Share

BAB 3 ANAK TAMPAN

Setelah pulang sekolah biasanya Tara akan langsung kembali pergi ke pantai. Jika sedang Tidak ada kapal yang pergi melaut karena cuaca atau memang sedang terang bulan, biasanya dia hanya akan pergi ke hutan bakau. Tara akan menombak ikan karang sekalian memasang perangkap kepiting di antara akar-akar bakau. Akar bakau adalah tempat favorit para kepiting untuk bersembunyi dan saat sore hari ketika air mulai pasang ikan-ikan karang juga akan banyak naik ke hutan bakau. Selain pandai mencari  kepiting seperti ayahnya Tara juga sangat pintar menombak ikan. Tara mempelajari semua keahlian itu dari ayahnya, itulah kenapa dulu saat tetangga-tetangga mereka mengalami paceklik ikan ayah Tarra tetap akan pulang membawa tangkapan ikan untuk keluarganya.

Hari ini Tarra menombak cukup banyak ikan dan mendapat beberapa ekor kepiting dari perangkap yang ia pasang kemarin sore. Tarra juga menangkap ikan semacam belut laut dari rawa di sekitar hutan bakau untuk dia jadikan umpan perangkap kepitingnya esok hari lagi. Biasanya dia akan sedikit mengasinkannya dulu hingga aromanya lebih menyengat untuk menarik perhatian kepiting.

Sementara ibunya membersihkan belut laut, Tara segera menyisihkan beberapa ikan untuk mereka makan sendiri dan menjual sebagian yang ukuranya lebih besar. Tara harus segera berkeliling menawarkan ikan hasil tangkapannya sebelum membusuk, biasanya dia juga membawa beberapa bungkus ikan asin yang telah dikumpulkan ibunya untuk sekalian dia jual.

Tara harus berkeliling lebih jauh jika ingin mendapat pembeli yang mau membeli ikannya. Karena jika cuma berkeliling ke rumah-rumah tetangganya di tepi pantai, mereka tidak akan ada yang mau membeli ikan karena mereka bisa mencari sendiri jika cuma sekedar buat lauk sehari-hari.

Tara pergi dengan mengayun sepeda kecil dan menggantung semua ikan di depan setir sambil berteriak menawarkan ikan-ikannya. Berapapun yang akan didapatkannya nanti, itu tetap sangat berharga bagi Tara. Sudah hampir tiga bulan ayah Tara tidak mengirim uang lagi kepada mereka. Dan di musim paceklik seperti ini rasanya sangat berat bagi anak-anak berusia tiga belas tahun untuk memberi makan ibu dan adiknya seorang diri.

Tara kadang sampai harus mengetuk dari rumah ke rumah untuk menjual ikan hasil tangkapannya walau pun cuma akan dihargai seadanya atau kadang juga cuma ditukar dengan beberapa gelas beras atau sembako lainnya.

Di saat para nelayan tidak bisa melaut karena cuaca atau karena memang musim ikan sepi seperti ini, ibu Tara juga libur bekerja di pabrik sebab pabrik juga tidak mendapatkan pasokan ikan. Sebagai pekerja paruh waktu yang cuma dihitung perjam kerja, mereka memang hanya akan dibutuhkan saat musim ikan sedang ramai. Sebenarnya bukan mereka sendiri keluarga yang bisa kelaparan di musim paceklik ikan, bahkan keluarga lain akan berbondong-bondong menjual perabotan rumah mereka untuk bisa membeli beras. Bedanya keluarga Tarra tidak pernah memiliki perabotan yang bisa untuk dijual. Mereka cuma tinggal di gubuk kecil tak jauh dari pantai, itu pun masih menumpang di tanah milik orang. Sebab itu rumah mereka juga jadi sering berpindah-pindah. Sejak kecil Tarra ingin bisa menabung agar suatu hari kelak bisa membuatkan rumah yang layak untuk orang tuanya, rumah yang atapnya tidak selalu bocor di musim hujan.

Kadang harta itu tidak hanya tentang rumah megah atau uang melimpah karena anak yang berbakti juga merupakan harta yang sangat tidak ternilai harganya dan tidak setiap orang bisa memilikinya.

Tiap malam saat anak-anak keluarga lain sibuk bermain game atau menonton televisi, Tarra, ibu, dan adiknya kadang cuma saling bercanda dan bercerita apa saja yang lucu untuk membuat mereka tertawa dan bahagia. Mereka tidak memiliki televisi cuma ada radio kecil yang sering kali mati karena belum bisa membelikan baterai. Padahal hanya Radio buntut itulah satu-satunya teman Mina di rumah karena dia memang hampir tidak pernah keluar rumah lagi. Mina menjadi anak yang pemalu dan penakut karena anak-anak suka mengejeknya. Mina sangat menyayangi kakak laki-lakinya sebab memang cuma dia satu-satunya teman dan sahabat yang ia miliki.

Tara mendapatkan uang yang lumayan dari hasilnya menjual sepuluh ekor kepiting tangkapannya kemarin. Tara memberikan uang-uang kusut yang baru dia keluarkan dari dalam kantong celananya itu kepada sang ibu untuk dibelikan beras. Selain uang Tara juga mendapatkan satu liter minyak goreng dari pemilik warung yang menukar ikan asinnya.

"Aku juga punya hadiah untukmu." Tarra mendekati adiknya yang duduk di dipan bambu, kemudian menunjukkan benda berwarna biru yang juga baru dia keluarkan dari kantong celananya yang lain.

Mina langsung tersenyum bahagia karena dia akan bisa mendengarkan radionya lagi. Mina  suka mendengarkan lagu anak-anak atau sekedar berita terbaru di luar sana. Mina meraih tangan Tara dan menciumnya untuk berterima kasih karena dia memang tidak bisa bicara untuk mengungkapkan bertapa dia sangat mencintai kakak laki-lakinya.

"Makanlah dulu sebelum pergi," kata ibu Tara melihat putranya sudah kembali mengambil jaring bubu perangkap kepiting.

"Aku sudah makan, Bu. Tadi ada orang baik yang memanggilku untuk ikut makan di rumahnya. Mereka memaksa dan aku tidak enak untuk menolaknya."

Siapapun yang melihat Tara pastinya akan bersimpati padanya. Anak laki-laki yang tampan dan sopan, bahkan sangat tampan untuk dibiarkan berkeliaran dan bekerja di usia segitu.

Sepulang dari berkeliling menjual ikan Tara masih harus kembali ke hutan bakau untuk memasang perangkap kepiting. Tara membuka kaleng cat tempat dirinya menyimpan daging belut laut yang telah ia fermentasi sejak kemarin. Baunya sangat menyengat dan menusuk hidung, bagi yang tidak terbiasa mungkin akan muntah karena baunya hampir menyerupai kaus kaki busuk yang bercampur amoniak. Tapi umpan seperti itulah yang akan cepat menarik para kepiting untuk masuk ke dalam perangkap bubu. Tara akan mengikat umpannya di tengah persilangan bambu melengkung yang merentangkan ujung jaring nilon persegi empat, lebarnya mungkin sekitar hampir setengah meteran, Tara juga menganyam sendiri jaring bubunya tersebut. Tara akan memasang beberapa buah perangkap bubu seperti itu di sekitar hutan bakau, dan akan melihat hasilnya keesokan hari jika ada kepiting yang terjerat.

"Aku pergi dulu, Bu." Tidak lupa Tara akan selalu mencium punggung tangan ibunya, tak perduli  berapa kali pun ia berpamitan sepanjang hari itu Tara akan tetap mencium punggung tangan ibunya. Bahkan saat subuh ketika dirinya hendak pergi ke pantai Tara juga tidak akan pernah lupa untuk menunggu ibunya selesai berdoa dulu hanya untuk mencium tangannya. Doa ibu adalah bekal ter penting bagi Tara yang tidak pernah takut menginjak beling atau duri meskipun jarang mengunakan alas kaki ketika pergi ke laut dan melompat di antara akar-akar tanaman bakau.

Komen (10)
goodnovel comment avatar
Fifi Tasya
oh ya tuhan... Tara... kamu kuat nak kamu hebat... huhuhuhu mewek bener" mewek aku... huwaaaaaaaaaa
goodnovel comment avatar
Ari Asih Pratiwi
mengandung bawang banget kisah Tara ...
goodnovel comment avatar
Anggra
bisu bukan GK bisa mndengar kk..kalo bisa GK bisa bicara..dan GK selamanya orang bisu GK.mndengar ad sbagian yg bisa dngar..mngkin dsini Mina hnya GK BSA ngomong tp BSA mndengar
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status