Saat ini usia Tara sudah genap tujuh belas tahun, setelah lulus sekolah nanti dia bisa langsung ikut pendaftaran militer meski ibu Tara juga sama-sama ragu apa masih bisa putranya lulus dengan sedikit cacat tulang di lengannya itu. Belakangan ini Tara malah jadi lebih sering menceritakan berbagai rencananya yang lain termasuk keinginannya untuk bisa memiliki truk sendiri dan menjadi pedagang antar kota. Menurut Tara profesi itu juga sangat menjanjikan untuk masa depannya. Setelah sering ikut menjadi kernet truk Tara jadi paham seluk beluk perdagangan dan pandai bernegosiasi.
Selain hal positif tentu juga ada hal negatif yang tidak luput dari efek pergaulannya dengan para orang dewasa apa lagi di usianya sekarang. Karena seringnya bergaul dengan para supir truk Tara jadi semakin sering mendengar obrolan pria dewasa mengenai wanita, mulai dari yang bermanfaat sampai ke hal-hal yang kotor pun sudah biasa dia dengar. Tak jarang juga dirinya ikut digoda oleh wanita-wanita di pinggir jalan. Apalagi Tara adalah pemuda yang tampan, di usianya yang ke tujuh belas dia juga sudah memiliki postur tubuh yang sempurna layaknya pria dewasa. Tidak sedikit wanita yang bakal dengan senang hati dan suka rela untuk menyerahkan diri padanya. Tapi Tara hanya akan selalu ingat pesan ibunya tentang apa yang dilarang untuk didekati. Sama halnya minuman keras wanita juga merupakan larangan tegas dari ibunya.
Tapi sebagai pemuda yang norma Tara juga mulai suka melihat wanita yang cantik. Meski sejauh ini menurut Tara tidak ada yang lebih cantik putri Haji Sofyan, juragan mereka di dermaga. Tara suka diam-diam mencuri pandang pada putri tunggal dari keluarga terkaya di pelabuhan itu.
Haji Sofyan adalah pengusaha kaya raya, dia memiliki puluhan kapal ikan, truk fuso bahkan truk kontainer dan pabrik pengalengan ikan. Haji Sofyan hanya memiliki seorang putri, karena setelah istrinya meninggal saat persalinan Haji Sofyan tidak pernah mau menikah lagi sampai sekarang. Dia juga hanya tinggal bersama putri dan seorang adik perempuannya yang membantu mengurus putrinya Larisa. Haji Sofyan adalah juragan yang sangat baik dan dermawan, semua orang menyukainya dan sangat menghormatinya. Mustahil pria seperti dirinya tidak bisa mendapatkan wanita untuk di nikahi. Pasti Haji Sofyan hanya masih belum bisa melupakan mendiang istrinya yang kabarnya juga sangat cantik saman seperti putri semata wayangnya.
Sesekali kadang putrinya yang cantik itu ikut turun ke dermaga bersama ayahnya. Sebenarnya bukan hanya Tara saja yang suka melihat wanita cantik itu berjalan di belakang ayahnya. Semua mata pria penghuni pelabuhan juga bakal suka karena jarang-jarang ada mahluk secantik itu berkeliaran di dermaga. Diam-diam Tara juga sudah mengaguminya sejak lama walaupun sadar mereka terlalu beda kasta. Biasanya Larisa hanya ikut turun ke dermaga sebentar sebelum kemudian menunggu ayahnya di dalam mobil.
"Ingat nak wanita seperti itu hanya boleh kita pandangi dari kejauhan," kata salah seorang teman pamannya ketika menepuk punggung Tara yang kemudian hanya balas tersenyum.
"Pasti kau suka, kan?" goda pria berkumis tebal itu dengan logat Madura yang masih sangat kental.
"Hanya boleh dilihat dari kejauhan, Paman," balas Tara menimpali sambil bercanda kemudian melanjutkan kegiatannya menimbang ikan.
"Bagaimana kabar pamanmu?"
Paman Tara sudah tidak menimbang ikan lagi sejak penglihatannya sudah kurang awas. Karena itu sekarang Tara yang menggantikannya.
"Paman masih melaut kadang menjaga gudang di pasar."
Haji Sofyan berjalan menghampiri mereka sekedar untuk bertanya seperti biasanya. Kebetulan saat itu Larisa juga masih ikut bersamanya.
"Berapa rata-rata untuk tiap truknya?" Tanya Haji Sofyan pada Tara.
"Masih sekitar tiga ton jika ketiga box-nya penuh."
"Nanti serahkan saja semua notanya padaku."
Tara mengangguk dan sekalian melirik Larisa yang ternyata juga membalasnya dengan senyum.
Walaupun cuma sedang memakai celana jeans yang ia potong selutut dengan gunting tumpul dan duduk di samping timbangan ikan Tara tetap saja terlihat tampan. Haji Sofyan sepertinya juga menyukai Tara karena dia termasuk paling cerdas di antara pegawainya yang lain di dermaga. Selain itu Tara juga di kenal sangat jujur dan rajin. Jadi semua orang di dermaga juga menyukai hasil pekerjaannya.
Sambil mengikuti ayahnya berkeliling diam-diam Larisa juga masih memperhatikan Tara yang sudah kembali sibuk menimbang ikan. Pemuda itu terlihat beberapa kali bercanda dengan para nelayan dan sepertinya Larisa juga senang melihatnya. Sejak saat itu Larisa jadi semakin sering ikut turun ke dermaga.
Larisa mungkin hanya satu tahun lebih muda dari Tara atau malah seumuran. Yang Tara tahu selama ini putri tunggal juragannya itu bersekolah di sekolah asrama dan hanya sesekali pulang saat libur panjang. Cuma belakangan ini Tara melihat Larisa semakin sering ada di rumah atau mungkin sekolahnya sudah lulus. Saat itu Tara hanya tidak pernah membayangkan bagaimana dirinya bisa sampai berani mengenal wanita seperti itu.
Semua berawal dari seringnya Tara datang ke rumah Haji Sofyan untuk melaporkan hasil timbangan ikan. Diam-diam Larisa juga sering tersenyum pada Tara tiap kali pemuda itu menemui ayahnya. Karena dikenal jujur dan tekun, Tara juga mendapatkan kepercayaan dari Haji Sofyan untuk melaporkan semua hasil timbangan di dermaga.
Bagi Tara datang ke rumah Haji Sofyan juga mulai menjadi kesenangannya tersendiri karena dia jadi bisa kembali melihat putrinya yang cantik. Larisa benar-benar hanya seperti bidadari cantik untuk sekedar dikagumi tanpa pernah berani Tara bayangkan bakal berani mengenalnya. Karena itu Tarra benar-benar tidak menyangka ketika di suatu Sore Larisa memangilnya untuk minta tolong untuk diantar ke tempat les.
"Apa tidak apa-apa?" Tanya Tara yang masih terkejut walau sebenarnya juga senang.
"Tidak apa-apa, abah sangat sibuk hari ini. Bukankah kau bisa menyetir?"
Larisa sudah mengayunkan kunci mobilnya di depan Tara yang masih gugup menjawab."Ya, tentu. "
"Baguslah, ayo aku sudah hampir terlambat. "
Larisa sudah berjalan lebih dulu menuju garasi sementara Tara masih agak kikuk mengikuti di belakangnya.
Larisa benar-benar sangat cantik dan harum. Tidak seperti kebanyakan gadis muda yang sering dilihatnya di pasar malam.
"Pakai sabuk pengamanmu. " Tara memperingatkan Larisa dan gadis itu malah cuma mengedikkan bahu agar mereka lebih santai.
"Tidak apa-apa tidak akan ada polisi yang melihat kita." Larisa tersenyum dan Tara masih tidak percaya bakal bisa benar-benar melihat senyumnya dari jarak sedekat ini. Dada Tara jadi mulai bergemuruh dan berdebar-debar panas hanya karena mereka sedang duduk berdua di dalam mobil.
"Kita akan kemana? " tanya Tara sebelum menjalankan mobilnya.
"Jalan saja nanti akan kuberitahu. " Larisa cuma menunjuk ke arah kana.
"Kudengar kau juga masih sekolah? " tanya Larisa tiba-tiba.
Jujur saja Tara masih terkejut bagaimana gadis cantik itu bisa tahu mengenai dirinya atau mungkin pernah perduli mencari tahu tentang dirinya. Tara benar-benar tidak berani besar kepala memikirkannya.
"Ya, tahun ini aku akan lulus."
"Apa rencanamu setelah lulus? " Larisa terus bertanya dan sepertinya memang benar-benar penasaran.
"Aku akan mendaftar militer. "
"Wah, itu hebat. "
Tara masih mencengkram kemudi dengan telapak tangan berkeringat. Tara merasa benar-benar payah jika jadi segerogi ini hanya karena duduk berdekatan dengan wanita yang sudah lama diam-diam dia kagumi.
"Apa ini tempat lesnya? " tanya Tara ketika Larisa memintanya berhenti di depan halaman sebuah rumah.
Tara cuma masih keheranan karena itu benar-benar hanya terlihat seperti rumah biasa bukan tempat les.
"Jangan bilang siapa-siapa kalau aku kemari!" kata Larisa sebelum mengajak Tara turun dari mobil dan ikut masuk sambil menarik tangan Tara lebih dulu.
Ternyata Larisa juga cukup nakal untuk melanggar aturan-aturan orang tuanya. Ternyata Larisa tidak pergi ketempat les tapi dia menyuruh Tara untuk mengantarkannya ke rumah salah seorang temannya. Tara sadar jika dirinya bisa terlibat masalah karena hal ini.
"Tenanglah jangan takut, tidak akan ada yang tahu asal kau tidak bercerita."
Larisa memperkenalkan Tara ke beberapa temanya kemudian berbisik pada Tara. "Bilang saja kita sudah lama berpacaran."
Tara baru tahu, jika selain cantik Larisa juga benar-benar pintar mengajarinya berbohong.
Sejak saat itu mereka jadi mulai sering diam-diam bertemu dan pergi berdua. Walau hanya kuli pelabuhan tapi Tara memang sangat tampan dan Larisa tidak pernah malu memamerkan pemuda itu pada teman-temanya. Seringkali Justru Tara yang takut dengan kebohongan-kebohongan yang dikarang Larisa mengenai dirinya. Larisa memang tidak pernah mengatakan kepada teman-temanya jika Tara hanyalah seorang kuli dermaga walaupun Larisa sendiri selalu bilang jika dia tidak perduli apapun pekerjaan Tara. Larisa tetap mau menjadi kekasihnya.
Layaknya pasangan remaja yang sedang saling tergila-gila dan senang berbuat bodoh, kadang Tara jadi sedikit lupa dengan pesan-pesan ibunya.Larisa sering menjemput Tara ke sekolah dengan mobilnya kemudian mereka pergi berdua dulu sebelum mengantar Tara ke dermaga. Sekarang Tara tidak pernah pulang ke rumah terlebih dulu dan langsung membawa pakaian ganti untuk bekerja."Jadi benar kau sering keluar dengan putri Haji Sofyan?" tanya pamannya yang jadi ikut khawatir melihat pertemanan keponakanya."Larisa anak yang baik dan kami hanya berteman, Paman.""Hati-hati, Nak. Kita tidak sama dengan mereka dan aku tidak mau ada yang bicara tidak baik mengenai kalian. ""Percayalah, Paman.
Seperti yang sudah lama Tara khawatirkan, ternyata dirinya gagal untuk mendaftar militer karena cacat di lengannya. Walaupun sudah mempersiapkan diri dengan kegagalan tapi ternyata tetap saja Tarra sedih karena merasa gagal menunaikan cita-cita ayahnya.Sementara itu Larisa juga ikut gelisah karena sudah tidak sabar ikut menunggu kabar dari Tara mengenai pengumuman seleksi tahap awal. Karena sampai sore Tara belum juga menelponnya Larisa memutuskan pergi ke rumah Tara tapi kata ibunya Tara juga belum pulang. Padahal hari sudah hampir petang dan dia tahu Tara tidak suka keluyuran kecuali hanya di dermaga. Dan baru saat itu Larisa langsung kepikiran untuk mencarinya di dermaga.Larisa merasa lega saat akhirnya melihat Tara sedang duduk di tepi dermaga. Dari kejauhan saja Larisa sudah yakin jika itu adalah Tara, meskipun waktu itu su
Tara mulai khawatir karena tidak melihat Larisa lagi beberapa hari ini. Tidak ada menelpon ataupun mengirim pesan, bahkan ponselnya tidak dapat dihubungi. Yang membuat Tara semakin khawatir karena terakhir mereka berpisah malam itu bibinya sedang sangat marah. Tara takut jika Larisa sampai mendapat masalah karena perbuatan mereka malam itu.Sudah tiga hari berlalu dan Tara masih belum mendapat kabar dari Larisa. Sementara akhir pekan ini Tara akan pergi keluar kota. Sekarang Tara sudah mulai menyetir truk sendiri untuk mengantar barang. Mungkin dia akan pergi untuk tiga sampai empat hari dan rasanya ia belum tenang untuk berangkat jika belum mendapat kabar dari Larisa.Dari tadi Tara masih duduk di depan gudang meskipun pekerjaannya sudah selesai sejak dari tadi siang. Berulang kali dia hanya memeriksa pesan masuk di ponselnya yang masi
Sepanjang perjalanan pulang pergi dari Surabaya Tara masih merasa risau karena Larisa belum juga memberi kabar. Bagiamanpun ini sudah hampir lewat dua minggu dan mereka masih sama sekali belum bertukar kabar sama sekali. Walau sebenarnya Tara ingin pesimis karena memang tidak ada untungnya bagi Larisa untuk bergaul dengan pemudah seperti dirinya, tapi rasanya memang tidak mungkin tiba-tiba Larisa bersikap seperti ini.Tara masih menunggu truknya membongkar muatan ketika salah seorang kepercayaan Haji Sofyan tiba-tiba menghampirinya."Haji Sofyan menyuruhmu datang ke rumahnya malam ini. ""Malam? " tanya Tara yang langsung berhenti mengunyah pisang goreng menu sarapan paginya."Ya, jangan lupa karena Haji Sofyan menunggumu. " Pri
Setelah cuma diam cukup lama akhirnya Tara mulai memberanikan diri untuk bicara."Saya sangat menghormati kemurahan hati dan kebaikan keluarga Anda yang sudah tidak terhingga untuk semua ini. Tapi saya merasa bukan siapa-siapa hingga berhak menerimanya.""Sudah kukatakan aku tidak keberatan sama sekali dengan keluargamu." Haji Sofyan kembali menegaskan."Maaf, tapi saya hanya__"Belum sempat kalimat Tara selesai kali ini Sarah yang memotong lebih dulu."Sudah cukup, seharusnya Kakak juga tidak bisa asal memutuskan hal seperti ini tanpa membicarakannya dulu." Karena rasanya memalukan sekali melihat dirinya sampai di tawarkan dengan sedemikian rupa di depan seorang ku
Setelah dua hari berselang Tara kembali tidak sengaja bertemu dengan bibi Sarah ketika dirinya hendak menyerahkan laporannya pada Haji Sofyan. Sebenarnya Tara sudah hendak meminta maaf jika bukan karena wanita itu kembali mendahului dengan ucapan sinisnya."Kau pikir siapa dirimu, jangan pernah bermimpi untuk mendapatkan keponakanku!"Tara memilih diam ketika bibi Sarah sudah kembali bicara."Asal kau tahu, Larisa juga sudah bertunangan dengan putra dari keluarga terpandang."Walau terkejut tapi Tara masih diam. Larisa memang tidak pernah bicara apa-apa mengenai pertunangannya dan jujur saja itu memang mengejutkan bagai Tara."Apa Larisa tidak pernah mengatakan hal itu padamu?" sinis
"Kau dari mana saja?" tanya bibi Sarah begitu melihat keponakanya pulang hampir petang setelah keluar seharian tanpa pamit."Bukan urusan, Bibi!" Larisa berjalan masuk rumah begitu saja dan mengabaikan bibinya yang masih mengekor."Jangan bilang kau menemui kuli dermaga itu lagi!""Kalau iya memangnya kenapa? apa bibi iri karena aku punya kekasih yang tampan dan bibi hanya jadi perawan tua.""Plak!" sebuah tamparan baru saja melayang dari tangan bibinya dan bibir Larisa pun langsung mengejang bergetar merasakan panas yang masih menjalar di pipinya .Larisa belum pernah ditampar apa lagi oleh bibinya."Ingat sebentar lagi kau sudah a
Tara mendekam di dalam penjara selama satu bulan sebelum kemudian Haji Sofyan berbaik hati untuk mengeluarkannya. Meskipun sudah mendapat kebebasan tapi seluruh kepercayaannya telah hancur. Tara merasa tidak pernah membuat masalah atau mengganggu orang lain tapi nyatanya sekarang dirinya dibuat menjadi seperti ini. Tara tahu jika dirinya tidak akan bisa bekerja di dermaga lagi. Meski Tara sendiri sudah tidak ingin kembali ke sana tapi tetap saja perasaan tidak terima itu masih mengeras di dalam dadanya.Tara langsung pulang menemui ibunya dan bersujud mencium kakinya sembari bersumpah untuk tidak pernah lagi mengabaikan nasehatnya."Aku berani bersumpah jika yang mereka semua katakan tidak benar.""Ibu akan selalu percaya padamu, kau tidak perlu cemas. Kita memang miskin tapi Ibu tidak
"Bang Nathan!" Nathan langsung berpaling karena selama ini hanya Tiva yang memangilnya seperti itu, bahkan Jemy dan Erica tidak pernah memangilnya demikian. Erica lebih sering langsung memanggil namanya karena usia mereka tidak terpaut jauh. Sedangkan Jemy hanya akan memanggilnya kakak jika sedang ada maunya. Tiva baru bangun dan sedang berdiri di ambang pintu Nathan mengerutkan dahi menilai keseriusan Tiva sebelum kemudian berjalan mendekatinya. "Coba panggil aku sekali lagi?" Tiva pura-pura menggeleng untuk menggoda pria yang sedang penasaran. Setelah hampir satu tahun mengajak Tiva pergi ke berbagai tempat untuk mengumpulkan kembali semua ingatannya, perlahan sedikit demi sediki Tiva mulai mengingat beberapa tempat yang pernah mereka datangi dulu, tapi memang belum pernah Tiva memanggilnya seperti tadi. "Sepertinya aku hamil." Tiva menyentuh perutnya. "Hamil anakmu lagi, Bang." "Oh," hanya itu yang bisa Nathan ucapkan dengan takjub karena itu juga berarti banyak hal,'Tiva m
Nathan baru bangun dan mendapati Tiva sudah tidak ada di sampingnya. Nathan langsung panik dan menghubungi Jane."Jane, Tiva hilang!""Memang apa saja yang kau lakukan!" marah Jane tapi sepertinya Nathan sudah tidak mendengarkan karena sudah ikut kabur dan menutup teleponnya lebih dulu.Jane langsung menyuruh orang untuk mencari di sekitar komplek pangkalan militer, karena penjagaan di pangkalan militer cukup ketat mustahil ada yang bisa keluar masuk tanpa ijin. Lagi pula juga tidak ada yang cukup gila untuk keluar dari benteng sebab mereka jauh dari manapun. Manusia akan mati setelah beberapa mil hanya ada hamparan salju dan beruang kutub. Kecuali untuk manusia seperti Tiva, yang bahkan tidak paham dirinya sedang berada di mana. Pangkalan militer jauh dari manapun dan cuma dikelilingi
"Katakan saja jika kau mau sesuatu.""Aku mau mandi."Sebenarnya Nathan juga agak terkejut tapi sepertinya Tiva memang serius ingin mandi. Cuma masalahnya dia tidak minta ditemani lagi. Lagi pula kenapa Nathan bisa punya pikiran kotor seperti itu padahal dia tahu Tiva baru bangun setelah tidur panjang selama tiga tahun. Wajar jika Tiva butuh waktu untuk 'recovery'.Sepertinya Nathan memang harus segera membawa Tiva untuk diperiksa karena mustahil jika ia harus terus menahan diri seperti ini. Bayangkan saja setelah kerinduannya bertahun-tahun sebagai seorang pria, sekarang dia malah harus duduk seperti orang bodoh sementara ia tahu Tiva sedang menguyur tubuhnya di bilik shower. Rasanya sampai hanya tersisa sedikit sekali kewarasannya untuk tidak menyusul gadis itu segera.
Nathan segera kembali berlari keluar, sepertinya memang sedang terjadi kebakaran di lantai dasar. Walau apinya sudah bisa dipadamkan tapi asapnya masih membuat lorong-lorong penuh asap dan kekacauan belum berakhir. Beberapa tentara yang sedang di rawat harus di keluarkan dari ruang perawatannya yang juga sedang berasap. Di luar salju masih membeku Nathan berlari pada sumber kekacauan yang lain di mana beberapa prajurit sedang meneriaki seseorang dengan alat pengeras suara. Tepatnya di puncak sebuah tower berangka baja setinggi hampir empat puluh kaki Nathan melihatnya sedang memanjat, masih dengan pakaian biru pasien yang ikut berkibar-kibar tertiup angin. Nathan juga syok tapi yakin dirinya tidak sedang berhalusinasi ketika melihat seorang gadis yang memanjat rangka baja seperti orang yang sedang ketakutan dan itu adalah Tiva.
Semakin kesini Nathan semakin sadar jika dirinya benar-benar sedang sendiri. Saat orang-orang yang ia percaya pun tidak bisa berbuat banyak sepertinya jalan terbaik tetap menyelesaikannya sendiri, dengan caranya sendiri!Natha sedang tidak bisa memberikan kepercayaannya pada siapapun. Walaupun drinya punya Jane dan Erik tapi nyatanya mereka juga memiliki batas kemampuan. Nathan hanya tidak mau menyalahkan mereka sementara dirinya masih belum mau menyerah, dia masih mau berjuang untuk Tiva dan memiliki harapan walaupun mungkin yang lain sebenarnya sudah diam-diam berharap agar dirinya segera sadar jika harus segera melanjutkan hidup dan melupakannya.Ketika Jane hanya diam seperti kemarin Nathan tahu jika dia hanya tidak sanggup mengatakannya, bukannya berarti Jane tidak tahu sama sekali bakal seperti apa semua ini berakhir. Kadang Natha
Nathan ingat jika mereka bisa mati bersama jika sampai dirinya berbuat kesalahan sedikit saja. Nathan sudah berhasil membuat sensor pesawat mereka dapat melihat perisai digitalnya. Sebenarnya cuma seperti benteng transparan tapi sekarang mereka bisa melihat percikan aliran energi kebiruan yang melingkupinya seperti kerangka yang kokoh."Apa kau yakin?" Jack bertanya sekali lagi sebelum membawa pesawat mereka untuk menerobosnya.Benda itu bisa meledak seketika jika sampai terbentur perisai digital yang masih aktif menganggapnya benda asing. Tak heran selama ini banyak kapal dan pesawat yang tiba-tiba menghilang di area tersebut tanpa pernah ditemukan lagi. Padahal kemungkinan mereka tidak sengaja menabrak perisai digital dan lenyap karena hancur.Jack sudah pernah ikut dibawa masuk bers
Siang dan malam terus berlalu merentangkan waktu yang semakin panjang untuk terus dijalani tanpa kepastian. Tak perduli harus berapa lama lagi Nathan tetap tidak ingin menyerah dan akan melakukan apapun untuk kembali bisa memeluknya, kembali mendengarkan suaranya saat menggerutu atau menggoda. Kadang ketika malam semakin larut dan sunyi ia seperti bisa mendengarkan suaranya sedang berbisik seperti dulu. Namun ketika Nathan sadar dan meraba tempat tidur di sebelahnya yang masih saja kosong dan dingin seketika pula kesepian itu kembali menusuk dadanya hingga nyerinya mampu meleburkan serpihan peluru yang bersemayam di dadanya berulang kali.Kali ini Nathan sedang berada di tengah kota Hongkong yang padat tak bercelah, bahkan sampai bagian sisi bangunan tidak terkena sinar matahari sama sekali hinga gang sempitnya terlihat suram. Langkah kakinya sendiri terdengar memantul dari celah d
Sampai kapanpun Nathan memang tidak akan bisa melepas tangung jawab terhadap adik-adiknya. Karena melihat Erica seperti ini saja rasanya dia sudah tidak tahan untuk bisa kembali memeluknya dan memberitahunya jika ia baik-baik saja. Erica sudah sangat menderita karena terus jadi bahan pembicaraan sejak pernikahannya yang gagal dan sekarang kembali disepelekan karena pria pilihan hidupnya. Dan saat gadis seperti Erica dianggap remeh rasanya Nathan yang paling tidak terima.Erica adalah wanita yang tangguh dan cerdas pasti dia juga punya alasan ketika memilih siapa yang layak untuknya. Dan Nathan juga bisa menilai seperti apa pria yang tulus mencintai adik perempuannya dengan tanggung jawab, bukan hanya karena sekedar cinta atau harta. Sebagai seorang kakak laki-laki Nathan memang tidak akan pernah bisa mengabaikan tanggung jawabnya apalagi terhadap kedua adik perempuan. Selain itu ay
3 TAHUN KEMUDIAN. Tiga tahun berlalu Nathan masih berdiri sendiri di puncak tebing tertinggi menyaksikan bumi yang nampak terbentang luas di hadapannya tapi dirinya tetap hanya seorang diri. Melewat siang dan malam sendirian bukan sesuatu yang sedang mudah untuk dijalani, kadang dia juga lelah dan bosan. Nathan sudah terlalu rindu dan masih tidak tahu di mana ujung penantiannya akan berujung, karena setelah tiga tahun berlalu nyatanya tetap tidak ada yang berubah sama sekali. Gadisnya belum juga kembali, tidak ada tangan yang bisa dia genggam, dan tidak ada tubuh yang bisa ia peluk. Rindu dan kesepian bisa jadi lebih menyakitkan dari ujung pisau yang menikam jantung. Jika teringat dengan semua janji dan rencana mereka, rasanya Nathan juga tidak akan bakal sanggup untuk sedetik saja membayangkan senyum Tiva tanpa segera diterjang rasa bersalah dan dosa. Nathan mendapati rintik hujan yang jatuh di telapak tangannya ketika gumpalan awan gelap mulai merangkak mem