Christ mencuri pandang pada arloji melekat di pergelangan tangannya. Jam menunjukkan pukul empat sore. Ia baru saja menyelesaikan pekerjaannya di pusat research Mars, ia seorang peneliti. Hari ini ia tidak bekerja sampai larut malam karena dirinya memutuskan berhenti dari pekerjaannya untuk sementara waktu karena hasratnya untuk meneliti Bumi yang semakin memuncak. Rasa keingintahuannya benar-benar sudah melewati batas normal. Ia tidak akan menahan diri lagi. Ia sudah mengirimkan surat lamaran berserta berkas lainnya yang dibutuhkan ke bagian Earth Research Asosiation. ERA adalah lembaga yang dibentuk presiden Mars dan Venus lima tahun yang lalu, lembaga ini bertugas untuk meneliti Bumi. Jarang terdapat penduduk Mars yang berminat untuk bergabung, tetapi jauh berbeda dengan Christ. Ia sangat menggebu-gebu.
“Telepon masuk tuan.”
Christ melihat layar kecil di mobilnya. Ia tidak mengenali nomor tersebut, tetapi ia mengenal nomornya karena seperti nomor pemerintahan.
“Jawab.”
“Kami dari Earth Research Asosiation. Atasan kami ingin bertemu dengan tuan Christ siang ini di six tower building, lantai enam jam lima sore. Selamat siang dan terima kasih.” Sambungan langsung terputus.
Tulang rawan hidungnya sedikit mengkerat kelimpungan. “Bukannya pengumumannya bulan depan?” gumam Christ pada dirinya sendiri.
Ia merasa sedikit sangsi karena ia baru saja mengirimkan berkasnya tadi malam dan seharusnya pengumuman ia diterima atau tidak, baru keluar bulan depan.
***
Gerald duduk di kursi kayunya sambil memegang palet ditangan kirinya dan kuas Lukis di tangan satunya. Sudah empat jam ia bermukim di depan kanvasnya, tetapi tak ada satu pun inspirasi yang singgah di dalam pikirannya. Ia mendesis frustasi dan meletakkan alat-alat lukisnya di meja. Gerald bangkit lalu membuka sedikit pintunya agar menciptakan celah kecil untuk mengintai penduduk Venus yang sedang bersemanyam di apartemennya. Ia hanya sedikit penasaran dengan keadaan Natasha. Maniknya menangkap wanita itu sedang tertidur di sofanya dengan posisi duduk dan menyandarkan kepalanya disandaran sofa. Gerald sedikit meringis karena melihat posisi Natasha yang terlihat kurang nyaman.
Sejak tadi Gerald sudah mengajak Natasha untuk berbincang. Namun, tak ada sahutan yang keluar dari ranum Natasha, wanita itu masih setia untuk diam dan tak mengeluarkan sepatah kata pun. Gerald tahu jika Natasha pasti merasa tak nyaman karena dirinya merasa kalau ini penculikan, tetapi ini semua bukanlah sepenuhnya salah Gerald. Tatkala Gerald dan Calvin membuat taruhan, ia bertaruh jika Calvin berhasil membawa satu wanita dari Venus untuk ia lukis, ia akan memberikan apa pun yang Calvin minta. Awalnya ia kira Calvin tidak akan benar-benar melakukan taruhan berbahaya ini, tetapi ternyata temannya benar-benar membawa seorang wanita. Ia memang bodoh karena sedikit terselap bahwa Calvin sedikit tidak memiliki akal yang waras.
Gerald membuka pintu lebih lebar dan melangkah keluar. Ia memang pernah melihat wanita, tetapi itu sudah lama sekali sejak kebijakan pemisahan gender tiga puluh lima tahun lalu. Ini adalah pertama kalinya ia melihat wanita secara nyata lagi setelah puluhan tahun berlalu. Ia tidak tahu bagaimana perasaannya sekarang. Gerald hanya dapat menatap wanita di hadapannya. Wanita itu terlihat tenang dengan mata terkatup. Entah apa yang dipirkan Gerald, tetapi wanita di hadapannya membut bilah bibirnya membentuk senyuman.
Tiba-tiba saja wanita itu membuka matanya dan melihat Gerald yang sedang duduk di sampingnya. Matanya langsung membulat terkesiap, lantas bergeser mengambil jarak.
Gerald yang merasa bahwa Natasha menunjukkan ketidaknyamanan, segera membuka mulutnya. “Aku tidak akan melakukan apa pun padamu. Aku hanya ingin membangunkanmu karena kau terlihat tidak nyaman tertidur dengan posisi seperti itu,” jelasnya cepat.
Natasha terpegun dan menatap Gerald dengan tatapan yang tidak dapat diartikan. “Aku baik-baik saja. Aku hanya ingin kembali ke planetku.”
Gerald menghembuskan napas lembut. “Maafkan aku karena aku seperti penculik, tetapi aku janji kau akan kembali tiga hari lagi dan maaf jika aku terkesan tidak sopan, tetapi apakah aku boleh melukismu?” tanyanya dengan ragu dan berhati-hati.
Natasha terlihat menimbang-nimbang permintaan Gerald, tetapi sebelum ia menjawab, sesuatu mengganggu percakapan mereka.
“Telepon masuk tuan.”
Gerald mengalihkan pandangannya dan menekan cincinnya. Sebuah ponsel hologram muncul di hadapannya. Alis Gerald sedikit berkerut karena ia tidak mengenal nomor yang masuk. Namun, Gerald memutuskan tetap mengangkat nomor tak dikenal tersebut.
“Kami dari Asosiasi Pelanggaran Penduduk Mars. Atasan kami ingin bertemu dengan Tuan Gerald dan Nona Natasha siang ini di six tower building, lantai enam jam lima sore. Selamat siang dan terima kasih.” Sambungan langsung terputus.
Hologram di hadapan Gerald menghilang dan menyisakan Gerald yang sedang membeku tidak berkutik di tempatnya.
Natasha menepuk pelan pundak Gerald. “Apakah kau baik-baik saja? Sepertinya kau ketahuan pemerintahan Mars.”
Gerald menatap Natasha dengan ragu. Ia menyandarkan punggungnya di sandaran sofa. “Sepertinya kita harus bersiap-siap ke sana.”
***
Langkah Calvin membawa dirinya ke dalam Six Tower Building. Dengan tergesa-gesa segera mencari keberadaan lift. Ia masuk ke dalam lift lalu menekan angka enam. Sebelum lift tertutup, sontak saja ada sepasang tangan yang mencegah lift itu tertutup. Calvin hanya menilik pria itu sebentar dan kembali fokus dengan pikirannya sendiri. Sebenarnya Calvin tidak takut jika di pecat karena ia adalah anak presiden wilayah singapur. Ia hanya sangsi kenapa ia bisa tertangkap basah, padahal ia sudah menjalankan seluruh rencana dengan semulus mungkin. Calvin menghelas napas berat dan kembali sibuk dengan lamunannya.
Christ turun dari mobilnya dan memberikan kuncinya kepada valet. Ia melangkahkan tungkai jenjangnya masuk ke dalam Six Tower Building. Christ mempercepat langkahnya dan menahan pintu lift agar tidak tertutup. Pintu lift kembali terbuka dan menampakkan seorang pria yang sepertinya seumuran dengannya. Ia melangkah masuk ke dalam lift, tetapi ketika ia ingin menekan angka enam, angka enam itu sudah di tekan. Akhirnya ia hanya diam dan menunggu dirinya sampai di lantai enam.
Christ dan Calvin keluar di lantai yang sama. Mereka berdua menghampiri meja resepsionis lantai enam.
Calvin menoleh dan melihat Christ. “Silahkan anda duluan saja,” tawar Calvin.
Christ tersenyum sopan dan mengangguk. “Permisi. Saya Christ, ERA menelpon saya dan meminta saya untuk datang ke sini.”
“Tuan Christ dapat masuk ke ruangan di hadapan saya ini,” jelasnya sambil menunjukkan ruangannya.
Christ mengangguk mengerti lalu menoleh dan kembali tersenyum sopan kepada Calvin. “Saya duluan.”
Calvin hanya mengangguk kecil lalu kembali menatap resepsionis di hadapannya. “Saya Calvin. Asosiasi Pelanggaran Penduduk Mars menelpon dan meminta saya untuk datang.”
“Tuan Calvin dapat masuk ke ruangan yang sama dengan Tuan Christ.”
Alis Calvin sedikit berkerut. Walaupun begitu ia memutuskan untuk mengikuti ucapan resepsionis itu. Ia berjalan menghampiri pintu coklat besar itu dan membukanya. Sontak ia langsung melihat pria yang tadi ia temui di lift. Pria itu sedang duduk di salah satu sofa sambil menunduk.
Christ mengangkat kepalanya saat merasakan seseorang sedang duduk di sampingnya. “Oh. Anda orang yang tadi. Kau juga ada urusan dengan ERA?” tanyanya ramah.
Calvin langsung menggeleng sopan. “Bukan. Aku di sini karena di panggil Asosiasi Pelanggaran Penduduk Mars,” jelasnya acuh tak acuh.
Jawaban yang diberikan Calvin membuat Christ menjadi enggan untuk mengajak Calvin berbincang.
Gerald dan Natasha berjalan masuk ke dalam Six Tower Building. Mereka berjalan dengan langkah terburu-buru. Mereka langsung menahan lift yang akan tertutup tanpa basa-basi. Sebenarnya Gerald sedikit merasa takut jika ada yang menyadari bahwa makhluk di samping dirinya adalah seorang wanita, walaupun pada kenyataan penduduk Mars hanya memandang Natasha biasa karena tampilan Natasha layaknya seperti seorang pria, tetapi Gerald saja berpikir terlalu jauh.
Mereka berdua sampai di lantai enam dan langsung menghampiri resepsionis dengan tergesa-gesa.
“Saya Gerald. Asosiasi Pelanggaran Pendudukan Mars menelpon saya dan meminta saya datang,” jelasnya dengan terburu-buru.
“Tuan Gerald dan Nona Natasha bisa masuk ke dalam pintu di hadapan saya,” tukasnya sambil tersenyum ramah, tetapi malah terkesan menyeramkan untuk Gerald.
Gerald terpegun diam membeku di tempatnya tatkala mendengar resepsionis di hadapannya mengucapkan nama Natasha. Natasha pun mengalami hal yang sama, ia tertegun dan tidak bisa mengatakan apa pun selain terdiam dengan manik mata melebar.
“Ba-bagaimana bisa anda mengetahuinya?” tanya Gerald dengan suara sedikit bergetar.
Resepsionis itu hanya menyunggingkan senyumannya. “Silahkan. Kalian sudah di tunggu.” Tanpa berniat menjawab pertanyaan yang Gerald lontarkan.
Akhirnya Gerald dan Natasha memutuskan untuk masuk ke dalam sebuah pintu bercorak hitam legam sembari berusaha menormalkan detak jantung mereka. Mereka mendapati dua orang pria sedang terduduk di sofa dengan raut pelik. Gerald merasa dirinya semakin lunglai saat ia menyadari bahwa satu diantara dua pria itu adalah Calvin. Temannya.
Christ dan Calvin masih diam sampai akhirnya suara pintu terbuka mengalihkan pikiran mereka. Mereka berdua melayangkan pandangannya ke pintu dan melihat dua orang manusia masuk ke dalam. Christ terlihat biasa saja saat melihat pria itu, tetapi Calvin merasa langsung lenyai. Ia dan Gerald saling bertukar pandang dengan sorot mata gusar.
Gerald menghampiri salah satu kursi dan mendudukkan dirinya bersama dengan Natasha yang senantiasa selalu berada disampingnya. Ia mendekatkan bilah ranumnya ke telinga Calvin. “Kenapa kau juga ada di sini? Apakah kau dipanggil Asosiasi pelanggaran juga?” bisiknya dengan resah.
Calvin hanya mendengus. “Kita tertangkap jadi mau bagaimana lagi. Terima saja apa adanya,” tukasnya tanpa menoleh.
Calvin benar, ia tidak akan bisa melakukan apa pun. Alhasil Gerald memutuskan untuk diam saja sambil menunggu gilirannya masuk ke dalam ruangan selanjutnya.
Mendadak seorang resepsionis yang tadi berada di luar, masuk ke dalam dengan senyuman elusifnya yang masih melekat di bilah ranumnya. “Saya Lay dan kalian bisa mengikuti saya. Kita akan bertemu seseorang,” titah Lay.
Mereka berempat mengangguk mengerti seraya bangkit dan mengekori Lay dengan raut wajah tegang.
Mereka sampai di sebuah ruangan luas yang tentu saja masih didominasi warna hitam yang terlihat lebih legam dengan sebuah layar besar menggantung di hadapan mereka dan di bawah layar raksasa tersebut, terdapat seseorang yang sedang bersemanyam dengan tenang di balik kursi putar hitam itu.
“Saya permisi undur diri.” Setelahnya Lay langsung melangkah pergi meninggalkan mereka berempat.
Mereka berempat masih mengatupkan mulut masing-masing dan setia bertumpu di tempatnya masing-masing.
Sontak kursi itu berputar menghadap ke arah mereka dan menampakkan seorang pria beraut letih dengan senyuman tipis yang terpatri di bilah ranumnya.
Mereka berempat menyipitkan matanya untuk melihat lebih jelas siapa pria di hadapan mereka. Natasha terlihat tak memberikan respon apapun saat melihat pria itu dengan jelas, sementara para pria terlihat rengsa dengan rahang yang hampir jatuh karena malangap terlalu lama. Mereka terlalu terperangah melihat seorang presiden berada di depan mereka. Seorang presiden Mars ada di hadapan mereka.
Ketiga pria itu langsung membungkuk hormat, sementara Natasha masih terdiam tak berkutik sambil menatap aneh ketiga pria di sampingnya.
Andrew terkekeh kecil. “Sepertinya kita kedatangan tamu dari Venus,” ujarnya dengan tenang.
Ketiga pria itu lantas kembali berdiri tegap. Christ yang terlihat bingung, sementara Calvin, Gerald dan Natasha yang terlihat gusar.
“Kalian semua dipersilahkan untuk duduk. Kau juga dipersilahkan untuk duduk Nona Natasha.”
Entah untuk keberapa kali Calvin dan Gerald hanya dapat menelan air liur mereka ketika mendengar Andrew mengucapkan nama Natasha untuk menyalurkan rasa resahnya. Mereka berdua benar-benar tertangkap basah.
Terukir senyuman dari belah bibir Andrew. Ia menautkan jari-jarinya di depan dada. “Kalian tidak perlu khawatir, saya di sini untuk mengumumkan bahwa kalian terpilih untuk menjadi bagian dari penelitian M+V.”
Dahi Christ terlihat berkerut kikuk. “Tetapi kenapa saya bisa terpilih?”
“Saya sudah lama menyelidiki anda. Saya juga tau anda melamar kerja di ERA, saya tahu jika anda sangat tertarik dengan bumi dan penduduk venus. Jadi, saya pikir anda cocok untuk bergabung.”
Andrew menggilir layangan netranya ke Calvin dan Gerald. “Kalian tidak usah menjelaskan apa-apa karena saya sudah tahu semuanya. Maka sebagai hukuman, kalian harus bergabung dalam penelitian ini dan Nona Natasha akan saya pulangkan ke Venus malam ini, jadi jangan khawatir.”
Natasha menghela napas lega karena harapan satu-satunya hanya kembali ke planetnya dengan selamat.
“Maafkan kesalahan kami berdua Pak Presiden,” tukas Gerald dengan laras sesal.
“Tidak apa-apa. Saya tahu kalian sangat tertarik dengan semua hal ini, jadi saya memberikan kalian kesempatan. Kalian akan berangkat besok sore menuju Bumi, jadi kalian dapat pulang untuk mempersiapkan diri. Untuk Nona Natasha, anda dapat menunggu di ruang tamu depan.” Andrew menutup kalimatnya seraya bangkit dari kursi.
Mereka berempat keluar dari ruangan tersebut dengan raut yang bertentangan. Calvin dan Gerald terlihat sangat lapang, mereka kira hukumannya akan sangat berat. Christ terlihat berbahagia karena diberikan kesempatan besar ini. Sementara Natasha tidak terlalu menunjukkan raut wajahnya.
Christ menoleh. “Sampai ketemu besok. Aku pergi duluan ya,” tukasnya sambil tersenyum kotak, lalu melangkah keluar.
Gerald masih terpaku di tempatnya dan menoleh ke arah Natasha. “Nona Natasha. Sekali lagi saya ingin meminta maaf karena perbuatan lancang saya dan teman saya.”
Calvin mengusap tengkuk lehernya. “Saya juga minta maaf Nona.”
Natasha menaikkan ke sudut bibirnya. “It’s okay. Aku sudah memaafkan kalian.”
Gerald mengeluarkan sebuah kalung perak dengan liontin kupu-kupu berwarna biru. “Tadinya aku ingin memberikan ini agar saat aku melukis Nona Natasha, Nona mengenakan kalung ini, tetapi sekarang aku ingin memberikan ini sebagai tanda permintaan maaf.” Gerald meraih tangan Natasha dengan lembut dan menaruh kalung itu di telapak tangan Natasha yang terbuka.
Natasha menatap kalung indah di tangannya, lalu ia mendongak. “Terima kasih.”
“Menyatukan sesuatu yang sudah retak dan berperai dalam sangkala lama bagaikan menyatukan pecahan kaca yang terurai.”
Sandra menutup map ditangannya lalu melayangkan pandangannya pada Alexa yang sejak tadi hanya diam terpaku di hadapannya dengan tatapan kosong. Ia merasa sedikit aneh dengan gelagat Alexa hari ini karena tidak biasanya Alexa hanya diam saja. “Alexa,” panggil Sandra. Tak ada jawaban. “Alexa,” panggil Sandra untuk ke dua kalinya. Masih tak ada jawaban. “ALEXA!” seru Sandra dengan intonasi meninggi. Alexa tersentak dan langung menoleh menatap Sandra. “Ada apa Bu Presiden?” tanyanya dengan terburu-buru. Sandra menatap cemas Alexa. “Apakah kau baik-baik saja?” Alexa mengangguk sopan. “Saya hanya sedikit tidak enak badan.” “Kalau kau ingin pulang, pulang saja,” suruh Sandra dengan lembut. “Tidak usah Bu presiden. Bu Presiden sebenarnya saya ingin meminta sesuatu. Apakah boleh?” tanyanya dengan hati-hati. Sandra mengangguk pelan. “Kakak saya yang seorang peneliti ingin meminta izin untuk pergi k
Christ dan Gerald memandang luar angkasa dengan sangat takjub. Untuk pertama kalinya mereka melihat Mars luar angkasa. Mereka baru menyadari bahwa planet yang mereka huni selama tiga puluh lima tahun lamanya sangatlah indah. Namun, ketika Spaceship mulai menjauh dan mereka hanya dapat melihat kegelapan. Mereka sadar jika luar angkasa sangat menyeramkan, gelap, luas dan tak berdasar. Christ memalingkan pandangannya dari luar. Terlalu mengerikan memandang keluar. Ia memutuskan untuk menutup jendela disampingnya dan membuka ipadnya yang setipis dan sebening kertas mika Gerald tidak begitu gusar kala melihat luar angkasa, ia hanya terbesit pemikiran bahwa ternyata ia hanya makhluk kecil di luasnya alam semesta dan luar angkasa lebih luas dari pada yang ia pikirkan selama ini. Gerald menggeleng pelan dan memutuskan untuk menarik selimutnya lalu memejamkan matanya. Sementara Calvin terlihat tidak terpukau dengan pemandangan gelap di luar karena ia sudah te
Nora melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah dan meninggalkan Christ yang bersusah payah mengeluarkan barang-barang mereka dari dalam mobil. Ia menabirkan pandangannya ke sekeliling rumah. Rumahnya berkelir putih dan tidak terlalu megah, tetapi bagian dalamnya terlihat sangat nyaman. Halamannya sangat luas dan ada kolam renang yang dapat di tutup dan di buka. Rumahnya memang terlihat bagus, walaupun tidak sebagus rumah Nora di Venus, tetapi layak untuk ditempati dua manusia. Awalnya Nora merasa akan betah menetap di rumah ini sampai akhirnya ia tahu hanya ada satu kamar di rumah ini. Ia menarik kata-katanya. Christ masuk ke dalam rumah sembari menarik kopernya dan koper Nora dengan susah payah, tetapi ia malah dikejutkan dengan Nora yang berlari menuruni tangga dengan wajah tertekuk. “Christ. Ada hal buruk terjadi. Di rumah ini hanya memiliki satu kamar saja,” pekiknya dengan mata membulat. Christ menatap aneh Nora. “So?” tanya singkat. Nora melayangkan puk
Gerald memasukkan barang-barang mereka berdua ke dalam kamar dengan ke dua tangannya sediri. Sejak tadi Natasha tidak diperbolehkan membawa atau memegang kopernya. Ia hanya dapat diam dan memperhatikan Gerald yang terlihat sedikit kelelahan. Sebenarnya Natasha bisa saja membawa kopernya, tetapi mungkin akan memakan waktu sedikit lebih lama. Jadi Natasha berasumsi bahwa mungkin saja Gerald tidak suka jika melakukan suatu kegiatan dengan lamban. Padahal Gerald membantu Natasha karena dirinya tidak tega melihat Natasha kesulitan dan kelelahan. Wanita memang seperti itu, senang sekali berasumsi dan berujung menjadi kesalahpahaman. Natasha yang merasa tidak enak karena menyusahkan Gerald memutuskan untuk ke dapur dan mencari sesuatu yang dapat diminum oleh Gerald. Ia membuka kulkas dengan sedikit terperanjat karena kulkas tersebut penuh dengan makanan dan minuman. Ia mengambil salah satu botol yang berisi jus jeruk dan menuangkannya ke dalam gelas lalu menghampiri Gerald yang sed
Sesampainya di rumah, Lay dan Julia langsung sibuk dengan kesibukannya masing-masing. Julia yang sibuk mengurus penelitiannya dan Lay yang sibuk mengerjakan tugasnya sebagai asisten Presiden. Mereka beberapa kali bercakap, tetapi sesaat kemudian mereka kembali fokus dengan pekerjaan masing-masing. Tidak seperti pasangan yang lainnya, mereka benar-benar tidak mengatakan hal yang lain selain berbasa-basi. Julia merapihkan bajunya dan memasukkannya ke dalam lemari dengan teratur. Sedangkan, Lay sibuk menggantungkan bajunya karena ia tidak terlalu puas jika bajunya dilipat. Julia menyelesaikan kegiatannya dan menoleh ke arah Lay yang masih sibuk berkutat dengan baju-bajunya. “Aku akan memasakkan makan malam.” Lalu Julia melangkah keluar tanpa mengucapkan hal lain. Lay tetap fokus dengan pekerjaannya sampai ketika ia mendengar suara dentuman dari arah tangga lalu diikuti dengan suara memekik kesakitan. Lay langsung menghentikan kegiatannya dan b
Alexa mendesis geram karena Calvin sama sekali tidak ada inisiatif untuk membantunya merapihkan rumah. Pria rebel itu hanya sibuk dengan ponsel hologramnya. Entah apa yang dilakukan pria itu, Alexa tidak tertarik untuk mengetahui karena ia hanya ingin Calvin membantunya merapihkan rumah. Ia tahu rumah ini sudah rapih, tetapi menurutnya rumahnya sedikit berdebu. Jadi, ia memutuskan untuk merapihkan lagi rumah ini. Alexa menepuk pundak Calvin dengan kesal. Calvin mematikan ponsel hologramnya dan menoleh ke belakang. “Ada apa Nona?” Tanpa rasa bersalah. Alexa mendecak. “Jangan panggil aku Nona. Kita sudah berkenalan. Jadi, panggil saja aku Lexa.” Calvin mengangguk dan tersenyum usil. “Baiklah Lexa. Ada yang bisa Calvin bantu?” cibirnya. Alexa mengernyit sewot. “Bantu aku bereskan rumah.” Calvin bangkit dari sofanya dan mengacak puncuk rambut Alexa. “Harusnya kau katakan dari tadi. Aku tidak akan mengerti jika kau marah-marah saja dan tida
Sandra dan Andrew masing-masing sibuk dengan kegiatannya. Sandra yang dengan apik memasukkan bajunya ke dalam lemari dan Andrew yang sedang membaca berkasnya. Sejak tadi mereka tidak banyak berbicara. Usai menunggu tantara Mars dan tantara Venus sampai di bumi untuk melakukan penjagaan, mereka kembali ke rumah dengan pikiran yang terfokus pada diri masing-masing. Sandra dan Andrew juga merasa canggung untuk memulai pembicaraan karena sebelumnya mereka tidak pernah membicarakan sesuatu di luar pekerjaan, bahkan perangai Sandra yang terkesan dingin terhadap Andrew, membuat Andrew tak memiliki keberanian melangkaui garis yang Sandra ciptakan. Dalam diam, Sandra beberapa kali mencuri pandang ke arah Andrew. Ada sececah rasa tak enak yang membelam dari dalam dirinya. Ia sadar jika Andrew merasa sungkan karena dirinyalah yang secara terang-terangan menarik garis yang tak dapat pria itu lewati. Ia mendesah jengkel karena dirinya yang menciptakan suasana canggung sekarang. S
Julia terbangun dari tidur. Ia mengusap sudut matanya pelan dan melemparkan tatapannya ke sekitar ruangan. Ia tidak menemukan keberadaan Lay di mana pun. Julia mencoba untuk turun dari ranjang perlahan dengan tangan yang bertumpu pada dinding. Ia mencoba bangkit walau awalnya sempat tergelincir karena tumpuan tangannya yang kurang kuat. Ia mendengus kesal karena dirinya harus bersusah payah hanya untuk berdiri tegap. Setelah merasa kuat, ia mulai melangkahkan tungkainya perlahan menuruni anak tangga. Namun, pada tangga ke empat, tangannya kembali tergelincir. Ia memejamkan matanya dan bersiap untuk jatuh, tetapi bukannya merasa sakit atau terbentur, ia justru merasa rengkuhan hangat yang menahan dirinya. Lay memegang erat pinggang Julia. Sebenarnya ia sedikit kesulitan karena pada saat bersamaan ia juga harus menjaga agar tubuhnya seimbang. “Kau ini susah sekali ya diberitahu.” Suaranya sarat akan datar bercampur risau dan kesal. Dalam jarak
Sandra melangkahkan tungkai jenjangnya masuk ke dalam kediaman ibunya, Sherine. Sudah bertahun-tahun sejak ia terakhir kali menginjakkan kakinya di tempat dimana ia tumbuh dewasa. Tak ada yang banyak berubah, hanya beberapa teknologi baru yang ditambahkan ke dalam rumah. Ia membawa tungkainya kakinya untuk mengelilingi rumah masa kecil. Ia sudah menghubungi Sherine sebab ternyata Sherine sedang mengerjakan beberapa pekerjaan di luar sana. Mungkin akan tiba satu jam lagi. Sandra menabirkan pandangannya ke seluruh ruangan. Namun, ada satu ruangan yang menarik atensinya. Ruang yang tertutup rapat dengan pintu ruangan berwarna coklat berat dengan dua pot tanaman di ke dua sisi pintu tersebut. Ukirannya membuat Sandra tertarik untuk masuk ke dalam ruangan itu. Ia memutuskan untuk melangkah masuk ke dalam ruang yang membuatnya tertarik. Kala ia mencoba untuk membuka pintu ruangan tersebut, pintunya terkunci dengan kata sandi, tetapi ia tak menyerah karena ia benar-benar pena
Sandra dan Andrew bermukim di sebuah ruangan pemantau. Mereka berdiri di belakang kaca sembari memantau dan mendengar percakapan antara Benedict dan Marilyn dengan pelaku penembakan melalui audio. Mereka memandang ke luar kaca dimana Benedict dan Marilyn berusaha mengulik informasi sebisa mereka sebab pelaku tersebut terus bungkam dengan enggan untuk mengangkat wajahnya untuk menatap orang yang sedang mengajaknya berbicara.“Mario, katakan yang sejujurnya,” pinta Benedict dengan tegas.Marilyn menghembuskan napas keras. Ia bangkit dari duduknya. Segalanya terjadi begitu cepat sampai membuat Benedict, Andrew dan Sandra terperanjat. Marilyn menarik revolvernya keluar dari holsternya lalu menodongkan moncong revolvernya pada kepala belakang Mario.Mario yang awalnya terlihat tenang, mulai merasa gemetar. Ia memejamkan matanya kuat-kuat. Ia memang tidak takut dengan senjata api, tetapi ia takut mati dengan cara mengenaskan seperti ini. Apalagi dengan kep
Sebenarnya Sandra dan Andrew benar-benar tidak bisa membendung emosinya lantaran mereka tidak mendapati satu pun tentara yang harusnya ditugaskan untuk menjaga setiap halaman belakang rumah di komplek perumahan Bumi. Mereka berjalan dengan tegap bersama Benedict untuk menghampiri para tentara yang lalai dalam tugasnya dan menyebabkan pelaku penembakkan sampai masuk ke dalam rumah lalu mengancam salah satu penduduk Venus, bahkan sampai menodongkan senjata.Para tentara yang berasal dari Mars dan Venus sontak merasa takut dengan kehadiran Sandra dan Andrew yang menatap mereka dengan amarah. Di belakang Kedua presiden tersebut terdapat Benedict dan Marilyn yang hanya membisu dan memandang kecewa pasukan kebanggaan mereka.“Kenapa kalian tidak mengerjakan tugas dengan benar?” tanya Andrew dengan suara rendah bersamaan dengan nada tegas.Para tentara di hadapan mereka masih menunduk membisu.“JAWAB!” perintah Sandra dengan intonasi naik
Nora berdiri di samping Christ yang sedang tertidur di sofa. Ia tadi terbagun dari tidurnya dan mendapati Christ sedang tertidur di atas sofa dengan laptop di atas pangkuannya. Ia jadi merasa bersalah karena menyita waktu Christ untuk menemaninya menonton. Sejak seminggu yang lalu, Christ selalu menemaninya menghabiskan film yang Nora beli. Ia pikir Christ akan menolak, tetapi ternyata salah, Christ selalu menerima ajakannya tanpa berpikir panjang. Christ benar-benar menghargai keberadaannya. Sejak pernyataanya satu minggu yang lalu, ia tetapi tidak menjawab, tetapi Christ tetap menjadi Christ sebelumnya dan sedikit lebih perhatian sepertinya.Nora hela napa lembut seraya menutup laptop Christ dan menaruhnya di meja. Ia meraih selimut kecil miliknya, lantas melingkupi Christ dengan selimut di tangannya sampi leher Christ. Setelahnya, mata Nora tak sengaja menatap keluar jendela yang menghadap langsung pada rumah di sebelahnya, yaitu rumah Gerald dan Natasha. Ia memutuskan unt
Nora hanya dapat tertegun mendengar ucapan Christ yang tiba-tiba.Beberapa saat kemudian, sontak Nora memukul Christ dengan bantal sofa. “Jangan bercanda seperti itu atau aku akan memukulmu lebih kencang,” ancamnya.Christ berusaha menangkis pukulan Nora dengan kedua tangannya. “Aku hanya berbicara sesuai yang ada di film.”“Awas saja kau berbicara seperti itu lagi,” ancam Nora untuk kedua kalinya.“Oke. Dengarkan aku terlebih dahulu. Di film tadi dijelaskan jika kita menyukai orang, kita akan merasa senang dengan kehadirannya, Jantung akan berdegup lebih cepat dari biasanya lantaran perasaan antusias bertemu seseorang yang disukai, kita akan merasa nyaman dengan dengannya, dan yang paling penting, Kita merasa memiliki hidup yang lebih bahagia dengan kehadirannya. Semua itu aku rasakan saat bersama kau.”Nora menurunkan tangannya yang sedari tadi memegang bantal sofa untuk melayangkan pu
Andrew dan Sandra masih masing-masing bergeming di tempatnya untuk beberapa detik. Hanya ada kesunyian dan kebisuan di antara mereka, usai perkataan Sandra yang terlontar beberapa saat lalu. Sontak senyuman menenangkan terpatri di wajah Andrew. “Aku juga merindukanmu, walaupun kita terus bertemu dan bersama-sama.” Sandra awalnya merasa malu setelah sebuah kalimat yang tak ia sadari terlontar dari lisannya begitu saja dan berpikiran untuk meluruskan bahwa dirinya sedang kehilangan fokus, tetapi usai mendengar tuturan Andrew yang begitu tegas dan jelas, ia mengurungkan niatnya. “Kenapa kau merindukanku juga?” Sembari melipat kedua tangannya di depan dada. Sepertinya kepercayaan diri Sandra yang hilang untuk beberapa saat sudah kembali. “Tidak ada alasan. Kalau kau kenapa merindukanku?” Andrew bertanya balik. Sandra mendelik kesal. “Ihhh. Memangnya aku juga perlu alasan?” tanyanya dengan kesal padahal ia yang menanyakan hal itu pertama kali.
Sebenarnya apa yang manusia tahu tentang dunia fana ini, selain kekayaan dan kepuasan yang tak terhingga. Manusia menyukai kepuasan dan mencintai kekayaan. Mereka adalah makhluk tamak yang dapat melakukan apa pun untuk dirinya sediri, termasuk jika harus menumbalkan anaknya, mungkin akan ia tumbalkan. Ketamakkan yang menurutnya adalah sebuah keputusan yang tepat bagi manusia, padahal hanya jurang dalam yang dipenuhi batu runcing. Mereka berpikir mereka benar sampai, tetapi pada akhirnya hanyalah penyeselan yang mereka terima. Manusia suka menusuk punggung manusia lainnya tanpa memikirkan hubungan yang mereka miliki.Memang bukan semua manusia. Namun, tragedi itu yang sering terjadi di dunia fana, saling menusuk untuk mendapatkan kepuasan, saling menusuk untuk melindungi kekayaan, dan saling menusuk agar benteng yang dibangun tak retak. Manusia ada yang tidak suka menusuk manusia lainnya, tetapi mereka langka sebab terlalu banyaknya tragedi tusuk menusuk yang hadir, membuat ma
Langit selalu menjadi kontinen bagi para burung yang siap menjelajahi dunianya dari seluruh mata angin. Kebebasan selalu menjadi kehidupan para burung. Ribuan burung melebarkan, mengepakkan sayap cepat-cepat lalu membelah kontinen mereka yang dipenuhi oleh kapas putih yang larut di kanvas biru. Kehidupan yang indah dan kebebasan yang pasti diharapkan banyak manusia yang hidupnya dipenuhi gelombang permasalahan yang tak ada habisnya. Manusia, makhluk yang diciptakan paling sempurna, tetapi menjadi malapetaka paling besar untuk kehidupan. Kesempurnaan yang mengelilingi mereka membuat mereka semena-mena terhadap makhluk lain yang memiliki hak hidup yang sama seperti mereka, bedanya makhluk lain tidak diberikan kemampuan untuk berbicara bahasa manusia. Hanya perbedaan kecil itu yang menjadikan manusia merasa hebat dan memiliki hak penuh untuk merusak bumi. Setelah dirusak dengan sebegitu parahnya. Mereka tinggalkan bumi yang sudah terkuras habis lalu berinvasi ke
Nora melipat kedua tangannya di depan dada dengan raut masam yang tertatah di wajahnya. Entah apa yang membuat membuat suasana hati Nora turun drastis, Christ pun tak tahu, sebab jika ia mencoba untuk bertanya, ia mungkin kira-kira akan terkena amarah Nora. Jadi, ia memilih untuk membisu dan menyetir dengan tenang tanpa mengganggu Nora.Nora melirik kecil Christ. Sebenarnya ia tidak kesal dengan siapa pun, tetapi suasana hatinya turun karena Christ menertawai baju yang ia pakai, padahal ia tidak merasa ada yang salah dengan bajunya, walaupun memang sedikit tidak tepat berpakaian seperti itu di kantor, tetapi ia tetap kesal ditertawai begitu.Alhasil Christ menyerah, ia menghembus napas lembut. “Kau kenapa Nora? Apakah ada yang salah dengan cara bicaraku?” Ia bertanya dengan intonasi yang lembut sekali untuk menghindari kesalahpahaman.Nora menoleh tahu-tahu menolah terburu-buru. “Kau ini tidak sadar ya kalau menyebalkan. Kau menertawai pa