"Hidup kamu sudah enak ya sekarang," ucap Aldo memulai sandiwaranya."Yah, ini semua berkat Bude Aliyah dan Pakde Amar Pa, mereka menyayangi Vivi seperti anak mereka sendiri.""Mereka melakukan itu karena mereka merasa bersalah padamu Nak.""Maksud Papa?""Ya, kamu kan tau, Papa di penjara karena ulah Pakde dan Budemu itu, makanya untuk menebus rasa bersalah itu mereka mengasuhmu, lalu nanti setelahnya mereka akan memintamu balas budi pada mereka.""Papa sudah salah paham, Vivi yakin mereka gak seperti itu, dan lagi bukankah Papa dipenjara karena dulu Papa ingin mencoba memperkosa Bude Aliyah?"Skakmat, Aldo terdiam karena apa yang diucapkan oleh anaknya itu adalah benar, tapi bukan Aldo namanya jika tidak bisa memutarbalikkan fakta."Itu semua fitnah Nak, Budemu yang menggoda Papa hingga akhirnya Papa tergoda tapi justru malah Papa yang difitnah telah memperkosa Bude mu, jadinya Pakde mu melaporkan Papa ke kantor polisi.""Masa sih Pa? Tapi pas Vivi tanya kenapa Papa di penjara, baik
"Iya, Bu. Seperti biasa saya mengantar Non Vivi ke kampusnya. Lalu seperti biasa juga say tinggalkn Non Vivi hingga sore hari saya kembali menjemputnya. Tapi, saat jalan mau pulang Non Vivi memang minta diantar ke daerah x dan pas saya tanya katanta ke rumah temannya habis itu saya tidak ada bertanya lagi.""Apa Pak Maman tidak mengikuti Vivi turun ke rumah temannya?" Pa Maman pun menggeleng menjawab pertanyaan Aliyah. "Maaf, tidak, Bu. Saya takut dikira mau tahu urusan majikan. " Aliyah menghela napasnya untuk memberikan ruang di dadanya yang tiba-tiba menjadi sempit. "Yasudah kalau begitu. Maaf sudah mengganggu waktu istirahatnya." "Tidak apa-apa, Bu, gak usah sungkan.""O iya mulai besok kemana pun kamu antar Vivi di luar jam kuliah bisa gak lapor sama saya dia kemana saja?" "Bisa, Bu, bisa.""Terima kasih. Kalau begitu saya permisi dulu.""Sama-sama, Bu."Aliyah pun beranjak dari hadapan pak Maman dan menuju kamar Vivi. Akan tetapi, saat Aliyah hendak membuka engsel pintu kam
Saat Aliyah ingin menyusul Vivi ke kamarnya tiba-tiba Vivi keluar dari kamarnya dan bergegas turun. Vivi pun sama akan berangkat ke kampus juga dengan tampilan tak kalah dari kedua kakaknya. Vivi menurun wajah almarhum sang ibu yang memiliki paras manis dan ayu. Kulitnya yang hitam manis tidak serta merta membuat Vivi terlihat buruk justru kulit Vivi terlihat eksotis lantaran ia memiliki sorotan mata yang tajam serta hidung yang mancung. "Vivi! Ayo sarapan, Nak," ucap Aliyah pada Vivi. "Maaf Bude. Nanti Vivi sarapan di kantin kampus saja." Aliyah mengerutkan keningnya sebab tidak biasanya Vivi tidak sarapan di rumah. Berulang kali Vivi bilang jika masakan Aliyah adalah yang terbaik. Tidak bisa sehari saja Vivi tidak merasakan masakan Budenya itu. Sedangkan sedari tadi malam Vivi belum menyentuh apa pun yang ada di meja makan. Itulah yang membuat Aliyah lagi-lagi menatap Vivi dengan tatapan penuh tanya. "Vivi, bukannya dari semalam kamu belum makan, Nak?" tanya Aliyah berusaha men
"Iya tuh bener, untung aku juga sudah kerjakan tugas Pak Indra.""Yaudah yuk masuk. Sebentar lagi materi akan dimulai," ajak Reno yang membuat Vivi tersenyum senang. ***Siang itu seperti biasa Vivi beristirahat di kantin yang memang disediakan oleh pihak kampus. Selain harganya yang murah juga rasanya yang enak. Tentu saja membuat para mahasiswa dan mahasiswi berbondong-bondong berbelanja di sana. Di kantin tersebut tidak hanya ada satu jenis makanan saja melainkan ada beberapa lainnya seperti bakso, nasi dan mie goreng, nasi ayam penyet dan masih banyak lainnya. Vivi kali ini menginginkan memesan bakso dengan sambal dan saos juga kecap hingga menjadikan rasanya pedas manis dan asam karena tidak lupa Vivi juga menambahkan cuka pada mangkok baksonya. Saat ia akan menyendokkan suapan pertama tiba-tiba saja pandangan matanya menangkap sesosok tubuh Reno dengn tangannya tengah melambai ke arah Vivi. Sontak saja Vivi tersenyum sumringah dengan dada yang berdebar. Akhirnya, gayung bers
"Yah, begitulah, Pa. Namanya juga kuliah ya seperti sekolah saja," ucap Vivi dengan ogah-ogahan. Aldo yang melihat gelagat tak biasa dari Vivi pun tidak bisa untuk tidak bertanya."Kamu kenapa kok kayaknya lagi kesal begitu?" "Enggak ada, aku gapapa," jawab Vivi. Akan tetapi, bukan Aldo namanya jika ia tidak memaksa. "Katakanlah, Nak. Aku ini orang tua kamu satu-satunya. Akulah tempatmu bersandar saat ini. Katakan jika kau memiliki resah di hati. Siapa tahu Papa bisa membantumu memecahkan masalah yang tengah menimpamu."Vivi mendesah pelan. Ditatapnya wajah sang papa yang sudah lama ia rindukan itu. Vivi pun menghambur ke dada Aldo lantas ia pun memeluk Aldo. Aldo yang memang memiliki tujuan sedari awal pun membalas pelukan putrinya sembari mengelus punggung Vivi agar terlihat jika ia benar-benar tulus menyayangi Vivi. "Menangislah jika itu membuatmu lega. Jika sudah puas kamu menangis berjanjilah untuk tidak ada lagi tangisan yang keluar dari kedua matamu. Mari kita sama-sama bala
"Alah, udah deh, Bude gak usah ingatkan soal itu sama Vivi. Akan Vivi bayar berapa pun yang Bude dan Pakde habiskan untuk biaya hidup Vivi selama ini. Kelak aku sudah punya uang akan aku kembalikan semuanya agar Bude tidak merasa aku masih punya hutang budi sama keluarga Bude!" sentak Vivi sebelum akhirnya ia meninggalkan Aliyah yang terpaku mendengar ucapan Vivi.Aliyah menghela napasnya. Ia pun berjalan perlahan menuju sofa di ruang keluarga. Lantas, Aliyah pun mendaratkan bokongnya di sana. Kepalanya ia sandarkan pada bantalan sofa. Sementara itu Vivi masuk ke kamar Rani tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Rani yang telinganya tengah ia sumpal dengan headset pun terkejut mendapati Vivi tiba-tiba saja berada di kamarnya. "Vivi? Sejak kapan kamu di sini? Kok gak ketuk pintu dulu," ucap Rani pada Vivi. "Alah, kayak sama nyonya besar saja mesti ketuk pintu dulu. Lagian aku kesini gak lama kok cuma mau bilang.""Bilang apa?""Mau bilang kalau mulai sekarang kamu jauhi Reno.""Reno? K
Vivi yang mendapat jawaban dari Reno pun seolah mendapat angin segar. Menurutnya pertanyaan seperti itu dari Reno sudah cukup membuatnya menjadi perhatian bagi Reno. "Supir aku gak bisa jemput karena ada keperluan mendadak katanya," ujar Vivi beralasan. "Gitu ya?" Vivi menganggukkan kepalanya sebagai jawaban pertanyaan Reno. "Gimana ya?""Please, kali ini saja. Aku gak tau harus pulang pake apa. Mau naik taksi online aku gak punya aplikasinya."Reno pun tidak menanggapi perkataan Vivi lagi. Lantas Reno sibuk dengan ponselnya. Ternyata Reno memesankan taksi online untuk mengantarkan Vivi pulang. "Maaf ya, aku gak bisa anterin kamu pulang. Aku ada janji nih.""Sama Rani?" "Yah begitulah. Tapi, kamu gak usah khawatir aku sudah pesankan taksi online buat kamu kok, nomor drivernya aku kirim ke wa kamu, kalau gitu aku permisi dulu ya," pamit Reno sembari meninggalkan Vivi dalam keterpakuan atas sikap dingin dan cuek Reno padanya. Dari kejauhan Vivi yang melihat Reno dan Rani berjalan
"Tapi caranya gimana, Pa? Masa iya aku harus memaksa? Mana mungkin dia mau kalau lagi sadar. Terus dia tahu dong klau aku cuma pura-pura dan mau jebak dia aja?" Aldo menepuk jidatnya memanglah putrinya ini teramat polos. Karena kejahatannya kali ini adalah murni hasutan dari Aldo. Karena sejatinya Vivi memanglah anak yang polos dan lugu. "Duh Vivi ya gak mungkinlah kamu menggoda Reno dan menjebaknya ketika dia lagi sadar. Jelas saja Reno gak akan mau. Maksud Papa kamu campurkan ini ke dalam minumannya. Nanti dia kan teler tuh baru deh kita eksekusi. Terus jangan lupa foto juga sebagai bukti biar dia gak bisa berkutik.""Terus aku akan melakukan itu di mana? Gak mungkin kan di rumah Bude Aliyah.""Emm, gimana kalau di kontrakan Papa ini saja. Ajak Reno untuk kamu kenalkan sama Papa. Pandai-pandai kamulah gimana cara bujuk dia. Nanti Papa bantu eksekusi dia. Gimana?""Boleh juga tuh, Pa. Biar ada yang bantuin aku. Lagian kayaknya kalau aku sendiri pasti kesulitan.""Oke, kapan mau dim