"Wah, terimakasih ya Bude, maaf kalau selama ini Vivi selalu ngerepotin Bude sama Pakde." ucap Vivi dengan mata berbinar."Kamu jangan bicara gitu Vi, kamu itu udah jadi tanggung jawabnya Bude sama Pakde, kamu hanya perlu mikirin kuliah kamu, belajar yang benar biar kamu bisa lulus dengan nilai yang bagus.""Iya Bude, Vivi insyaallah akan amanah sama pesan Bude, terimakasih banyak ya Bude," ucap Vivi antusias, Aliyah pun tersenyum lega.****Pagi itu Vivi sudah disibukkan mempersiapkan bekal untuk hiking hati itu, Vivi sangat antusias sekali menjalaninya, karena ia akan pergi hiking dengan teman-temannya dan tentunya disana ada juga salah satu cowok yang ia taksir."Sudah siap Vi? Gak ada yang ketinggalan?" tanya Aliyah saat di meja makan."Sudah Bude.""Yasudah kamu nanti disana hati-hati ya, jangan telat makan nanti kamu sakit.""Iya Bude.""O iya rencana berapa hari?""Hanya satu hari ini saja kok Bude, nanti sore juga sudah pulang.""Oke, baiklah, sekarang cepat habiskan sarapan k
"Hidup kamu sudah enak ya sekarang," ucap Aldo memulai sandiwaranya."Yah, ini semua berkat Bude Aliyah dan Pakde Amar Pa, mereka menyayangi Vivi seperti anak mereka sendiri.""Mereka melakukan itu karena mereka merasa bersalah padamu Nak.""Maksud Papa?""Ya, kamu kan tau, Papa di penjara karena ulah Pakde dan Budemu itu, makanya untuk menebus rasa bersalah itu mereka mengasuhmu, lalu nanti setelahnya mereka akan memintamu balas budi pada mereka.""Papa sudah salah paham, Vivi yakin mereka gak seperti itu, dan lagi bukankah Papa dipenjara karena dulu Papa ingin mencoba memperkosa Bude Aliyah?"Skakmat, Aldo terdiam karena apa yang diucapkan oleh anaknya itu adalah benar, tapi bukan Aldo namanya jika tidak bisa memutarbalikkan fakta."Itu semua fitnah Nak, Budemu yang menggoda Papa hingga akhirnya Papa tergoda tapi justru malah Papa yang difitnah telah memperkosa Bude mu, jadinya Pakde mu melaporkan Papa ke kantor polisi.""Masa sih Pa? Tapi pas Vivi tanya kenapa Papa di penjara, baik
"Iya, Bu. Seperti biasa saya mengantar Non Vivi ke kampusnya. Lalu seperti biasa juga say tinggalkn Non Vivi hingga sore hari saya kembali menjemputnya. Tapi, saat jalan mau pulang Non Vivi memang minta diantar ke daerah x dan pas saya tanya katanta ke rumah temannya habis itu saya tidak ada bertanya lagi.""Apa Pak Maman tidak mengikuti Vivi turun ke rumah temannya?" Pa Maman pun menggeleng menjawab pertanyaan Aliyah. "Maaf, tidak, Bu. Saya takut dikira mau tahu urusan majikan. " Aliyah menghela napasnya untuk memberikan ruang di dadanya yang tiba-tiba menjadi sempit. "Yasudah kalau begitu. Maaf sudah mengganggu waktu istirahatnya." "Tidak apa-apa, Bu, gak usah sungkan.""O iya mulai besok kemana pun kamu antar Vivi di luar jam kuliah bisa gak lapor sama saya dia kemana saja?" "Bisa, Bu, bisa.""Terima kasih. Kalau begitu saya permisi dulu.""Sama-sama, Bu."Aliyah pun beranjak dari hadapan pak Maman dan menuju kamar Vivi. Akan tetapi, saat Aliyah hendak membuka engsel pintu kam
Saat Aliyah ingin menyusul Vivi ke kamarnya tiba-tiba Vivi keluar dari kamarnya dan bergegas turun. Vivi pun sama akan berangkat ke kampus juga dengan tampilan tak kalah dari kedua kakaknya. Vivi menurun wajah almarhum sang ibu yang memiliki paras manis dan ayu. Kulitnya yang hitam manis tidak serta merta membuat Vivi terlihat buruk justru kulit Vivi terlihat eksotis lantaran ia memiliki sorotan mata yang tajam serta hidung yang mancung. "Vivi! Ayo sarapan, Nak," ucap Aliyah pada Vivi. "Maaf Bude. Nanti Vivi sarapan di kantin kampus saja." Aliyah mengerutkan keningnya sebab tidak biasanya Vivi tidak sarapan di rumah. Berulang kali Vivi bilang jika masakan Aliyah adalah yang terbaik. Tidak bisa sehari saja Vivi tidak merasakan masakan Budenya itu. Sedangkan sedari tadi malam Vivi belum menyentuh apa pun yang ada di meja makan. Itulah yang membuat Aliyah lagi-lagi menatap Vivi dengan tatapan penuh tanya. "Vivi, bukannya dari semalam kamu belum makan, Nak?" tanya Aliyah berusaha men
"Iya tuh bener, untung aku juga sudah kerjakan tugas Pak Indra.""Yaudah yuk masuk. Sebentar lagi materi akan dimulai," ajak Reno yang membuat Vivi tersenyum senang. ***Siang itu seperti biasa Vivi beristirahat di kantin yang memang disediakan oleh pihak kampus. Selain harganya yang murah juga rasanya yang enak. Tentu saja membuat para mahasiswa dan mahasiswi berbondong-bondong berbelanja di sana. Di kantin tersebut tidak hanya ada satu jenis makanan saja melainkan ada beberapa lainnya seperti bakso, nasi dan mie goreng, nasi ayam penyet dan masih banyak lainnya. Vivi kali ini menginginkan memesan bakso dengan sambal dan saos juga kecap hingga menjadikan rasanya pedas manis dan asam karena tidak lupa Vivi juga menambahkan cuka pada mangkok baksonya. Saat ia akan menyendokkan suapan pertama tiba-tiba saja pandangan matanya menangkap sesosok tubuh Reno dengn tangannya tengah melambai ke arah Vivi. Sontak saja Vivi tersenyum sumringah dengan dada yang berdebar. Akhirnya, gayung bers
"Yah, begitulah, Pa. Namanya juga kuliah ya seperti sekolah saja," ucap Vivi dengan ogah-ogahan. Aldo yang melihat gelagat tak biasa dari Vivi pun tidak bisa untuk tidak bertanya."Kamu kenapa kok kayaknya lagi kesal begitu?" "Enggak ada, aku gapapa," jawab Vivi. Akan tetapi, bukan Aldo namanya jika ia tidak memaksa. "Katakanlah, Nak. Aku ini orang tua kamu satu-satunya. Akulah tempatmu bersandar saat ini. Katakan jika kau memiliki resah di hati. Siapa tahu Papa bisa membantumu memecahkan masalah yang tengah menimpamu."Vivi mendesah pelan. Ditatapnya wajah sang papa yang sudah lama ia rindukan itu. Vivi pun menghambur ke dada Aldo lantas ia pun memeluk Aldo. Aldo yang memang memiliki tujuan sedari awal pun membalas pelukan putrinya sembari mengelus punggung Vivi agar terlihat jika ia benar-benar tulus menyayangi Vivi. "Menangislah jika itu membuatmu lega. Jika sudah puas kamu menangis berjanjilah untuk tidak ada lagi tangisan yang keluar dari kedua matamu. Mari kita sama-sama bala
"Alah, udah deh, Bude gak usah ingatkan soal itu sama Vivi. Akan Vivi bayar berapa pun yang Bude dan Pakde habiskan untuk biaya hidup Vivi selama ini. Kelak aku sudah punya uang akan aku kembalikan semuanya agar Bude tidak merasa aku masih punya hutang budi sama keluarga Bude!" sentak Vivi sebelum akhirnya ia meninggalkan Aliyah yang terpaku mendengar ucapan Vivi.Aliyah menghela napasnya. Ia pun berjalan perlahan menuju sofa di ruang keluarga. Lantas, Aliyah pun mendaratkan bokongnya di sana. Kepalanya ia sandarkan pada bantalan sofa. Sementara itu Vivi masuk ke kamar Rani tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Rani yang telinganya tengah ia sumpal dengan headset pun terkejut mendapati Vivi tiba-tiba saja berada di kamarnya. "Vivi? Sejak kapan kamu di sini? Kok gak ketuk pintu dulu," ucap Rani pada Vivi. "Alah, kayak sama nyonya besar saja mesti ketuk pintu dulu. Lagian aku kesini gak lama kok cuma mau bilang.""Bilang apa?""Mau bilang kalau mulai sekarang kamu jauhi Reno.""Reno? K
Vivi yang mendapat jawaban dari Reno pun seolah mendapat angin segar. Menurutnya pertanyaan seperti itu dari Reno sudah cukup membuatnya menjadi perhatian bagi Reno. "Supir aku gak bisa jemput karena ada keperluan mendadak katanya," ujar Vivi beralasan. "Gitu ya?" Vivi menganggukkan kepalanya sebagai jawaban pertanyaan Reno. "Gimana ya?""Please, kali ini saja. Aku gak tau harus pulang pake apa. Mau naik taksi online aku gak punya aplikasinya."Reno pun tidak menanggapi perkataan Vivi lagi. Lantas Reno sibuk dengan ponselnya. Ternyata Reno memesankan taksi online untuk mengantarkan Vivi pulang. "Maaf ya, aku gak bisa anterin kamu pulang. Aku ada janji nih.""Sama Rani?" "Yah begitulah. Tapi, kamu gak usah khawatir aku sudah pesankan taksi online buat kamu kok, nomor drivernya aku kirim ke wa kamu, kalau gitu aku permisi dulu ya," pamit Reno sembari meninggalkan Vivi dalam keterpakuan atas sikap dingin dan cuek Reno padanya. Dari kejauhan Vivi yang melihat Reno dan Rani berjalan
Rita berbicara dengan berapi-api. Emosi yang sudah lama ia pendam pada Vivi keluar sudah. Perasaan Vivi yang ia jaga bertahun-tahun lama nya kini terpaksa ia lontarkan. Habis sudah kesabarannya menghadapi anak dari almarhumah adiknya itu. Meskipun Rita tidak menampik jika dahulu memang Rita sempat berbuat jahat pada Aliyah dan Amar juga kedua anaknya. Akan tetapi, setidaknya Rita sudah benar-benar sadar juga kedua anak Rita ia didik dengan benar dan kini kedua anaknya menjadi anak yang penurut. Lalu, apa kurangnya kasih sayang yang Aliyah dan Amar berikan pada Vivi? Tidak! Tidak ada kurangnya mereka memberikan itu semua. Rita sebenarnya juga sadar jika semua ini terjadi juga karena adanya hasutan dari Aldo. Tapi, apakah sebagai seorang yang sudah beranjak dewasa Vivi tidak bisa berpikir jernih? Orang yang sudah memberinya air susu justru ia balas dengan memberinya air tuba. Sungguh ironis memang. "Vivi harus bagaimana agar mendapatkan maaf dari kalian semua. Vivi iri setiap kali
Begitu juga dengan Amar. Belasan tahun Amar mengarungi biduk rumah tangga bersama Aliyah menjadikan dirinya sosok suami dan Ayah yang cukup tegas. Jika dahulu saat disakiti maka Amar hanya bisa diam dan berpasrah tapi, tidak dengan kali ini. Amar akan melawan siapa pun yang berusaha menyakiti keluarganya. Maka diputuskan meskipun dengan berat hati bahwa mereka akan melaporkan Vivi pada lembaga hukum. Vivi harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Dan sekarang Rita lah yang akan menyeret sang keponakan ke kantor polisi sebab jika Aliyah dan Amar yang datang ditakutkan jika mereka berdua tidak akan tega saat melihat derai air mata Vivi. Beruntung Aliyah dan Amar mau mendengarkan usulan dari sang kakak. "Selamat siang, Bu. Maaf dengan siapa?" tanya pak Cokro pada Rita saat dirinya baru mendaratkan bokongnya di kursi. Rita yang baru saja memaki-maki Vivi pun napasnya masih tersengal-sengal karena terlampau emosi menghadapi anak tak tahu diri itu. "Saya Rita, Pak. Kebetulan saya juga
Ketakutan jelas terpancar dari sorot matanya yang seolah-olah berbicara untuk meminta Reno berhenti dan tidak melaporkan masalah itu ke dekan kampus. Namun, Reno tidak menghiraukan itu. Reno terus menyeret gadis dengan kulit eksotis itu menuju ruang dosen agar Vivi diberi hukuman yang setimpal. "Reno, please jangan laporin aku ke polisi. Aku minta maaf aku khilaf," hiba Vivi pada Reno tapi, pria itu bergeming. Ia sama sekali tidak menjawab kalimat yang dilontarkan Vivi hingga membuat Vivi bertambah ketakutan. Terlebih lagi mereka kini sudah berdiri di depan pintu ruangan dekan. "Reno, Reno tolong jangan laporin aku. Aku janji setelah ini gal akan lagi mengganggu atau pun menyakiti Rani.""Tutup mulutmu! Perbuatanmu harus kamu pertanggungjawabkan. Seenaknya saja mau lepas tangan!" hardik Reno yang membuat bibir gadis manis itu tertutup rapat. Hanya isak tangisnya yang masih terdengar meski lirih.Akhirnya kini baik Vivi maupun Reno sudah berada di ruangan rektor. Wajah Vivi terlihat
"Wah, cucu baru Nenek sudah pulang. Siapa ini namanya?" ujar bu Sri sembari mengambil alih anak bayi Aliyah dari gendongan Aliyah. "Oh iya siapa nama anak kamu ini, Al?" timpal Rita. "Narendra Akbar Amrani. Panggilannya Akbar.""Wah bagus sekali namanya cucu Nenek. Semoga jadi anak yang sholeh dan mampu melindungi keluarga ya le," ujar bu Sri mendoakan Akbar yang juga diamini oleh Aliyah dan Rita. "Kak, tadi lagi masak? Ini bau gosong." Aliyah menghembus-hembus bau yang menyeruak hidungnya. Begitu pun yang Rita lakukan hingga akhirnya Rita terpekik dan berlari kilat ke arah dapur. Semua yang ada di ruang keluarga kecuali Amar pun mengikuti Rita dari belakang hingga akhirnya mereka sampai di dapur mereka pun tertawa terbahak sebab melihat penampakan ayam panggang yang Rita buat yang seharusnya berwarna coklat justru menjadi warna hitam legam."Yah, gosong deh." Sontak semua yang ada di sana pun tergelak melihat ayam yang sudah tidak berbentuk lagi. ***"Reno!" Reno yang sedang berb
Uang yang Vivi serahkan pada Aldo dan katanya akan digunakan untuk berjualan sembako justru malah aldo gunakan untuk berjudi. Apakah Aldo menang? Oh tentu tidak. Tentu saja bandar tidak mau rugi. Permainan dibuat sedemikian rupa sehingga terlihat natural dan memang murni tidak kepiawaian pemain dalam memainkannya padahal sudah jelas bandar sudah mengatur sedemikian rupa dari misalnya dua puluh kali taruhan maka akan diberi kesempatan menang bagi pemain hanya sekali dan itu pun pemain hanya memenangkan uang yang tidak seberapa jika ditotal dalam dua puluh kali bermain dan satu kali menang uangnya jauh lebih besar yang dikeluarkan daripada yang dimenangkan. Itulah dahsyatnya bisikan dan godaan syetan. Bagi manusia yang lemah imannya seperti Aldo akan diberi kesempatan untuk satu kali menang setelah itu dia akan ketagihan dan terus menerus untuk kembali melakukan judi. Sudah banyak buktinya orang yang hobi berjudi tidak akan pernah ada manfaat dalam hidupnya. Justru yang ada hanyalah ke
"Sudah aku usir." ucap Rita yang membuat Aliyah juga Amar tersentak dan langsung menatap Rita seolah-olah meminta penjelasan. Sedangkan bu Sri dan pak Darto sudah Rita ceritakan sebelumnya hingga mereka sudah tidak terkejut lagi. "Kakak usir? Kenapa?""Ya Kakak gak suka aja lihat kamu di sini karena dia eh dianya di sana ketawa ketiwi sambil main ponsel. Keponakan macam apa itu. Lagian biarkan saja dia pergi dan menyusul si cunguk Aldo itu biar dia tahu betapa gak enaknya hidup gak punya uang. Sudah bagus dikasih tumpangan dan disekolahin tinggi eh malah berulah dan gak tahu terima kasih," gerutu Rita. "Ya tapi masa diusir, Kak. Kan kasihan, kalau Aldo ternyata gak bertanggung jawab gimana. Kita semua tahu gimana perangai Aldo yang asli.""Ya biarkan saja, biar tahu rasa. Dia kira dia hebat bisa hidup tanpa kamu. Kita lihat sja tph kalau dia sudah tidak kuat dia akan kembali lagi ke rumah kamu.""Apa yang Kak Rita katakan ada benarnya juga, Dek. Anggap saja itu sebagai pelajaran ba
"Kemana?""Lha katanya mau jatah yaudah ke kamar lah kemana lagi.""Yess, terima kasih sayangku.""Eh, tunggu, Dek. Si Aliyah lagi berjuang di rumah sakit kok kita malah skidi pap di rumahnya apa gak kurang ajar ya?" tanya Raka yang membuat langkah Rita terhenti. "Kamu belum tahu? Aliyah dan bayinya selamat. Keduanya sehat walafiat hanya tinggal pemulihannya saja.""Kamu tahu dari mana?" "Barusan tadi Amar kasih kabar kalau anaknya sudah lahir jenis kelaminnya laki-laki. Dan sekarang Aliyah sudah dipindahkan ke ruang perawatan sedangkan bayinya masih harus di inkubator dulu sebab prematur.""Wah, baby boy. Kalau kita kapan lagi, Dek?" Raka menaik turunkan alisnya sembari tersenyum jahil pada Rita. "Apaan sih. 'Kan kita udah punya sepasang. Bella sama Rayhan." "Yah nambah satu lagi 'kan gak ada salahnya, Dek.""Maunya. Aku yang capek urus anak. Kamu mah enak bikinnya doang.""Yee aku juga ikut bantu kali, Dek. Ayo kalau gitu gak perlu sungkan lagi mari kita produksi adik buat Bella
Amar pun hanya bisa pasrah. Yang terpenting adalah keselamatan Aliyah dan juga anak yang dikandungnya. Selagi Dokter dan perawat menangani Aliyah. Amar segera menghubungi Rita untuk mengabarkan jika Aliyah berada di rumah sakit. Ia ingin minta tolong pada Rita untuk menjaga kedua anaknya di rumah terutama Rani. Sebab Amar takut jika terjadi hal yang tidak diinginkan saat dirinya tidak ada di rumah. ***"Kamu itu ya, dulu mamamu yang nyusahin, sekarang gantian kamu yang nyusahin!" hardik Rita pada Vivi. Saat ini Rita memang sudah berada di rumah Aliyah. Tentunya ia bersama Raka tanpa anaknya. Awalnya Rita terkejut saat Amar memberi kabar jika Aliyah akan melahirkan sebab yang Rita tahu Aliyah masih lama waktu untuk melahirkan. Setelah Amar menceritakan apa yang sudah terjadi. Akhirnya Rita dan Raka pun bergegas menuju rumah Aliyah dengan perasaan yang tidak bisa digambarkan. Sesampainya di rumah Aliyah tentu saja Rita menuju kamar Vivi di man Vivi tengah asik tertawa saat melihat m
"Kenapa kau lakukan itu pada Rani? Dia saudaramu Vivi!" "Di sudah merebut pacarku!" "Pacar? Pacar yang mana? Setau Bude Rani hanya dekat dengan satu orang pria yakni Reno.""Ya itu pacar aku!" "Reno? Pacar kamu? Sejak kapan? Baru kemarin malam Reno mengantar Rani pulang dan mengaku pada Bude dan Pakde kalau dia adalah pacar Rani bukan pacar kamu.""Ya tapi aku suka sama Reno Bude!""Suka? Terus Reno nya suka sama kamu enggak? Kalau enggak itu namanya bukan pacar kamu, lalu apa hak kamu menyakiti Rani?""Ya karena Rani enggak mau dengerin aku buat menjauh dari Reno.""Kenapa enggak kamu suruh saja si Reno yang menjauhi Rani? Kenapa kamu malah nyerang Rani?""Bude kenapa sih selalu saja membela Rani. Apa karena Rani anak Bude sedangkan aku hanya keponakan makanya Bude membedakan kami?""Dengar ya Vivi, mau itu anak Bude atau keponakan, Bude berada di pihak yang benar. Sedangkan di sini kamu salah! Kalian itu masih sekolah masih waktunya belajar kenapa harus berebut cowok seperti ini!