Bocah itu, Sunan Zunungga
Nun jauh di sana. Di sebuah dimensi di luar penalaran manusia. Adalah sebuah dunia dengan kehidupan menyerupai kehidupan di bumi. Dimensi Ashok. Dimensi lika – liku dengan misterinya. Dan perjalanan portal itupun dimulai.
Pepohonan merah darah membentang di sepanjang jalan perbukitan itu. Dedaunan ungu terciprat cahaya pagi. Awan putih bergelombang di antara padatnya warna langit hijau dan biru. Pemandangan segar bak lukisan yang menghangatkan.
Di balik perbukitan itu, tersusun jalan setapak dari susunan batu-batu alam granit berwarna coklat kekuningan. Di sampingnya, air bening mengalir dibawa riak suara pecah air terjun Senggani.
Sosok bocah angkat remaja berusia sekitar empat belasan sedang berbaring santai di atas salah satu batu di tepian Senggani. Kedua tangannya menjadi alasan bantal. Matanya terpejam sembari menggigit ranting rumput liar di mulutnya.
Diri bocah ini tampak seperti sedang tertidur. Padahal otaknya bekerja keras. Memikirkan sebab dan akibat. Purnama bulan depan di Ranting Sembah, akan diadakan turnamen Biak Peri. Sebuah turnamen yang diadakan setiap lima tahun sekali. Mirip sebuah arena perburuan. Hanya bedanya, peristiwa ini memang diselenggarakan bagi anak mengangkat remaja.
Seluruh penjuru dasau atau sebutan wilayah di dimensi Ashok akan sibuk mengirimkan perwakilan-perwakilan remaja dari berbagai suku. Tujuannya, media perburuan diperuntukkan mengasah dan menguji langsung remaja-remaja baru. Sebagai ritual pengakuan perpindahan dari masa anak ke remaja yang dianggap telah mampu mengemban tugas dan kewajiban pemuda penerus di dimensi Ashok.
Perpaduan ilmu dan keterampilan akan digunakan di arena perburuan. Tetapi ada yang berbeda dengan perburuan ini. Karena yang diburu adalah makhluk mistik pendamping bagi para remaja. Makhluk mistik yang mendiami hutan lebat di Ranting Sembah.
Namun, acara Biak Peri sudah berlangsung sejak puluhan ribu tahun di dimensi Ashok. Sebuah tradisi yang mengakar. Para makhluk mistik pendamping akan menemani perjalanan hidup seorang Asta. Sebutan bagi para pemuda pilihan yang telah melewati ujian Biak Peri.
Para remaja ini harus melakukan berbagai upaya untuk bertahan hidup dan menaklukkan makhluk mistik agar dapat dianggap sebagai Asta. Ksatria-ksatria pilihan di dimensi Ashok.
Hanya pemuda pilihanlah yang dapat menjadi seorang Asta. Tak jarang banyak remaja berguguran dan menjadi tumbal di dalam hutan Ranting Sembah.
Tidak heran, peristiwa Biak Peri adalah ritual pembuktian diri. Ritual yang dinanti oleh banyak pemuda tetapi juga yang sangat ditakuti oleh sebagian orang. Mereka, remaja-remaja yang terlahir lemah, memilih untuk tidak mengikuti ajang ini. Karena Biak Peri tak ubahnya ritual memberi makan bagi makhluk-makhluk ganas di Ranting Sembah.
Hari telah menjelang siang. Mentari kuning berpantul dansa dengan riuh tetesan Senggani di antara bebatuan granit. Bocah remaja itu masih terbaring santai.
Dialah Sunan Zunungga. Rambut lurus panjangnya terikat dengan anak rambut yang sedikit menutupi dahinya yang kecoklatan. Kulitnya bersinar di antara lukisan yang hidup. Tampak eksotis dengan bingkai wajahnya yang bulat.
“Nanzu, apakah kau serius ingin mengikuti Biak Peri purnama depan ?” Pertanyaan itu terlontar di benak Sunan Zunungga. Nanzu, begitulah nama panggilan kecilnya.
Nanzu hidup bersama paman dan bibinya. Sebuah keadaan yang membuatnya terlahir lemah sejak bayi. Dirinya terlahir prematur karena tekanan kejiwaan yang dialami ibunya setelah mendengar berita kematian suaminya. Seorang ksatria Asta yang sedang berperang di perbatasan dimensi.
Dimensi Ashok adalah dimensi dunia kesuburan di antara dunia para dewa. Namun, di perbatasan portal yang menghubungkan antar dimensi selalu saja ada kaum pengacau antar dimensi. Mereka yang paling kejam dan ganas adalah kaum Lor. Penjahat antar dimensi. Demikianlah seorang Asta diperuntukkan. Membangun peradaban dimensi serta melindungi keamanan dan keutuhan dimensi Ashok dari gangguan apapun.
Ketika itu, Ibunya Nanzu yang sedang berada pada titik lemahnya, berjuang antara hidup dan pelepasan. Dan berita kehilangan cinta sejatinya telah pula merenggut paksa detak jantungnya.
Rengekan diam tak bersuara seorang Nanzu kecil adalah bukti kesedihan tak terungkap. Tak bisa dijelaskan lewat tangisan. Bahkan, wajah mungil itupun sempat membiru. Mengikuti pelepasan dalam sang Ibu yang menyusul kekasih sejatinya.
Nanzu hidup tanpa memiliki ayah dan ibu. Hanya kasih sayang paman dan bibinya yang membuat Nanzu kecil tak pernah mempertanyakan kasih sayang orangtua. Bagi Nanzu, paman dan bibinya adalah Guardian sejati.
“Iya Garde, Nanzu ingin mencoba keberuntungan di Biak Peri.”
Garde adalah sebutan untuk Paman Penjaga. Garde menatap lekat Nanzu yang tampak bersungguh dengan ucapannya. Netra kebiruan itu tampak berbinar. Tak nampak sedikitpun kekhawatiran di sana.
Tanpa terasa sudah empat belas tahun lamanya, ingatan kecil tentang wajah bayi mungil itu seolah baru kemarin. Nanzu bayi tak berdaya yang dalam sekejap mengambil seluruh perhatian dan cintanya.
Tak pernah sedikitpun ia membedakan kasih sayangnya terhadap Nanzu dan kedua putrinya. Kehidupan tak memberinya seorang putra, membuat Nanzu juga adalah kebanggaannya, meski Nanzu terlahir lemah.
Selama empat belas tahun pula, Garde menurunkan seluruh keterampilannya kepada Nanzu. Ilmu yang dianggapnya cukup untuk bertahan hidup di sebuah dimensi yang berliku. Walau tak pernah terbersit di pikirannya, putranya itu akan mengikuti Biak Peri. Hatinya terombang antara ragu dan bangga.
Kehidupan Asta adalah tingkatan tertinggi bagi penghuni sebuah dimensi. Simbol kekuatan dan kemakmuran. Bahkan seorang Asta akan dibedakan levelnya sesuai makhluk mistik pendampingnya. Semakin tua dan langka makhluk mistik pendamping yang dimiliki seorang Asta, semakin besar pula kedudukan mereka dalam lapisan sosial Ashokans. Sebutan bagi para penghuni di dimensi Ashok yang sejahtera.
Makhluk mistik pendamping yang telah ditaklukkan akan terikat sumpah jiwa dengan seorang Asta. Mereka adalah Agra; yang ditakdirkan untuk menemani perjuangan para ksatria sepanjang hidup mereka.
Namun, ketika seorang Asta melepas jiwa, ikatan sumpah para Agra akan terlepas dengan ketentuan setengah dari kekuatan mereka akan menyatu dengan dinding portal dimensi.
Kaum Ashokans sendiri sangat berbeda dengan usia di dunia manusia. Setelah melewati masa remaja, para Ashokans yang menjadi Asta dapat berumur hingga ratusan tahun lamanya. Bahkan, ada tetua Asta yang hampir menginjak usia 1000 tahun. Usia abadi. Beliau adalah pemimpin tertinggi di dimensi Ashok.
Pada saat ritual Biak Peri, pemimpin tertinggi akan memberikan restunya. Segala tabir pelindung di perbatasan dimensi akan ditingkatkan berlipat. Para Asta akan berjaga secara penuh dari gangguan pihak luar. Karena turnamen ini sangat menentukan masa depan cikal bakal para Asta di kemudian hari.
Kehidupan di dimensi Ashok telah dilengkapi dengan sistem teknologi modern. Berbagai sektor kehidupan dibawahi oleh para Asta sesuai penaklukan mereka. Karena para Agra memiliki kekuatan sumber daya yang sangat vital terhadap keberlangsungan hidup para Ashokans.
Sebagai contoh, Asta yang menguasai bidang pertanian dan peternakan akan memiliki Agra atau makhluk mistik pendamping berupa burung mahkota emas dengan berbagai levelnya. Semakin langka dan tua makhluk mistik tersebut, akan memiliki kekuatan kesuburan yang luar biasa.
Asta yang menguasai bidang pengobatan dan astronomi akan memiliki Agra tanaman roh abadi yang hidup puluhan bahkan hingga jutaan tahun lamanya di hutan Ranting Sembah.
Dan saat ini, Agra tertinggi yang ada di dimensi Ashok adalah milik pemimpin tertinggi. Agra yang dimilikinya adalah tanaman sulur emas dewa. Konon, tanaman sulur emas dewa adalah salah satu Agra yang melegenda.
Memiliki kekuatan penyembuhan tiada duanya. Seorang Asta yang didampinginya akan memiliki pancaran cahaya keabadian dan penyembuhan, kebijaksanaan dan wibawa.
Tak heran, meskipun pemimpin tertinggi telah berusia hampir menginjak seribu tahun, namun perawakan dan penampilannya selalu tampak muda dan tak lebih dari usia lima puluhan saja. Karena para Agra yang telah ditaklukkan, kekuatan mereka akan menyatu dengan Astanya. Semakin kuat seorang Asta, ia akan mampu menyerap dan menerima kekuatan Agra dengan porsi yang lebih sempurna.
Dimensi Ashok memiliki perbatasan portal dengan dimensi lainnya. Dan perbatasan ini akan selalu dihuni oleh Asta penjaga. Sedangkan dimensi Ashok juga memiliki lapisan pelindung. Bahkan, bagi setiap Asta yang telah melepas jiwa maka setengah dari kekuatan Agra mereka akan menyatu dan mempertebal lapisan dinding dimensi.
Namun, hal ini tak berarti lapisan pelindung tak memiliki kelemahan. Kaum pengacau seperti kaum Lor, penjahat antar portal, mereka selalu pintar mengambil celah. Apalagi sistem lapisan dimensi Ashok setiap seribu tahun sekali akan mengalami pergeseran dan melemah.
Dulu, ayah Nanzu juga adalah seorang Asta penjaga. Setiap Asta penjaga akan didampingi oleh makhluk mistik bertaring. Makhluk mistik dengan tekanan aura seorang pemburu, insting tajam dan daya tarung yang melebihi makhluk mistik pendamping lainnya.
Ayah Nanzu memiliki Agra seekor harimau emas bermata delima berusia lima ribu tahun. Oleh karenanya, beliau menduduki posisi yang tinggi sebagai Asta penjaga.
Tetapi Nanzu, karena dirinya terlahir lemah . Banyak sekali Ashokans muda yang mengejek dirinya. Tak sedikit pula yang membandingkan ia dengan status tinggi ayahnya sebagai Asta penjaga.
Nanzu tak pernah peduli hal itu. Satu hal yang ia tahu, ayahnya adalah kebanggaannya dan pahlawan bagi Ashokans. Waktu itu, jika ayahnya tak mengorbankan diri, bertarung hingga titik penghabisan dengan pemimpin kaum Lor saat itu. Tentunya akan banyak Ashokans yang melepas jiwa dan ketenangan dimensi akan porak poranda.
Di dalam hatinya, Nanzu bertekad ingin menjadi seorang Asta seperti ayahnya. Menjadi ksatria dan pahlawan bagi setiap penghuni dimensi. Meski ia sadar ia memiliki banyak kekurangan dan kelemahan. Satu-satunya yang menyala di dalam dadanya hanyalah kebulatan tekad.
Nanzu ingin membuktikan diri. Bahwa dirinya tak selemah itu. Bahwa dirinya juga mampu. Bahwa kelemahan yang dibawanya sejak lahir bukanlah penghalang .
Meski ingin menjadi seorang Asta. Namun, Nanzu tak terlalu menggebu bahwa ia bisa memiliki Agra seorang penjaga seperti ayahnya. Harapannya, ia mampu melewati ujian Biak Peri dengan taruhan nyawanya dan keluar hidup-hidup dari hutan Ranting Sembah. Dengan atau tanpa memiliki Agra apapun.
Tidak semua yang melewati ujian Biak Peri akan memperoleh seorang Agra. Tak sedikit pula yang keluar tanpa hasil apapun. Dan mereka tak bisa menjadi Asta. Melainkan hanya menjadi kaum Ashokans tingkat bawah biasa. Sedikit lebih baik dari kaum terlahir lemah.
Walau terdengar sedikit tak adil, sejak lampau sistem tata nilai di dimensi Ashok selalu mengedepankan mereka yang terkuat. Para Asta yang berhasil menaklukkan Agra tertua dan langka.
Banyak bangunan bertingkat dan berundak dengan pahatan seni yang memukau. Hal ini tak terlepas dari kekuatan magis sumber daya penciptaan Agra makhluk mistik berkaki empat yang memiliki unsur logam dan alam. Kemampuan para Asta dan kekuatan Agra berunsur ini menjelmakan bangunan-bangunan dan rumah-rumah di dimensi Ashok seperti kota legenda yang tak pernah ada.
Perpaduan magis dan seni ini juga terlihat dari aneka persenjataan yang mereka miliki. Agra dengan elemen logam seperti makhluk mistik Kuda Tapal Hitam mampu mengeluarkan cahaya logam kemerahan yang sangat penting dalam persenjataan berat; seperti pedang merah, panah api, tiang pigura penjaga yang menjadi benteng di perbatasan.
Sementara makhluk mistik pendamping seperti Gajah Batu mampu menjadikan para Asta mereka memiliki kemampuan magis yang membuat mereka sangat piawai dalam membangun tingkatan dan susunan bangunan dalam dimensi. Kokoh dengan arsitektur berciri khas dunia kesuburan yang megah.
Secara garis besar, keutuhan dimensi Ashok merupakan kombinasi yang saling melengkapi. Antara Asta dan Agra sebagai satu kesatuan utama. Dan hal ini telah terjadi sejak permulaan dimensi kuno. Konon, sebenarnya para Agra telah menunggu kedatangan mereka yang terlahir sebagai Asta untuk melengkapi takdir mereka.
Dari sekian banyak Agra, namun ada pula para Asta yang memiliki makhluk mistik pendamping berupa ular berkepala perak. Ini adalah Agra yang menjadi lambang ilmu pengetahuan. Simbol kegagahan dan kecerdasan. Para Asta yang memiliki Agra ini terlahir sebagai penasihat, perencana ulung yang membuat strategi handal dalam pertahanan dimensi. Sistem lapisan pelindung di perbatasan portal, sebagian besar juga adalah hasil pemikiran dan penggabungan kekuatan dari Asta dengan Agra ini. Oleh karenanya, mereka akan selalu didengar dan dipatuhi oleh para Ashokans. Meskipun itu seorang pemimpin tertinggi sekalipun.
Di antara semua makhluk mistik pendamping yang menjadi Agra, terdapat beberapa Agra legenda. Agra kuno yang jarang ada. Seperti tanaman roh abadi Sulur Emas Dewa, Naga Emas Mutiara Putih, Ular Perak Ungu, Rubah Lembayung, Angsa Berlian Tanduk, Singa Merah Bersayap. Bahkan selama ratusan dan ribuan tahun, hanya sedikit Asta yang menjadi pilihan Agra legenda. Salah satunya adalah pemimpin tertinggi di dimensi Ashok dengan tanaman Sulur Emas Dewa.
Tak banyak kisah dan literatur mengenai Agra legenda kuno. Tetapi konon katanya, mereka yang memiliki Agra ini, akan memiliki takdir yang istimewa. Takdir pilihan yang membawanya pada perjalanan spiritual seorang Asta ke tahap yang berbeda. Bahkan, tak ada para Ashokans yang berani membayangkannya.
Kali ini Nanzu mengacak-acak kepalanya yang tak terasa gatal. Dirinya sudah bertekad, ia akan mengikuti Biak Peri purnama depan. Di hadapannya, tetesan air Senggani memukul granit kokoh yang bisu. Terdapat beberapa batu yang memiliki cekukan oleh abrasi air. Hemmm, Nanzu akan menjadi seperti air itu.
Senggani bercahaya putih seolah berkabut ringan seperti gumpalan awan melayang yang berasap bening. Senggani adalah simbol ketekunan. Ketekunan yang menggugah hati kecil Nanzu yang rapuh dan pasrah namun tak menyerah.
Pasrah pada takdirnya, pasrah pada nasibnya, pasrah yang membawanya pada harapan. Seperti guratan tak kenal lelah Senggani di granit yang diam. Hanya waktu yang akan menjawab segala permainan.
******
Selamat datang di petualangan Nanzu ^__^
PersiapanTinggal satu purnama ke depan, turnamen Biak Peri akan berlangsung. Para Ashokans muda sibuk mempersiapkan diri mereka. Mulai dari latihan fisik hingga olah strategi. Setiap Ashokans muda bermimpi untuk mendapatkan Agra yang terhebat. Semenjak Sunan Zunungga mengutarakan niatnya untuk turut serta dalam turnamen. Garde Manta, paman Nanzu telah mulai membimbingnya jauh lebih keras dari sebelumnya. Sejak Nanzu kecil, meski ia terlahir lemah, Garde Manta telah membekali Nanzu dengan berbagai ilmu dan keterampilan yang dimilikinya. Hanya saja sejak ia mendengar putranya akan bergabung dengan Biak Peri, jiwa Astanya menggelora seiring sifat pelindungnya sebagai sosok ayah penjaga. “Ayo Nanzu, lakukan lagi, masih tinggal beberapa putaran. Kau bisa Nak.” Peluh mengucur dari sela pori Nanzu yang kecoklatan terbakar matahari siang. Garde Manta mewajibkan Nanzu melakukan serangkaian latihan dasar fisik. Salahsatunya dengan mengelilingi halaman arena rumah mereka sebanyak seratus puta
Sebelum PerburuanKini, para remaja yang ingin mengikuti Biak Peri dikumpulkan menjadi satu di sebuah lapangan luas tak jauh dari benteng perbatasan. Ada sekitar lima puluh orang peserta termasuk Sunan Zunungga. Mereka berkumpul membentuk sepuluh barisan dengan pembagian lima orang peserta untuk setiap baris.Sunan Zunungga berdiri di barisan paling belakang. Di depannya berdiri Margo, teman masa kecilnya. Sejak matahari terbit, mereka dikumpulkan dan dibiarkan tanpa arahan. Mereka hanya diminta berdiri dan menunggu. Sudah berjam-jam lamanya hingga matahari telah menanjak tepat di ubun-ubun. Meski dimensi Ashok adalah dunia kesuburan, tetapi juga memiliki fenomena alam yang unik. Di mana ketika pagi, angin semilir akan terasa sangat menyejukkan seperti guyuran salju di belahan kutub. Namun, menjelang siang ketika matahari tepat di atas kepala, tak ubahnya seperti musim panas yang menyala liar dalam kawanan serigala. Dan menjelang sore, langit akan kembali teduh dan nyaman hingga perp
Labirin IlusiSunan Zunungga memenangkan pertandingan di babak pertama dan Tuba Lilin di babak kedua. Siapapun yang menjadi ketua regu akan ditentukan oleh babak selanjutnya. Tetapi, mereka masih belum sepakat untuk menentukan jenis tanding final tersebut. Akhirnya, setelah saling berembuk, pertandingan final adalah adu strategi berupa permainan kotak labirin.Di dimensi Ashok, kotak labirin adalah salah satu permainan yang cukup populer terutama di kalangan para Asta penjaga, para jenderal tinggi dan komandan dasau. Permainan untuk mengisi waktu senggang sekaligus mengasah kemampuan otak dalam menyusun strategi. Dalam permainan ini, terdapat kotak papan kecil seperti catur dengan pilihan batu berwarna hitam dan putih. Hanya bedanya, kotak labirin memiliki ruang ilusi yang hanya bisa dimasuki oleh para pemainnya. Papan kotak hitam putih tersebut, setelah terbuka, ia akan membesar dan menarik para pemain untuk memasuki labirin-labirin kecil dan memecahkan sekumpulan teka-teki di dala
Pembangkitan Titik EnergiBerita tentang Sunan Zunungga yang berhasil menyelesaikan permainan kotak labirin dalam waktu singkat ternyata menjadi buah bibir para Ashokans muda yang akan mengikuti Biak Peri. Ada yang merasa kagum, tapi tak sedikit pula yang mencibir. Termasuk Bading dan Badang Selatan.“Menyebalkan, hanya karena Nanzu berhasil keluar dari ruang ilusi kini ia sudah jadi pahlawan di tempat ini!” “Benar Keke… Apa mereka sudah lupa bagaimana lemahnya si Nanzu, kau masih ingat waktu dulu ia mengelilingi lapangan benteng, lima putaran saja dia sudah megap-megap.” “Kau benar, dia cuma beruntung saja tapi semua orang terlalu melebih-lebihkan kemampuannya. Hemmm, lihat itu bocah itu sudah datang.” Badang menunjuk Nanzu yang kini memasuki aula utama benteng bersama rekan sekamarnya. Kali ini, sikap dan perlakuan para peserta Biak Peri lainnya tampak berubah terhadap Sunan Zunungga. Mereka tak lagi melihat Sunan sebelah mata ataupun dengan tatapan merendahkan. Tak sedikit pula
Pembangkitan Titik Energi IITunggu, ada yang aneh dengan semua ini…Nanzu memang merasakan sebuah energi besar dari telapak tangan Tetua Utara. Energi itu menyengat seolah berlarian di setiap aliran darah dan jaringan tubuhnya. Tetapi, anehnya tubuh Nanzu seolah tak asing dengan sensasi ini. Tubuhnya bahkan tak memberikan reaksi penolakan sama sekali seperti yang dialami oleh Ashokans muda lainnya. Kenapa?Alih-alih memberikan reaksi hebat, yang dirasakan Nanzu justru sebaliknya. Energi yang masuk ke dalam tubuhnya terasa seperti menghangatkan dan memberi kekuatan unik. Semakin lama semakin besar, membuat sebuah cahaya bersinar keluar dari ujung-ujung porinya. Pada saat proses pembangkitan titik energi, Asta yang menselaraskan energi inti para Ashokans dengan kekuatan energi kuno kabut energi, hanya berlaku sebagai perantara dan medium pembuka. Tetapi untuk hal ini hanya dapat dilakukan oleh seorang Asta tingkat tinggi yang memilki kekuatan internal luar biasa. Di dimensi Ashok, ha
Sebuah RahasiaSemingggu lagi ajang Biak Peri akan resmi dimulai dan dibuka oleh Pemimpin Tertinggi dimensi. Saat ini seluruh Ashokans muda yang menjadi peserta hanya dibiarkan beristirahat agar dapat menyerap dan menyesuaikan kondisi tubuh mereka dengan energi kuno setelah diselaraskan. Tetua Utara yang merasa terkejut dengan energi inti yang berada di tubuh Sunan Zunungga memutuskan untuk mencari tahu hal ini lebih lanjut. Saat ini dirinya berada di sebuah gazebo dengan pelataran batu-batu granit yang dikelilingi tanaman mawar warna warni. Nampak dirinya sedang berbincang dengan seseorang...“Begitulah yang terjadi…” Lawan bicara Tetua Utara hanya membisu untuk sesaat. Dia adalah Garde Manta, paman penjaga Sunan Zunungga. Saat ini Tetua Utara sengaja menemui khusus Garde Manta di kediamannya.“Bocah itu… memang berbeda…” Akhirnya Garde Manta membuka sebuah rahasia…“Apa maksudmu, Manta?” Tetua Utara bertanya karena rasa penasarannya.“Aku tak tahu apakah ini hal yang perlu menjad
Ranting SembahHutan ini adalah hutan keramat yang terletak di pinggiran ujung dimensi. Tak jauh dari benteng perbatasan. Antara hutan ini dan seputaran dasau dipisahkan oleh dataran rumput yang luas. Dari kejauhan dengan pandangan biasa, sudah tampak kabut-kabut putih yang menaungi tepian hutan.Meskipun suasana siang hari, tetapi Ranting Sembah dengan kabut berarak di sekitarnya, lebih terlihat seperti malam. Pepohonan pinus tinggi menjulang tampak hitam, di antara sela-sela kabut yang berbayang. Kabut yang berarak itu adalah kabut energi. Menutupi seluruh bibir hutan dari kiri dan kanan hingga sampai di penghujung bibir hutan yang dibatasi oleh gunung tinggi. Selain didominasi oleh pohon-pohon pinus yang menjulang, juga tampak pohon-pohon tak berdaun dipenuhi kabut tebal.Cahaya mentari berusaha memasuki pekatnya hutan yang rimbun dan pepohonan yang tumbuh rapat antara satu dengan lainnya. Tanah berwarna kecoklatan tua dipenuhi oleh berbagai lumut-lumut liar serta dedaunan yang
Ranting Sembah IIKedubrakkk!!!Terdengar suara nyaring seperti ada sesuatu yang jatuh berdentum. Sumber suara dari arah utara hutan. Sepertinya, ada perkelahian yang melibatkan beberapa makhluk mistik. Saat ini kita kembali berjalan ke arah sumber suara. Ternyata! Seekor elang berkepala sembilan baru saja menghempaskan tubuh seekor kadal coklat. Inilah sumber suara tersebut. Tubuh kadal coklat jatuh menukik ke bumi dengan keadaan salah satu kakinya yang patah. Paruh elang berkepala sembilan memang terkenal tajam. Tak segan mencabik mangsanya seperti sayatan penjagal di tempat penjualan daging.Ekor kadal ini bercabang dua di belakang tubuhnya. Sedikit erangan keluar dari mulutnya dengan lidah menjulur. Naas bagi kadal ini karena berpapasan dengan elang pejantan yang sedang galau memikirkan sang betinanya. Dengan susah payah ia mencoba melarikan diri, bersembunyi di antara rerumputan di dekat rawa. Di bagian utara Ranting Sembah terdapat sebuah rawa isap. Yah, tepatnya rawa berlumpu