Setelah pulang sekolah biasanya Tara akan langsung kembali pergi ke pantai. Jika sedang Tidak ada kapal yang pergi melaut karena cuaca atau memang sedang terang bulan, biasanya dia hanya akan pergi ke hutan bakau. Tara akan menombak ikan karang sekalian memasang perangkap kepiting di antara akar-akar bakau. Akar bakau adalah tempat favorit para kepiting untuk bersembunyi dan saat sore hari ketika air mulai pasang ikan-ikan karang juga akan banyak naik ke hutan bakau. Selain pandai mencari kepiting seperti ayahnya Tara juga sangat pintar menombak ikan. Tara mempelajari semua keahlian itu dari ayahnya, itulah kenapa dulu saat tetangga-tetangga mereka mengalami paceklik ikan ayah Tarra tetap akan pulang membawa tangkapan ikan untuk keluarganya.
Hari ini Tarra menombak cukup banyak ikan dan mendapat beberapa ekor kepiting dari perangkap yang ia pasang kemarin sore. Tarra juga menangkap ikan semacam belut laut dari rawa di sekitar hutan bakau untuk dia jadikan umpan perangkap kepitingnya esok hari lagi. Biasanya dia akan sedikit mengasinkannya dulu hingga aromanya lebih menyengat untuk menarik perhatian kepiting.
Sementara ibunya membersihkan belut laut, Tara segera menyisihkan beberapa ikan untuk mereka makan sendiri dan menjual sebagian yang ukuranya lebih besar. Tara harus segera berkeliling menawarkan ikan hasil tangkapannya sebelum membusuk, biasanya dia juga membawa beberapa bungkus ikan asin yang telah dikumpulkan ibunya untuk sekalian dia jual.
Tara harus berkeliling lebih jauh jika ingin mendapat pembeli yang mau membeli ikannya. Karena jika cuma berkeliling ke rumah-rumah tetangganya di tepi pantai, mereka tidak akan ada yang mau membeli ikan karena mereka bisa mencari sendiri jika cuma sekedar buat lauk sehari-hari.
Tara pergi dengan mengayun sepeda kecil dan menggantung semua ikan di depan setir sambil berteriak menawarkan ikan-ikannya. Berapapun yang akan didapatkannya nanti, itu tetap sangat berharga bagi Tara. Sudah hampir tiga bulan ayah Tara tidak mengirim uang lagi kepada mereka. Dan di musim paceklik seperti ini rasanya sangat berat bagi anak-anak berusia tiga belas tahun untuk memberi makan ibu dan adiknya seorang diri.
Tara kadang sampai harus mengetuk dari rumah ke rumah untuk menjual ikan hasil tangkapannya walau pun cuma akan dihargai seadanya atau kadang juga cuma ditukar dengan beberapa gelas beras atau sembako lainnya.
Di saat para nelayan tidak bisa melaut karena cuaca atau karena memang musim ikan sepi seperti ini, ibu Tara juga libur bekerja di pabrik sebab pabrik juga tidak mendapatkan pasokan ikan. Sebagai pekerja paruh waktu yang cuma dihitung perjam kerja, mereka memang hanya akan dibutuhkan saat musim ikan sedang ramai. Sebenarnya bukan mereka sendiri keluarga yang bisa kelaparan di musim paceklik ikan, bahkan keluarga lain akan berbondong-bondong menjual perabotan rumah mereka untuk bisa membeli beras. Bedanya keluarga Tarra tidak pernah memiliki perabotan yang bisa untuk dijual. Mereka cuma tinggal di gubuk kecil tak jauh dari pantai, itu pun masih menumpang di tanah milik orang. Sebab itu rumah mereka juga jadi sering berpindah-pindah. Sejak kecil Tarra ingin bisa menabung agar suatu hari kelak bisa membuatkan rumah yang layak untuk orang tuanya, rumah yang atapnya tidak selalu bocor di musim hujan.
Kadang harta itu tidak hanya tentang rumah megah atau uang melimpah karena anak yang berbakti juga merupakan harta yang sangat tidak ternilai harganya dan tidak setiap orang bisa memilikinya.
Tiap malam saat anak-anak keluarga lain sibuk bermain game atau menonton televisi, Tarra, ibu, dan adiknya kadang cuma saling bercanda dan bercerita apa saja yang lucu untuk membuat mereka tertawa dan bahagia. Mereka tidak memiliki televisi cuma ada radio kecil yang sering kali mati karena belum bisa membelikan baterai. Padahal hanya Radio buntut itulah satu-satunya teman Mina di rumah karena dia memang hampir tidak pernah keluar rumah lagi. Mina menjadi anak yang pemalu dan penakut karena anak-anak suka mengejeknya. Mina sangat menyayangi kakak laki-lakinya sebab memang cuma dia satu-satunya teman dan sahabat yang ia miliki.
Tara mendapatkan uang yang lumayan dari hasilnya menjual sepuluh ekor kepiting tangkapannya kemarin. Tara memberikan uang-uang kusut yang baru dia keluarkan dari dalam kantong celananya itu kepada sang ibu untuk dibelikan beras. Selain uang Tara juga mendapatkan satu liter minyak goreng dari pemilik warung yang menukar ikan asinnya.
"Aku juga punya hadiah untukmu." Tarra mendekati adiknya yang duduk di dipan bambu, kemudian menunjukkan benda berwarna biru yang juga baru dia keluarkan dari kantong celananya yang lain.
Mina langsung tersenyum bahagia karena dia akan bisa mendengarkan radionya lagi. Mina suka mendengarkan lagu anak-anak atau sekedar berita terbaru di luar sana. Mina meraih tangan Tara dan menciumnya untuk berterima kasih karena dia memang tidak bisa bicara untuk mengungkapkan bertapa dia sangat mencintai kakak laki-lakinya.
"Makanlah dulu sebelum pergi," kata ibu Tara melihat putranya sudah kembali mengambil jaring bubu perangkap kepiting.
"Aku sudah makan, Bu. Tadi ada orang baik yang memanggilku untuk ikut makan di rumahnya. Mereka memaksa dan aku tidak enak untuk menolaknya."
Siapapun yang melihat Tara pastinya akan bersimpati padanya. Anak laki-laki yang tampan dan sopan, bahkan sangat tampan untuk dibiarkan berkeliaran dan bekerja di usia segitu.
Sepulang dari berkeliling menjual ikan Tara masih harus kembali ke hutan bakau untuk memasang perangkap kepiting. Tara membuka kaleng cat tempat dirinya menyimpan daging belut laut yang telah ia fermentasi sejak kemarin. Baunya sangat menyengat dan menusuk hidung, bagi yang tidak terbiasa mungkin akan muntah karena baunya hampir menyerupai kaus kaki busuk yang bercampur amoniak. Tapi umpan seperti itulah yang akan cepat menarik para kepiting untuk masuk ke dalam perangkap bubu. Tara akan mengikat umpannya di tengah persilangan bambu melengkung yang merentangkan ujung jaring nilon persegi empat, lebarnya mungkin sekitar hampir setengah meteran, Tara juga menganyam sendiri jaring bubunya tersebut. Tara akan memasang beberapa buah perangkap bubu seperti itu di sekitar hutan bakau, dan akan melihat hasilnya keesokan hari jika ada kepiting yang terjerat.
"Aku pergi dulu, Bu." Tidak lupa Tara akan selalu mencium punggung tangan ibunya, tak perduli berapa kali pun ia berpamitan sepanjang hari itu Tara akan tetap mencium punggung tangan ibunya. Bahkan saat subuh ketika dirinya hendak pergi ke pantai Tara juga tidak akan pernah lupa untuk menunggu ibunya selesai berdoa dulu hanya untuk mencium tangannya. Doa ibu adalah bekal ter penting bagi Tara yang tidak pernah takut menginjak beling atau duri meskipun jarang mengunakan alas kaki ketika pergi ke laut dan melompat di antara akar-akar tanaman bakau.
Setelah mendapat surat dari teman ayahnya yang mengatakan ayah mereka hilang, sepertinya Tara masih tidak mau percaya. Karena kata 'hilang' rasanya masih sangat janggal untuk sekedar didengar telinganya yang bahkan masih anak-anak. Hampir setiap hari Tara pergi ke pelabuhan penyebrangan berharap tiba-tiba ayahnya pulang untuk memberi mereka kejutan.Tara duduk di tepi dermaga menyaksikan orang-orang yang naik turun dari feri berharap ayahnya akan muncul di antara kerumunan dan memangilnya untuk bantu mengangkat barang bawaannya. Tara sudah sangat rindu setelah berbulan-bulan tidak ada kabar dari ayahnya dan tiba-tiba kemarin ibunya menerima surat dari teman kerja ayahnya jika ayah mereka menghilang. Tanpa disertai keterangan apapun cuma mengatakan jika ayah mereka 'hilang'. Tara bahkan sampai mengulang beberapakali ketika membacakan bagian kalimat yang menyebut ayahnya 'hilang'. Ta
Tahun ini Tara dan Mina mendapatkan santunan dari desa, mereka di beri sepasang kambing untuk di pelihara agar nanti bisa beranak dan menjadi banyak. Tara sudah biasa di anggap miskin tapi dia benar-benar belum biasa jika disebut sebagai anak yatim. Apalagi ketika dirinya harus membantu Mina naik keatas panggung dengan kerepotan untuk menerima santunan bersama anak-anak yatim lainya yang juga berbaris di atas panggung. Semua mata seperti sedang tertuju pada adik perempuannya, kemudian pada saling berbisik untuk membicarakan mereka. Meskipun banyak yang prihatin dan bersimpati tapi sungguh Tara tetap tidak suka adiknya seperti menjadi tontonan menyedihkan seperti itu.Tara bahkan cuma diam saja ketika ibu dan adiknya begitu gembira membawa kambing mereka pulang. Sebenarnya Tara juga tidak tahu harus mereka taruh di mana kambing tersebut. Karena rumah yang mereka tempati saja cuma sebuah g
Walau hanya mendapatkan pengobatan tradisional tapi untungnya lengan Tara bisa kembali pulih. Meski tidak sepenuhnya sempurna karena jadi seperti ada sedikit benjolan di dekat sikunya, tapi selebihnya Tara baik-baik saja bahkan dia sudah bisa kembali beraktifitas dengan normal mengunakan tangannya. Cuma dia masih belum diperbolehkan untuk mengangkat barang-barang berat terlebih dulu. Setelah lewat dua bulan dan patah lengannya pulih Tara mulai bisa kembali ikut bekerja di pelabuhan. Tidak sebagai kuli panggul lagi tapi sekarang Tara cuma membantu pamannya menimbang ikan atau kadang ikut menjadi kernet truk di saat libur sekolah. Pekerjaan apa saja mulai kembali dia jalani asalkan tidak mengangkat barang-barang berat dulu. Sepertinya Tara juga suka menjadi kernet truk karena dia jadi bisa ikut bepergian kemana-mana ketika mengirim ikan keluar kota. Tara juga jadi sering diberi uang lebih
Saat ini usia Tara sudah genap tujuh belas tahun, setelah lulus sekolah nanti dia bisa langsung ikut pendaftaran militer meski ibu Tara juga sama-sama ragu apa masih bisa putranya lulus dengan sedikit cacat tulang di lengannya itu. Belakangan ini Tara malah jadi lebih sering menceritakan berbagai rencananya yang lain termasuk keinginannya untuk bisa memiliki truk sendiri dan menjadi pedagang antar kota. Menurut Tara profesi itu juga sangat menjanjikan untuk masa depannya. Setelah sering ikut menjadi kernet truk Tara jadi paham seluk beluk perdagangan dan pandai bernegosiasi.Selain hal positif tentu juga ada hal negatif yang tidak luput dari efek pergaulannya dengan para orang dewasa apa lagi di usianya sekarang. Karena seringnya bergaul dengan para supir truk Tara jadi semakin sering mendengar obrolan pria dewasa mengenai wanita, mulai dari yang bermanfaat sampai ke hal-hal yang kotor p
Layaknya pasangan remaja yang sedang saling tergila-gila dan senang berbuat bodoh, kadang Tara jadi sedikit lupa dengan pesan-pesan ibunya.Larisa sering menjemput Tara ke sekolah dengan mobilnya kemudian mereka pergi berdua dulu sebelum mengantar Tara ke dermaga. Sekarang Tara tidak pernah pulang ke rumah terlebih dulu dan langsung membawa pakaian ganti untuk bekerja."Jadi benar kau sering keluar dengan putri Haji Sofyan?" tanya pamannya yang jadi ikut khawatir melihat pertemanan keponakanya."Larisa anak yang baik dan kami hanya berteman, Paman.""Hati-hati, Nak. Kita tidak sama dengan mereka dan aku tidak mau ada yang bicara tidak baik mengenai kalian. ""Percayalah, Paman.
Seperti yang sudah lama Tara khawatirkan, ternyata dirinya gagal untuk mendaftar militer karena cacat di lengannya. Walaupun sudah mempersiapkan diri dengan kegagalan tapi ternyata tetap saja Tarra sedih karena merasa gagal menunaikan cita-cita ayahnya.Sementara itu Larisa juga ikut gelisah karena sudah tidak sabar ikut menunggu kabar dari Tara mengenai pengumuman seleksi tahap awal. Karena sampai sore Tara belum juga menelponnya Larisa memutuskan pergi ke rumah Tara tapi kata ibunya Tara juga belum pulang. Padahal hari sudah hampir petang dan dia tahu Tara tidak suka keluyuran kecuali hanya di dermaga. Dan baru saat itu Larisa langsung kepikiran untuk mencarinya di dermaga.Larisa merasa lega saat akhirnya melihat Tara sedang duduk di tepi dermaga. Dari kejauhan saja Larisa sudah yakin jika itu adalah Tara, meskipun waktu itu su
Tara mulai khawatir karena tidak melihat Larisa lagi beberapa hari ini. Tidak ada menelpon ataupun mengirim pesan, bahkan ponselnya tidak dapat dihubungi. Yang membuat Tara semakin khawatir karena terakhir mereka berpisah malam itu bibinya sedang sangat marah. Tara takut jika Larisa sampai mendapat masalah karena perbuatan mereka malam itu.Sudah tiga hari berlalu dan Tara masih belum mendapat kabar dari Larisa. Sementara akhir pekan ini Tara akan pergi keluar kota. Sekarang Tara sudah mulai menyetir truk sendiri untuk mengantar barang. Mungkin dia akan pergi untuk tiga sampai empat hari dan rasanya ia belum tenang untuk berangkat jika belum mendapat kabar dari Larisa.Dari tadi Tara masih duduk di depan gudang meskipun pekerjaannya sudah selesai sejak dari tadi siang. Berulang kali dia hanya memeriksa pesan masuk di ponselnya yang masi
Sepanjang perjalanan pulang pergi dari Surabaya Tara masih merasa risau karena Larisa belum juga memberi kabar. Bagiamanpun ini sudah hampir lewat dua minggu dan mereka masih sama sekali belum bertukar kabar sama sekali. Walau sebenarnya Tara ingin pesimis karena memang tidak ada untungnya bagi Larisa untuk bergaul dengan pemudah seperti dirinya, tapi rasanya memang tidak mungkin tiba-tiba Larisa bersikap seperti ini.Tara masih menunggu truknya membongkar muatan ketika salah seorang kepercayaan Haji Sofyan tiba-tiba menghampirinya."Haji Sofyan menyuruhmu datang ke rumahnya malam ini. ""Malam? " tanya Tara yang langsung berhenti mengunyah pisang goreng menu sarapan paginya."Ya, jangan lupa karena Haji Sofyan menunggumu. " Pri