulah dia sendiri, Mika di bunuh oleh pria selingkuhannya, dan harusnya kamu berterima kasih pada Amar dan juga Aliyah, karena mereka mau menampung anakmu Vivi dan memberikan kasih sayang pada Vivi layaknya anak mereka sendiri, kalau tidak ada Amar dan Aliyah mungkin Vivi akan menjadi anak jalanan," ucap Rita menatap tidak suka pada Aldo."Halah, itu bisa-bisa nya Kakak saja, semua ini jelas salah Amar san Aliyah, Mika tega berselingkuh itu sebab aku di jebloskan ke penjara oleh mereka, Mika pasti kesepian dan membutuhkan nafkah, maka sebab itu ia selingkuh.""Kam
"Wah, terimakasih ya Bude, maaf kalau selama ini Vivi selalu ngerepotin Bude sama Pakde." ucap Vivi dengan mata berbinar."Kamu jangan bicara gitu Vi, kamu itu udah jadi tanggung jawabnya Bude sama Pakde, kamu hanya perlu mikirin kuliah kamu, belajar yang benar biar kamu bisa lulus dengan nilai yang bagus.""Iya Bude, Vivi insyaallah akan amanah sama pesan Bude, terimakasih banyak ya Bude," ucap Vivi antusias, Aliyah pun tersenyum lega.****Pagi itu Vivi sudah disibukkan mempersiapkan bekal untuk hiking hati itu, Vivi sangat antusias sekali menjalaninya, karena ia akan pergi hiking dengan teman-temannya dan tentunya disana ada juga salah satu cowok yang ia taksir."Sudah siap Vi? Gak ada yang ketinggalan?" tanya Aliyah saat di meja makan."Sudah Bude.""Yasudah kamu nanti disana hati-hati ya, jangan telat makan nanti kamu sakit.""Iya Bude.""O iya rencana berapa hari?""Hanya satu hari ini saja kok Bude, nanti sore juga sudah pulang.""Oke, baiklah, sekarang cepat habiskan sarapan k
"Hidup kamu sudah enak ya sekarang," ucap Aldo memulai sandiwaranya."Yah, ini semua berkat Bude Aliyah dan Pakde Amar Pa, mereka menyayangi Vivi seperti anak mereka sendiri.""Mereka melakukan itu karena mereka merasa bersalah padamu Nak.""Maksud Papa?""Ya, kamu kan tau, Papa di penjara karena ulah Pakde dan Budemu itu, makanya untuk menebus rasa bersalah itu mereka mengasuhmu, lalu nanti setelahnya mereka akan memintamu balas budi pada mereka.""Papa sudah salah paham, Vivi yakin mereka gak seperti itu, dan lagi bukankah Papa dipenjara karena dulu Papa ingin mencoba memperkosa Bude Aliyah?"Skakmat, Aldo terdiam karena apa yang diucapkan oleh anaknya itu adalah benar, tapi bukan Aldo namanya jika tidak bisa memutarbalikkan fakta."Itu semua fitnah Nak, Budemu yang menggoda Papa hingga akhirnya Papa tergoda tapi justru malah Papa yang difitnah telah memperkosa Bude mu, jadinya Pakde mu melaporkan Papa ke kantor polisi.""Masa sih Pa? Tapi pas Vivi tanya kenapa Papa di penjara, baik
"Iya, Bu. Seperti biasa saya mengantar Non Vivi ke kampusnya. Lalu seperti biasa juga say tinggalkn Non Vivi hingga sore hari saya kembali menjemputnya. Tapi, saat jalan mau pulang Non Vivi memang minta diantar ke daerah x dan pas saya tanya katanta ke rumah temannya habis itu saya tidak ada bertanya lagi.""Apa Pak Maman tidak mengikuti Vivi turun ke rumah temannya?" Pa Maman pun menggeleng menjawab pertanyaan Aliyah. "Maaf, tidak, Bu. Saya takut dikira mau tahu urusan majikan. " Aliyah menghela napasnya untuk memberikan ruang di dadanya yang tiba-tiba menjadi sempit. "Yasudah kalau begitu. Maaf sudah mengganggu waktu istirahatnya." "Tidak apa-apa, Bu, gak usah sungkan.""O iya mulai besok kemana pun kamu antar Vivi di luar jam kuliah bisa gak lapor sama saya dia kemana saja?" "Bisa, Bu, bisa.""Terima kasih. Kalau begitu saya permisi dulu.""Sama-sama, Bu."Aliyah pun beranjak dari hadapan pak Maman dan menuju kamar Vivi. Akan tetapi, saat Aliyah hendak membuka engsel pintu kam
Saat Aliyah ingin menyusul Vivi ke kamarnya tiba-tiba Vivi keluar dari kamarnya dan bergegas turun. Vivi pun sama akan berangkat ke kampus juga dengan tampilan tak kalah dari kedua kakaknya. Vivi menurun wajah almarhum sang ibu yang memiliki paras manis dan ayu. Kulitnya yang hitam manis tidak serta merta membuat Vivi terlihat buruk justru kulit Vivi terlihat eksotis lantaran ia memiliki sorotan mata yang tajam serta hidung yang mancung. "Vivi! Ayo sarapan, Nak," ucap Aliyah pada Vivi. "Maaf Bude. Nanti Vivi sarapan di kantin kampus saja." Aliyah mengerutkan keningnya sebab tidak biasanya Vivi tidak sarapan di rumah. Berulang kali Vivi bilang jika masakan Aliyah adalah yang terbaik. Tidak bisa sehari saja Vivi tidak merasakan masakan Budenya itu. Sedangkan sedari tadi malam Vivi belum menyentuh apa pun yang ada di meja makan. Itulah yang membuat Aliyah lagi-lagi menatap Vivi dengan tatapan penuh tanya. "Vivi, bukannya dari semalam kamu belum makan, Nak?" tanya Aliyah berusaha men