Sandra dan Andrew masing-masing sibuk dengan kegiatannya. Sandra yang dengan apik memasukkan bajunya ke dalam lemari dan Andrew yang sedang membaca berkasnya. Sejak tadi mereka tidak banyak berbicara. Usai menunggu tantara Mars dan tantara Venus sampai di bumi untuk melakukan penjagaan, mereka kembali ke rumah dengan pikiran yang terfokus pada diri masing-masing. Sandra dan Andrew juga merasa canggung untuk memulai pembicaraan karena sebelumnya mereka tidak pernah membicarakan sesuatu di luar pekerjaan, bahkan perangai Sandra yang terkesan dingin terhadap Andrew, membuat Andrew tak memiliki keberanian melangkaui garis yang Sandra ciptakan.
Dalam diam, Sandra beberapa kali mencuri pandang ke arah Andrew. Ada sececah rasa tak enak yang membelam dari dalam dirinya. Ia sadar jika Andrew merasa sungkan karena dirinyalah yang secara terang-terangan menarik garis yang tak dapat pria itu lewati. Ia mendesah jengkel karena dirinya yang menciptakan suasana canggung sekarang.
Sandra berjalan mendatangi Andrew. “Drew, apa kau sibuk?”
Andrew mendongak melihat Sandra yang sudah berdiri di depannya entah sejak kapan. “Tidak terlalu,” ujarnya seraya mematikan tablet tipisnya.
“Mau ikut denganku ke pantai di dekat sini?” tanyanya ragu.
Tiba-tiba sebuah senyuman mengembang di ranum Andrew. “Tentu saja.”
Sandra dan Andrew bersemanyam di hamparan pasir yang luas tanpa takut jika pakaian yang digunakan terinvasi noda. Lampu-lampu kecil temaram dikaitkan di setiap tiang, dipasang terbentang dari ujung sampai penyudah pantai yang tak terjangkau oleh netra, memberikan mereka sedikit penerangan agar dapat melihat laut lebih jernih. Lautan biru dengan air yang terlihat berkelir hitam karena bulan yang hinggap setelah surya mulai beristirahat menjadikan gelapnya malam menyembunyikan jernihnya laut, tetapi hal itu tak menjadi sebuah halangan untuk mereka menemukan keindahan sejauh netra memandang. Udara bertekanan rendah berhembus dengan perlahan, tetapi tetap memberikan kesan dingin yang menusuk permukaan kulit. Namun, sekali lagi mereka tak merasa terusik. Alih-alih ingin kembali ke rumah, mereka justru kian tenggelam ke dalam keanggunan laut lepas yang ada di depan manik mereka. Manik binar keduanya sudah terlena dengan keindahan yang sukar menyapa diri mereka karena terhalang oleh kesibukkan yang memerangkap tanpa pintu untuk kembali.
Andrew alihkan wajahnya ke arah Sandra. Pandangannya lantas dipertemukan dengan Sandra yang bertalu-talu mengusap lengannya dan sesekali mendekap dirinya sendiri untuk melenyapkan hawa dingin yang terus menusuk pori-pori kulitnya. Tanpa berpikir panjang, Andrew lantas melepas mantel hitamnya dan hanya menyisakan jaket hitam tak begitu tebal yang melekat pada tubuhnya lalu membenamkan mantel hitamnya ke bahu wanita di sampingnya.
Gerakan tangan Sandra terhenti kala ia merasa tubuhnya direngkuh hangat oleh mantel hitam yang tebal untuk menghalau hawa dingin. Ia memalingkan wajahnya dan segera menatap sorot mata lembut yang tak bosan dipancarkan. “Terima kasih Andrew.”
“Tidak apa. Kau terlihat sangat kedinginan.” Sambil mengembalikan tatapannya ke arah laut.
Sandra berdeham kecil lalu berujar, “Sepertinya aku harus meminta maaf kepadamu karena sikapku yang terlihat tidak menerima dan membuka diri untuk menerimamu. I am sorry.” Dengan pandangan yang masih setia menatap pemimpin Mars di sampingnya.
Andrew tertawa kecil dengan tatapan netra yang setia menikmati lautan. “Tidak apa-apa. Lagi pula aku tidak akan memaksa. Kita bisa memulainya perlahan dengan langkah kecil. Jadi tenang saja.”
Sandra tak bisa menahan simpulan tipis yang berkecambah di ranumnya.
Sandra dan Andrew melangkah santai memasuki pekarangan rumah dengan suasana yang lebih bersahabat dan dengan bincangan-bincangan kecil yang membuat satu sama lain merasa nyaman.
“Kau benar. Para petinggi di setiap wilayah benar-benar menjengkelkan.” Diikuti dengan sahutan kekehan Andrew.
“Aku juga-“ Kalimat Andrew terputus kala suara letupan tembakan menyapa gendang telinga keduanya.
Mereka saling bertukar pandang. Sandra segera mengeluarkan handgun berjenis Glock-19 yang sedari tadi bersemanyam di balik pakaiannya. Sementara, Andrew mengeluarkan double action revolver keluaran barunya lalu menodongkannya ke arah depan seraya mengambil langkah perlahan. Sedangkan Sandra berjalan mundur untuk melindungi sisi belakang sembari menodongkan handgunnya. Punggung mereka saling bersentuhan. Mereka berdua merupakan orang yang sangat penting di kedua planet, jadi tidak menutup kemungkinan jika nyawa mereka akan terancam. Sandra dan Andrew selalu bersiap sedia dengan senjata api dibalik pakaian rapihnya untuk berjaga-jaga jika dibutuhkan.
“Kau melihat sesuatu?” tanya Sandra dengan pandangan tajam yang terus menilik ke setiap sisi.
“Tidak, terlalu gelap.”
Andrew menyalakan mode penerangan dari cincinnya lalu mengarahkannya ke depan dengan sorot mata tajam yang bersiap jika ada musuh menyerang. Mereka mendatangi gerbang belakang rumah dan terus melangkah memasuki hutan lebat dengan posisi yang tidak berubah. Langkah mereka terhenti tatkala netra Andrew menangkap seseorang yang sudah terbaring di atas tanah dengan keadaan dada bagian kanan yang terus mengeluarkan cairan kental amis berwarna merah.
Sandra masih belum menyadarinya karena dirinya hanya fokus pada sisi belakang. “Ada apa?”
Andrew menurunkan revolvernya dan berjalan mendatangi sosok yang tergelatak di atas tanah. “Ada seseorang yang terluka.”
Sandra menurunkan handgunnya seraya berbalik badan dan mengikuti langkah panjang Andrew. Manik matanya membelalak terperanjat kala melihat tubuh tak berdaya yang tergeletak di tanah.
“Salah satu tentaraku.” Sambil bercangkuh di samping sosok tersebut lalu mendekatkan telinganya ke bagian hidung dan mulut wanita yang ia yakini sebagai salah satu tentara Venus yang ditugaskan di Bumi.
Andrew bertumpu tepat di samping Sandra sembari menabirkan tatapan tajamnya untuk berjaga-jaga.
Sandra memejamkan matanya sejenak dan menghembus napas berat. “Dia sudah tak bernapas.” Terdengar laras penyesalan di dalam suara Sandra yang bergetar tipis.
Andrew membantu Sandra untuk bangkit dengan merangkul ke dua bahunya. “Kau kembali ke rumah. Aku akan menghubungi Pusat Pemerintahan Bumi agar dan juga Pusat Markas Tentara,” titah Andrew dengan suara yang terkesan lembut.
Sandra menggeleng tak terima. “Aku akan tetap disini, menunggu sampai jenazah ini diamakan,” tapik Sandra tak ingin dibantah.
Andrew hanya dapat menganggut walau dirinya tidak terima karena sekarang bukan waktunya untuk berdebat. Ia lantas membuka ponsel hologramnya lalu menghubungi Pusat Pemerintahan Bumi dan Pusat Markas Tentara untuk mengirimkan bantuan.
Usai menelpon, Andrew menggilir tatapannya ke arah Sandra yang sejak tadi hanya membisu sambil memandangi sosok tak bernyawa yang tergeletak di tanah.
Andrew mengusap lembut bahu Sandra sembari berkata, “Semua akan baik-baik saja.”
Sandra melenggut kecil walau sebenernya ia merasa buncah. Dampak dari penelitian M+V yang selama ini selalu mengganggu pikirannya akhirnya datang. Ia semakin takut jika nantinya banyak yang terbunuh karena dirinya yang dengan keras kepala tetap melanjutkan penelitian ini walaupun banyak yang melarangnya karena ia merasa langkahnya benar. Namun, langkah yang ia anggap benar secara perlahan mulai memakan korban. Sandra menekan pelan pelipisnya untuk menghalau rasa sakit yang sontak datang karena pikirannya yang terlalu melalang jauh.
Setelah lima belas menit menunggu, akhirnya tiba dua mobil tentara dan dua mobil biasa yang melaju lebih dulu. Mobil-mobil itu masuk dari arah berlawanan dari tempat Andrew dan Sandra masuk. Mereka masuk melalu sisi depan hutan yang memang dikhususkan untuk mobil tantara masuk saat sedang melakukan penjagaan.
Marilyn yang merupakan komandan tantara Venus melangkah tegap ke hadapan Sandra lalu memberikan gerakkan hormat.
Usai Sandra menganggut tipis, Marilyn baru menurunkan tangannya.
Beberapa langkah dibelakang Marilyn terdapat beberapa tantara Venus dan Mars lalu di susul dengan Benedict, komandan tantara Mars yang baru saja keluar dari dalam mobil. Selanjutnya enam orang yang merupakan perwakilan dari Pusat Pemerintahan Bumi yang ditugasakan untuk menyelidiki kejadian baru saja terjadi dengan bekerja sama dengan para tentara dan satu di antaranya adalah dokter.
Tanpa menunggu lebih lama, Sandra segera membuka suaranya. “Tadi saat saya dan Presiden Mars sampai di rumah. Kami mendengar suara tembakan dari dalam hutan. Kami berdua berusaha memeriksa dengan membawa senjata api untuk berjaga-jaga. Setelah dua puluh langkah masuk ke dalam hutan, kami menemukan jenazah ini,” jelas Sandra dengan laras tegas yang ia pertahankan.
Marilyn dan Benedict menganggut mengerti.
“Bawa jenazah ini untuk di otopsi lalu kalian berikan tanda dilarang mendekat dalam radius empat ratus meter dalam dari tempat kejadian dan kunci seluruh gerbang belakang setiap rumah disini. Kita tidak tahu siapa pelakunya dan mungkin sekarang dia sedang berkeliaran di dalam hutan,” titah Andrew.
“Baik Presiden,” jawab Marilyn dan Benedict bersamaan.
“Kami akan mengurusnya. Lebih baik Pak Presiden dan Bu Presiden masuk ke dalam rumah untuk beristirahat. Kita akan membicarakannya di Pusat Markas Tentara esok siang,” ujar Johanson yang merupakan salah satu ketua Pusat Pemerintah Bumi
Sandra menaruh handgunnya kembali ke balik baju bagian belakangnya seraya bertukas, “Kami berdua akan datang ke sana besok siang.” Lalu Sandra dan Andrew beranjak pergi dari Kawasan hutan.
Andrew menempatkan segelas air dan roti berselai coklat di atas nakas samping ranjang lalu ia ikut mendudukkan dirinya di tepi ranjang seperti yang Sandra lakukan selama tiga puluh menit. Wanita di sampingnya sama sekali tak bergerak, bahkan merubah posisinya sejak tadi. Sandra hanya duduk dengan siku bertumpu pada pahanya dan kedua telapak tangan yang menutup wajahnya.
Andrew menepuk bahu Sandra lembut sambil berujar, “Aku membawakanmu roti. Kau belum makan sejak tadi.”
Sandra masih terdiam.
Andrew hela napas halus. “Ara, kau harus makan. Kejadian tadi jangan kau pikirkan berlarut seperti ini. Kita akan menemukan jalan keluarnya.”
Wanita di samping Andrew akhirnya merespon dengan mengangkat wajahnya dengan sorot mata was-was, risau, menyesal dan kesal yang bercampur menjadi satu.
“Harusnya aku tidak memaksa melakukan penelitian ini,” sesalnya.
Andrew menangkup ke dua bahu Sandra lalu membawanya agar berhadapan dan bertatapan langsung dengan manik mata menenangkan milik Andrew. “Kau melakukan hal yang benar. Di hari kau mengunjungi Mars dan meminta bantuanku untuk bekerja sama, aku tahu kalau penelitian ini akan membawa dampak besar. Aku yakin penelitian ini akan berhasil dan umat manusia akan berhasil selamat dari kepunahan.” Suara Andrew terdengar yakin dan tegas, tak ada getaran di setiap kalimatnya karena Andrew benar-benar yakin dengan yang ia lakukan.
Sandra menarik tipis sudut ranumnya. “Terima kasih karena telah mempercayaiku.”
Andrew ikut tersenyum simpul sambil melenggut kecil. “Baiklah. Sekarang kau makan dan setelah ini kita beristirahat.” Seraya mengambil piring yang mulanya ia taruh di atas nakas.
Sandra mengambil roti diatas piring yang Andrew haturkan kepadanya. Ia menatap sejenak roti tersebut dan berujar, “Kau mengingatkanku pada seseorang. Ia menyukai roti berselai coklat yang dipotong segitiga.”
“Roti berselai coklat yang dipotong segitiga adalah kesukaanku. Jika boleh tahu, siapakah dia? Mungkin aku dengannya akan cocok,” guraunya.
Sandra terpegun, ia sendiri tak tahu siapa gerangan seseorang yang sedang ia bicarakan. Kalimat itu tiba-tiba saja keluar dari mulutnya. Ia merasa mengenal baik seseorang dalam pikirannya, tetapi ia tak ingat siapa dia atau mungkin semuanya hanya permainan otaknya karena pikirannya yang selalu membumbung jauh.
“Aku tidak ingat siapa dia. Mungkin hanya perasaanku saja.” Diakhiri dengan senyuman masam yang tercetak jelas di ranumnya.
“Ayahku dulu selalu berkata bahwa kita dapat melupakan orangnya, tetapi tidak dengan kebiasaannya dan mungkin itu yang sedang terjadi padamu. Jika kau sudah ingat siapa orangnya, jangan lupa beritahu aku agar dia saja yang aku dekati.” Lagi-lagi Andrew sedikit bergurau untuk menciptakan suasana nyaman untuk Sandra.
Sandra tertawa kecil. “Kau ini benar-benar ya. Dari tadi bergurau terus.” Lalu mulai membawa potongan roti tersebut ke mulutnya.
Andrew terkekeh. “Aku hanya ingin kau nyaman denganku.”
“Sejak awal kita bertemu di Mars, aku sudah nyaman denganmu. Aku hanya tidak ingin menunjukkannya karena menurutku aneh nyaman dengan seseorang yang baru ditemui beberapa detik. Jadi aku bertindak dingin denganmu dan menjaga jarak. Aku hanya merasa malu saja,” Jelas Sandra yang membuat senyuman Andrew tersimpul lebih lebar.
“Kau tidak perlu malu karena aku juga merasakan hal yang sama, bahkan tadinya aku kira ada masalah dengan mentalku karena tiba-tiba merasa nyaman dengan seseorang hanya dalam kurung waktu beberapa detik.”
Sandra hanya diam membisu walau dirinya merasa senang dengan fakta bahwa hal yang ia rasakan, dirasakan juga oleh Andrew.
Sandra melahap potongan roti terakhirnya lalu bangkit. “Aku mandi duluan ya.”
Andrew menganggut kecil.
Sandra merebahkan tubuhnya di ranjang halus sambil sesekali merenganggangkan otot-ototnya. Hari ini cukup melelahkan untuk dirinya. Terlalu banyak yang terjadi dalam satu hari dan sejujurnya sangat membuatnya jengkel.
“Aku akan tidur di sofa,” cetus Andrew tiba-tiba yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan surai hitam kecoklatan yang masih menetaskan bulir air.
Sandra hanya menganggut kecil dan membaringkan tubuhnya ke kanan lalu menutup matanya. Ia ingin cepat-cepat masuk ke dalam mimpi dan beristirahat dengan tenang.
Andrew menyimpulkan belah ranumnya membentuk senyuman sambil menggeleng pelan. Entah apa yang membuatnya seperti ini. Melihat Sandra selalu membuatnya tanpa sadar tersenyum.
Andrew membaringkan tubuhnya lalu menarik selimutnya seraya berbisik, “Good night ara.” Dan pastinya tidak ada jawaban karena Sandra sudah terlelap tenang menikmati mimpinya.
“Wanita memang membutuhkan waktu yang sedikit lebih lama untuk membuka dirinya dan ceritanya, tetapi sabarlah dan tunggulah sebentar karena jika waktunya sudah tepat, wanita akan menceritakan segalanya. Pria hanya perlu sedikit bersabar.”
Julia terbangun dari tidur. Ia mengusap sudut matanya pelan dan melemparkan tatapannya ke sekitar ruangan. Ia tidak menemukan keberadaan Lay di mana pun. Julia mencoba untuk turun dari ranjang perlahan dengan tangan yang bertumpu pada dinding. Ia mencoba bangkit walau awalnya sempat tergelincir karena tumpuan tangannya yang kurang kuat. Ia mendengus kesal karena dirinya harus bersusah payah hanya untuk berdiri tegap. Setelah merasa kuat, ia mulai melangkahkan tungkainya perlahan menuruni anak tangga. Namun, pada tangga ke empat, tangannya kembali tergelincir. Ia memejamkan matanya dan bersiap untuk jatuh, tetapi bukannya merasa sakit atau terbentur, ia justru merasa rengkuhan hangat yang menahan dirinya. Lay memegang erat pinggang Julia. Sebenarnya ia sedikit kesulitan karena pada saat bersamaan ia juga harus menjaga agar tubuhnya seimbang. “Kau ini susah sekali ya diberitahu.” Suaranya sarat akan datar bercampur risau dan kesal. Dalam jarak
Nora menatap Christ yang masih terlelap pulas di sampingnya. Ia mengamati wajah Christ beberapa saat dan tiba-tiba senyuman merekah di bibirnya. Ia baru tersadar bahwa penduduk Mars tidak seburuk yang ada di dalam pikirannya selama ini. penduduk Mars adalah manusia yang bertanggung jawab atas wanita, mereka juga sopan kepada penduduk Venus. Selama sekolah Nora hanya tahu kalau penduduk Mars sangat egois dan tidak mementingkan orang lain, tetapi sekarang pandangannuya mulai berubah dan terbuka. Pandangan buruknya dipatahkan oleh bagaiman Christ memperlakukan dirinya kemarin. Nora keluar dari dalam selimutnya dan bangun dari ranjang lalu melangkah ke kamar mandi dan membasuh wajahnya. Setelahnya ia melangkah menuruni anak tangga untuk ke bawah sambil membawa laptop tipisnya dan mengintip ke arah dapur. Ia berencana untuk memasak roti dan membuat kopi walaupun sebenarnya ia tidak mengosumsi kopi. Ia selalu meminum jus pada pagi hari, tetapi karena penduduk Mars menyukai sarapan
Alexa menoleh ke arah Calvin dan melihat Calvin dengan kedua netranya yang tertutup rapat. Ia sadar jika wajah Calvin menyorotkan keletihan. Ia turun dari ranjang lalu melangkahkan tungkainya turun ke lantai bawah. Ia meneguk air mineral sambil menarik langkahnya keluar rumah. Ia lantas mendudukan bokongnya di sebuah kursi putih yang berada di teras rumah sambil memandang langit. Hari ini langitnya terlihat indah dengan awan-awan putih yang saling berguling. Alexa mengejamkan kedua netranya sambil merasakan terpaan angin yang menyapu kulitnya. Ia merapatkan mantelnya untuk menghalau masuk udara dingin. Sejauh netranya memandang, ia dapat melihat salju yang sudah menyelimuti pohon, jalanan dan tentu saja tangga depan rumahnya juga tertutup salju dan terlihat licin.“Aku ingin tinggal di sini seterusnya,” gumamnya tidak sadar.Calvin meraba sisi ranjangnya yang terasa dingin. Ia lantas tercegak dari tidurnya ketika menyadari Alexa sudah menghilang dari sisiny
Alexa terpana menatap gedung dihadapannya yang sarat akan kelir hitam gelap. Gedung di hadapannya terlihat lebih tua dari semua gedung yang pernah ia lihat sebelumnya. Ia menginjakkan tungkai kakinya masuk ke dalam gedung dan langsung disambut tatapan acuh dari beberapa pegawai yang lalu-lalang. Dirinya tanpa banyak berpikir langsung ia langsung menghampiri dua orang resepsionis yang terlihat terlalu lesu untuk surya yang baru saja menginjakkan diri di atas langit.“Permisi. Saya diutus oleh Presiden Venus dan Mars untuk ke ruang penyelidikkan,” jelas Alexa dengan terburu-buru.Salah satu dari dua resepsionis di balik meja sontak memperlihatkan wajah cerah dan ramahnya. “Anda dapat ke lantai lima di ruangan nomor B58.”Alexa melenggut mengerti lantas beranjak pergi.Nora tertegun dengan pandangan netranya menuju layar laptopnya. Ia tidak bisa berpikir.
Bandara Ruang Angkasa Wilayah Singapura.Sandra membawa tungkai jenjangnya keluar dari spaceship. Tubuhnya berdiri tegap dengan dagu terangkat tak begitu naik, langkahnya lebar dan panjang. Ia menatap datar beberapa bawahan yang berniat untuk menyambutnya, meskipun sebenarnya hal seperti itu tidak perlu untuk dilakukan karena hanya akan membuat diri Sandra merasa risih dengan perlakuan yang mengagungkan untuk mendapatkan keinginan tersembunyi. Mereka ingin Sandra melihat mereka dan mengangkat mereka ke tempat yang lebih tinggi lagi. Namun, hal tersebut hanyalah tangan hampa lantaran sampai kapanpun ia hanya akan melihat kemampuan bukan kebodohan.Tadinya Sandra akan mendarat di pemerintahan pusat yang terletak di wilayah Amerika, tetapi ia mengubah rencananya dan lantas mendarat di wilayah Singapura, tempat di mana terjadinya hukuman mati tanpa izin pemerintahan pusat yang sempat Nora beritahu t
Nora melipat kedua tangannya di depan dada dengan raut masam yang tertatah di wajahnya. Entah apa yang membuat membuat suasana hati Nora turun drastis, Christ pun tak tahu, sebab jika ia mencoba untuk bertanya, ia mungkin kira-kira akan terkena amarah Nora. Jadi, ia memilih untuk membisu dan menyetir dengan tenang tanpa mengganggu Nora.Nora melirik kecil Christ. Sebenarnya ia tidak kesal dengan siapa pun, tetapi suasana hatinya turun karena Christ menertawai baju yang ia pakai, padahal ia tidak merasa ada yang salah dengan bajunya, walaupun memang sedikit tidak tepat berpakaian seperti itu di kantor, tetapi ia tetap kesal ditertawai begitu.Alhasil Christ menyerah, ia menghembus napas lembut. “Kau kenapa Nora? Apakah ada yang salah dengan cara bicaraku?” Ia bertanya dengan intonasi yang lembut sekali untuk menghindari kesalahpahaman.Nora menoleh tahu-tahu menolah terburu-buru. “Kau ini tidak sadar ya kalau menyebalkan. Kau menertawai pa
Langit selalu menjadi kontinen bagi para burung yang siap menjelajahi dunianya dari seluruh mata angin. Kebebasan selalu menjadi kehidupan para burung. Ribuan burung melebarkan, mengepakkan sayap cepat-cepat lalu membelah kontinen mereka yang dipenuhi oleh kapas putih yang larut di kanvas biru. Kehidupan yang indah dan kebebasan yang pasti diharapkan banyak manusia yang hidupnya dipenuhi gelombang permasalahan yang tak ada habisnya. Manusia, makhluk yang diciptakan paling sempurna, tetapi menjadi malapetaka paling besar untuk kehidupan. Kesempurnaan yang mengelilingi mereka membuat mereka semena-mena terhadap makhluk lain yang memiliki hak hidup yang sama seperti mereka, bedanya makhluk lain tidak diberikan kemampuan untuk berbicara bahasa manusia. Hanya perbedaan kecil itu yang menjadikan manusia merasa hebat dan memiliki hak penuh untuk merusak bumi. Setelah dirusak dengan sebegitu parahnya. Mereka tinggalkan bumi yang sudah terkuras habis lalu berinvasi ke
Sebenarnya apa yang manusia tahu tentang dunia fana ini, selain kekayaan dan kepuasan yang tak terhingga. Manusia menyukai kepuasan dan mencintai kekayaan. Mereka adalah makhluk tamak yang dapat melakukan apa pun untuk dirinya sediri, termasuk jika harus menumbalkan anaknya, mungkin akan ia tumbalkan. Ketamakkan yang menurutnya adalah sebuah keputusan yang tepat bagi manusia, padahal hanya jurang dalam yang dipenuhi batu runcing. Mereka berpikir mereka benar sampai, tetapi pada akhirnya hanyalah penyeselan yang mereka terima. Manusia suka menusuk punggung manusia lainnya tanpa memikirkan hubungan yang mereka miliki.Memang bukan semua manusia. Namun, tragedi itu yang sering terjadi di dunia fana, saling menusuk untuk mendapatkan kepuasan, saling menusuk untuk melindungi kekayaan, dan saling menusuk agar benteng yang dibangun tak retak. Manusia ada yang tidak suka menusuk manusia lainnya, tetapi mereka langka sebab terlalu banyaknya tragedi tusuk menusuk yang hadir, membuat ma
Sandra melangkahkan tungkai jenjangnya masuk ke dalam kediaman ibunya, Sherine. Sudah bertahun-tahun sejak ia terakhir kali menginjakkan kakinya di tempat dimana ia tumbuh dewasa. Tak ada yang banyak berubah, hanya beberapa teknologi baru yang ditambahkan ke dalam rumah. Ia membawa tungkainya kakinya untuk mengelilingi rumah masa kecil. Ia sudah menghubungi Sherine sebab ternyata Sherine sedang mengerjakan beberapa pekerjaan di luar sana. Mungkin akan tiba satu jam lagi. Sandra menabirkan pandangannya ke seluruh ruangan. Namun, ada satu ruangan yang menarik atensinya. Ruang yang tertutup rapat dengan pintu ruangan berwarna coklat berat dengan dua pot tanaman di ke dua sisi pintu tersebut. Ukirannya membuat Sandra tertarik untuk masuk ke dalam ruangan itu. Ia memutuskan untuk melangkah masuk ke dalam ruang yang membuatnya tertarik. Kala ia mencoba untuk membuka pintu ruangan tersebut, pintunya terkunci dengan kata sandi, tetapi ia tak menyerah karena ia benar-benar pena
Sandra dan Andrew bermukim di sebuah ruangan pemantau. Mereka berdiri di belakang kaca sembari memantau dan mendengar percakapan antara Benedict dan Marilyn dengan pelaku penembakan melalui audio. Mereka memandang ke luar kaca dimana Benedict dan Marilyn berusaha mengulik informasi sebisa mereka sebab pelaku tersebut terus bungkam dengan enggan untuk mengangkat wajahnya untuk menatap orang yang sedang mengajaknya berbicara.“Mario, katakan yang sejujurnya,” pinta Benedict dengan tegas.Marilyn menghembuskan napas keras. Ia bangkit dari duduknya. Segalanya terjadi begitu cepat sampai membuat Benedict, Andrew dan Sandra terperanjat. Marilyn menarik revolvernya keluar dari holsternya lalu menodongkan moncong revolvernya pada kepala belakang Mario.Mario yang awalnya terlihat tenang, mulai merasa gemetar. Ia memejamkan matanya kuat-kuat. Ia memang tidak takut dengan senjata api, tetapi ia takut mati dengan cara mengenaskan seperti ini. Apalagi dengan kep
Sebenarnya Sandra dan Andrew benar-benar tidak bisa membendung emosinya lantaran mereka tidak mendapati satu pun tentara yang harusnya ditugaskan untuk menjaga setiap halaman belakang rumah di komplek perumahan Bumi. Mereka berjalan dengan tegap bersama Benedict untuk menghampiri para tentara yang lalai dalam tugasnya dan menyebabkan pelaku penembakkan sampai masuk ke dalam rumah lalu mengancam salah satu penduduk Venus, bahkan sampai menodongkan senjata.Para tentara yang berasal dari Mars dan Venus sontak merasa takut dengan kehadiran Sandra dan Andrew yang menatap mereka dengan amarah. Di belakang Kedua presiden tersebut terdapat Benedict dan Marilyn yang hanya membisu dan memandang kecewa pasukan kebanggaan mereka.“Kenapa kalian tidak mengerjakan tugas dengan benar?” tanya Andrew dengan suara rendah bersamaan dengan nada tegas.Para tentara di hadapan mereka masih menunduk membisu.“JAWAB!” perintah Sandra dengan intonasi naik
Nora berdiri di samping Christ yang sedang tertidur di sofa. Ia tadi terbagun dari tidurnya dan mendapati Christ sedang tertidur di atas sofa dengan laptop di atas pangkuannya. Ia jadi merasa bersalah karena menyita waktu Christ untuk menemaninya menonton. Sejak seminggu yang lalu, Christ selalu menemaninya menghabiskan film yang Nora beli. Ia pikir Christ akan menolak, tetapi ternyata salah, Christ selalu menerima ajakannya tanpa berpikir panjang. Christ benar-benar menghargai keberadaannya. Sejak pernyataanya satu minggu yang lalu, ia tetapi tidak menjawab, tetapi Christ tetap menjadi Christ sebelumnya dan sedikit lebih perhatian sepertinya.Nora hela napa lembut seraya menutup laptop Christ dan menaruhnya di meja. Ia meraih selimut kecil miliknya, lantas melingkupi Christ dengan selimut di tangannya sampi leher Christ. Setelahnya, mata Nora tak sengaja menatap keluar jendela yang menghadap langsung pada rumah di sebelahnya, yaitu rumah Gerald dan Natasha. Ia memutuskan unt
Nora hanya dapat tertegun mendengar ucapan Christ yang tiba-tiba.Beberapa saat kemudian, sontak Nora memukul Christ dengan bantal sofa. “Jangan bercanda seperti itu atau aku akan memukulmu lebih kencang,” ancamnya.Christ berusaha menangkis pukulan Nora dengan kedua tangannya. “Aku hanya berbicara sesuai yang ada di film.”“Awas saja kau berbicara seperti itu lagi,” ancam Nora untuk kedua kalinya.“Oke. Dengarkan aku terlebih dahulu. Di film tadi dijelaskan jika kita menyukai orang, kita akan merasa senang dengan kehadirannya, Jantung akan berdegup lebih cepat dari biasanya lantaran perasaan antusias bertemu seseorang yang disukai, kita akan merasa nyaman dengan dengannya, dan yang paling penting, Kita merasa memiliki hidup yang lebih bahagia dengan kehadirannya. Semua itu aku rasakan saat bersama kau.”Nora menurunkan tangannya yang sedari tadi memegang bantal sofa untuk melayangkan pu
Andrew dan Sandra masih masing-masing bergeming di tempatnya untuk beberapa detik. Hanya ada kesunyian dan kebisuan di antara mereka, usai perkataan Sandra yang terlontar beberapa saat lalu. Sontak senyuman menenangkan terpatri di wajah Andrew. “Aku juga merindukanmu, walaupun kita terus bertemu dan bersama-sama.” Sandra awalnya merasa malu setelah sebuah kalimat yang tak ia sadari terlontar dari lisannya begitu saja dan berpikiran untuk meluruskan bahwa dirinya sedang kehilangan fokus, tetapi usai mendengar tuturan Andrew yang begitu tegas dan jelas, ia mengurungkan niatnya. “Kenapa kau merindukanku juga?” Sembari melipat kedua tangannya di depan dada. Sepertinya kepercayaan diri Sandra yang hilang untuk beberapa saat sudah kembali. “Tidak ada alasan. Kalau kau kenapa merindukanku?” Andrew bertanya balik. Sandra mendelik kesal. “Ihhh. Memangnya aku juga perlu alasan?” tanyanya dengan kesal padahal ia yang menanyakan hal itu pertama kali.
Sebenarnya apa yang manusia tahu tentang dunia fana ini, selain kekayaan dan kepuasan yang tak terhingga. Manusia menyukai kepuasan dan mencintai kekayaan. Mereka adalah makhluk tamak yang dapat melakukan apa pun untuk dirinya sediri, termasuk jika harus menumbalkan anaknya, mungkin akan ia tumbalkan. Ketamakkan yang menurutnya adalah sebuah keputusan yang tepat bagi manusia, padahal hanya jurang dalam yang dipenuhi batu runcing. Mereka berpikir mereka benar sampai, tetapi pada akhirnya hanyalah penyeselan yang mereka terima. Manusia suka menusuk punggung manusia lainnya tanpa memikirkan hubungan yang mereka miliki.Memang bukan semua manusia. Namun, tragedi itu yang sering terjadi di dunia fana, saling menusuk untuk mendapatkan kepuasan, saling menusuk untuk melindungi kekayaan, dan saling menusuk agar benteng yang dibangun tak retak. Manusia ada yang tidak suka menusuk manusia lainnya, tetapi mereka langka sebab terlalu banyaknya tragedi tusuk menusuk yang hadir, membuat ma
Langit selalu menjadi kontinen bagi para burung yang siap menjelajahi dunianya dari seluruh mata angin. Kebebasan selalu menjadi kehidupan para burung. Ribuan burung melebarkan, mengepakkan sayap cepat-cepat lalu membelah kontinen mereka yang dipenuhi oleh kapas putih yang larut di kanvas biru. Kehidupan yang indah dan kebebasan yang pasti diharapkan banyak manusia yang hidupnya dipenuhi gelombang permasalahan yang tak ada habisnya. Manusia, makhluk yang diciptakan paling sempurna, tetapi menjadi malapetaka paling besar untuk kehidupan. Kesempurnaan yang mengelilingi mereka membuat mereka semena-mena terhadap makhluk lain yang memiliki hak hidup yang sama seperti mereka, bedanya makhluk lain tidak diberikan kemampuan untuk berbicara bahasa manusia. Hanya perbedaan kecil itu yang menjadikan manusia merasa hebat dan memiliki hak penuh untuk merusak bumi. Setelah dirusak dengan sebegitu parahnya. Mereka tinggalkan bumi yang sudah terkuras habis lalu berinvasi ke
Nora melipat kedua tangannya di depan dada dengan raut masam yang tertatah di wajahnya. Entah apa yang membuat membuat suasana hati Nora turun drastis, Christ pun tak tahu, sebab jika ia mencoba untuk bertanya, ia mungkin kira-kira akan terkena amarah Nora. Jadi, ia memilih untuk membisu dan menyetir dengan tenang tanpa mengganggu Nora.Nora melirik kecil Christ. Sebenarnya ia tidak kesal dengan siapa pun, tetapi suasana hatinya turun karena Christ menertawai baju yang ia pakai, padahal ia tidak merasa ada yang salah dengan bajunya, walaupun memang sedikit tidak tepat berpakaian seperti itu di kantor, tetapi ia tetap kesal ditertawai begitu.Alhasil Christ menyerah, ia menghembus napas lembut. “Kau kenapa Nora? Apakah ada yang salah dengan cara bicaraku?” Ia bertanya dengan intonasi yang lembut sekali untuk menghindari kesalahpahaman.Nora menoleh tahu-tahu menolah terburu-buru. “Kau ini tidak sadar ya kalau menyebalkan. Kau menertawai pa