Tahun ini Tara dan Mina mendapatkan santunan dari desa, mereka di beri sepasang kambing untuk di pelihara agar nanti bisa beranak dan menjadi banyak. Tara sudah biasa di anggap miskin tapi dia benar-benar belum biasa jika disebut sebagai anak yatim. Apalagi ketika dirinya harus membantu Mina naik keatas panggung dengan kerepotan untuk menerima santunan bersama anak-anak yatim lainya yang juga berbaris di atas panggung. Semua mata seperti sedang tertuju pada adik perempuannya, kemudian pada saling berbisik untuk membicarakan mereka. Meskipun banyak yang prihatin dan bersimpati tapi sungguh Tara tetap tidak suka adiknya seperti menjadi tontonan menyedihkan seperti itu.
Tara bahkan cuma diam saja ketika ibu dan adiknya begitu gembira membawa kambing mereka pulang. Sebenarnya Tara juga tidak tahu harus mereka taruh di mana kambing tersebut. Karena rumah yang mereka tempati saja cuma sebuah gubuk kecil tidak lebih baik dari kandang kambing. Jadi Tara cuma mengikat kedua kambingnya di batang pohon dan kebetulan malam itu malah turun hujan. Tara jadi takut jika kambing mereka akan mati sebelum sempat beranak. Tara benar-benar jadi tidak bisa tidur memikirkan kambing mereka yang sedang kehujanan di luar, sesekali dia mengintip dari jendela dan sedih melihat kedua kambingnya meringkik kedinginan.
Sebenarnya Tara sering melihat kambing-kambing di sekitar pabrik yang malah dibiarkan hidup berkeliaran liar di jalanan. Karena lingkungan padat penduduk di sekitar pabrik, kebanyakan kambing-kambing di sana juga tidak bisa menemukan rumput atau daun lagi untuk mereka makan. Kambing-kambing yang dibiarkan liar itu mulai memakan apa saja yang ditemuinya entah itu kertas atau pun sampah plastik. Tentu Tarra tidak mau memelihara kambing seperti itu, meskipun sebenarnya dia juga tidak terlalu mengerti bagaimana harus memelihara kambing.
Keesokan harinya sang paman datang karena mendengar keponakanya mendapatkan sepasang kambing. Paman Tara membuatkan kandang kecil untuk berteduh kambing mereka di sebelah rumah, dan berpesan pada Tara untuk rajin membersihkan kotorannya dan membuatkan api untuk menghangatkan mereka ketika musim hujan.
Mulai saat itu setiap sore Tarra akan menyiapkan stok dedaunan untuk kambing mereka dan memberi tugas kepada Mina untuk memberinya makan. Akhirnya ada baiknya juga mereka memiliki kambing, Mina jadi memiliki kegiatan dan merasa memiliki teman walaupun cuma sepasang kambing. Karena belakangan ini Tara juga semakin sibuk bekerja dan tidak memiliki waktu untuk menemani adiknya.
Setelah ayahnya hilang, sekarang Tara harus bekerja lebih keras sebagai tulang punggung keluarga, padahal saat itu usianya baru empat belas tahun. Tapi karena badannya yang lebih tinggi dari anak-anak seusianya jadi orang-orang mau memperkerjakannya di pelabuhan sebagai kuli panggul.
Kebetulan musim ikan sedang ramai, Tara selalu ikut senang ketika musim ikan ramai seperti ini, karena dia jadi bisa ikut mengais rejeki di dermaga. Hari itu cuaca sedang agak gerimis Tara bantu mengangkat keranjang ikan dari sampan untuk dinaikkan di dermaga. Tara baru hendak mengangkat keranjang yang baru dia isi terlalu penuh ketika ia malah terpeleset dan jatuh dengan posisi tangan tertindih keranjang dan terjepit sampan.
Pamannya yang saat itu juga sedang menimbang ikan di dermaga langsung melarikan Tara ke puskesmas terdekat. Tapi karena tulang lengannya patah jadi pihak puskesmas tidak bisa menangani dan hanya memberikan rujukan untuk di bawa ke rumah sakit.
Karena mereka tidak punya uang untuk membawa Tara ke rumah sakit, jadi dia hanya di bawa ke tukang urut yang kabarnya juga bisa cepat mengembalikan tulang yang patah.
Seharian itu ibu Tarra terus menangis melihat putranya yang terbaring tak berdaya dengan tangan patah. Dia sangat taku jika putranya itu sampai cacat karena mereka memang tidak memiliki biaya untuk berobat.
"Dia tidak apa-apa dan lengannya akan kembali pulih." Kata kakak laki-lakinya coba untuk menghibur. "Kemarin temanku bahkan kakinya patah dan segera kembali bisa melaut hanya selang dua bulan setelah dibawa kesini."
"Iya, tulang putramu juga masih muda akan segera tumbuh dan pulih kembali."
Semua orang coba menghibur ibu Tara, karena walau masih anak-anak semua orang tahu jika Tara juga merupakan tulang punggung keluarga setelah ayahnya tidak ada. Apa lagi dia juga masih harus mengurus saudarinya yang cacat. Tapi Tara sendiri malah kelihatan lebih tabah dibanding ibunya. Tara sama sekali tidak tidak merengek atau mengeluh sama sekali dengan rasa sakitnya meskipun tadi sempat berteriak ketika lengannya di urut dan ditarik tiba-tiba hingga menimbulkan bunyi bergemeletuk yang pastinya sangat sakit luar biasa.
"Aku tidak apa-apa, Bu. Sekarang rasanya sudah tidak sesakit tadi." Tara ikut berusaha menghibur ibunya meskipun masih sambil meringis.
Tangan Tara sekarang sudah disangga dengan sebilah papan kayu kecil dan dibebat perban agar lurus dan tidak bergerak lagi tulangnya. Tara hanya disarankan untuk tidak banyak mengerakkan lengannya dulu jika ingin cepat sembuh. Saat itu Tara belum tahu jika kecerobohan sepelenya hari itu lah yang kelak akan menanggalkan seluruh cita-cita dan harapan ayahnya untuk bisa menjadi Tentara.
Note:
Mengenai kambing yang dibiarkan liar memakan kertas dan sampah plastik di lingkungan pabrik itu benar-benar nyata adanya dan entah seperti apa isi usus mereka.
Walau hanya mendapatkan pengobatan tradisional tapi untungnya lengan Tara bisa kembali pulih. Meski tidak sepenuhnya sempurna karena jadi seperti ada sedikit benjolan di dekat sikunya, tapi selebihnya Tara baik-baik saja bahkan dia sudah bisa kembali beraktifitas dengan normal mengunakan tangannya. Cuma dia masih belum diperbolehkan untuk mengangkat barang-barang berat terlebih dulu. Setelah lewat dua bulan dan patah lengannya pulih Tara mulai bisa kembali ikut bekerja di pelabuhan. Tidak sebagai kuli panggul lagi tapi sekarang Tara cuma membantu pamannya menimbang ikan atau kadang ikut menjadi kernet truk di saat libur sekolah. Pekerjaan apa saja mulai kembali dia jalani asalkan tidak mengangkat barang-barang berat dulu. Sepertinya Tara juga suka menjadi kernet truk karena dia jadi bisa ikut bepergian kemana-mana ketika mengirim ikan keluar kota. Tara juga jadi sering diberi uang lebih
Saat ini usia Tara sudah genap tujuh belas tahun, setelah lulus sekolah nanti dia bisa langsung ikut pendaftaran militer meski ibu Tara juga sama-sama ragu apa masih bisa putranya lulus dengan sedikit cacat tulang di lengannya itu. Belakangan ini Tara malah jadi lebih sering menceritakan berbagai rencananya yang lain termasuk keinginannya untuk bisa memiliki truk sendiri dan menjadi pedagang antar kota. Menurut Tara profesi itu juga sangat menjanjikan untuk masa depannya. Setelah sering ikut menjadi kernet truk Tara jadi paham seluk beluk perdagangan dan pandai bernegosiasi.Selain hal positif tentu juga ada hal negatif yang tidak luput dari efek pergaulannya dengan para orang dewasa apa lagi di usianya sekarang. Karena seringnya bergaul dengan para supir truk Tara jadi semakin sering mendengar obrolan pria dewasa mengenai wanita, mulai dari yang bermanfaat sampai ke hal-hal yang kotor p
Layaknya pasangan remaja yang sedang saling tergila-gila dan senang berbuat bodoh, kadang Tara jadi sedikit lupa dengan pesan-pesan ibunya.Larisa sering menjemput Tara ke sekolah dengan mobilnya kemudian mereka pergi berdua dulu sebelum mengantar Tara ke dermaga. Sekarang Tara tidak pernah pulang ke rumah terlebih dulu dan langsung membawa pakaian ganti untuk bekerja."Jadi benar kau sering keluar dengan putri Haji Sofyan?" tanya pamannya yang jadi ikut khawatir melihat pertemanan keponakanya."Larisa anak yang baik dan kami hanya berteman, Paman.""Hati-hati, Nak. Kita tidak sama dengan mereka dan aku tidak mau ada yang bicara tidak baik mengenai kalian. ""Percayalah, Paman.
Seperti yang sudah lama Tara khawatirkan, ternyata dirinya gagal untuk mendaftar militer karena cacat di lengannya. Walaupun sudah mempersiapkan diri dengan kegagalan tapi ternyata tetap saja Tarra sedih karena merasa gagal menunaikan cita-cita ayahnya.Sementara itu Larisa juga ikut gelisah karena sudah tidak sabar ikut menunggu kabar dari Tara mengenai pengumuman seleksi tahap awal. Karena sampai sore Tara belum juga menelponnya Larisa memutuskan pergi ke rumah Tara tapi kata ibunya Tara juga belum pulang. Padahal hari sudah hampir petang dan dia tahu Tara tidak suka keluyuran kecuali hanya di dermaga. Dan baru saat itu Larisa langsung kepikiran untuk mencarinya di dermaga.Larisa merasa lega saat akhirnya melihat Tara sedang duduk di tepi dermaga. Dari kejauhan saja Larisa sudah yakin jika itu adalah Tara, meskipun waktu itu su
Tara mulai khawatir karena tidak melihat Larisa lagi beberapa hari ini. Tidak ada menelpon ataupun mengirim pesan, bahkan ponselnya tidak dapat dihubungi. Yang membuat Tara semakin khawatir karena terakhir mereka berpisah malam itu bibinya sedang sangat marah. Tara takut jika Larisa sampai mendapat masalah karena perbuatan mereka malam itu.Sudah tiga hari berlalu dan Tara masih belum mendapat kabar dari Larisa. Sementara akhir pekan ini Tara akan pergi keluar kota. Sekarang Tara sudah mulai menyetir truk sendiri untuk mengantar barang. Mungkin dia akan pergi untuk tiga sampai empat hari dan rasanya ia belum tenang untuk berangkat jika belum mendapat kabar dari Larisa.Dari tadi Tara masih duduk di depan gudang meskipun pekerjaannya sudah selesai sejak dari tadi siang. Berulang kali dia hanya memeriksa pesan masuk di ponselnya yang masi
Sepanjang perjalanan pulang pergi dari Surabaya Tara masih merasa risau karena Larisa belum juga memberi kabar. Bagiamanpun ini sudah hampir lewat dua minggu dan mereka masih sama sekali belum bertukar kabar sama sekali. Walau sebenarnya Tara ingin pesimis karena memang tidak ada untungnya bagi Larisa untuk bergaul dengan pemudah seperti dirinya, tapi rasanya memang tidak mungkin tiba-tiba Larisa bersikap seperti ini.Tara masih menunggu truknya membongkar muatan ketika salah seorang kepercayaan Haji Sofyan tiba-tiba menghampirinya."Haji Sofyan menyuruhmu datang ke rumahnya malam ini. ""Malam? " tanya Tara yang langsung berhenti mengunyah pisang goreng menu sarapan paginya."Ya, jangan lupa karena Haji Sofyan menunggumu. " Pri
Setelah cuma diam cukup lama akhirnya Tara mulai memberanikan diri untuk bicara."Saya sangat menghormati kemurahan hati dan kebaikan keluarga Anda yang sudah tidak terhingga untuk semua ini. Tapi saya merasa bukan siapa-siapa hingga berhak menerimanya.""Sudah kukatakan aku tidak keberatan sama sekali dengan keluargamu." Haji Sofyan kembali menegaskan."Maaf, tapi saya hanya__"Belum sempat kalimat Tara selesai kali ini Sarah yang memotong lebih dulu."Sudah cukup, seharusnya Kakak juga tidak bisa asal memutuskan hal seperti ini tanpa membicarakannya dulu." Karena rasanya memalukan sekali melihat dirinya sampai di tawarkan dengan sedemikian rupa di depan seorang ku
Setelah dua hari berselang Tara kembali tidak sengaja bertemu dengan bibi Sarah ketika dirinya hendak menyerahkan laporannya pada Haji Sofyan. Sebenarnya Tara sudah hendak meminta maaf jika bukan karena wanita itu kembali mendahului dengan ucapan sinisnya."Kau pikir siapa dirimu, jangan pernah bermimpi untuk mendapatkan keponakanku!"Tara memilih diam ketika bibi Sarah sudah kembali bicara."Asal kau tahu, Larisa juga sudah bertunangan dengan putra dari keluarga terpandang."Walau terkejut tapi Tara masih diam. Larisa memang tidak pernah bicara apa-apa mengenai pertunangannya dan jujur saja itu memang mengejutkan bagai Tara."Apa Larisa tidak pernah mengatakan hal itu padamu?" sinis