"Iya tuh bener, untung aku juga sudah kerjakan tugas Pak Indra.""Yaudah yuk masuk. Sebentar lagi materi akan dimulai," ajak Reno yang membuat Vivi tersenyum senang. ***Siang itu seperti biasa Vivi beristirahat di kantin yang memang disediakan oleh pihak kampus. Selain harganya yang murah juga rasanya yang enak. Tentu saja membuat para mahasiswa dan mahasiswi berbondong-bondong berbelanja di sana. Di kantin tersebut tidak hanya ada satu jenis makanan saja melainkan ada beberapa lainnya seperti bakso, nasi dan mie goreng, nasi ayam penyet dan masih banyak lainnya. Vivi kali ini menginginkan memesan bakso dengan sambal dan saos juga kecap hingga menjadikan rasanya pedas manis dan asam karena tidak lupa Vivi juga menambahkan cuka pada mangkok baksonya. Saat ia akan menyendokkan suapan pertama tiba-tiba saja pandangan matanya menangkap sesosok tubuh Reno dengn tangannya tengah melambai ke arah Vivi. Sontak saja Vivi tersenyum sumringah dengan dada yang berdebar. Akhirnya, gayung bers
"Yah, begitulah, Pa. Namanya juga kuliah ya seperti sekolah saja," ucap Vivi dengan ogah-ogahan. Aldo yang melihat gelagat tak biasa dari Vivi pun tidak bisa untuk tidak bertanya."Kamu kenapa kok kayaknya lagi kesal begitu?" "Enggak ada, aku gapapa," jawab Vivi. Akan tetapi, bukan Aldo namanya jika ia tidak memaksa. "Katakanlah, Nak. Aku ini orang tua kamu satu-satunya. Akulah tempatmu bersandar saat ini. Katakan jika kau memiliki resah di hati. Siapa tahu Papa bisa membantumu memecahkan masalah yang tengah menimpamu."Vivi mendesah pelan. Ditatapnya wajah sang papa yang sudah lama ia rindukan itu. Vivi pun menghambur ke dada Aldo lantas ia pun memeluk Aldo. Aldo yang memang memiliki tujuan sedari awal pun membalas pelukan putrinya sembari mengelus punggung Vivi agar terlihat jika ia benar-benar tulus menyayangi Vivi. "Menangislah jika itu membuatmu lega. Jika sudah puas kamu menangis berjanjilah untuk tidak ada lagi tangisan yang keluar dari kedua matamu. Mari kita sama-sama bala
"Alah, udah deh, Bude gak usah ingatkan soal itu sama Vivi. Akan Vivi bayar berapa pun yang Bude dan Pakde habiskan untuk biaya hidup Vivi selama ini. Kelak aku sudah punya uang akan aku kembalikan semuanya agar Bude tidak merasa aku masih punya hutang budi sama keluarga Bude!" sentak Vivi sebelum akhirnya ia meninggalkan Aliyah yang terpaku mendengar ucapan Vivi.Aliyah menghela napasnya. Ia pun berjalan perlahan menuju sofa di ruang keluarga. Lantas, Aliyah pun mendaratkan bokongnya di sana. Kepalanya ia sandarkan pada bantalan sofa. Sementara itu Vivi masuk ke kamar Rani tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Rani yang telinganya tengah ia sumpal dengan headset pun terkejut mendapati Vivi tiba-tiba saja berada di kamarnya. "Vivi? Sejak kapan kamu di sini? Kok gak ketuk pintu dulu," ucap Rani pada Vivi. "Alah, kayak sama nyonya besar saja mesti ketuk pintu dulu. Lagian aku kesini gak lama kok cuma mau bilang.""Bilang apa?""Mau bilang kalau mulai sekarang kamu jauhi Reno.""Reno? K
Vivi yang mendapat jawaban dari Reno pun seolah mendapat angin segar. Menurutnya pertanyaan seperti itu dari Reno sudah cukup membuatnya menjadi perhatian bagi Reno. "Supir aku gak bisa jemput karena ada keperluan mendadak katanya," ujar Vivi beralasan. "Gitu ya?" Vivi menganggukkan kepalanya sebagai jawaban pertanyaan Reno. "Gimana ya?""Please, kali ini saja. Aku gak tau harus pulang pake apa. Mau naik taksi online aku gak punya aplikasinya."Reno pun tidak menanggapi perkataan Vivi lagi. Lantas Reno sibuk dengan ponselnya. Ternyata Reno memesankan taksi online untuk mengantarkan Vivi pulang. "Maaf ya, aku gak bisa anterin kamu pulang. Aku ada janji nih.""Sama Rani?" "Yah begitulah. Tapi, kamu gak usah khawatir aku sudah pesankan taksi online buat kamu kok, nomor drivernya aku kirim ke wa kamu, kalau gitu aku permisi dulu ya," pamit Reno sembari meninggalkan Vivi dalam keterpakuan atas sikap dingin dan cuek Reno padanya. Dari kejauhan Vivi yang melihat Reno dan Rani berjalan
"Tapi caranya gimana, Pa? Masa iya aku harus memaksa? Mana mungkin dia mau kalau lagi sadar. Terus dia tahu dong klau aku cuma pura-pura dan mau jebak dia aja?" Aldo menepuk jidatnya memanglah putrinya ini teramat polos. Karena kejahatannya kali ini adalah murni hasutan dari Aldo. Karena sejatinya Vivi memanglah anak yang polos dan lugu. "Duh Vivi ya gak mungkinlah kamu menggoda Reno dan menjebaknya ketika dia lagi sadar. Jelas saja Reno gak akan mau. Maksud Papa kamu campurkan ini ke dalam minumannya. Nanti dia kan teler tuh baru deh kita eksekusi. Terus jangan lupa foto juga sebagai bukti biar dia gak bisa berkutik.""Terus aku akan melakukan itu di mana? Gak mungkin kan di rumah Bude Aliyah.""Emm, gimana kalau di kontrakan Papa ini saja. Ajak Reno untuk kamu kenalkan sama Papa. Pandai-pandai kamulah gimana cara bujuk dia. Nanti Papa bantu eksekusi dia. Gimana?""Boleh juga tuh, Pa. Biar ada yang bantuin aku. Lagian kayaknya kalau aku sendiri pasti kesulitan.""Oke, kapan mau dim
Tiba-tiba saja Aliyah datang dan menampar wajah Vivi hingga membekas kemerahan pada pipinya. Sedangkan Rani yang penasaran pun terbelalak melihat Vivi yang ditampar oleh sang Bunda. Baru kali ini Aliyah dan Amar semarah itu pada anaknya. "Seharusnya tidak kupungut kau menjadi anakku! Buah memang jatuh tidaklah jauh dari pohonnya. Rupanya sifat kejalangan almarhumah Mamamu telah menurun padamu! Menyesal aku telah merawatmu sedari kecil dan sekarang seperti inikah balasanmu pada kami? Pernahkah selama ini aku dan suamiku membedakan dalam memberikan kasih sayang padamu juga kedua anakku? Apa yang kami makan kau pun ikut memakannya. Apa yang kami pakai kau pun ikut memakainya! Kalau kau sudah tidak suka dengan cara kami mendidik silahkan pintu keluar terbuka lebar untukmu!" hardik Aliyah pada Vivi sembari tangannya menunjuk ke arah pintu utama rumah mereka. "Bun, sudah, Bun. Kendalikan emosimu, kasihan bayi yang ada di kandunganmu," ucap Amar mencoba menenangkan Aliyah yang sudah mer
"Baik, Non," sang supir pun melajukan kendaraannya sesuai dengan arahan yang diberikan nona bos nya.***"Masuk Reno! Kamu duduklah dulu. Tunggu sebentar ya aku buatkan minuman dulu," ujar Vivi sembari meninggalkan Reno yang sudah mendaratkan bokongnya di atas tikar di ruang tamu. Namun, belum sempat Vivi beranjak, Reno pun memanggilnya. "Gak usah repot-repot, Vi. Aku gak bisa lama-lama. Kasihan Rani kalau harus menunggu lama," ucap Reno. Bukan Vivi namanya kalau tidak banyak akalnya. Yah, akal untuk menjerat mangsanya. Memang benar, watak dan sifat jalang dari Mika benar-benar menurun pada Vivi. "Enggak lama kok. Sebentar saja. Gak enak kan baru datang sudah mau pergi. Kamu juga belum ketemu sama papaku." Vivi pun kembali menuju dapur untuk membuatkan minuman yang tentunya akan ia bubuhkan obat tidur untuk menjebak Reno. Reno yang tidak kuasa menghentikan Vivi pun hanya bisa pasrah saat punggung Vivi hilang di ujung ruangan kecil berukuran 3x3 meter itu. Tidak lama kemudian Vivi
"Aku juga, Bun. Kayak gak kenal aja gitu sama Vivi. Dulu kita baik-baik saja. Apa iya benar dengan firasat Bunda jika ini semua ada kaitannya dengan Om Aldo." "Bisa jadi, siapa lagi kalau bukan dia? Semenjak kebebasannya Vivi terus saja bikin ulah. Padahal sudah bertahun-tahun Vivi tidak seperti itu. Tapi, kita bisa apa, biar bagaimanapun Aldo tetap orang tua Vivi." "Lalu bagaimana selanjutnya, Bun. Habis ini Vivi pasti ngamuk karena misinya gagal total." "Kamu tenang saja. Kalau sampai dia menyakitimu maka Bunda yang akan maju untuk pertama kali." "Mana bisa kayak begitu. Bunda sedang membawa adik. Mana mungkin aku membiarkan Vivi menyakiti Bunda." "Sudah kamu tenang saja. Bunda sudah memikirkan hal yang tepat untuk Vivi setidaknya agar dia tahu kalau dia telah salah." *** "Vivi bangun, Vi! Kenapa kamu malah tidur di sini? Mana Reno?" ucap Aldo sembari menepuk-nepuk pipi Vivi yang masih tertidur pulas di rumahnya. Vivi pun akhirnya membuka mata. Ia tampak bingung, bagaimana b