Home / Sci-Fi / SUKRAMANGALA / CHAPTER 12 (Pertengkaran)

Share

CHAPTER 12 (Pertengkaran)

Author: Kushi
last update Last Updated: 2021-04-19 01:22:16

Julia terbangun dari tidur. Ia mengusap sudut matanya pelan dan melemparkan   tatapannya ke sekitar ruangan. Ia tidak menemukan keberadaan Lay di mana pun. Julia mencoba untuk turun dari ranjang perlahan dengan tangan yang bertumpu pada dinding. Ia mencoba bangkit walau awalnya sempat tergelincir karena tumpuan tangannya yang kurang kuat. Ia mendengus kesal karena dirinya harus bersusah payah hanya untuk berdiri tegap. Setelah merasa kuat, ia mulai melangkahkan tungkainya perlahan menuruni anak tangga. Namun, pada tangga ke empat, tangannya kembali  tergelincir. Ia memejamkan matanya dan bersiap untuk jatuh, tetapi bukannya merasa sakit atau terbentur, ia justru merasa rengkuhan hangat yang menahan dirinya.

Lay memegang erat pinggang Julia. Sebenarnya ia sedikit kesulitan karena pada saat bersamaan ia juga harus menjaga agar tubuhnya seimbang.

“Kau ini susah sekali ya diberitahu.” Suaranya sarat akan datar bercampur risau dan kesal.

Dalam jarak sedekat ini, Julia dapat menghirup aroma maskulin yang berasal dari tubuh Lay. Bukan aroma yang menusuk, tetapi aroma lembut yang bercampur dengan maskulin dan menurutnya aroma ini menenangkannya dirinya. Ia membuka netranya dan melihat dirinya yang berada di dalam rengkuhan Lay.

Lay membantu Julia berdiri dengan tegap seraya melayangkan tatapan risau pada Julia. “Apakah semua penduduk Venus sangat sulit untuk diberitahu?” tanyanya dengan nada meninggi.

Julia tidak memiliki keberanian untuk menjawab karena ia tahu bahwa yang ia lakukan salah, bahkan ia tidak berani mengangkat wajahnya untuk menatap Lay.

Tangan kanan Lay merangkul Julia dan tangan kirinya diselipkan di bawah lutut Julia. Kemudian Lay mengangkat Julia ke dalam rengkuhannya lalu membawanya ke kamar.

Lay menurunkan Julia secara perlahan ke atas ranjang dan menatap sungut Julia. “Ada yang ingin kau jelaskan?” Dengan ketus.

“Maaf. Aku hanya ingin mencarimu.”

Lay hembus napas keras dan duduk di samping Julia. Wajahnya sudah tidak mengeras seperti tadi. “Kau kan bisa panggil aku dari atas.” Suara terdengar melembut, walaupun tak luput dari nada dinginnya.

Julia hanya melenggut.

“Lay, apakah tadi malam kau mendengar suara tembakan?” tanya Julia tiba-tiba.

Lay mengangkat salah satu alisnya. “Iya aku dengar. Asalnya dari hutan dan tadi pagi aku baru diberitahu oleh Pak Andrew kalau ada kejadi tidak mengenakkan, jadi kita tidak masuk dulu ke dalam hutan,” jelasnya.

Manik Julia melebar mendengar fakta yang baru saja ia dengar karena jika mereka tidak diperbolehkan masuk ke dalam hutan berarti dirinya tidak bisa mencari tumbuhan anuma. Ia memejamkan matanya dan mendesah pelan.

Lay menyadari perubahan ekspresi Julia. “Kenapa kau terlihat kecewa?” Lay menatap Julia dengan dengan salah satu alis terangkat ingin tahu.

“Aku butuh tumbuhan anuma untuk penelitian,” jawab Julia dengan pelan walau malah terdengar seperti berbisik.

Lay bangkit dari ranjangnya dan terlihat acuh dengan jawaban Julia. “Nanti kau ambil saja jika sudah boleh masuk. Aku akan memasak makanan. Kau tetap di kamar.” Suara Lay terdengar tegas tak ingin dibantah.

“Ya.” Julia menjawabnya dengan singkat karena ia tak minat untuk berbicara dengan Lay. Lay benar-benar tidak bisa menenangkannya. Setidaknya jika tidak bisa membantu, beri saja kalimat penyemangat untuk dirinya. Julia mendecih kesal.

Lay membuka ponsel hologram seraya menduduk dirinya di sofa ruang tamu. Ia mencari nama Benedict di kontak nomor. Setelahnya terdengar nada dering tersambung yang digantikan dengan suara pria.

“Kau bertugas di dalam hutan?... Bantu aku, tolong carikan tumbuhan anuma… Nanti akan ku traktir sesuatu, tenang saja… Nanti aku ambil dari gerbang belakang rumah… Oke.” Usai panggilan terputus, Lay melangkah pergi ke dapur.

Julia yang suasana hatinya sedang sedikit terganggu karena seluruh jadwalnya berantakan masih setia menggerutu di atas ranjang sambil sesekali memukul ranjang yang tak bersalah lalu dirinya tanpa sadar bergumam, “Penduduk Mars memang menyebalkan. Setidaknya jika tidak bisa membantu, apa salahnya memberikan kalimat penenang. Menyebalkan sekali. Kenapa aku harus berpasangan dengannya. Sudah galak, datar, ditambah menyebalkan pula….” Julia terus mengeluarkan kalimat ejekkan kepada Lay. Tanpa ia sadari kalau Lay sejak tadi berdiri di ambang pintu kamar sambil mendengarkan seluruh hinaan dari Julia yang merujuk kepada dirinya.

Lay yang dari tadi terus bersabar, akhirnya meledak dan masuk ke dalam kamar seraya memegang nampan yang berisikan makanan. Kehadirannya membuat Julia terperanjat. “Sepertinya penduduk Venus suka sekali menghina di belakang. Kenapa tidak kau hina saja aku saat aku disini? Kau benar-benar tidak tahu diri Julia. Sudah dibantu malah menghina. Urus saja dirimu sendiri, aku ingin keluar,” tukasnya dengan ketus sambil menaruh nampan yang ia bawa di atas nakas dengan kasar lalu berjalan pergi keluar kamar.

Julia yang merasa geram sontak terisak. Ia tahu jika dirinya salah. Seharunya ia tidak menghina Lay di belakang seperti tadi. Lay sudah banyak membantunya, tetapi hanya karena satu sifat jelek Lay yang memang tidak terbiasa menyemangati seseorang, ia langsung merasa Lay manusia paling mengesalkan. Wanita memang seperti itu, terlalu menggunakan perasaan sampai kadang tidak sadar kalau akal sudah termakan perasaannya dan malah melampiaskan perasaan itu kepada orang lain.

 Sekarang Julia merasa sangat bersalah karena mengatakan hal buruk seperti tadi. Seharusnya ia bisa mengontrol emosinya dan tidak melampiaskannya pada orang lain.

“Bodohnya aku,” gerutunya.

Lay keluar dari rumah dengan emosi yang meluap. Ia geram karena semua yang ia lakukan selalu salah di mata Julia, tidak peduli ia melakuka hal benar atau tidak, Julia selalu saja marah dengannya. Ia tahu dirinya selalu berbicara datar dan dingin, tetapi mau bagaimana lagi, itu adalah sifatnya dari dulu. Cara ia bicara memang seperti itu. Ada hal lain yang lebih membuatnya kesal, yaitu dirinya merasa bersalah dan ingin kembali ke dalam rumah untuk meminta maaf. Ia merasa menjadi orang bodoh.

Lay mendecakkan lidahnya dan berjalan ke belakang rumah usai mendapat pesan dari Benedict kalau tumbuhan yang ia cari sudah digantung gerbang belakang rumah. Di dalam pikirannya, ia tidak ingin mengambil tumbuhan itu dan membiarkannya saja. Ia tidak ingin membantu Julia agar wanita itu menyesal sudah berlaku tidak sopan. Namun, tungkai jenjang terus melangkah cepat ke belakang rumah. Tubuhnya melakukan hal yang tidak sejalan dengan pikirannya. Ia ingin sekali mengutuk dirinya sendiri.

Julia masih menunduk dan tersengut pelan karena Lay tidak juga kembali. Ia tidak tau harus apa, ia merasa dirinya secara mendadak menjadi payah seperti ini. Biasanya ia tidak mudah menangis, tetapi lihat sekarang. Ia seperti wanita lemah. Tangis perlahan akan berhenti. Namun, tatkala mendengar pintu bawah terbuka, ia kembali menangis tersengut-sengut tanpa suara. Ia menahan suaranya keluar dengan membekap mulutnya dengan telapak tangannya sendiri. Ia takut jika yang masuk bukanlah Lay, melainkan orang jahat. Apalagi keadaan kakinya yang seperti ini membuat dirinya semakin panik.

Lay membuka pintu rumah. Ia merasa gusar karena tidak ada suara sedikit pun dari kamar. Ia lekas berlari tergesa-gesa menaiki anak tangga seraya menggenggam seikat tumbuh anuma. Saat sampai di ambang pintu kamar, ia bernapas lega melihat Julia masih tetap di atas ranjang. Ia masih bisa melihat nampan dengan makanan lengkap yang tak tersentuh. Ia merasa semakin bersalah karena berkata kasar seperti tadi.

Lay membawa tungkai jenjangnya menghampiri Julia lalu bersimpuh di depan Julia yang terduduk di tepi ranjang sambil bertanya dengan nada lebih lembut dari biasanya. “Hei. Kau kenapa menangis?” Lay melunak kala mendapati wajah sayu Julia dengan jejak air mata.

Julia membuka matanya yang sedari tadi memejam. Ia menurunkan tangannya yang menutup mulutnya lalu bernapas lega kala mendapati Lay berada di hadapannya dengan sorot mata yang melembut. “Maafkan aku, tadi aku salah berbicara. Aku emosi jadi tidak bisa mengolah kata dengan benar.” Sambil sesekali terisak.

Lay menarik tipis ranumnya seraya menepuk pundak Julia lembut untuk menenangkan. “Tidak apa-apa. Aku juga minta maaf karena terlalu kasar. Sudah jangan menangis lagi, aku sudah memafkanmu. Aku juga sudah ada disini bersamamu. Ini aku bawakan tumbuhan Anuma.” Sambil memberikan seikat tumbuh kepada Julia.

Julia yang sudah mulai terisak kecil, kembali menangis karena mendengar ucapan Lay karena bisa-bisa ia belaku kasar kepada orang baik di hadapannya. Ia ingin sekali memukul dirinya sendiri untuk menghilangkan rasa penyesalannya, bahkan pria di hadapannya memberikan tumbuhan anuma walaupun dirinya sudah menghina dengan kasar.

Lay mengernyit cemas. “Eh, Kenapa malah nangis lagi?” Sambil tetap mengusap lembut bahu Julia.

Julia mengusap kasar air matanya. “Maafkan aku.”

Lay mengusak rambut Julia. “Tidak apa-apa. Sekarang kita makan ya. Aku sudah memasakkan makanan untukmu atau mau kuambilkan yang baru?” Seraya bangkit dan mengambil tempat disamping Julia lalu mengambil nampan di nakas.

Julia menatap Lay dengan sorot mata sayu. “Aku akan makan ini saja.” Ia lantas mengambil nampas di tangan Lay dan melahap makanan Lay. Ia tidak ingin lagi membebani pria dihadapannya.

Lay terkekeh kecil sambil menggeleng pelan. “Pelan-pelan, nanti tersedak.”

Julia hanya menganggut kecil dan melanjutkan makannya.

Julia terbangun dari tidur. Ia mengusap sudut matanya pelan dan melemparkan   tatapannya ke sekitar ruangan. Ia tidak menemukan keberadaan Lay di mana pun. Julia mencoba untuk turun dari ranjang perlahan dengan tangan yang bertumpu pada dinding. Ia mencoba bangkit walau awalnya sempat tergelincir karena tumpuan tangannya yang kurang kuat. Ia mendengus kesal karena dirinya harus bersusah payah hanya untuk berdiri tegap. Setelah merasa kuat, ia mulai melangkahkan tungkainya perlahan menuruni anak tangga. Namun, pada tangga ke empat, tangannya kembali  tergelincir. Ia memejamkan matanya dan bersiap untuk jatuh, tetapi bukannya merasa sakit atau terbentur, ia justru merasa rengkuhan hangat yang menahan dirinya.

Lay memegang erat pinggang Julia. Sebenarnya ia sedikit kesulitan karena pada saat bersamaan ia juga harus menjaga agar tubuhnya seimbang.

“Kau ini susah sekali ya diberitahu.” Suaranya sarat akan datar bercampur risau dan kesal.

Dalam jarak sedekat ini, Julia dapat menghirup aroma maskulin yang berasal dari tubuh Lay. Bukan aroma yang menusuk, tetapi aroma lembut yang bercampur dengan maskulin dan menurutnya aroma ini menenangkannya dirinya. Ia membuka netranya dan melihat dirinya yang berada di dalam rengkuhan Lay.

Lay membantu Julia berdiri dengan tegap seraya melayangkan tatapan risau pada Julia. “Apakah semua penduduk Venus sangat sulit untuk diberitahu?” tanyanya dengan nada meninggi.

Julia tidak memiliki keberanian untuk menjawab karena ia tahu bahwa yang ia lakukan salah, bahkan ia tidak berani mengangkat wajahnya untuk menatap Lay.

Tangan kanan Lay merangkul Julia dan tangan kirinya diselipkan di bawah lutut Julia. Kemudian Lay mengangkat Julia ke dalam rengkuhannya lalu membawanya ke kamar.

Lay menurunkan Julia secara perlahan ke atas ranjang dan menatap sungut Julia. “Ada yang ingin kau jelaskan?” Dengan ketus.

“Maaf. Aku hanya ingin mencarimu.”

Lay hembus napas keras dan duduk di samping Julia. Wajahnya sudah tidak mengeras seperti tadi. “Kau kan bisa panggil aku dari atas.” Suara terdengar melembut, walaupun tak luput dari nada dinginnya.

Julia hanya melenggut.

“Lay, apakah tadi malam kau mendengar suara tembakan?” tanya Julia tiba-tiba.

Lay mengangkat salah satu alisnya. “Iya aku dengar. Asalnya dari hutan dan tadi pagi aku baru diberitahu oleh Pak Andrew kalau ada kejadi tidak mengenakkan, jadi kita tidak masuk dulu ke dalam hutan,” jelasnya.

Manik Julia melebar mendengar fakta yang baru saja ia dengar karena jika mereka tidak diperbolehkan masuk ke dalam hutan berarti dirinya tidak bisa mencari tumbuhan anuma. Ia memejamkan matanya dan mendesah pelan.

Lay menyadari perubahan ekspresi Julia. “Kenapa kau terlihat kecewa?” Lay menatap Julia dengan dengan salah satu alis terangkat ingin tahu.

“Aku butuh tumbuhan anuma untuk penelitian,” jawab Julia dengan pelan walau malah terdengar seperti berbisik.

Lay bangkit dari ranjangnya dan terlihat acuh dengan jawaban Julia. “Nanti kau ambil saja jika sudah boleh masuk. Aku akan memasak makanan. Kau tetap di kamar.” Suara Lay terdengar tegas tak ingin dibantah.

“Ya.” Julia menjawabnya dengan singkat karena ia tak minat untuk berbicara dengan Lay. Lay benar-benar tidak bisa menenangkannya. Setidaknya jika tidak bisa membantu, beri saja kalimat penyemangat untuk dirinya. Julia mendecih kesal.

Lay membuka ponsel hologram seraya menduduk dirinya di sofa ruang tamu. Ia mencari nama Benedict di kontak nomor. Setelahnya terdengar nada dering tersambung yang digantikan dengan suara pria.

“Kau bertugas di dalam hutan?... Bantu aku, tolong carikan tumbuhan anuma… Nanti akan ku traktir sesuatu, tenang saja… Nanti aku ambil dari gerbang belakang rumah… Oke.” Usai panggilan terputus, Lay melangkah pergi ke dapur.

Julia yang suasana hatinya sedang sedikit terganggu karena seluruh jadwalnya berantakan masih setia menggerutu di atas ranjang sambil sesekali memukul ranjang yang tak bersalah lalu dirinya tanpa sadar bergumam, “Penduduk Mars memang menyebalkan. Setidaknya jika tidak bisa membantu, apa salahnya memberikan kalimat penenang. Menyebalkan sekali. Kenapa aku harus berpasangan dengannya. Sudah galak, datar, ditambah menyebalkan pula….” Julia terus mengeluarkan kalimat ejekkan kepada Lay. Tanpa ia sadari kalau Lay sejak tadi berdiri di ambang pintu kamar sambil mendengarkan seluruh hinaan dari Julia yang merujuk kepada dirinya.

Lay yang dari tadi terus bersabar, akhirnya meledak dan masuk ke dalam kamar seraya memegang nampan yang berisikan makanan. Kehadirannya membuat Julia terperanjat. “Sepertinya penduduk Venus suka sekali menghina di belakang. Kenapa tidak kau hina saja aku saat aku disini? Kau benar-benar tidak tahu diri Julia. Sudah dibantu malah menghina. Urus saja dirimu sendiri, aku ingin keluar,” tukasnya dengan ketus sambil menaruh nampan yang ia bawa di atas nakas dengan kasar lalu berjalan pergi keluar kamar.

Julia yang merasa geram sontak terisak. Ia tahu jika dirinya salah. Seharunya ia tidak menghina Lay di belakang seperti tadi. Lay sudah banyak membantunya, tetapi hanya karena satu sifat jelek Lay yang memang tidak terbiasa menyemangati seseorang, ia langsung merasa Lay manusia paling mengesalkan. Wanita memang seperti itu, terlalu menggunakan perasaan sampai kadang tidak sadar kalau akal sudah termakan perasaannya dan malah melampiaskan perasaan itu kepada orang lain.

 Sekarang Julia merasa sangat bersalah karena mengatakan hal buruk seperti tadi. Seharusnya ia bisa mengontrol emosinya dan tidak melampiaskannya pada orang lain.

“Bodohnya aku,” gerutunya.

Lay keluar dari rumah dengan emosi yang meluap. Ia geram karena semua yang ia lakukan selalu salah di mata Julia, tidak peduli ia melakuka hal benar atau tidak, Julia selalu saja marah dengannya. Ia tahu dirinya selalu berbicara datar dan dingin, tetapi mau bagaimana lagi, itu adalah sifatnya dari dulu. Cara ia bicara memang seperti itu. Ada hal lain yang lebih membuatnya kesal, yaitu dirinya merasa bersalah dan ingin kembali ke dalam rumah untuk meminta maaf. Ia merasa menjadi orang bodoh.

Lay mendecakkan lidahnya dan berjalan ke belakang rumah usai mendapat pesan dari Benedict kalau tumbuhan yang ia cari sudah digantung gerbang belakang rumah. Di dalam pikirannya, ia tidak ingin mengambil tumbuhan itu dan membiarkannya saja. Ia tidak ingin membantu Julia agar wanita itu menyesal sudah berlaku tidak sopan. Namun, tungkai jenjang terus melangkah cepat ke belakang rumah. Tubuhnya melakukan hal yang tidak sejalan dengan pikirannya. Ia ingin sekali mengutuk dirinya sendiri.

Julia masih menunduk dan tersengut pelan karena Lay tidak juga kembali. Ia tidak tau harus apa, ia merasa dirinya secara mendadak menjadi payah seperti ini. Biasanya ia tidak mudah menangis, tetapi lihat sekarang. Ia seperti wanita lemah. Tangis perlahan akan berhenti. Namun, tatkala mendengar pintu bawah terbuka, ia kembali menangis tersengut-sengut tanpa suara. Ia menahan suaranya keluar dengan membekap mulutnya dengan telapak tangannya sendiri. Ia takut jika yang masuk bukanlah Lay, melainkan orang jahat. Apalagi keadaan kakinya yang seperti ini membuat dirinya semakin panik.

Lay membuka pintu rumah. Ia merasa gusar karena tidak ada suara sedikit pun dari kamar. Ia lekas berlari tergesa-gesa menaiki anak tangga seraya menggenggam seikat tumbuh anuma. Saat sampai di ambang pintu kamar, ia bernapas lega melihat Julia masih tetap di atas ranjang. Ia masih bisa melihat nampan dengan makanan lengkap yang tak tersentuh. Ia merasa semakin bersalah karena berkata kasar seperti tadi.

Lay membawa tungkai jenjangnya menghampiri Julia lalu bersimpuh di depan Julia yang terduduk di tepi ranjang sambil bertanya dengan nada lebih lembut dari biasanya. “Hei. Kau kenapa menangis?” Lay melunak kala mendapati wajah sayu Julia dengan jejak air mata.

Julia membuka matanya yang sedari tadi memejam. Ia menurunkan tangannya yang menutup mulutnya lalu bernapas lega kala mendapati Lay berada di hadapannya dengan sorot mata yang melembut. “Maafkan aku, tadi aku salah berbicara. Aku emosi jadi tidak bisa mengolah kata dengan benar.” Sambil sesekali terisak.

Lay menarik tipis ranumnya seraya menepuk pundak Julia lembut untuk menenangkan. “Tidak apa-apa. Aku juga minta maaf karena terlalu kasar. Sudah jangan menangis lagi, aku sudah memafkanmu. Aku juga sudah ada disini bersamamu. Ini aku bawakan tumbuhan Anuma.” Sambil memberikan seikat tumbuh kepada Julia.

Julia yang sudah mulai terisak kecil, kembali menangis karena mendengar ucapan Lay karena bisa-bisa ia belaku kasar kepada orang baik di hadapannya. Ia ingin sekali memukul dirinya sendiri untuk menghilangkan rasa penyesalannya, bahkan pria di hadapannya memberikan tumbuhan anuma walaupun dirinya sudah menghina dengan kasar.

Lay mengernyit cemas. “Eh, Kenapa malah nangis lagi?” Sambil tetap mengusap lembut bahu Julia.

Julia mengusap kasar air matanya. “Maafkan aku.”

Lay mengusak rambut Julia. “Tidak apa-apa. Sekarang kita makan ya. Aku sudah memasakkan makanan untukmu atau mau kuambilkan yang baru?” Seraya bangkit dan mengambil tempat disamping Julia lalu mengambil nampan di nakas.

Julia menatap Lay dengan sorot mata sayu. “Aku akan makan ini saja.” Ia lantas mengambil nampas di tangan Lay dan melahap makanan Lay. Ia tidak ingin lagi membebani pria dihadapannya.

Lay terkekeh kecil sambil menggeleng pelan. “Pelan-pelan, nanti tersedak.”

Julia hanya menganggut kecil dan melanjutkan makannya.

Julia membuka perlahan pintu kamar mandi sembari menumpukan tangannya pada dinding kamar mandi. Matanya langsung bertemu dengan netra dingin Lay yang sedari tadi menunggunya di depan kamar mandi. Tanpa mengutarakan apapun, Lay lekas merangkul Julia dan membantu Julia untuk melangkah.

“Hari ini aku akan mengantarkan kau ke gedung ERA. Nanti saat pekerjaanmu sudah selesai, langsung telpon aku,” ungkapnya sembari membantu Julia untuk duduk di sofa.

Julia menyimpulkan belah ranumnya. “Lay, kau jadi lebih ramah dan banyak bicara,” cetusnya tiba-tiba membuat Lay terdiam.

Lay mengangkat naik salah satu alisnya. “Kau mau aku menjadi dingin lagi?” tanyanya sambil menatap aneh Julia.

Julia sontak tertawa kecil. “Bukan itu maksudnya. Aku suka kau yang seperti ini. Terima kasih banyak ya.”

Lay tersenyum tipis lalu menganggut pelan.

Lay tidak tahu kenapa dirinya tiba-tiba berubah menjadi seperti ini. Mungkin hanya kepada Julia saja ia menjadi seperti ini.

“Walaupun pria terkesan tidak peduli, tetapi sebenarnya ia adalah orang paling hangat dan perhatian dengan caranya sendiri.”

Related chapters

  • SUKRAMANGALA   CHAPTER 13 (Saling Mendukung)

    Nora menatap Christ yang masih terlelap pulas di sampingnya. Ia mengamati wajah Christ beberapa saat dan tiba-tiba senyuman merekah di bibirnya. Ia baru tersadar bahwa penduduk Mars tidak seburuk yang ada di dalam pikirannya selama ini. penduduk Mars adalah manusia yang bertanggung jawab atas wanita, mereka juga sopan kepada penduduk Venus. Selama sekolah Nora hanya tahu kalau penduduk Mars sangat egois dan tidak mementingkan orang lain, tetapi sekarang pandangannuya mulai berubah dan terbuka. Pandangan buruknya dipatahkan oleh bagaiman Christ memperlakukan dirinya kemarin. Nora keluar dari dalam selimutnya dan bangun dari ranjang lalu melangkah ke kamar mandi dan membasuh wajahnya. Setelahnya ia melangkah menuruni anak tangga untuk ke bawah sambil membawa laptop tipisnya dan mengintip ke arah dapur. Ia berencana untuk memasak roti dan membuat kopi walaupun sebenarnya ia tidak mengosumsi kopi. Ia selalu meminum jus pada pagi hari, tetapi karena penduduk Mars menyukai sarapan

    Last Updated : 2021-04-19
  • SUKRAMANGALA   CHAPTER 14 (Kekacauan)

    Alexa menoleh ke arah Calvin dan melihat Calvin dengan kedua netranya yang tertutup rapat. Ia sadar jika wajah Calvin menyorotkan keletihan. Ia turun dari ranjang lalu melangkahkan tungkainya turun ke lantai bawah. Ia meneguk air mineral sambil menarik langkahnya keluar rumah. Ia lantas mendudukan bokongnya di sebuah kursi putih yang berada di teras rumah sambil memandang langit. Hari ini langitnya terlihat indah dengan awan-awan putih yang saling berguling. Alexa mengejamkan kedua netranya sambil merasakan terpaan angin yang menyapu kulitnya. Ia merapatkan mantelnya untuk menghalau masuk udara dingin. Sejauh netranya memandang, ia dapat melihat salju yang sudah menyelimuti pohon, jalanan dan tentu saja tangga depan rumahnya juga tertutup salju dan terlihat licin.“Aku ingin tinggal di sini seterusnya,” gumamnya tidak sadar.Calvin meraba sisi ranjangnya yang terasa dingin. Ia lantas tercegak dari tidurnya ketika menyadari Alexa sudah menghilang dari sisiny

    Last Updated : 2022-02-11
  • SUKRAMANGALA   CHAPTER 15 (Bagian Awal)

    Alexa terpana menatap gedung dihadapannya yang sarat akan kelir hitam gelap. Gedung di hadapannya terlihat lebih tua dari semua gedung yang pernah ia lihat sebelumnya. Ia menginjakkan tungkai kakinya masuk ke dalam gedung dan langsung disambut tatapan acuh dari beberapa pegawai yang lalu-lalang. Dirinya tanpa banyak berpikir langsung ia langsung menghampiri dua orang resepsionis yang terlihat terlalu lesu untuk surya yang baru saja menginjakkan diri di atas langit.“Permisi. Saya diutus oleh Presiden Venus dan Mars untuk ke ruang penyelidikkan,” jelas Alexa dengan terburu-buru.Salah satu dari dua resepsionis di balik meja sontak memperlihatkan wajah cerah dan ramahnya. “Anda dapat ke lantai lima di ruangan nomor B58.”Alexa melenggut mengerti lantas beranjak pergi.Nora tertegun dengan pandangan netranya menuju layar laptopnya. Ia tidak bisa berpikir.

    Last Updated : 2022-02-16
  • SUKRAMANGALA   CHAPTER 16 (Sehabis Terang)

    Bandara Ruang Angkasa Wilayah Singapura.Sandra membawa tungkai jenjangnya keluar dari spaceship. Tubuhnya berdiri tegap dengan dagu terangkat tak begitu naik, langkahnya lebar dan panjang. Ia menatap datar beberapa bawahan yang berniat untuk menyambutnya, meskipun sebenarnya hal seperti itu tidak perlu untuk dilakukan karena hanya akan membuat diri Sandra merasa risih dengan perlakuan yang mengagungkan untuk mendapatkan keinginan tersembunyi. Mereka ingin Sandra melihat mereka dan mengangkat mereka ke tempat yang lebih tinggi lagi. Namun, hal tersebut hanyalah tangan hampa lantaran sampai kapanpun ia hanya akan melihat kemampuan bukan kebodohan.Tadinya Sandra akan mendarat di pemerintahan pusat yang terletak di wilayah Amerika, tetapi ia mengubah rencananya dan lantas mendarat di wilayah Singapura, tempat di mana terjadinya hukuman mati tanpa izin pemerintahan pusat yang sempat Nora beritahu t

    Last Updated : 2022-02-19
  • SUKRAMANGALA   CHAPTER 17 (Rasa Takut)

    Nora melipat kedua tangannya di depan dada dengan raut masam yang tertatah di wajahnya. Entah apa yang membuat membuat suasana hati Nora turun drastis, Christ pun tak tahu, sebab jika ia mencoba untuk bertanya, ia mungkin kira-kira akan terkena amarah Nora. Jadi, ia memilih untuk membisu dan menyetir dengan tenang tanpa mengganggu Nora.Nora melirik kecil Christ. Sebenarnya ia tidak kesal dengan siapa pun, tetapi suasana hatinya turun karena Christ menertawai baju yang ia pakai, padahal ia tidak merasa ada yang salah dengan bajunya, walaupun memang sedikit tidak tepat berpakaian seperti itu di kantor, tetapi ia tetap kesal ditertawai begitu.Alhasil Christ menyerah, ia menghembus napas lembut. “Kau kenapa Nora? Apakah ada yang salah dengan cara bicaraku?” Ia bertanya dengan intonasi yang lembut sekali untuk menghindari kesalahpahaman.Nora menoleh tahu-tahu menolah terburu-buru. “Kau ini tidak sadar ya kalau menyebalkan. Kau menertawai pa

    Last Updated : 2022-02-19
  • SUKRAMANGALA   CHAPTER 18 (Pembicaraan Sederhana)

    Langit selalu menjadi kontinen bagi para burung yang siap menjelajahi dunianya dari seluruh mata angin. Kebebasan selalu menjadi kehidupan para burung. Ribuan burung melebarkan, mengepakkan sayap cepat-cepat lalu membelah kontinen mereka yang dipenuhi oleh kapas putih yang larut di kanvas biru. Kehidupan yang indah dan kebebasan yang pasti diharapkan banyak manusia yang hidupnya dipenuhi gelombang permasalahan yang tak ada habisnya. Manusia, makhluk yang diciptakan paling sempurna, tetapi menjadi malapetaka paling besar untuk kehidupan. Kesempurnaan yang mengelilingi mereka membuat mereka semena-mena terhadap makhluk lain yang memiliki hak hidup yang sama seperti mereka, bedanya makhluk lain tidak diberikan kemampuan untuk berbicara bahasa manusia. Hanya perbedaan kecil itu yang menjadikan manusia merasa hebat dan memiliki hak penuh untuk merusak bumi. Setelah dirusak dengan sebegitu parahnya. Mereka tinggalkan bumi yang sudah terkuras habis lalu berinvasi ke

    Last Updated : 2022-02-22
  • SUKRAMANGALA   CHAPTER 19 (Rasa Nyaman)

    Sebenarnya apa yang manusia tahu tentang dunia fana ini, selain kekayaan dan kepuasan yang tak terhingga. Manusia menyukai kepuasan dan mencintai kekayaan. Mereka adalah makhluk tamak yang dapat melakukan apa pun untuk dirinya sediri, termasuk jika harus menumbalkan anaknya, mungkin akan ia tumbalkan. Ketamakkan yang menurutnya adalah sebuah keputusan yang tepat bagi manusia, padahal hanya jurang dalam yang dipenuhi batu runcing. Mereka berpikir mereka benar sampai, tetapi pada akhirnya hanyalah penyeselan yang mereka terima. Manusia suka menusuk punggung manusia lainnya tanpa memikirkan hubungan yang mereka miliki.Memang bukan semua manusia. Namun, tragedi itu yang sering terjadi di dunia fana, saling menusuk untuk mendapatkan kepuasan, saling menusuk untuk melindungi kekayaan, dan saling menusuk agar benteng yang dibangun tak retak. Manusia ada yang tidak suka menusuk manusia lainnya, tetapi mereka langka sebab terlalu banyaknya tragedi tusuk menusuk yang hadir, membuat ma

    Last Updated : 2022-02-24
  • SUKRAMANGALA   CHAPTER 20 (Seseorang yang Tak Terlupakan)

    Andrew dan Sandra masih masing-masing bergeming di tempatnya untuk beberapa detik. Hanya ada kesunyian dan kebisuan di antara mereka, usai perkataan Sandra yang terlontar beberapa saat lalu. Sontak senyuman menenangkan terpatri di wajah Andrew. “Aku juga merindukanmu, walaupun kita terus bertemu dan bersama-sama.” Sandra awalnya merasa malu setelah sebuah kalimat yang tak ia sadari terlontar dari lisannya begitu saja dan berpikiran untuk meluruskan bahwa dirinya sedang kehilangan fokus, tetapi usai mendengar tuturan Andrew yang begitu tegas dan jelas, ia mengurungkan niatnya. “Kenapa kau merindukanku juga?” Sembari melipat kedua tangannya di depan dada. Sepertinya kepercayaan diri Sandra yang hilang untuk beberapa saat sudah kembali. “Tidak ada alasan. Kalau kau kenapa merindukanku?” Andrew bertanya balik. Sandra mendelik kesal. “Ihhh. Memangnya aku juga perlu alasan?” tanyanya dengan kesal padahal ia yang menanyakan hal itu pertama kali.

    Last Updated : 2022-02-25

Latest chapter

  • SUKRAMANGALA   CHAPTER 25 (Sebuah Foto)

    Sandra melangkahkan tungkai jenjangnya masuk ke dalam kediaman ibunya, Sherine. Sudah bertahun-tahun sejak ia terakhir kali menginjakkan kakinya di tempat dimana ia tumbuh dewasa. Tak ada yang banyak berubah, hanya beberapa teknologi baru yang ditambahkan ke dalam rumah. Ia membawa tungkainya kakinya untuk mengelilingi rumah masa kecil. Ia sudah menghubungi Sherine sebab ternyata Sherine sedang mengerjakan beberapa pekerjaan di luar sana. Mungkin akan tiba satu jam lagi. Sandra menabirkan pandangannya ke seluruh ruangan. Namun, ada satu ruangan yang menarik atensinya. Ruang yang tertutup rapat dengan pintu ruangan berwarna coklat berat dengan dua pot tanaman di ke dua sisi pintu tersebut. Ukirannya membuat Sandra tertarik untuk masuk ke dalam ruangan itu. Ia memutuskan untuk melangkah masuk ke dalam ruang yang membuatnya tertarik. Kala ia mencoba untuk membuka pintu ruangan tersebut, pintunya terkunci dengan kata sandi, tetapi ia tak menyerah karena ia benar-benar pena

  • SUKRAMANGALA   CHAPTER 24 (Mario)

    Sandra dan Andrew bermukim di sebuah ruangan pemantau. Mereka berdiri di belakang kaca sembari memantau dan mendengar percakapan antara Benedict dan Marilyn dengan pelaku penembakan melalui audio. Mereka memandang ke luar kaca dimana Benedict dan Marilyn berusaha mengulik informasi sebisa mereka sebab pelaku tersebut terus bungkam dengan enggan untuk mengangkat wajahnya untuk menatap orang yang sedang mengajaknya berbicara.“Mario, katakan yang sejujurnya,” pinta Benedict dengan tegas.Marilyn menghembuskan napas keras. Ia bangkit dari duduknya. Segalanya terjadi begitu cepat sampai membuat Benedict, Andrew dan Sandra terperanjat. Marilyn menarik revolvernya keluar dari holsternya lalu menodongkan moncong revolvernya pada kepala belakang Mario.Mario yang awalnya terlihat tenang, mulai merasa gemetar. Ia memejamkan matanya kuat-kuat. Ia memang tidak takut dengan senjata api, tetapi ia takut mati dengan cara mengenaskan seperti ini. Apalagi dengan kep

  • SUKRAMANGALA   CHAPTER 23 (Musuh Tak Terduga)

    Sebenarnya Sandra dan Andrew benar-benar tidak bisa membendung emosinya lantaran mereka tidak mendapati satu pun tentara yang harusnya ditugaskan untuk menjaga setiap halaman belakang rumah di komplek perumahan Bumi. Mereka berjalan dengan tegap bersama Benedict untuk menghampiri para tentara yang lalai dalam tugasnya dan menyebabkan pelaku penembakkan sampai masuk ke dalam rumah lalu mengancam salah satu penduduk Venus, bahkan sampai menodongkan senjata.Para tentara yang berasal dari Mars dan Venus sontak merasa takut dengan kehadiran Sandra dan Andrew yang menatap mereka dengan amarah. Di belakang Kedua presiden tersebut terdapat Benedict dan Marilyn yang hanya membisu dan memandang kecewa pasukan kebanggaan mereka.“Kenapa kalian tidak mengerjakan tugas dengan benar?” tanya Andrew dengan suara rendah bersamaan dengan nada tegas.Para tentara di hadapan mereka masih menunduk membisu.“JAWAB!” perintah Sandra dengan intonasi naik

  • SUKRAMANGALA   CHAPTER 22 (Tentara yang Bersembunyi Bagian 2)

    Nora berdiri di samping Christ yang sedang tertidur di sofa. Ia tadi terbagun dari tidurnya dan mendapati Christ sedang tertidur di atas sofa dengan laptop di atas pangkuannya. Ia jadi merasa bersalah karena menyita waktu Christ untuk menemaninya menonton. Sejak seminggu yang lalu, Christ selalu menemaninya menghabiskan film yang Nora beli. Ia pikir Christ akan menolak, tetapi ternyata salah, Christ selalu menerima ajakannya tanpa berpikir panjang. Christ benar-benar menghargai keberadaannya. Sejak pernyataanya satu minggu yang lalu, ia tetapi tidak menjawab, tetapi Christ tetap menjadi Christ sebelumnya dan sedikit lebih perhatian sepertinya.Nora hela napa lembut seraya menutup laptop Christ dan menaruhnya di meja. Ia meraih selimut kecil miliknya, lantas melingkupi Christ dengan selimut di tangannya sampi leher Christ. Setelahnya, mata Nora tak sengaja menatap keluar jendela yang menghadap langsung pada rumah di sebelahnya, yaitu rumah Gerald dan Natasha. Ia memutuskan unt

  • SUKRAMANGALA   CHAPTER 21 (Tentara yang Bersembunyi)

    Nora hanya dapat tertegun mendengar ucapan Christ yang tiba-tiba.Beberapa saat kemudian, sontak Nora memukul Christ dengan bantal sofa. “Jangan bercanda seperti itu atau aku akan memukulmu lebih kencang,” ancamnya.Christ berusaha menangkis pukulan Nora dengan kedua tangannya. “Aku hanya berbicara sesuai yang ada di film.”“Awas saja kau berbicara seperti itu lagi,” ancam Nora untuk kedua kalinya.“Oke. Dengarkan aku terlebih dahulu. Di film tadi dijelaskan jika kita menyukai orang, kita akan merasa senang dengan kehadirannya, Jantung akan berdegup lebih cepat dari biasanya lantaran perasaan antusias bertemu seseorang yang disukai, kita akan merasa nyaman dengan dengannya, dan yang paling penting, Kita merasa memiliki hidup yang lebih bahagia dengan kehadirannya. Semua itu aku rasakan saat bersama kau.”Nora menurunkan tangannya yang sedari tadi memegang bantal sofa untuk melayangkan pu

  • SUKRAMANGALA   CHAPTER 20 (Seseorang yang Tak Terlupakan)

    Andrew dan Sandra masih masing-masing bergeming di tempatnya untuk beberapa detik. Hanya ada kesunyian dan kebisuan di antara mereka, usai perkataan Sandra yang terlontar beberapa saat lalu. Sontak senyuman menenangkan terpatri di wajah Andrew. “Aku juga merindukanmu, walaupun kita terus bertemu dan bersama-sama.” Sandra awalnya merasa malu setelah sebuah kalimat yang tak ia sadari terlontar dari lisannya begitu saja dan berpikiran untuk meluruskan bahwa dirinya sedang kehilangan fokus, tetapi usai mendengar tuturan Andrew yang begitu tegas dan jelas, ia mengurungkan niatnya. “Kenapa kau merindukanku juga?” Sembari melipat kedua tangannya di depan dada. Sepertinya kepercayaan diri Sandra yang hilang untuk beberapa saat sudah kembali. “Tidak ada alasan. Kalau kau kenapa merindukanku?” Andrew bertanya balik. Sandra mendelik kesal. “Ihhh. Memangnya aku juga perlu alasan?” tanyanya dengan kesal padahal ia yang menanyakan hal itu pertama kali.

  • SUKRAMANGALA   CHAPTER 19 (Rasa Nyaman)

    Sebenarnya apa yang manusia tahu tentang dunia fana ini, selain kekayaan dan kepuasan yang tak terhingga. Manusia menyukai kepuasan dan mencintai kekayaan. Mereka adalah makhluk tamak yang dapat melakukan apa pun untuk dirinya sediri, termasuk jika harus menumbalkan anaknya, mungkin akan ia tumbalkan. Ketamakkan yang menurutnya adalah sebuah keputusan yang tepat bagi manusia, padahal hanya jurang dalam yang dipenuhi batu runcing. Mereka berpikir mereka benar sampai, tetapi pada akhirnya hanyalah penyeselan yang mereka terima. Manusia suka menusuk punggung manusia lainnya tanpa memikirkan hubungan yang mereka miliki.Memang bukan semua manusia. Namun, tragedi itu yang sering terjadi di dunia fana, saling menusuk untuk mendapatkan kepuasan, saling menusuk untuk melindungi kekayaan, dan saling menusuk agar benteng yang dibangun tak retak. Manusia ada yang tidak suka menusuk manusia lainnya, tetapi mereka langka sebab terlalu banyaknya tragedi tusuk menusuk yang hadir, membuat ma

  • SUKRAMANGALA   CHAPTER 18 (Pembicaraan Sederhana)

    Langit selalu menjadi kontinen bagi para burung yang siap menjelajahi dunianya dari seluruh mata angin. Kebebasan selalu menjadi kehidupan para burung. Ribuan burung melebarkan, mengepakkan sayap cepat-cepat lalu membelah kontinen mereka yang dipenuhi oleh kapas putih yang larut di kanvas biru. Kehidupan yang indah dan kebebasan yang pasti diharapkan banyak manusia yang hidupnya dipenuhi gelombang permasalahan yang tak ada habisnya. Manusia, makhluk yang diciptakan paling sempurna, tetapi menjadi malapetaka paling besar untuk kehidupan. Kesempurnaan yang mengelilingi mereka membuat mereka semena-mena terhadap makhluk lain yang memiliki hak hidup yang sama seperti mereka, bedanya makhluk lain tidak diberikan kemampuan untuk berbicara bahasa manusia. Hanya perbedaan kecil itu yang menjadikan manusia merasa hebat dan memiliki hak penuh untuk merusak bumi. Setelah dirusak dengan sebegitu parahnya. Mereka tinggalkan bumi yang sudah terkuras habis lalu berinvasi ke

  • SUKRAMANGALA   CHAPTER 17 (Rasa Takut)

    Nora melipat kedua tangannya di depan dada dengan raut masam yang tertatah di wajahnya. Entah apa yang membuat membuat suasana hati Nora turun drastis, Christ pun tak tahu, sebab jika ia mencoba untuk bertanya, ia mungkin kira-kira akan terkena amarah Nora. Jadi, ia memilih untuk membisu dan menyetir dengan tenang tanpa mengganggu Nora.Nora melirik kecil Christ. Sebenarnya ia tidak kesal dengan siapa pun, tetapi suasana hatinya turun karena Christ menertawai baju yang ia pakai, padahal ia tidak merasa ada yang salah dengan bajunya, walaupun memang sedikit tidak tepat berpakaian seperti itu di kantor, tetapi ia tetap kesal ditertawai begitu.Alhasil Christ menyerah, ia menghembus napas lembut. “Kau kenapa Nora? Apakah ada yang salah dengan cara bicaraku?” Ia bertanya dengan intonasi yang lembut sekali untuk menghindari kesalahpahaman.Nora menoleh tahu-tahu menolah terburu-buru. “Kau ini tidak sadar ya kalau menyebalkan. Kau menertawai pa

DMCA.com Protection Status