Home / Romansa / SUKSESNYA ISTRI YANG DIREMEHKAN / Bab 1. Istri Yang Diremehkan

Share

SUKSESNYA ISTRI YANG DIREMEHKAN
SUKSESNYA ISTRI YANG DIREMEHKAN
Author: Trinagi

Bab 1. Istri Yang Diremehkan

Author: Trinagi
last update Last Updated: 2023-12-05 14:32:58

"Mas, Kalila demam. Dari tadi malam dia rewel terus," 

"Kenapa Kalila bisa demam? Pasti kamu kasih makan sembarangan kan? Kamu jadi ibu enggak pernah becus mengurus anak! Kerjaan kamu apa saja di rumah, sih? Heran. Entah apa bisanya betina satu ini," cerocos mas Raka panjang lebar. 

Begitulah suamiku. Jika anak sakit selalu saja aku yang disalahkan. Ibu mana yang mau anaknya sakit? Jika bisa, aku ingin menggantikan posisinya. Biar saja aku yang sakit dan Kalila tetap sehat dan ceria. 

"Mana mungkin Adek kasih Kalila makanan sembarangan? Adek masih waras, Mas jangan asal nuduh!" 

Tidak tahan juga selalu disalahkan akhirnya aku ungkapkan semua rasa sakit  hati ini. Istri mana yang tahan setiap hari selalu dibentak, dimaki. Kadang aku berfikir, ingin pergi saja dari rumah ini. 

"Apa yang gak mungkin bagi perempuan gak guna seperti kamu? Bisanya jadi beban aja!" 

Hanya istighfar dan tarikan nafas panjang yang bisa kuberikan. Apapun alasan yang aku katakan tidak ada gunanya di mata mas Raka.  

"Lihat lantai rumah. Sudah berapa bulan tidak kamu pel? Pantas saja anakmu sakit." 

Lelaki egois itu hanya tahu rumahnya bersih saja tanpa dia peduli, bagaimana repotnya seorang Istri. Semua beban rumah tangga seratus persen diserahkan dipundakku.  

Padahal suamiku mempunyai jabatan mentereng dengan gaji dua puluh juta lebih setiap bulan tetapi dia tidak mau membayar asisten rumah tangga. 

"Sudah Adek pel kemarin, Mas. Hari ini tidak sempat karena Kalila menangis terus dan tidak mau ditinggal jadi gak sempat Adek beresin," 

"Alasan." 

"Terserah Mas mau percaya atau tidak. Capek ribut terus!" ucapku seraya membersihkan tumpahan air di lantai. Sementara Kalila baru saja tidur dan masih berada dalam gendongan. Rasanya tulang ini remuk karena menggendong seharian. 

"Mas, minta uang. Kalila mau berobat!" 

"Uang seratus ribu yang kukasih, belum empat hari masak sudah habis?" protesnya.  

"Mas pikir uang segitu cukup buat biaya hidup sehari-hari? Sementara barang-barang serba mahal sekarang!" 

"Kamu aja yang gak pandai ngatur keuangan. Beda sama ibuku! Berapapun aku kasih, selalu cukup!" Diri ini selalu dibanding-bandingkan dengan ibunya. Mana bisa disamakan biaya hidup zaman dulu dengan sekarang! 

"Atau jangan-jangan kau kirim untuk orang tuamu?" Suamiku selalu saja berprasangka buruk terhadap kedua oragtuaku. 

"Uang pensiun ibu sama bapak sudah cukup buat menghidupi mereka berdua dan sekolah Lintang. Malah berlebih, Mas. Buktinya mereka sering mengirimkan Adek uang buat keperluanku sehari-hari."  Lintang merupakan adik bungsuku, dia sekarang sekolah menengah umum dan akan tamat sebulan lagi.

"Halah ... mana ada mereka ngirim uang buat kita. Kamu aja yang ngada-ngadain, biar dibilang orang tuamu kaya?" sinisnya. 

"Seharusnya Mas itu malu karena kehidupan Adek masih disokong orang tua. Sebenarnya Adek ini tanggung jawab Mas. Bukan tanggung jawab orangtua lagi!" diri ini seorang istri tetapi biaya hidup masih tanggung jawab orang tuaku. Keberadaan suami tidak ada gunanya sama sekali dimataku.

"Kenapa mesti malu? Wajarlah orang tuamu mengirim uang, 'kan ada anaknya yang pengangguran disini, hanya makan tidur saja kerjanya," 

"Jadi Mas keberatan menafkahi Adek?" Begitulah setiap hari, perdebatan-perdebatan seperti ini tidak bisa dihindari. Setiap kata yang keluar dari bibir mas Raka sangat menyakiti perasaanku. Padahal membiayai istri dan anak itu merupakan tanggung jawab suami. 

"Bukan keberatan, tetapi sia-sia aku nafkahi kamu! Masakanmu gak ada enaknya sedikitpun. Wujudnya aja gak selera. Kayak makanan bebek. Jadi buat apa susah-susah ngasih kamu uang belanja? Kalau aku mau makan tinggal beli diwarung!" 

"Ya udah kalau begitu. Adek gak usah masak lagi. Mas beli aja diwarung!" 

"Oh, nantang kamu!" 

Aku menggeleng. "Jangan teriak-teriak. Kalila tidur, Mas." 

"Kamu sudah pandai ngatur-ngatur aku sekarang ya? Aku mau teriak, mau lompat-lompat apa urusanmu? Ini rumahku. Kamu itu hanya numpang disini, ya!" mas Raka seakan menunjukkan kekuasaannya dirumah ini. Mentang-mentang aku tidak kerja jadi dia bisa semena-mena. Selalu diremehkan seakan aku ini hanya benalu dalam hidupnya.

"Iya Adek tau cuma numpang, Mas. Tapi masalahnya Kalila sakit, nanti dia bangun dan menangis. Siapa yang repot? Kita juga kan?" 

"Terserah kamu. Aku mau istirahat. Pastikan dirumah ini jangan ada suara bising-bising selama aku tidur." lanjut lelaki berambut ikal itu. 

"Minta dulu seratus ribu buat biaya Kalila berobat." pintaku saat mas Raka hendak masuk kamarnya untuk beritirahat. 

Ya kamarnya. Karena selama melahirkan Kalila, mas Raka tidak mau tidur sekamar denganku. Kata lelaki penyuka kopi hitam itu, dia tidak mau tidurnya terganggu karena Kalila sering terbangun tengah malam dan menangis minta susu. 

Mas Raka juga tidak sanggup mencium bau pesing karena bayi kami masih mengompol.

Suamiku tidak bersedia membeli popok sekali pakai, alasannya kalau popok sekali pakai pemborosan. Makanya, jangan heran jika cucianku selalu banyak setiap hari. Itu pun menyuci harus manual karena jika memakai mesin cuci, tidak bersih katanya. 

"Gak ada uang aku. Kamu bisanya apa sih? Beranak?"

Katanya aku bisanya beranak saja? Memang anak itu dari siapa? Bukankah karena dia minta dilayani tiap malam ditempat tidur, makanya aku beranak? Kenapa aku pula yang disalahkan? Kenapa bukan dia yang seharusnya sadar diri hanya memikirkan selangkangan saja?  

"Mas,  

"Udah sana ..." usir mas Raka dengan mengibaskan tangannya seolah-olah sedang mengusir ternak masuk pekarangannya.  

"Mas, tolonglah! Sekali ini saja. Besok-besok akan saya usahakan sendiri uangnya." Aku bersumpah, setelah ini tidak akan lagi aku mengemis uang sama lelaki yang berstatus suami itu. Begitu rendahnya harga diriku dimata mas Raka. 

"Dasar pengemis! Merendahkan harga diri, demi uang seratus ribu. Miris!" Lelakiku tidak sadar, kewajiban menafkahi anak dan istri itu kewajiban dia. Jadi untuk apa menikah kalau aku harus pontang panting mencari uang sendiri? Hanya menjadi teman tidurnya saja? Murah sekali harga diriku, setingkat pelacur saja dibayar setelah melayani laki-laki. Lah aku? Jadi pembantu sekaligus pelacur gratis!  

Kadang timbul penyesalan, kenapa aku bersedia menikah dengan lelaki pelit bin medit seperti mas Raka. Lebih sedih lagi, mas Raka yang tidak pernah menghargai wanita. Dimata dia, wanita itu hanya manusia bodoh tempat melampiaskan nafsu saja.  

"Otakmu dipake! Untuk apa ijazah sarjanamu kalau itu aja kamu gak bisa atasi? Nampaknya Kamu sekolah hanya sampai pintu gerbang saja ya? Dan lulus karena dosenmu sudah muak melihat mahasiswa abadi macam kamu!" Hinanya lagi.   

Dulu, aku disuruh berhenti bekerja karena menurut mas Raka wanita itu tugasnya mengurus suami dan anak saja dirumah. Lelaki yang berkewajiban bekerja. Dan dengan bodohnya aku menuruti semua saran lelaki yang sudah menghalalkan aku tiga tahun yang lalu.  

"Beginilah akibat lulus sarjana karena ditendang!"  

Aku menahan diri untuk tidak mencebik, tak berdecak atau sekedar menatap matanya. Aku hanya menunduk menutupi embun yang menumpuk disudut mata ini. Aku tidak ingin mas Raka melihat mata ini menangis. Diri ini tidak ingin nampak lemah dimata dia.  

Istri mana yang tahan jika setiap hari mendengar hinaan, bagaikan seorang gembel yang butuh dikasihani? Ingin rasanya aku pergi dari rumah yang kurasakan bagaikan neraka ini.  

Namun, aku tidak mempunyai keberanian karena diri ini tidak memiliki penghasilan sendiri. Aku takut, bagaimana nanti bisa menghidupi Kalila seorang diri.  

"Adek memang bodoh, Mas. Tapi bukan berarti Mas bisa leluasa menghina. Adek memang tidak mencari duit sendiri. Kalau gak ada Mas yang kasih makan, mungkin Adek akan mati kelaparan. Tapi apa karena itu, Mas sampai semena-mena terhadap istri yang bodoh ini? Adek bukan budak yang bisa Mas perlakukan seenak hati!!" ujarku kesal. Tiba-tiba muncul keberanian untuk mengutarakan isi hati ini.  

Tak terasa air mata berderai membasahi pipi. Secepat kilat aku seka, jangan sampai terlihat oleh mas Raka. 

Selama dua puluh empat tahun hidup dengan orang tuaku, tidak pernah sedikitpun dimarahi oleh mereka apalagi sampai membentak. Mereka menyayangi dengan sepenuh hati. Berbeda jauh dengan suamiku. Dia memperlakukan diri ini bagaikan budak belian yang tidak ada harganya sama sekali. Mungkin dia merasa sudah rugi telah membayar mahar, jadi biar balik modal makanya dia semena-mena terhadap istri.  

"Adek tau diri. Adek bukan wanita pintar dan juga tidak ada istimewanya. Hanya perempuan bodoh!" ujarku. Rasanya sesak di dalam dada ini, bagaikan ditimpa batu berton-ton.  

"Bagus kalau kamu sadar!" 

"Lagi pula nafkah dalam rumah tangga kewajiban suami,  bukan istri! Kalau Mas tidak mau menafkahi anak dan istri, gak usah menikah. Mas bayar saja pelacur!"

"Sudah lancang kamu!"  

"Mas yang membuat Adek lancang!" Uang seratus ribu saja susah keluar dari dompetnya, padahal bukan untukku melainkan berobat Kalila. Dasar pelit.

"Kalau kamu tidak bisa mengurus Kalila, besok aku suruh ibu kemari!" Kemudian mas Raka melempar uang merah ke wajahku.

Related chapters

  • SUKSESNYA ISTRI YANG DIREMEHKAN   Bab 2. Hasutan mertua

    "Makanya, anakmu dikasih makan pisang, jadi dia tidak rewel terus! Biar anteng dan kamu pun bisa mengerjakan yang lainnya!" saran ibu mertua saat mendengar Kalila hanya menangis saja dan aku tolak mentah-mentah. Bukan aku tidak mendengar nasehat orang tua. Namun, saran mertua yang ini, sangat berbahaya bagi kesehatan anakku. Pernah, anak tetangga setelah diberikan pisang oleh neneknya, anak itu beraknya bercampur darah. Dan aku tidak mau kejadian itu menimpa Kalila. "Kalila masih terlalu kecil, Bu. Dia belum boleh makan makanan selain ASI, anak umur segitu makanan yang sehat dan aman untuk tubuhnya hanya ASI. Tidak ada yang lain," jawabku. "Siapa bilang! Anak-anak Ibu, baru sehari lahir, owek owek, langsung Ibu kasih makan pisang. Buktinya mereka sehat-sehat sampai sekarang! Perempuan-perempuan sekarang kebanyakan teori. Akhirnya begini jadinya kan?" Ibu membandingkan wanita zaman dulu dengan zaman sekarang. Ya mana bisa. Wanita sekarang sudah cerdas-cerdas. Kalau pun hanya tamat

    Last Updated : 2023-12-05
  • SUKSESNYA ISTRI YANG DIREMEHKAN   Bab 3. Ancaman Mas Raka

    "Jam segini kamu belum masak, Risma? Apa saja kerja kamu seharian? Bagaimana mau betah suamimu dirumah?" tanya mertua saat membuka tutup saji dan melihat isinya kosong disana. Enak saja beliau kalau berbicara, tidak melihat bagaimana kondisi menantunya yang kerepotan mengurus bayi. Sementara dia itu, bukannya membantu malah bertandang ke rumah-rumah tetangga. Bergosip ria. "Belum, Bu. Kalila tidak mau ditinggal sendirian." Anakku masih bayi, entah kenapa kalau ditinggal selalu saja rewel. Minta digendong bahkan kalau dia tidur harus ada orang yang menemaninya. "Makanya anak kamu jangan terlalu dimanjai. Sedikit-sedikit gendong. Jadinya bau tangan kan?" Protes mertua. Wajarlah aku menggendong Kalila jika menangis, masak aku lihatin aja. Aneh. Tiba-tiba saja mertua membanting pintu kamar, spontan saja bayi empat bulan itu tersentak kaget sehingga dia menangis histeris. "Ibu, pelan-pelan dong tutup pintunya. Kalila kaget! Jadi menangis!" teriakku kesal. Jangankan membantu. Kehadiran

    Last Updated : 2023-12-05
  • SUKSESNYA ISTRI YANG DIREMEHKAN   Bab 4. Berjumpa sepupu

    "Ya sudah. Kalau Mas mau mencari istri lain. Silahkan. Adek tidak bisa melarangnya!" ujarku seraya melangkah masuk kamar, meninggalkan mereka bertiga yang masih melongo diruang makan. Jadi perempuan itu dituntut menjadi makhluk yang sempurna. Wanita dituntut harus bisa memasak, mencuci, mengurus anak dan suami. Harus pandai merawat diri. Harus mengurus mertua dan juga harus pandai mengatur keuangan dalam rumah tangganya. Jika tidak suami akan mencari istri kedua, ketiga dan seterusnya. Haruskah begitu? Istri saja yang dituntut sempurna sementara lelaki tidak perlu! Tidak adil bukan? "Nanti kamu menyesal! Kamu pikir, enak menjadi janda? Ibu yakin seribu persen tidak ada pria yang mau menikahimu! Jangankan menikahi, mendekat aja, ogah!" hina ibu mertua dengan tatapan sinis. "Risma malah bahagia bisa lepas dari mas Rama, Bu. Apa yang bisa dibanggakan lelaki pelit seperti dia? Bukan kebahagiaan yang saya dapat selama menikah dengannya tetapi penderitaan yang tidak kunjung usai." hinak

    Last Updated : 2023-12-05
  • SUKSESNYA ISTRI YANG DIREMEHKAN   Bab 5. Sekantor Dengan Mantan

    "Gimana, Tih penampilanku?" tanyaku pada Ratih. Jujur aku sangat deg-degan karena hari ini merupakan hari pertama aku bekerja diperusahaan keluarga Hadiningrat."Kamu sangat cantik memakai baju itu, Ris. Aku gak bohong!" jawab Ratih jujur. "Duh ... nervous. Sudah lama tidak pernah berinteraksi dengan orang banyak." Ternyata aku katrok juga ya. Dari tadi mondar mandir saja didepan cermin demi memastikan penampilan."Tenang. Jalani saja! Semua akan baik-baik saja!" Ratih terus memberikan semangat untukku."Aku mundur saja, Tih." ujarku minder."Kok mundur sih? Emang mau balikan sama suamimu?" tanya Ratih dan aku menjawab dengan menggeleng."Buktikan pada dia kamu bisa hidup tanpa dia. Emang kamu mau diremehkan terus?" Ucapan Ratih membuat aku bersemangat untuk menjadi wanita sukses. Aku tidak mau diremehkan lagi.Setelah berpamitan pada bik Arum dan Kalila, aku langsung mengikuti langkah kaki Ratih menuju ke perusahaan tempat dimana aku akan bekerja.Barisan mobil mewah para karyawan

    Last Updated : 2023-12-05
  • SUKSESNYA ISTRI YANG DIREMEHKAN   Bab 6. Pertengkaran Tidak Bisa Dihindari

    "Keluar dari ruangan Saya sekarang!" Aku berdiri dan menunjuk dengan telunjuk kiri kearah pintu dengan amarah yang meledak-ledak. Enak saja dia mengatakan aku wanita kesepian yang sedang butuh belaiannya. Dasar lelaki tidak tahu malu."Risma, ayolah. Mas juga rindu sama kamu. Lupakan pertengkaran kita kemarin. Lupakan juga pengusiran itu. Mari kita perbaiki kembali rumah tangga kita yang sudah hampir hancur ini." Mas Raka bangkit dan berusaha memeluk tubuh ini, segera aku dorong kuat sehingga membuat dia hampir saja terjerembat jatuh."Rindu kau bilang, hah. Lalu pelacur yang kau gandeng tadi pagi itu siapa? Apa dia gak bisa melayani kamu lagi? Sedang datang bulan atau jangan-jangan dia sudah kena penyakit kelamin?" ejekku sinis."Rita itu hanya sekretaris Mas. Jadi wajarlah kemana-kemana kami selalu bersama!" bela mas Raka, dia berusaha meraih tangan ini tetapi aku menepisnya."Wow, wajar kamu bilang? Bergandengan tangan dengan lawan jenis itu wajar? Apakah seorang sekretaris wajar m

    Last Updated : 2024-01-19
  • SUKSESNYA ISTRI YANG DIREMEHKAN   Bab 7. Hari Yang Melelahkan

    "Jadi Ibu cemburu Aku berdekatan dengan Mas Raka?" tanya wanita bernama Rita saat bertemu di area parkir perusahaan. Saat ini aku sedang menunggu Ratih. Sudah sepuluh menit lebih anak itu belum turun juga. Tiba-tiba saja dihampiri sama mak Lampir yang konon katanya aku cemburu karena dia lebih cantik dariku. Kalau dia merasa cantik tidak akan mau mengambil suami orang. Seharusnya dia mendapat pria mapan dan masih lajang tentunya. Bukan mas Raka yamg pelitnya melebihi pak Raden di serial si Unyil."Cemburu? Apa yang aku cemburui dari kamu? Cantik pun enggak, pinter apalagi," sinisku membuat wajahnya memerah menahan emosi."Halah jangan bohong, Bu. Aku bisa melihat dari cara Ibu menatap mas Raka. Ibu masih begitu mencintainya 'kan?" tebakan Rita sangat jauh berbeda dengan isi hatiku yang sebenarnya terhadap mas Raka. Biarkan saja dia berandai-andai. Nanti kan capek sendiri."Kamu mau sama bekas aku? Ambil saja! Aku gak suka barang rongsokan seperti Raka!" ujarku seraya mengedarkan pand

    Last Updated : 2024-01-19
  • SUKSESNYA ISTRI YANG DIREMEHKAN   Bab 8. Pulang ke Rumah Ibu

    "Rat, aku mau kerumah ibu sebentar. Boleh aku minta tolong antar aku kesana?" pintaku pada Ratih. Hari ini merupakan hari sabtu dan aku berencana akan menginap di rumah ibu nanti malam. Sekedar melepaskan rindu karena kami sudah lama tidak bertemu."Bisa lah. Apa yang gak bisa untuk sepupuku yang cantik ini." jawab Ratih sambil menepuk pelan pundak ini."Gak merepotkan kamu kan?" tanyaku memastikan. Aku takut Ratih ada acara yangbakan terganggu karena mengantar aku kerumah ibu."Tidak ada acara apa-apa. Paling nanti sore aku ada acara dengan pak Arkan membahas proyek," ucapnya dengan tatapan berbinar-binar."Proyek apa, Rat? Buat bayi?" candaku. Ratih jadi salah tingkah mendengar candaanku. Baru bercanda aja sudah kegeeran. Bagaimana kalau dia betulan menikah dengan pak Arkan ya? Bisa berputar bumi ini kurasa."Mau diantar gak? Tak tinggalin nanti!" ancam Rasti seraya tersenyum. Halah ... dicandain aja sudah bahagia setengah mati. Ratih ... Ratih."Aku siap-siap dulu ya?" pamitku sera

    Last Updated : 2024-01-20
  • SUKSESNYA ISTRI YANG DIREMEHKAN   Bab 9. Ke Salon

    "Jadi pulang hari ini, Ris?" tanya Ratih saat sudah sampai ke rumahku. Saat ini ibu sedang pergi dengan Kalila kerumah sepupu ibu yang berada sekitar sepuluh kilometer dari rumah kami. "Jadi, Rat." jawabku. Saat ini, aku bukan tidak mau tinggal di rumah ibu, tapi mengingat jarak kantor tempatku bekerja dengan rumah ibu sangat jauh.Jadi terpaksa aku harus tinggal bersama bibik Arum. Beruntung aku memiliki saudara yang sangat baik hati itu. Coba kalau seandainya di kisah sinetron ikan terbang, tidak dapat aku bayangkan deh."Kalila mana?" tanya Ratih lagi. "Dibawa ibu jalan-jalan." jawabku."Hmmm ..." sepertinya Ratih ingin mengatakan sesuatu tetapi dia segan sama ibu atau ayahku."Ris, kamu tau gak!" Ratih mengedarkan pandangannya seluruh ruangan. Setelah dia lihat tidak ada satu orangpun, dia mendekatiku dan berbisik."Kayaknya Raka bakal dipecat sama pak Aslan!" Aku terkejut mendengarkan berita yang dibawa oleh Ratih."Tapi nampaknya Pak Aslan masih menelusuri kemana uang perusah

    Last Updated : 2024-01-20

Latest chapter

  • SUKSESNYA ISTRI YANG DIREMEHKAN   Bab 50

    Matahari Bali menyambut hangat saat aku dan Mas Aslan tiba di bandara. Angin tropis yang lembut menyapu wajahku, membuatku langsung merasa rileks. Mas Aslan menggenggam tanganku erat, senyum lebar terukir di wajahnya. Dia tampak sangat bahagia, dan itu membuatku merasa tenang."Selamat datang di Bali, sayang," ujarnya dengan suara lembut.Aku mengangguk, senyumku tak pernah lepas. "Aku sudah tak sabar menjelajah tempat ini denganmu."Kami naik mobil menuju vila pribadi di Ubud, tempat yang dikelilingi hutan dan sawah hijau. Vila itu tampak begitu tenang, dengan kolam renang pribadi dan pemandangan alam yang menakjubkan. Sesampainya di sana, kami disambut oleh staf vila yang ramah. Vila ini terasa seperti surga tersembunyi, jauh dari hiruk pikuk kota.Mas Aslan segera menarikku ke teras, di mana pemandangan hamparan sawah membentang di depan kami. Langit cerah dengan awan putih yang menggantung di kejauhan. "Ini indah sekali," gumamku sambil menyandarkan kepala di pundaknya."Iya, tap

  • SUKSESNYA ISTRI YANG DIREMEHKAN   Bab 49

    Sinar matahari pagi masuk dari celah tirai kamar, membangunkan aku dari tidur. Di sebelahku, Mas Aslan masih tertidur lelap. Aku tersenyum memandang wajahnya yang tampak damai. Tapi, pikiranku sudah melayang pada sesuatu yang harus segera aku lakukan, meminta izin kepada Kalila, putri kecil aku sama mas Raka, untuk pergi berlibur hanya bersama Mas Aslan selama tiga hari.Dengan hati-hati, aku bangun dari tempat tidur dan berjalan keluar kamar menuju kamar Kalila. Dia pasti sudah bangun. Setiap pagi, Kalila selalu bangun lebih awal untuk bermain dengan mainannya di ruang tamu atau menonton kartun kesukaannya. Benar saja, begitu aku membuka pintu kamar, aku melihat Kalila duduk di sofa dengan boneka beruang di tangannya, matanya terpaku pada layar TV yang menampilkan kartun favoritnya.“Pagi, Sayang,” sapaku sambil berjalan mendekat dan duduk di sampingnya.Kalila menoleh dan tersenyum lebar. “Pagi, Mama!”Aku memeluknya erat, lalu mencium pipinya. "Lagi nonton apa nih?"“Nonton kartun!

  • SUKSESNYA ISTRI YANG DIREMEHKAN   Bab 48. Rencana bulan madu

    Sinar matahari menerobos tirai kamarku, membangunkanku dengan lembut. Di sampingku, mas Aslan masih terlelap, wajahnya terlihat tenang. Aku tersenyum tipis, teringat kejadian kemarin saat kami resmi menikah. Rasanya seperti mimpi, bisa bersama pria yang dulu hanya aku lihat sebagai atasan. Tapi, hidup memang penuh kejutan, bukan?Setelah mandi dan bersiap, aku melirik ke arah jam dinding. "Waktunya bangunin suami gantrngku," gumamku. Dengan hati-hati, aku mendekati mas Aslan, lalu menyenggol bahunya pelan."Sayang, bangun, Say. Kita harus berangkat ke kantor," bisikku ditelinganya.Ia bergumam pelan, matanya masih terpejam. "Lima menit lagi, ya? Mas masih mengabtuk sekali ni! ..."Aku menggeleng, lalu sedikit menggelitik perutnya. "Nggak ada lima menit lagi. Ayo bangun!"Ia tertawa kecil, akhirnya membuka mata dan menatapku. "Baiklah, baiklah. Kamu memang nggak bisa ditolak."Pagi itu kami berdua berangkat ke kantor seperti biasa. Meskipun kami sekarang sudah resmi menikah, rutinitas

  • SUKSESNYA ISTRI YANG DIREMEHKAN   Bab 47

    “Aku ingin Kalila tinggal bersamaku, Risma.”Kalimat itu langsung menghantam hatiku seperti petir di siang bolong. Aku menelan ludah, berusaha mengendalikan diri.“Mas, Kalila adalah hidupku. Dia nyawaku. Aku tidak bisa membayangkan hidup tanpa dia,” jawabku tegas namun tetap menjaga nada suaraku agar tidak terdengar terlalu emosional.Mas Raka menghela napas berat. “Aku tahu kamu sayang sama dia, Risma. Aku juga sayang sama Kalila. Tapi aku pikir, sudah waktunya dia tinggal denganku. Aku ingin lebih terlibat dalam hidupnya. Selama ini, aku merasa jauh dari dia, dan aku tahu itu salahku. Tapi aku mau memperbaikinya.”Aku bisa melihat kejujuran di matanya, tapi itu tidak membuat permintaannya lebih mudah kuterima. Aku menggenggam tanganku erat-erat, berusaha menahan emosi yang mulai membuncah.“Mas, selama ini aku yang membesarkan Kalila sendirian. Aku tahu kamu ayahnya, dan aku tidak pernah melarang Kalila bertemu denganmu. Tapi Kaluka butuh stabilitas, dia butuh merasa aman. Selama

  • SUKSESNYA ISTRI YANG DIREMEHKAN   Bab 46. Cobaan Datang Bertubi-tubi

    Di tengah kabut duka itu, berita lain yang tak kalah menyakitkan datang. Mantan ibu mertuaku, ditemukan meninggal setelah melompat dari jembatan. Ia diketahui mengalami depresi berat sejak putri satu-satunya meninggal secara tragis."Mas, mantan ibu mertua Risma meninggal!" Aku memberitahukan berita duka ini pada mas Aslan."Innalillahiwainnailaihi rojiun! Sakit apa?" Mas Aslan juga kaget mendengar berita duka bertubi-tubi seperti ini. Baru saja tadi pagi berita kematian Rani, sekarang ibunya menyusul"Bvnvh diri nampaknya. Beliau lompat dari jembatan, Mas!""Apa?""Beliau malu Rani hamil diluar nikah! Jadinya stres dan depresi. Akhirnya gak sanggup, ya lompat dari jembatan!" jawabku lagi."Kasihan, ya!""Hmmm! Boleh Risma melayat, Mas?" tanyaku. Aku sih tidak memaksa jika mas Aslan melarangnya, cuma sekedar mengucapkan belasungkawa saja pada mantan suamiku."Boleh-boleh aja, sih! Apa perlu Mas antar?" "Gak usah, Mas. Sebentar lagi Mas mau meeting, kan? Kalau Risma pergi sendiri, apa

  • SUKSESNYA ISTRI YANG DIREMEHKAN   Bab 45. Keputusan konyol

    "Aku hamil," tiba-tiba Rani berkata dengan suara bergetar, tapi jelas. Matanya mulai basah dengan air mata."Mas ... kamu harus bertanggung jawab."Kalimat itu membuat suasana di meja mereka mendadak hening. Wajah istri Bayu tampak kaget, sementara Bayu hanya bisa menunduk. Aku menahan napas, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya."Rani, jangan begitu..." kata Bayu akhirnya, suaranya rendah dan penuh rasa bersalah. "Aku nggak bisa bertanggung jawab. Ini... ini semua terlalu rumit.""Terus apa maksud kamu, Bayu?" Rani tidak bisa menahan emosinya lagi. "Aku ini mengandung anak kamu! Apa kamu mau lepas tangan begitu saja?"Bayu tampak semakin terpojok. Dia berusaha menghindari tatapan Rani, sementara istrinya berdiri di sana dengan mata terbuka lebar, seolah-olah tidak percaya apa yang baru saja dia dengar. Wajahnya mulai memerah, dan aku tahu, badai yang lebih besar akan segera datang."Bayu!" teriak istrinya. "Apa maksudnya ini? Dia hamil anak kamu? Kamu pikir aku bisa terima in

  • SUKSESNYA ISTRI YANG DIREMEHKAN   Bab 44. Pertengkaran tidak bisa dihindarkan

    Rani dan pria itu tampak sangat mesra. Tangan mereka saling berpegangan di atas meja, sementara senyum tak pernah lepas dari wajah mereka. Pria itu sesekali membisikkan sesuatu di telinga Rani, yang membuatnya tertawa kecil.Selama beberapa saat, aku hanya bisa memandangi mereka. Kenangan tentang masa lalu dengan keluarga mantan suamiku menari-nari dalam ingatanku. Aku teringat betapa sombong dan angkuhnya Rani terhadapku, dulu. Mereka memperlakukan aku seperti babu walapun dirumahku sendiri.Setelah perceraian itu aku tidak pernah berjumpa mereka lagi. Aku tidak pernah menyangka akan melihat Rani dalam situasi seperti ini, apalagi dengan pria yang usianya jauh di atasnya."Itu, bukannya mantan adik iparmu, Sayang?" tanya mas Aslan dengan penuh kehati-hatian. "Hmmm!" Aku tersenyum miris melihat kelakuan mantan adik iparku. Dulu dia menginginkan mas Aslan untuk menjadi pendamping hidupnya. Sekarang, karena mas Aslan menolaknya dia malah mencari pria tua yang penting kaya."Mas kenal

  • SUKSESNYA ISTRI YANG DIREMEHKAN   Bab 43. Berjumpa Mantan Adik Ipar

    "Kalau kita menikah karena digrebek, bukan kita saja yang malu, Mas. Anak-anak kita kelak juga akan menaggung malu!" jelasku sama pak Aslan. Aku tidak pernah menginginkan hal memalukan itu terjadi dalam kehidupan aku. Pak.Aslan tersentum tatkala aku jelaskan. Sepertinya dia sudah tahu tapi pura-pura saja biar diajari terus masalah agama sama calon istrinya. "Habisnya menunggu tiga minggu itu sangat lama, Risma. Aku tidak sabar menanti hari itu tiba!" ujar pak Aslan dengan wajah penuh harap. Lucu sekali melihat pak Aslan, bagaikan anak kecil yang sedang meminta mainan sama mamanya. "Gak lama tuh tiga minggu! Sebentar saja, Mas!" Aku memberi pengertian pada pria berhidung mancung itu. "Ya deh nyonya Aslan. Mas pamit pulang dulunya?" ujarnya seraya membuka pintu mobil. "Tolong jaga asupan gizi buat anakku. Beri yang terbaik untuknya sebelum Mas yang ambil alih menjaga dan memenuhi kebutuhan permata hatiku itu!" Demi apapun aku sangat terharu mendengar perkataan yang keluar dari bib

  • SUKSESNYA ISTRI YANG DIREMEHKAN   Bab 42. Ingin Segera Menikah

    "Apa maksud kamu bicara seperti itu? Kamu hendak merebut istri aku?" tanyaku kesal.Enak saja Andre memuji calon istri aku. Dia sedikitpun tidak menghargai aku sebagai calon suami Risma. Pria yang jelas paman baginya walaupun paman jauh. "Bukan begitu, Pak. Tolong carikan Saya istri secantik istri Bapak. Buat apa Saya merebut istri orang? Aku bukan tipe pria seperti itu, Pak." Andre menjelaskan duduk persoalannya. Ternyata dia takut juga melihat aku marah-marah. "Emang kamu mau menikah dengan janda? Calon istri saya ini janda loh?" ujarku. Bukan maksud menghina Risma sih sebenarnya. Tapi aku bangga karena biarpun sudah menjadi janda Risma masih juga menarik. Dimataku dia sangat cantik, kalah gadis perawan pokoknya. "Janda?" tanya Andre dan aku menganggu sebagai tanda merespon. "Walaupun janda tapi tidak nampak ya, Pak? Masih cantik juga. Seperti gadis belia." puji Andre. Bagiku semua itu bukan oujian sih. Tapi kenyataannya. "Bapak ya. Tau aja janda cantik." "Ya taulah. Namanya j

DMCA.com Protection Status