"Ayo kita ke rumah sakit!" ajak Haris pada Lusi dengan dingin. "Iya." Lusi langsung mengangguk semangat. Perempuan itu lekas menyusul langkah lebar-lebar Haris. Lusi agak menggerutu karena sang suami tidak menunggunya. Sementara dirinya susah bergerak cepat sebab mengenakan sepatu dengan hak sepuluh centimeter. Di dalam mobil pun Haris enggan berdekatan dengan Lusi. Laki-laki itu memilih untuk duduk mendampingi Pak Nono. Sedangkan Lusi di jok belakangnya. Beberapa kali pertanyaan dari Lusi pun Haris abaikan. Dirinya hanya mau berbicara dengan sang sopir. Tiba di rumah sakit Haris pun tetap tidak memedulikan sang istri. Dirinya tetap melangkah panjang-panjang. Meninggalkan Lusi yang harus terseok-seok mengikuti derap jalannya. Hingga akhirnya Haris tiba di kamar inap sang putra. Sebelum pulang pria itu sudah memilihkan kamar yang terbaik untuk Alsaki. Suster Eva benar, ketika Haris dan Lusi masuk bayi mereka tengah menangis. Mungkin karena terlalu lama menangis suara Alsaki sampa
Armando menutup panggilannya. Dia lantas melempar begitu saja iPhone pemberian dari Lusi. Benar saat ini hidupnya sudah ditanggung oleh istrinya Haris tersebut. Masih ingat betul dua setengah tahun yang lalu, hidup Armando masih cukup susah. Meski menyandang gelar sarjana fisioterapi, tapi saat itu dirinya belum mendapatkan pekerjaan yang mentereng hingga akhirnya nasib mempertemukan Armando dengan keluarga Haris. Termasuk Lusi, perempuan yang menjadi patner in crime-nya. Masih jelas dalam ingatan ketika tengah bingung karena belum bayar kos-kosan, Arman mendapat kabar baik. Bos di klinik tempatnya bekerja memberi tahu jika tenaganya dibutuhkan oleh istri seorang pengusaha. Setelah membaca kartu nama yang diberikan oleh owner tempatnya bekerja, Arman segera meluncur ke alamat yang tertera. Alamat rumah Haris tentunya. Dia yang kala itu belum punya kendaraan roda empat datang ke rumah Haris dengan menaiki sepeda motor biasa. Orang pertama yang membukakan pintu untuk laki-laki itu ad
Lusi mencondongkan tubuhnya. Sangat dekat dengan wajahnya Arman. Tak heran pemuda itu berpikir jika Lusi akan mencium bibirnya. "Tolong bantu aku mendepak Ibu Miranti dari rumah," bisik Lusi dengan suara manja. Arman sendiri tercekat mendengarnya. "Kenapa kamu ingin mendepak dia? Bu Ranti orang baik kan?" Tanpa sepengetahuan Lusi, Arman buru-buru mengambil ponselnya di saku celana. Menit berikutnya pemuda itu mulai merekam pembicaraannya. Tentu Lusi tidak melihat karena posisinya sama-sama duduk. "Kamu ingin jadi orang kaya gak?" tanya Lusi sembari mengelus pipi Arman. "Terus apa hubungannya dengan Ibu Ranti?" tanya Arman heran. "Jadikan aku nyonya Haris maka aku jamin hidupmu enak, Man."Arman menatap Lusi lekat. "Aku gak nyangka gadis semanis kamu punya hati yang busuk ini, Lus." "Dengar Arman, meski nanti aku akan menjadi miliknya Pak Haris, tapi hati ini mau aku serahkan hanya untuk kamu," janji Lusi palsu. "Termasuk tubuhmu?" tantang Arman serius. Di tempatnya Lusi terpa
Enam bulan sudah Arman menjalani hari-harinya di penjara. Dua kali saja Lusi mengunjunginya. Setelah itu dirinya menghilang. Begitu juga dengan uang bulanan yang ia janjikan pada Arman. Sebagai seorang pria, Arman tentu murka karena merasa tertipu. Namun, saat itu dirinya sedang tidak berdaya. Sehingga dia hanya bisa pasrah pada keadaan. Arman benar-benar menjalani masa hukumannya. Dia juga berusaha berperilaku baik. Sehingga dirinya mendapatkan remisi setengah bulan masa tahanan. Akhirnya setelah lima bulan setengah mendekam di penjara, Arman bisa menghirup udara bebas. Dia sengaja tidak langsung menemui Lusi. Pria itu memilih waktu yang tepat karena saat itu Lusi memblokir semua akses. Butuh waktu satu minggu lamanya bagi Arman untuk memantau perempuan itu. Hingga akhirnya laki-laki itu memberanikan diri untuk menemui Lusi. Tentunya Arman sudah menelisik semua. Dia melihat Haris sudah pergi ke kantor bersama sopirnya. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Ketika Arman memgetuk pintu, Lu
Lusi sendiri benar-benar berganti pakaian. Namun, otak perempuan itu terus berputar. Tentu dia tidak mau menyerahkan tubuhnya pada Arman secara cuma-cuma. Karena memang di dasar hatinya tidak ada rasa cinta untuk pria itu. Hingga akhirnya manik perempuan itu tertuju pada kotak obat di bufet kamar. Lusi buru-buru membuka kotak obat tersebut. Satu strip tablet obat tidur dia ambil. Haris memang selalu menyediakan obat tidur. Semenjak berpisah dengan Miranti dan Abrina, pria itu terlampau sulit untuk memejamkan mata. Sehingga memerlukan obat tersebut setiap malam. Lusi yang merasa sudah di atas angin lekas memasukan obat tersebut ke tas tangannya. Dirinya lantas merias wajah. Setelah merasa cantik baru dia keluar untuk menemui Arman. Tiga bulan setelah resmi menjadi Nyonya Haris, Lusi meminta diberikan mobil. Dengan berbagai alasan dia mampu meyakinkan suaminya untuk memberi kendaraan tersebut. Sehingga perempuan itu leluasa pergi ke manapun tanpa diikuti oleh Pak Nono. Lusi pun mel
Lusi terkapar di ranjang. Pergumulan panasnya dengan Arman membuatnya lemas. Pria itu menggaulinya dengan cukup brutal. Sebagai wanita muda tentu Lusi merasa puas dengan permainannya Arman. Namun, lama-lama dia merasa jengah karena Arman terlampau kuat di ranjang. Berbeda dengan Haris yang memang usianya di atas mereka. Sementara itu Arman tersenyum puas melihat Lusi terkulai di ranjang. Dia memang sengaja melakukan itu. Karena ada satu ide cemerlang yang melintas di otaknya. "Otak kamu itu licik banget, Lus," ujar Arman sembari memainkan rambut panjang Lusi yang terpejam. Selain karena kelelahan efek obat tidur yang ia minum pun sudah bekerja."Jadi aku harus lebih ekstra menjerat kamu. Biar kamu gak bisa berkutik di hadapan aku," lanjut Arman dengan seringai miring. Tangan pria itu lantas meraih ponselnya yang tergeletak di nakas samping ranjang. Arman pun mulai menyalakan kamera. Tanpa buang waktu dia segera membuat video saat mencumbui Lusi. Bibir Arman tersungging ketika mel
Lusi pun menyerah. Akhirnya dia pasrah saja dijadikan ATM berjalan serta budak pemuasnya Arman. Bahkan perempuan itu pernah hamil anaknya Arman. Namun, segera ia gugurkan. Arman sendiri tidak peduli. Baginya yang terpenting hidupnya sudah terjamin. Di sepuluh bulan pernikahan, Haris pernah akan mengajukan cerai. Alasannya adalah Lusi tidak kunjung memberinya anak laki-laki. Hingga akhirnya Lusi meminta pada Arman untuk sementara waktu jangan dulu menganggu. Arman setuju dengan bersyarat. Pria itu minta dibelikan sebuah mobil. Lusi pun mengabulkan keinginan Arman. Dia membelikan laki-laki itu mobil Pajero putih yang beberapa waktu lalu diserempet oleh Haris. Hubungan Arman dan Lusi benar-benar tidak tercium oleh Haris. Karena Lusi cukup rapi menyembunyikannya. Dia selalu memberikan uang cash pada Arman. Begitu juga untuk uang cicilan mobilnya Arman. Tepat setahun menikah, akhirnya Lusi hamil kembali. Dan itu anaknya Haris yang bernama Alsaki. Perempuan itu kembali berhubungan deng
"Mbak selingkuh ya dari Mas Haris?""Jangan sembarangan kalo ngomong, Vi!" tegur Lusi langsung. "Ya udah ... coba kasih aku penjelasan, kenapa kamu mau dicium sama laki-laki itu," tantang Livia seraya melipat kedua tangannya di dada. "Jaga mulut kamu! Kalo Bi Sarti dengar gimana?" bentak Lusi dengan mata yang mendelik. Livia menghembuskan napasnya. "Mbak, kamu itu sudah beruntung dipungut Mas Haris menjadi istrinya, kenapa sih kamu tega menduakan dia?""Sekali lagi kamu ngomong gak bener, aku gak akan segan buat gampar kamu!" tegas Lusi dengan mata mengintimidasi. "Aku cuma mau mengingatkan, Mbak, kalo kebohongan ditutupi serapat apapun tetap suatu saat pasti akan terbongkar." "Sudah dibilang aku gak ada hubungan dengan Arman!" sangkal Lusi pada nasihat adiknya. Tanpa dia ketahui suaranya terdengar oleh Bi Sarti. Kebetulan perempuan itu akan mengantarkan jus wortel pesanan Livia. Bi Sarti memilih untuk menghentikan langkahnya. Dia perlu mencuri dengar pembicaraan istri majikan