For my best friend yang telah mengajarkanku banyak hal tentang kehidupan. Cerita ini kutulis untukmu.
**********************************
Hari masih terlalu pagi dan pantai masih berkabut setelah semalaman turun hujan. Seorang anak laki-laki sudah berlarian membawa ember menyambut para perahu nelayan yang baru pulang dengan sedikit tangkapan. Di antara buih ombak yang masih sama gelapnya dengan pasir basah, kaki telanjang anak laki-laki itu berlari lincah melompat di atas karang-karang menyisir pantai untuk memunguti ceceran ikan yang jatuh dari keranjang nelayan. Sampan-sampan nelayan akan merapat pagi-pagi untuk menurunkan tangkapan ikan mereka setelah berlayar semalaman dan itulah waktu yang selalu ditunggu-tunggu Tara setiap hari.
Jika tangkapan sedang ramai kadang ada nelayan yang berbaik hati untuk memenuhi ember Tara dan menyuruhnya cepat pulang. Tapi ibu Tara selalu berpesan pada putranya agar jangan sampai meminta-minta. Karena tidak sedikit orang-orang yang juga pergi ke pantai seperti dirinya hanya untuk meminta-minta ikan dari perahu-perahu yang baru pulang melaut. Mereka akan berebut dan saling berlomba hingga seperti sedang mengemis. Tara tidak pernah berani melanggar perintah ibunya, karena meskipun mereka miskin bukan berarti mereka harus jadi peminta-minta. Pernah Tarra ikut-ikutan temanya pergi ke pelabuhan penyebrangan untuk ikut memungut koin yang dilempar orang-orang ke dalam air. Dari koin yang ia dapat Tara pulang membelikan ibunya nasi bungkus tapi ibunya malah memilih berpuasa sampai keesokan harinya dari pada makan dari hasil anaknya mendapat uang dengan cara seperti itu. Sebenarnya Tara tidak pernah malas, malu, atau enggan untuk mengerjakan pekerjaan apapun yang diperintahkan orang padanya asal tidak melanggar perintah ibunya.
Bahkan Tara sudah seperti tidak pernah lagi mengenal udara dingin, tak peduli hujan ataupun gerimis dia akan tetap bangun pagi-pagi dan berlari ke pantai untuk memulai harinya yang sama setiap hari. Ketika matahari mulai terbit dia akan buru-buru pulang karena harus pergi ke sekolah. Tahun kemarin adiknya masih pergi ke sekolah tapi tahun ini sudah tidak lagi. Karena sering diejek teman-temannya sebagai 'Anak kepiting', Mina jadi tidak mau pergi ke sekolah lagi meskipun mereka sudah mendapat bantuan seragam dan sekolah gratis dari pemerintah desa.
Kondisi fisik Mina memang sering menjadi bahan pergunjingan. Tidak sedikit yang menyalahkan profesi ayah mereka yang ketika itu memang sebagai penangkap kepiting saat ibu mereka sedang hamil. Kaki Mina terlahir dengan bentuk menyerupai kaki kepiting, tidak lurus tapi bengkok ke dalam saling berhadapan persis seperti kepiting ketika sedang berjalan. Karena itu Mina sering dijuluki sebagai 'Anak kepiting', kadang Tara sampai memukul anak-anak yang berani mengejek adiknya hingga dirinyapun jadi ikut dikucilkan karena dikenal sebagai anak nakal. Tidak ada yang mau berteman dengan anak miskin dan nakal.
Tara yang memiliki tinggi badan di atas rata-rata teman seusianya memang akan selalu menang jika dalam urusan berkelahi. Tidak ada anak-anak seusianya yang berani melawan. Sebagai anak yang sudah biasa tumbuh dengan keras tanpa pernah bermanja pada orang tua, Tara memiliki fisik yang cukup tahan banting. Sejak kecil ayahnya bercita-cita agar kelak putranya bisa menjadi seorang Tentara karena itu dia sampai memberi nama putranya dengan nama Tara yang artinya 'Tentara'. Menjadi Tentara adalah satu-satunya harapan untuk keluarga miskin seperti mereka agar bisa memperbaiki kehidupan keluarga dan memiliki pekerjaan yang lebih mulia. Tara tidak mungkin bisa melanjutkan sekolah hingga ke perguruan tinggi, dia hanya akan mendapatkan sekolah gratis sampai tamat SMU. Tapi Tarra memiliki fisik yang kuat karena itu menjadi Tentara juga sudah ikut menjadi cita-citanya sejak kecil.
"Tara kemari, Nak! "
Tara mengenal suara yang memanggilnya, meski masih agak gelap tapi dia bisa mengenali siluet tubuh dan kepulan asap rokok pamannya dari kejauhan. Pria itu berdiri di tepi dermaga sambil melambaikan tangan. Tara segera berlari menghampirinya dengan perasaan senang.
Pamannya bekerja sebagai juru timbang ikan di dermaga. Sebagai juru timbang dia sering mendapat banyak tips dari para nelayan pemilik sampan yang menyetorkan ikannya. Biasanya sang paman akan memangilnya jika ingin memberi uang jajan atau sekedar titipan makana dari bibinya.
"Berikan ini pada ibumu. "
Pria itu mengeluarkan dua lembar uang lima puluh ribuan dari kantong celananya yang beraroma tembakau dan cengkeh. Tara segera menggenggam erat uang yang baru di berikan pamannya tersebut sambil mengangguk. Ibunya tidak akan marah jika Tara menerima uang dari sang paman.
"Sudah sana cepat pulang nanti kau terlambat ke sekolah."
Paman Tara adalah kakak laki-laki dari ibunya, hanya dia satu-satunya keluarga yang mereka miliki. Meski sama-sama hidup susah sebagai warga pesisir tapi pamannya itu memang tidak pernah lupa menyisihkan sedikit uang untuk mereka. Pasti pamannya juga tahu jika musim seperti ini mereka sedang tidak memiliki apa-apa. Tara segera berlari pulang tanpa menoleh lagi pada sang paman, dia sangat senang karena hari ini ibunya akan bisa membeli beras.
Note:
Karena beberapa pertimbangan semua percakapan dalam cerita ini akan mengunakan bahasa Indonesia. Sebab aku sendiri sering merasa kurang nyaman jika membaca cerita dengan sisipan bahasa daerah.Tara meletakkan setengah ember kecil ikan yang dia dapatkan pagi ini di dekat sumur kemudian menutup atasnya dengan tatakan kayu agar tidak dicuri kucing. Jika matahari cerah ibu Tarra akan segera menjemur ikan-ikan itu untuk dijadikan ikan asin, mereka bisa menjualnya jika sudah terkumpul banyak.Tarra segera masuk ke dalam rumah untuk memberikan uang pemberian sang paman pada ibunya."Dari paman, Bu." Tara masih tersenyum gembira ketika menyerahkan uang seratus ribu itu kepada ibunya. Dengan uang itu ibunya bisa membeli beras dan cukup untuk mereka makan selama dua minggu jadi Tara bisa tenang adik dan ibunya tidak akan kelaparan selama dua minggu ke depan."Aku hanya mendapatkan sedikit ikan." Tara kembali memberi tahu ibunya sambil meniupi api di tungku yang hampi
Setelah pulang sekolah biasanya Tara akan langsung kembali pergi ke pantai. Jika sedang Tidak ada kapal yang pergi melaut karena cuaca atau memang sedang terang bulan, biasanya dia hanya akan pergi ke hutan bakau. Tara akan menombak ikan karang sekalian memasang perangkap kepiting di antara akar-akar bakau. Akar bakau adalah tempat favorit para kepiting untuk bersembunyi dan saat sore hari ketika air mulai pasang ikan-ikan karang juga akan banyak naik ke hutan bakau. Selain pandai mencari kepiting seperti ayahnya Tara juga sangat pintar menombak ikan. Tara mempelajari semua keahlian itu dari ayahnya, itulah kenapa dulu saat tetangga-tetangga mereka mengalami paceklik ikan ayah Tarra tetap akan pulang membawa tangkapan ikan untuk keluarganya.Hari ini Tarra menombak cukup banyak ikan dan mendapat beberapa ekor kepiting dari perangkap yang ia pasang kemarin sore. Tarra juga menangkap
Setelah mendapat surat dari teman ayahnya yang mengatakan ayah mereka hilang, sepertinya Tara masih tidak mau percaya. Karena kata 'hilang' rasanya masih sangat janggal untuk sekedar didengar telinganya yang bahkan masih anak-anak. Hampir setiap hari Tara pergi ke pelabuhan penyebrangan berharap tiba-tiba ayahnya pulang untuk memberi mereka kejutan.Tara duduk di tepi dermaga menyaksikan orang-orang yang naik turun dari feri berharap ayahnya akan muncul di antara kerumunan dan memangilnya untuk bantu mengangkat barang bawaannya. Tara sudah sangat rindu setelah berbulan-bulan tidak ada kabar dari ayahnya dan tiba-tiba kemarin ibunya menerima surat dari teman kerja ayahnya jika ayah mereka menghilang. Tanpa disertai keterangan apapun cuma mengatakan jika ayah mereka 'hilang'. Tara bahkan sampai mengulang beberapakali ketika membacakan bagian kalimat yang menyebut ayahnya 'hilang'. Ta
Tahun ini Tara dan Mina mendapatkan santunan dari desa, mereka di beri sepasang kambing untuk di pelihara agar nanti bisa beranak dan menjadi banyak. Tara sudah biasa di anggap miskin tapi dia benar-benar belum biasa jika disebut sebagai anak yatim. Apalagi ketika dirinya harus membantu Mina naik keatas panggung dengan kerepotan untuk menerima santunan bersama anak-anak yatim lainya yang juga berbaris di atas panggung. Semua mata seperti sedang tertuju pada adik perempuannya, kemudian pada saling berbisik untuk membicarakan mereka. Meskipun banyak yang prihatin dan bersimpati tapi sungguh Tara tetap tidak suka adiknya seperti menjadi tontonan menyedihkan seperti itu.Tara bahkan cuma diam saja ketika ibu dan adiknya begitu gembira membawa kambing mereka pulang. Sebenarnya Tara juga tidak tahu harus mereka taruh di mana kambing tersebut. Karena rumah yang mereka tempati saja cuma sebuah g
Walau hanya mendapatkan pengobatan tradisional tapi untungnya lengan Tara bisa kembali pulih. Meski tidak sepenuhnya sempurna karena jadi seperti ada sedikit benjolan di dekat sikunya, tapi selebihnya Tara baik-baik saja bahkan dia sudah bisa kembali beraktifitas dengan normal mengunakan tangannya. Cuma dia masih belum diperbolehkan untuk mengangkat barang-barang berat terlebih dulu. Setelah lewat dua bulan dan patah lengannya pulih Tara mulai bisa kembali ikut bekerja di pelabuhan. Tidak sebagai kuli panggul lagi tapi sekarang Tara cuma membantu pamannya menimbang ikan atau kadang ikut menjadi kernet truk di saat libur sekolah. Pekerjaan apa saja mulai kembali dia jalani asalkan tidak mengangkat barang-barang berat dulu. Sepertinya Tara juga suka menjadi kernet truk karena dia jadi bisa ikut bepergian kemana-mana ketika mengirim ikan keluar kota. Tara juga jadi sering diberi uang lebih
Saat ini usia Tara sudah genap tujuh belas tahun, setelah lulus sekolah nanti dia bisa langsung ikut pendaftaran militer meski ibu Tara juga sama-sama ragu apa masih bisa putranya lulus dengan sedikit cacat tulang di lengannya itu. Belakangan ini Tara malah jadi lebih sering menceritakan berbagai rencananya yang lain termasuk keinginannya untuk bisa memiliki truk sendiri dan menjadi pedagang antar kota. Menurut Tara profesi itu juga sangat menjanjikan untuk masa depannya. Setelah sering ikut menjadi kernet truk Tara jadi paham seluk beluk perdagangan dan pandai bernegosiasi.Selain hal positif tentu juga ada hal negatif yang tidak luput dari efek pergaulannya dengan para orang dewasa apa lagi di usianya sekarang. Karena seringnya bergaul dengan para supir truk Tara jadi semakin sering mendengar obrolan pria dewasa mengenai wanita, mulai dari yang bermanfaat sampai ke hal-hal yang kotor p
Layaknya pasangan remaja yang sedang saling tergila-gila dan senang berbuat bodoh, kadang Tara jadi sedikit lupa dengan pesan-pesan ibunya.Larisa sering menjemput Tara ke sekolah dengan mobilnya kemudian mereka pergi berdua dulu sebelum mengantar Tara ke dermaga. Sekarang Tara tidak pernah pulang ke rumah terlebih dulu dan langsung membawa pakaian ganti untuk bekerja."Jadi benar kau sering keluar dengan putri Haji Sofyan?" tanya pamannya yang jadi ikut khawatir melihat pertemanan keponakanya."Larisa anak yang baik dan kami hanya berteman, Paman.""Hati-hati, Nak. Kita tidak sama dengan mereka dan aku tidak mau ada yang bicara tidak baik mengenai kalian. ""Percayalah, Paman.
Seperti yang sudah lama Tara khawatirkan, ternyata dirinya gagal untuk mendaftar militer karena cacat di lengannya. Walaupun sudah mempersiapkan diri dengan kegagalan tapi ternyata tetap saja Tarra sedih karena merasa gagal menunaikan cita-cita ayahnya.Sementara itu Larisa juga ikut gelisah karena sudah tidak sabar ikut menunggu kabar dari Tara mengenai pengumuman seleksi tahap awal. Karena sampai sore Tara belum juga menelponnya Larisa memutuskan pergi ke rumah Tara tapi kata ibunya Tara juga belum pulang. Padahal hari sudah hampir petang dan dia tahu Tara tidak suka keluyuran kecuali hanya di dermaga. Dan baru saat itu Larisa langsung kepikiran untuk mencarinya di dermaga.Larisa merasa lega saat akhirnya melihat Tara sedang duduk di tepi dermaga. Dari kejauhan saja Larisa sudah yakin jika itu adalah Tara, meskipun waktu itu su