Home / Pernikahan / SUGAR DADDY TERAKHIRKU / Aku Belum Menjadi Dunianya

Share

Aku Belum Menjadi Dunianya

Author: aisakurachan
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Ash membuka mata, dan mendapati tubuhnya melesak—hampir tertelan permukaan sofa. Perlu usaha lebih keras untuk bangun dan duduk. Tadi malam saat berbaring, rasanya biasa saja, tapi berat tubuhnya tidak untuk ditopang sofa tua memang.

Alasan yang sama membuat Ash ingat kalau ia perlu membuang sofa yang ada di ruang tengah rumahnya. Ash mudah sekali lupa tentang itu—karena sejauh ini, pikirannya mudah penuh saat sudah dikuasai Mae.

“Hanya sofa saja kau sudah lega dan bisa tidur nyenyak? Ck, seharusnya kau meminta kamar, kebetulan ranjang Mae cukup besar. Kau melewatkan kesempatan.”

Ash berpaling, dan tampak Daisy mendekat memakai kursi rodanya. Daisy baru saja mencela kenyataan Ash tidur di sofa, bukan kamar Mae. Menurutnya itu bukan prestasi, dan tidak boleh membuat Ash tidur nyenyak.

Kemarin malam Ash memutuskan untuk menginap, karena memang sudah terlalu malam untuk kembali kemanapun. Ia akan tertidur di jalan kalau memaksakan diri.

“Mae… Tidak secepat itu Mae akan menerimaku.”
aisakurachan

Nikah lagi Ash, ga usah bingung. Resepsi aja wkwkwk

| 2
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Yanti
kalau bikin resepsi jangan lupa kirim undangan ya ash.
goodnovel comment avatar
Marlyn E. R Moning
wkt itu kan ga pesta ash
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • SUGAR DADDY TERAKHIRKU   Aku Pasti Akan Pulang

    Terima kasih atas bantuanmu,” kata Mae, untuk Ash yang berjalan pelan di sampingnya, menuju gerbang. Hari belum amat terang, tapi Ash harus kembali karena tentu harus bekerja. Ia harus menyetir jarak lumayan. “Aku mungkin terpaksa memanggil Mama Carol kalau kau tidak ada.” Mae melanjutkan, lalu berdiri setelah membuka gerbang. “Kau itu kenapa?” Mae heran, karena Ash terlihat tersenyum terlalu lebar. Mae tidak merasa mengatakan sesuatu yang lucu. “Aku hanya gembira kedatangan ku tidak sia-sia. Aku sudah khawatir kau akan marah selamanya.” Tentu saja Ash bahagia mendengar bantuannya mendapat pengakuan. Mae mendengus mendengar alasan Ash, lalu berpaling, memilih memandang pagar gompal yang ada di sebelah tangannya. Benda random yang menjadi objek hanya karena Mae tidak ingin memandang senyum Ash. Tidak peduli pagi atau sore, senyum itu tetap menyilaukan ternyata. “Aku juga,” kata Mae, alasan lainnya menghindar adalah penyesalan. “Kau juga gembira aku datang?!” Ash menyambar secepa

  • SUGAR DADDY TERAKHIRKU   Aku Memang Salah

    “Astaga! Begitu rupanya. Ini menyeramkan. Syukurlah Daisy baik-baik saja sekarang.” Mama Carol mengusap wajahnya sambil menghela napas. Ia baru pulang kurang lebih dua puluh menit yang lalu, dan Mae menceritakan apa yang terjadi.“Maaf, Mama. Aku ceroboh menjaganya.” Mae menunduk sambil mengusap air matanya. Sekali lagi heran. Ia tidak ingin menangis!“Aku kecewa, tapi ya sudah. Ini musibah.” Mama Carol tampak berdiri dengan susah payah. Pengobatan itu katanya cukup mengurangi sakit di punggungnya, tapi tidak sampai tuntas memang.“Maaf.” Mae bergumam pelan saat Carol mengusap pelan rambutnya.“Jangan menangis, Mae. Kau harus kuat bukan? Demi Daisy. Kalau bukan kau, siapa lagi yang akan berdiri untuknya? Kalau kau menangis, Daisy akan semakin sedih. Kau tidak menginginkan ini bukan?” Carol merengkuh Mae, berbisik di telinganya.“Ya, aku tahu, Mama. Aku yang akan merawat Daisy. Aku kakaknya.” Mae mengangguk, dan memeluk tubuh gempal yang hangat itu. Cukup lega Mama Carol tidak sampai s

  • SUGAR DADDY TERAKHIRKU   Aku Pulang

    Ash mengusap rambutnya—tanpa alasan—untuk kesekian kali, lalu kembali menatap ponselnya. Mae sebentar lagi sampai. Itu yang membuatnya gelisah dan terus mengusap rambut.Bukan hanya rambut korbannya, kaos yang dipakainya juga mengalami nasib yang sama, diusap berulang kali meski sudah licin.“Dua menit lagi.” Ash bergumam, lalu bagai terbang, kakinya melangkah dan membuka pintu.Ash berdiri menunggu di teras, sesekali menjenguk ke arah jalan. Tidak sabar. Tapi paerkiraan durasi yang ditunjukkan ternyata sangat tepat, karena tidak lama kemudian mobil Mae terlihat, berbelok memasuki gerbang.Ash berusaha untuk tidak tersenyum—khawatir akan membuat Mae terbebani, tapi sudah sejak beberapa lama otaknya tidak lagi berkuasa. Hatinya mengambil alih, dan sekarang dengan mudahnya ‘menyuruh’ Ash untuk menerbitkan senyuman.Bahkan semakin lebar saat Mae melangkah turun dari mobil.“Apa kau menungguku?” Mae masih bisa mengeluarkan pertanyaan heran, meski sesaat harus mengeluh. Senyum itu sungguh

  • SUGAR DADDY TERAKHIRKU   Aku Harus Apa?

    “Oke, ini memang lezat. Untung saja kau membawa ukuran yang besar. Aku masih bisa membawa pulang sisanya. Mae ini tangannya hebat sekali.” Parker mendesah puas sambil mendorong piringnya yang sudah kosong. Tentu saja tadi berisi brownies, tapi sekarang remahannya pun sudah tidak ada. Licin tandas.“Terima kasih, Sir.” Kali ini senyum Ash tulus dan memang girang mendengar pujian untuk Mae. Tidak lagi iri, karena sudah ada paling tidak dua potong brownies Mae dalam perutnya. Mae tidak hanya membuat satu untuk dibawa, tapi dua porsi besar. Masih ada sisa di dalam kulkas juga. Ash tidak akan iri pada siapapun yang memakan brownies hari ini.“Sampaikan terima kasihku padanya.” Parker menepuk kotak brownies yang akan dibawanya pulang.“Tentu. Saya yakin Mae juga akan gembira mendengar Anda menyukainya.” Ash mengangguk dengan wajah amat puas.Mae mungkin tidak pernah terang-terangan mengaku saat dirinya mendapat pujian tentang rasa kue buatannya, tapi Ash sering melihat bagaimana sudut bib

  • SUGAR DADDY TERAKHIRKU   Aku Ingin Melakukannya Untukmu

    “Bisakah kita bicara sebentar?” Ash meminta begitu melihat Mae berbaring di sofa baru itu. Ia baru saja masuk ke rumah, masih memakai seragam dan sepatu boot. “Ada apa?” tanya Mae, sambil menurunkan kaki, dan meletakkan buku yang dibacanya. Buku yang mengandung resep croissant—sesuai permintaan Daisy kemarin. “Apa ada hal gawat? Apa terjadi sesuatu dengan kepalamu? Apa bertambah buruk dengan cepat?” Mae menatap kepala Ash, seakan berharap ada sesuatu terlihat. “Apa? Tunggu, pelan-pelan.” Ash mengangkat tangan kebingungan, lalu mengusap kepalanya. Memastikan kalau kepalanya tidak mendadak tumbuh tanduk, karena Mae menatapnya kelapanya dengan amat cermat. “Tidak ada apa-apa dengan kepalaku,” kata Ash. Ia paham Mae bertanya seperti itu karena penyakitnya, tapi dengan terpaksa kembali menunda pembahasan, karena masalah Parker lebih mendesak. Ash juga belum tahu caranya menjelaskan keadaan itu. “Lalu ada apa? Kau terdengar serius sekali.” Mae tadi memberondong pertanyaan karena panik

  • SUGAR DADDY TERAKHIRKU   Aku Sedang Rela

    Mae membuka masker penutup matanya, membatalkan niat tidur karena tiba-tiba ponselnya berbunyi, nyaring. Hanya pesan tapi nyaring. Itu kebiasaan Mae. Ia memasang ringtone lebih keras saat malam agar bisa terbangun saat ada keadaan darurat—dari Daisy. Tapi pesan itu bukan dari Daisy, nomor asing. [Halo, maaf kalau mungkin mengganggu. Namaku Gina Parker. Aku mendapat nomor ini dari Ashton. Aku istri dari Letnan Kolonel Ryan Parker.] Pesan perkenalan itu cukup panjang, sedikit bertele-tele. Intinya satu, Gina itu ingin meneleponnya. Ash sudah menyebut tentangnya tadi, jadi Mae tidak terkejut dan mengirim pesan mempersilakan. “Cepat sekali.” Mae bergumam. Ponselnya berdering pada detik berikut. Gina sangat menunggu balasan dari Mae. “Selamat malam, aku benar-benar meminta maaf karena mengganggumu malam begini. Tapi aku baru punya kesempatan untuk menghubungimu sekarang.” Gina memberondong permintaan maaf bahkan sebelum Mae menyebut kata halo. Suaranya lembut tapi. “Tidak masalah, M

  • SUGAR DADDY TERAKHIRKU   Aku Ingin Berkenalan

    “Halo.” Daisy yang sedang mengetik pesan untuk Mae, mendongak dan melihat seorang pria tersenyum padanya. “Ya? Ada apa?” Daisy mengernyit curiga. Ia tidak mengenal pria itu yang saat ini tersenyum ramah itu. Sudah pasti bukan bagian dari pegawai rumah sakit. Selain karena pakaiannya bukan seragam, Daisy sudah hampir mengenal semua perawat dan pegawai yang ada di bagian rumah sakit itu karena sudah terlalu sering ke sana. Pria yang ini sama sekali asing—wajahnya tidak tampak mencurigakan, cukup tampan dan tersenyum ramah—meski tidak amat menyilaukan seperti Ash. “Apa boleh aku duduk? Aku hanya sedang mencari teman untuk mengobrol.” Pria itu menunjuk kursi panjang yang memang dipakai untuk menunggu yang ada di lobi rumah sakit. Daisy merapatkan kursi rodanya di sana. “Aku sedang menunggu kakakku melakukan pemeriksaan, dan katanya lama. Sakitnya cukup berat.” Pria itu menjelaskan dengan senyum, agar Daisy tidak lagi curiga—terlihat dari diam dan pandangan matanya. Penjelasan yang

  • SUGAR DADDY TERAKHIRKU   Aku Bisa Melihatnya

    “Hai!”Mae langsung bisa mengenali Gina. Suara dan orangnya memang seusai. Gayanya mirip Evelyn, tapi senyum dan sapanya sangat jauh berbeda.Wanita berumur empat puluhan, dengan rambut pendek gelap, belum banyak kerutan, memiliki tipe kecantikan yang segar. Tentu berpenampilan rapi juga dengan blazer pink, yang Mae yakin harganya lumayan. Ada kalung mutiara yang menempel di lehernya, menambah kesan anggun.“Halo.” Mae menerima uluran tangannya, juga pelukan dan ciuman di pipi dan kanan. Standar sapaan kaum wanita elite.“Terima kasih telah mengundang saya.” Mae tersenyum cemerlang. Mengerahkan seluruh kemampuannya untuk terlihat ramah dan indah.“Aku hanya bisa berkata Wow saat ini. Kau cantik sekali.” Gina memuji sambil menepuk tangannya.Mar tersenyum, dan mengangguk berterima kasih. Komentar itu normal. Bukan hanya kue bawaannya yang berdandan dengan hati-hati, Mae juga sama. Ia memilih baju dengan cermat. Tidak memakai brand mewah yang mencolok—karena akan membuat iri dan membu

Latest chapter

  • SUGAR DADDY TERAKHIRKU   Extra 65 - Kau Ada di Tempat Sempurna

    “Di sini saja, lebih teduh.” Rowena menunjuk kursi di sebelahnya. Dean juga mengangguk setuju.Seluruh plot kursi taman itu sebenarnya ada di bawah pohon paling besar yang ada di taman rumah, tapi karena posisi matahari, ada bagian yang masih tersiram cahaya.Mae sebenarnya tidak keberatan mendapat siraman matahari setelah beberapa hari berada di rumah sakit, tapi ia masih ingat bagaimana nasib orang yang kali terakhir berdebat dengan Rowena—diusir, karenanya sekarang Mae memilih menurut dan duduk dengan manis di sampingnya.“Kau sudah tidak sakit?” tanya Amy yang sudah duduk dan kini menyerahkan satu cookies dari meja. Bukan buatan Mae tapi. Ia belum boleh mendekati dapur—atau melakukan apapun.“Tentu saja. Dokter tidak mungkin mengizinkan aku pulang kalau belum.” Mae melirik Ash yang juga sudah duduk di sampingnya. Orang yang tidak mungkin mengizinkan Mae pulang sebelum dokter memastikan tidak ada yang salah dari tubuhnya.Untung saja Mae kemarin berhasil membuat dokter itu merahasia

  • SUGAR DADDY TERAKHIRKU   Extra 64 - Kau yang Salah

    “Mae? Ada apa?”Jeritan itu tentu saja menarik perhatian Rowena, dan juga beberapa orang tamu yang bersamanya. “Mae, hentikan!” Rowena menyambar kran wastafel dan mematikannya. Ia lalu menyambar tisu dapur dan mengulurkannya untuk wanita yang kini tersedak dan terbatuk itu.“Lady Jane? Apa Anda baik-baik saja?” tanya Rowena, sambil membantu mengusap air dari wajahnya.Mae yang masih berdiri di situ sedikit menjauh. Mengeluh saat mendengar Rowena memanggilnya lady. Itu berarti Jane ini berasal dari kalangan bangsawan yang sama dengan Rowena. Ia menyombong karena tahu kedudukannya kurang lebih sama dengan Rowena.“Tidak! Wanita ini menyerangku!” Jane menuding ke arah Mae, segera begitu batuknya terhenti.“Mae? Apa—”“Pelayan ini kurang ajar. Kau harus memberinya pelajaran etika!” Jane mengadu tanpa memberi kesempatan Rowena untuk bertanya pada Mae.“Siapa? Pelayan yang mana?” Rowena bingung memandang sekitar, mengira ada orang lain yang terlibat.“Ini!” Jane menuding Mae dengan lebih je

  • SUGAR DADDY TERAKHIRKU   Extra 63 - Kau Tidak Sopan

    “Aku saja yang membawa.” Mae mengambil alih piring besar berisi potongan kue yang sudah diatur rapi olehnya dari tangan pelayan. Ini karena memang jumlah orang yang membawa kurang. Mae membantu agar pekerjaan mereka cepat selesaiAcara makan sudah dimulai sejak dua jam lalu, dan kini saatnya dessert yang dihidangkan. Semua tamu ribut bicara dan menertawakan entah apa. Mereka sudah tidak lagi duduk, tapi berdiri berkelompok masing-masing. Beberapa mengerumuni Rowena sebagai tuan rumah untuk berterima kasih.“Mae.” Rowena menghentikan langkah Mae dengan meraih lengannya saat ia lewat untuk kembali ke dapur.“Kau tidak perlu bekerja lagi.” Kalimat Rowena itu terdengar seperti kalimat pemecatan, tapi Mae sudah menghapal kalau tujuan Rowena bukan itu. “Kau tidak terlihat baik-baik saja.”Kalimat Rowena yang menyusul berikut menjelaskan niatnya dengan lebih baik. Rowena sedang mengkhawatirkan keadaan Mae.“Ya, setelah ini aku akan beristirahat.” Mae tersenyum menenangkan, lalu meneruskan l

  • SUGAR DADDY TERAKHIRKU   Extra 62 - Kau Disini?

    “Karena itu kalian bisa melapor pada—Oh? Sir.” Louis mengangguk saat melihat Ash mendekat.Tapi ia paham kenapa dan langsung bergeser, memperlihatkan sosok yang berdiri di sampingnya, lalu melanjutkan briefing. Tidak berkomentar saat Ash menarik kerah jas Ian, yang tentu saja sedang tersenyum lebar.“What the fuck are you doing here?” geram Ash, setelah mereka sampai di taman yang sepi, tidak termasuk area yang dipakai untuk menjamu tamu.“Tolonglah jangan banyak mengumpat. Untung saja tidak ada toples di sini—Oh, apa aku perlu menghitung berapa umpatan yang kau ucapkan? Jadi bisa membayar nanti?” Ian menepuk bahu Ash perlahan, menangkan sekaligus menikmati reaksinya. Ian memang sengaja tidak mengatakan apapun agar bisa menikmati reaksi itu.“Apa yang kau lakukan di sini?!” Ash mendesis sambil menatap Ian dari atas sampai ke bawah. Jas itu sangat baru, juga pin yang tersemat di dadanya—menandakan ia anggota RaSp.“Apa kau menyamar? Ada pekerjaan yang membuatmu harus menyamar di sini?

  • SUGAR DADDY TERAKHIRKU   Extra 61 - Kau Juga Melihatnya?

    “Itu cara berpamitan yang unik.”Mae menggelengkan kepala dan tertawa. Sejenak meninggalkan spuit yang dipakainya untuk menghias cupcake untuk menatap Ash.Ia baru saja menceritakan keributan yang terjadi malam kemarin saat ayah Serena datang menjemput. Ash baru bisa menceritakannya sekarang, karena kesibukan Mae memang hampir tanpa henti. Tamu yang dimaksud Rowena tidak hanya berlangsung sehari, tapi datang bergilir selama dua hari ini. Ia menjamu para istri dari orang-orang berpengaruh yang kemarin mendukung dan berkontribusi pada kemenangan Dean. Sedikit membalas budi.Karenanya Mae juga memperlakukan pekerjaan itu dengan lebih serius. Ia tidak boleh mengacau.“Unik, tapi yang pasti aku bersyukur dia sudah kembali. Aku lelah dengan drama gila mereka.” Ash menghela napas sambil mengulurkan tangan—berusaha mencolek krim berwarna hijau yang disiapkan Mae.Tentu saja Mae mencekal lengan itu. Mae tidak mungkin mengizinkan ada yang menyentuh adonannya dengan tangan yang tidak jelas keber

  • SUGAR DADDY TERAKHIRKU   Extra 60 - Kau Akan Selalu Menjadi Tuan Putri

    “Serena?”Ian menggoyangkan bahu Serena, cukup keras, dan masih tidak bergerak. Ian berencana memakai ponsel untuk menyuarakan alarm, tapi sepertinya percuma.Suara bentakan yang dikeluarkan Val tadi kerasnya melebihi alarm dan tidak mengganggu Serena. “Tuan Putri!”Ian akhirnya berseru agak keras dan mengguncang kedua bahu Serena. Baru setelahnya mendapat respon.“Lima menit lagi, Mom.” Gumaman yang kurang lebih menjelaskan kalau ia masih bermimpi.“I'm not your Mom, so please wake up. She's waiting for you.” (Aku bukan ibumu, jadi bangunlah. Dia menunggumu)Ian berbisik di telinganya, hampir tidak bisa menahan tawa saat melihat bagaimana mata Serena membuka lebar dengan tiba-tiba. Ia langsung berbalik mencari siapa yang berbicara padanya, dan menemukan Ian berbaring di sampingnya sambil menopang kepala menahan tawa.“Bangun tidur pun kau tampak mempesona, Tuan Putri. Hamba puas melihatnya,” kata Ian.“Just cut the crap! Apa maksudmu Ibuku menunggu?” Informasi itu masih diingat ole

  • SUGAR DADDY TERAKHIRKU   Extra 59 - Kau Tidak Bisa Membunuhku

    “Miss, ada tamu untuk Anda.” Louis dengan sopan mengetuk pintu kamar Serena.“Lebih keras lagi. Dia tidak akan terbangun kalau kau mengetuk selembut itu.” Val menyarankan karena tahu kebiasaan Serena. Biasanya hanya gempa yang bisa membangunkannyaLouis mengangguk dan mengetuk lebih keras lagi. “Miss?” Pintu itu terbuka, tapi yang muncul adalah Ian. “Kau mau apa?” Ian separuh membentak dengan wajah jengkel.Tapi hanya bertahan satu detik, karena wajah itu terhantam oleh kepalan tangan Val setelahnya. Ian tidak mungkin menghindar dan nyaris terpelanting.Dengan gerakan yang terlatih, Ian langsung menegakkan tubuh dan melayangkan tendangan balasan pada siapapun yang menyerangnya. Tapi kakinya berhasil ditepis dan saat itu Ian akhirnya melihat mata amat biru yang sekarang menjadi mimpi buruknya.“Oh, shit!” makinya, sambil menurunkan tangan—membatalkan serangan, tapi tetap waspada dan bergerak menghindar saat Val menggembor marah dan melayangkan pukulan lain.“Dasar setan!” Val berseru d

  • SUGAR DADDY TERAKHIRKU   Extra 58 - Kau Datang Sekarang?

    “Aku bilang jangan berpikir ke arah sana!” sergah Serena, sambil mengibaskan rambut dan tengkuknya kembali tertutup.“Oh…” Ian tentu saja kecewa, tapi tidak bisa lama. Saat Serena mengangkat sepuluh jarinya, ia langsung paham masalahnya apa. “Kau tidak bisa membukanya.” Serena berbalik sambil mengangguk. Masih ada sisa pink di wajahnya tapi tidak lagi amat merah. “Aku tidak bisa memaksa membuka ini. Aku perlu sembuh cepat. Harus latihan.” Serena menunjukkan perbannya lagi. Ia bisa memaksakan untuk membuka perban itu, tapi khawatir akan memperburuk lukanya. Serena membutuhkan tangan itu untuk berlatih sebentar lagi.“Seharusnya kau mengatakannya sejak tadi. Aku akan membantu. Ini mudah.” Ian memutar tangannya. Isyarat agar Serena kembali berbalik memunggunginya.“Aku akan meminta bantuan Mae kalau dia tidak sibuk!” cetus Serena. Masih ingin menegaskan kalau Ian adalah pilihan terakhir.“Itu tidak akan seru. Seharusnya kau langsung datang padaku. Masalahnya akan cepat selesai.” Ian te

  • SUGAR DADDY TERAKHIRKU   Extra 57 - Kau Jangan Berpikir yang Aneh

    “Kenapa susah sekali!” Serena mengeluh karena jarinya tidak bisa menyentuh zipper yang sebenarnya mudah.Kalau bisa melepaskan kuncian, Serena bisa mendorong turun, tapi gerakan sederhana itu sangat membutuhkan jari. Serena menghela napas. Menyerah, ia memerlukan bantuan.Serena bisa saja melewatkan mandi, tapi tetap ingin mengganti baju. Ia sudah memakainya seharian berkeliling.Serena keluar dari kamar—mencari Mae, tapi belum sampai di kamarnya, Serena sudah melihat Mae berlari kecil ke arah dapur. Serena mengintip, dan terlihat Mae—dibantu beberapa orang pelayan yang memang bekerja di rumah itu sedang sibuk menyiapkan kue.Mae tadi hanya keluar sebentar, kini melanjutkan pekerjaannya menggiling adonan croissant berwarna merah yang harus dilipat berulang kali. Bukan saat yang tepat untuk meminta bantuan, karena Serena perlu membawa Mae ke kamar. Tidak mungkin ia membuka bajunya di dapur.“Ian ada di sana—belum pulang. Menerima panggilan.”Ash yang berusaha membantu Mae—dengan menga

DMCA.com Protection Status