Beranda / Fantasi / SUNAN ZUNUNGGA / Bab. 1. Bocah itu, SUNAN ZUNUNGGA

Share

SUNAN ZUNUNGGA
SUNAN ZUNUNGGA
Penulis: NANAS KUNING

Bab. 1. Bocah itu, SUNAN ZUNUNGGA

Bocah itu, Sunan Zunungga

Nun jauh di sana. Di sebuah dimensi di luar penalaran manusia. Adalah sebuah dunia dengan kehidupan menyerupai kehidupan di bumi. Dimensi Ashok. Dimensi lika – liku dengan misterinya. Dan perjalanan portal itupun dimulai.

Pepohonan merah darah membentang di sepanjang jalan perbukitan itu. Dedaunan ungu terciprat cahaya pagi. Awan putih bergelombang di antara padatnya warna langit hijau dan biru. Pemandangan segar bak lukisan yang menghangatkan.

Di balik perbukitan itu, tersusun jalan setapak dari susunan batu-batu alam granit berwarna coklat kekuningan. Di sampingnya, air bening mengalir dibawa riak suara pecah air terjun Senggani.

Sosok bocah angkat remaja berusia sekitar empat belasan sedang berbaring santai di atas salah satu batu di tepian Senggani. Kedua tangannya menjadi alasan bantal. Matanya terpejam sembari menggigit ranting rumput liar di mulutnya.

Diri bocah ini tampak seperti sedang tertidur. Padahal otaknya bekerja keras. Memikirkan sebab dan akibat. Purnama bulan depan di Ranting Sembah, akan diadakan turnamen Biak Peri. Sebuah turnamen yang diadakan setiap lima tahun sekali. Mirip sebuah arena perburuan. Hanya bedanya, peristiwa ini memang diselenggarakan bagi anak mengangkat remaja.

Seluruh penjuru dasau atau sebutan wilayah di dimensi Ashok akan sibuk mengirimkan perwakilan-perwakilan remaja dari berbagai suku. Tujuannya, media perburuan diperuntukkan mengasah dan menguji langsung remaja-remaja baru. Sebagai ritual pengakuan perpindahan dari masa anak ke remaja yang dianggap telah mampu mengemban tugas dan kewajiban pemuda penerus di dimensi Ashok.

Perpaduan ilmu dan keterampilan akan digunakan di arena perburuan. Tetapi ada yang berbeda dengan perburuan ini. Karena yang diburu adalah makhluk mistik pendamping bagi para remaja. Makhluk mistik yang mendiami hutan lebat di Ranting Sembah.

Namun, acara Biak Peri sudah berlangsung sejak puluhan ribu tahun di dimensi Ashok. Sebuah tradisi yang mengakar. Para makhluk mistik pendamping akan menemani perjalanan hidup seorang Asta. Sebutan bagi para pemuda pilihan yang telah melewati ujian Biak Peri.

Para remaja ini harus melakukan berbagai upaya untuk bertahan hidup dan menaklukkan makhluk mistik agar dapat dianggap sebagai Asta. Ksatria-ksatria pilihan di dimensi Ashok.

Hanya pemuda pilihanlah yang dapat menjadi seorang Asta. Tak jarang banyak remaja berguguran dan menjadi tumbal di dalam hutan Ranting Sembah.

Tidak heran, peristiwa Biak Peri adalah ritual pembuktian diri. Ritual yang dinanti oleh banyak pemuda tetapi juga yang sangat ditakuti oleh sebagian orang. Mereka, remaja-remaja yang terlahir lemah, memilih untuk tidak mengikuti ajang ini. Karena Biak Peri tak ubahnya ritual memberi makan bagi makhluk-makhluk ganas di Ranting Sembah.

Hari telah menjelang siang. Mentari kuning berpantul dansa dengan riuh tetesan Senggani di antara bebatuan granit. Bocah remaja itu masih terbaring santai.

Dialah Sunan Zunungga. Rambut lurus panjangnya terikat dengan anak rambut yang sedikit menutupi dahinya yang kecoklatan. Kulitnya bersinar di antara lukisan yang hidup. Tampak eksotis dengan bingkai wajahnya yang bulat.

Nanzu, apakah kau serius ingin mengikuti Biak Peri purnama depan ?” Pertanyaan itu terlontar di benak Sunan Zunungga. Nanzu, begitulah nama panggilan kecilnya.

Nanzu hidup bersama paman dan bibinya. Sebuah keadaan yang membuatnya terlahir lemah sejak bayi. Dirinya terlahir prematur karena tekanan kejiwaan yang dialami ibunya setelah mendengar berita kematian suaminya. Seorang ksatria Asta yang sedang berperang di perbatasan dimensi.

Dimensi Ashok adalah dimensi dunia kesuburan di antara dunia para dewa. Namun, di perbatasan portal yang menghubungkan antar dimensi selalu saja ada kaum pengacau antar dimensi. Mereka yang paling kejam dan ganas adalah kaum Lor. Penjahat antar dimensi. Demikianlah seorang Asta diperuntukkan. Membangun peradaban dimensi serta melindungi keamanan dan keutuhan dimensi Ashok dari gangguan apapun.

Ketika itu, Ibunya Nanzu yang sedang berada pada titik lemahnya, berjuang antara hidup dan pelepasan. Dan berita kehilangan cinta sejatinya telah pula merenggut paksa detak jantungnya.

Rengekan diam tak bersuara seorang Nanzu kecil adalah bukti kesedihan tak terungkap. Tak bisa dijelaskan lewat tangisan. Bahkan, wajah mungil itupun sempat membiru. Mengikuti pelepasan dalam sang Ibu yang menyusul kekasih sejatinya.

Nanzu hidup tanpa memiliki ayah dan ibu. Hanya kasih sayang paman dan bibinya yang membuat Nanzu kecil tak pernah mempertanyakan kasih sayang orangtua. Bagi Nanzu, paman dan bibinya adalah Guardian sejati.

Iya Garde, Nanzu ingin mencoba keberuntungan di Biak Peri.”

Garde adalah sebutan untuk Paman Penjaga. Garde menatap lekat Nanzu yang tampak bersungguh dengan ucapannya. Netra kebiruan itu tampak berbinar. Tak nampak sedikitpun kekhawatiran di sana.

Tanpa terasa sudah empat belas tahun lamanya, ingatan kecil tentang wajah bayi mungil itu seolah baru kemarin. Nanzu bayi tak berdaya yang dalam sekejap mengambil seluruh perhatian dan cintanya.

Tak pernah sedikitpun ia membedakan kasih sayangnya terhadap Nanzu dan kedua putrinya. Kehidupan tak memberinya seorang putra, membuat Nanzu juga adalah kebanggaannya, meski Nanzu terlahir lemah.

Selama empat belas tahun pula, Garde menurunkan seluruh keterampilannya kepada Nanzu. Ilmu yang dianggapnya cukup untuk bertahan hidup di sebuah dimensi yang berliku. Walau tak pernah terbersit di pikirannya, putranya itu akan mengikuti Biak Peri. Hatinya terombang antara ragu dan bangga.

Kehidupan Asta adalah tingkatan tertinggi bagi penghuni sebuah dimensi. Simbol kekuatan dan kemakmuran. Bahkan seorang Asta akan dibedakan levelnya sesuai makhluk mistik pendampingnya. Semakin tua dan langka makhluk mistik pendamping yang dimiliki seorang Asta, semakin besar pula kedudukan mereka dalam lapisan sosial Ashokans. Sebutan bagi para penghuni di dimensi Ashok yang sejahtera.

Makhluk mistik pendamping yang telah ditaklukkan akan terikat sumpah jiwa dengan seorang Asta. Mereka adalah Agra; yang ditakdirkan untuk menemani perjuangan para ksatria sepanjang hidup mereka.

Namun, ketika seorang Asta melepas jiwa, ikatan sumpah para Agra akan terlepas dengan ketentuan setengah dari kekuatan mereka akan menyatu dengan dinding portal dimensi.

Kaum Ashokans sendiri sangat berbeda dengan usia di dunia manusia. Setelah melewati masa remaja, para Ashokans yang menjadi Asta dapat berumur hingga ratusan tahun lamanya. Bahkan, ada tetua Asta yang hampir menginjak usia 1000 tahun. Usia abadi. Beliau adalah pemimpin tertinggi di dimensi Ashok.

Pada saat ritual Biak Peri, pemimpin tertinggi akan memberikan restunya. Segala tabir pelindung di perbatasan dimensi akan ditingkatkan berlipat. Para Asta akan berjaga secara penuh dari gangguan pihak luar. Karena turnamen ini sangat menentukan masa depan cikal bakal para Asta di kemudian hari.

Kehidupan di dimensi Ashok telah dilengkapi dengan sistem teknologi modern. Berbagai sektor kehidupan dibawahi oleh para Asta sesuai penaklukan mereka. Karena para Agra memiliki kekuatan sumber daya yang sangat vital terhadap keberlangsungan hidup para Ashokans.

Sebagai contoh, Asta yang menguasai bidang pertanian dan peternakan akan memiliki Agra atau makhluk mistik pendamping berupa burung mahkota emas dengan berbagai levelnya. Semakin langka dan tua makhluk mistik tersebut, akan memiliki kekuatan kesuburan yang luar biasa.

Asta yang menguasai bidang pengobatan dan astronomi akan memiliki Agra tanaman roh abadi yang hidup puluhan bahkan hingga jutaan tahun lamanya di hutan Ranting Sembah.

Dan saat ini, Agra tertinggi yang ada di dimensi Ashok adalah milik pemimpin tertinggi. Agra yang dimilikinya adalah tanaman sulur emas dewa. Konon, tanaman sulur emas dewa adalah salah satu Agra yang melegenda.

Memiliki kekuatan penyembuhan tiada duanya. Seorang Asta yang didampinginya akan memiliki pancaran cahaya keabadian dan penyembuhan, kebijaksanaan dan wibawa.

Tak heran, meskipun pemimpin tertinggi telah berusia hampir menginjak seribu tahun, namun perawakan dan penampilannya selalu tampak muda dan tak lebih dari usia lima puluhan saja. Karena para Agra yang telah ditaklukkan, kekuatan mereka akan menyatu dengan Astanya. Semakin kuat seorang Asta, ia akan mampu menyerap dan menerima kekuatan Agra dengan porsi yang lebih sempurna.

Dimensi Ashok memiliki perbatasan portal dengan dimensi lainnya. Dan perbatasan ini akan selalu dihuni oleh Asta penjaga. Sedangkan dimensi Ashok juga memiliki lapisan pelindung. Bahkan, bagi setiap Asta yang telah melepas jiwa maka setengah dari kekuatan Agra mereka akan menyatu dan mempertebal lapisan dinding dimensi.

Namun, hal ini tak berarti lapisan pelindung tak memiliki kelemahan. Kaum pengacau seperti kaum Lor, penjahat antar portal, mereka selalu pintar mengambil celah. Apalagi sistem lapisan dimensi Ashok setiap seribu tahun sekali akan mengalami pergeseran dan melemah.

Dulu, ayah Nanzu juga adalah seorang Asta penjaga. Setiap Asta penjaga akan didampingi oleh makhluk mistik bertaring. Makhluk mistik dengan tekanan aura seorang pemburu, insting tajam dan daya tarung yang melebihi makhluk mistik pendamping lainnya.

Ayah Nanzu memiliki Agra seekor harimau emas bermata delima berusia lima ribu tahun. Oleh karenanya, beliau menduduki posisi yang tinggi sebagai Asta penjaga.

Tetapi Nanzu, karena dirinya terlahir lemah . Banyak sekali Ashokans muda yang mengejek dirinya. Tak sedikit pula yang membandingkan ia dengan status tinggi ayahnya sebagai Asta penjaga.

Nanzu tak pernah peduli hal itu. Satu hal yang ia tahu, ayahnya adalah kebanggaannya dan pahlawan bagi Ashokans. Waktu itu, jika ayahnya tak mengorbankan diri, bertarung hingga titik penghabisan dengan pemimpin kaum Lor saat itu. Tentunya akan banyak Ashokans yang melepas jiwa dan ketenangan dimensi akan porak poranda.

Di dalam hatinya, Nanzu bertekad ingin menjadi seorang Asta seperti ayahnya. Menjadi ksatria dan pahlawan bagi setiap penghuni dimensi. Meski ia sadar ia memiliki banyak kekurangan dan kelemahan. Satu-satunya yang menyala di dalam dadanya hanyalah kebulatan tekad.

Nanzu ingin membuktikan diri. Bahwa dirinya tak selemah itu. Bahwa dirinya juga mampu. Bahwa kelemahan yang dibawanya sejak lahir bukanlah penghalang .

Meski ingin menjadi seorang Asta. Namun, Nanzu tak terlalu menggebu bahwa ia bisa memiliki Agra seorang penjaga seperti ayahnya. Harapannya, ia mampu melewati ujian Biak Peri dengan taruhan nyawanya dan keluar hidup-hidup dari hutan Ranting Sembah. Dengan atau tanpa memiliki Agra apapun.

Tidak semua yang melewati ujian Biak Peri akan memperoleh seorang Agra. Tak sedikit pula yang keluar tanpa hasil apapun. Dan mereka tak bisa menjadi Asta. Melainkan hanya menjadi kaum Ashokans tingkat bawah biasa. Sedikit lebih baik dari kaum terlahir lemah.

Walau terdengar sedikit tak adil, sejak lampau sistem tata nilai di dimensi Ashok selalu mengedepankan mereka yang terkuat. Para Asta yang berhasil menaklukkan Agra tertua dan langka.

Banyak bangunan bertingkat dan berundak dengan pahatan seni yang memukau. Hal ini tak terlepas dari kekuatan magis sumber daya penciptaan Agra makhluk mistik berkaki empat yang memiliki unsur logam dan alam. Kemampuan para Asta dan kekuatan Agra berunsur ini menjelmakan bangunan-bangunan dan rumah-rumah di dimensi Ashok seperti kota legenda yang tak pernah ada.

Perpaduan magis dan seni ini juga terlihat dari aneka persenjataan yang mereka miliki. Agra dengan elemen logam seperti makhluk mistik Kuda Tapal Hitam mampu mengeluarkan cahaya logam kemerahan yang sangat penting dalam persenjataan berat; seperti pedang merah, panah api, tiang pigura penjaga yang menjadi benteng di perbatasan.

Sementara makhluk mistik pendamping seperti Gajah Batu mampu menjadikan para Asta mereka memiliki kemampuan magis yang membuat mereka sangat piawai dalam membangun tingkatan dan susunan bangunan dalam dimensi. Kokoh dengan arsitektur berciri khas dunia kesuburan yang megah.

Secara garis besar, keutuhan dimensi Ashok merupakan kombinasi yang saling melengkapi. Antara Asta dan Agra sebagai satu kesatuan utama. Dan hal ini telah terjadi sejak permulaan dimensi kuno. Konon, sebenarnya para Agra telah menunggu kedatangan mereka yang terlahir sebagai Asta untuk melengkapi takdir mereka.

Dari sekian banyak Agra, namun ada pula para Asta yang memiliki makhluk mistik pendamping berupa ular berkepala perak. Ini adalah Agra yang menjadi lambang ilmu pengetahuan. Simbol kegagahan dan kecerdasan. Para Asta yang memiliki Agra ini terlahir sebagai penasihat, perencana ulung yang membuat strategi handal dalam pertahanan dimensi. Sistem lapisan pelindung di perbatasan portal, sebagian besar juga adalah hasil pemikiran dan penggabungan kekuatan dari Asta dengan Agra ini. Oleh karenanya, mereka akan selalu didengar dan dipatuhi oleh para Ashokans. Meskipun itu seorang pemimpin tertinggi sekalipun.

Di antara semua makhluk mistik pendamping yang menjadi Agra, terdapat beberapa Agra legenda. Agra kuno yang jarang ada. Seperti tanaman roh abadi Sulur Emas Dewa, Naga Emas Mutiara Putih, Ular Perak Ungu, Rubah Lembayung, Angsa Berlian Tanduk, Singa Merah Bersayap. Bahkan selama ratusan dan ribuan tahun, hanya sedikit Asta yang menjadi pilihan Agra legenda. Salah satunya adalah pemimpin tertinggi di dimensi Ashok dengan tanaman Sulur Emas Dewa.

Tak banyak kisah dan literatur mengenai Agra legenda kuno. Tetapi konon katanya, mereka yang memiliki Agra ini, akan memiliki takdir yang istimewa. Takdir pilihan yang membawanya pada perjalanan spiritual seorang Asta ke tahap yang berbeda. Bahkan, tak ada para Ashokans yang berani membayangkannya.

Kali ini Nanzu mengacak-acak kepalanya yang tak terasa gatal. Dirinya sudah bertekad, ia akan mengikuti Biak Peri purnama depan. Di hadapannya, tetesan air Senggani memukul granit kokoh yang bisu. Terdapat beberapa batu yang memiliki cekukan oleh abrasi air. Hemmm, Nanzu akan menjadi seperti air itu.

Senggani bercahaya putih seolah berkabut ringan seperti gumpalan awan melayang yang berasap bening. Senggani adalah simbol ketekunan. Ketekunan yang menggugah hati kecil Nanzu yang rapuh dan pasrah namun tak menyerah.

Pasrah pada takdirnya, pasrah pada nasibnya, pasrah yang membawanya pada harapan. Seperti guratan tak kenal lelah Senggani di granit yang diam. Hanya waktu yang akan menjawab segala permainan.

                                                                             

                                                                             ******

Selamat datang di petualangan Nanzu ^__^

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status