Haloo... lupa mulut mau bilang. Ini lagi ada event giveaway dari goodnovel ya, nanti akan ada 3 pembaca yang menang koin langsung dari GN. Katanya sih bisa sampai 500 kion totalnya. Untuk caranya silakan berkunjung ke ins*tagram aisakura.chan ya. Disana nanti ada caranya, dan ada link yang harus di klik untuk daftar, karena nanti pemenangnya emang di ambil dari klik itu sama goodnovel. Yuk yang belum klik link silakan berkunjung ke IG, atau Facebookpage aisakurachan juga bisa, ada linknya juga disana . Demikian pengumumannya, terima kasih. LOPE U PULL
“Halo.” Daisy yang sedang mengetik pesan untuk Mae, mendongak dan melihat seorang pria tersenyum padanya. “Ya? Ada apa?” Daisy mengernyit curiga. Ia tidak mengenal pria itu yang saat ini tersenyum ramah itu. Sudah pasti bukan bagian dari pegawai rumah sakit. Selain karena pakaiannya bukan seragam, Daisy sudah hampir mengenal semua perawat dan pegawai yang ada di bagian rumah sakit itu karena sudah terlalu sering ke sana. Pria yang ini sama sekali asing—wajahnya tidak tampak mencurigakan, cukup tampan dan tersenyum ramah—meski tidak amat menyilaukan seperti Ash. “Apa boleh aku duduk? Aku hanya sedang mencari teman untuk mengobrol.” Pria itu menunjuk kursi panjang yang memang dipakai untuk menunggu yang ada di lobi rumah sakit. Daisy merapatkan kursi rodanya di sana. “Aku sedang menunggu kakakku melakukan pemeriksaan, dan katanya lama. Sakitnya cukup berat.” Pria itu menjelaskan dengan senyum, agar Daisy tidak lagi curiga—terlihat dari diam dan pandangan matanya. Penjelasan yang
“Hai!”Mae langsung bisa mengenali Gina. Suara dan orangnya memang seusai. Gayanya mirip Evelyn, tapi senyum dan sapanya sangat jauh berbeda.Wanita berumur empat puluhan, dengan rambut pendek gelap, belum banyak kerutan, memiliki tipe kecantikan yang segar. Tentu berpenampilan rapi juga dengan blazer pink, yang Mae yakin harganya lumayan. Ada kalung mutiara yang menempel di lehernya, menambah kesan anggun.“Halo.” Mae menerima uluran tangannya, juga pelukan dan ciuman di pipi dan kanan. Standar sapaan kaum wanita elite.“Terima kasih telah mengundang saya.” Mae tersenyum cemerlang. Mengerahkan seluruh kemampuannya untuk terlihat ramah dan indah.“Aku hanya bisa berkata Wow saat ini. Kau cantik sekali.” Gina memuji sambil menepuk tangannya.Mar tersenyum, dan mengangguk berterima kasih. Komentar itu normal. Bukan hanya kue bawaannya yang berdandan dengan hati-hati, Mae juga sama. Ia memilih baju dengan cermat. Tidak memakai brand mewah yang mencolok—karena akan membuat iri dan membu
“Aku akan mengirim alamat dan waktunya nanti, jadi kita bisa melihat venue acaranya nanti.” Harper tersenyum dan mengangguk. Terlihat berjanji dengan sungguh-sungguh. Mae juga menerima dengan senyum ramah. “Aku akan menunggunya.” “Nah, kalau begitu semua sudah beres. Kita bisa pulang. Aku harus menyiapkan makan malam agar anakku tidak kelaparan.” Gina membereskan barang-barangnya, termasuk denah dan rincian acara itu. Tentu juga diikuti yang lain. Giba benar-benar kepala dari kelompok itu. Mae kembali melirik ke arah cookies lemon buatannya yang belum tersentuh lagi. Selain apa yang dimakan oleh Gina dan Poppy. Cookies buatannya memang mengenyangkan, jadi wajar kalau tidak mengambil untuk yang kedua kali, tapi Harper dan Enola sampai akhir tidak menyentuhnya. “Oh? Kenapa kalian tidak mengambil?” Gina yang sibuk bicara sejak tadi akhirnya menyadari keanehan itu. “Oh, maafkan kami. Tapi terus terang saja aku sudah kenyang. Aku tadi memakan sandwich ukuran besar saat makan siang. Ak
“Apa aku perlu berhenti?” Ash mengira ada sesuatu yang sakit atau yang seperti itu.Mae menggeleng. “Tidak. Aku hanya—bodoh. Teruskan saja.” Mae menurunkan tangan, dan kembali menggeleng kuat-kuat. Ia sedang bekerja saat ini. Tidak perlu memikirkan hal itu. Ia harus fokus pada uang, dan Ash akan memberikan uang padanya pada waktunya nanti.“Mae? Benar kau baik-baik saja? Atau memang ada yang membuatmu tersinggung”Ash akhirnya kembali menepi, mengulurkan tangan, ingin memeriksa kening Mae—memeriksa kemungkinan demam selain sakit hati.Tapi Mae menghindar sebelum tangan Ash menyentuhnya. Mae tahu apa akibat sentuhan itu. Rasanya menyenangkan tapi tidak boleh lagi. Rasa menyenangkan itu salah.“Jalan lagi. Aku baik-baik saja. Tidak ada yang membuatku sakit hati. Aku sudah berpengalaman menghadapi yang lebih kejam. Level mereka masih di bawah Evelyn dan teman-temannya.” Mae dengan sengaja menyebut Evelyn. Memikirkan anak tiri setan itu memang mudah sekali mengalihkan pikiran.Ash mengan
[EEW! Jijik! Aku tidak percaya dia benar-benar menikah! Lima puluh! Bayangkan itu!] [Lima puluh memang, tapi uang bisa memuaskan siapapun] [Apa yang akan dilakukannya dengan pria usia lima puluh?] [Kemungkinan malam ini dia sedang merayu agar bisa ‘berdiri’] Semua tulisan itu adalah ejekan yang berasal dari teman-teman sekolahnya. Mereka bahkan tidak peduli Mae masih ada di grup obrolan itu, menulis apapun yang ingin dikatakan, tidak menimbang apakah Mae akan tersinggung atau tidak. Tulisan bernada serupa seperti itu berderet-deret, saling bersahutan, kurang lebih ratusan. Mae memang ada disana sebagai pelengkap saja, tidak pernah bisa mengikuti bahan obrolan, karena dunia sekolah senior Mae hanya berisi kerja keras—bukan make up atau pemuda tampan. Kini mereka menganggap Mae tidak ada dan mudah saja mencela tanpa tahu apa yang membuat Mae menerima pernikahan itu. Mae mendesah saat melempar ponselnya ke atas ranjang, lalu membesit air matanya, memakai rok yang menjadi bagian gaun
“Ash—Oh?” Mae tadinya akan mengetuk kalau pintu kamar Ash terkunci, tapi dengan sedikit dorongan saja, pintu kamar itu terbuka. Maka Mae melangkah masuk. Ini kali pertama ia masuk ke sana. Rapi dan tertata, kecuali ranjang, karena Ash rupanya belum bangun, masih berbaring dengan selimut berantakan di sekitarnya. Ini juga hari istimewa, dimana Mae bisa bangun lebih pagi daripada Ash. Tapi memang ini hari liburnya, Ash akan bangun lebih siang—sesuai jadwal.“Wah!” Mata Mae langsung tertarik pada hal menonjol yang terlihat jelas—otot perutnya. Bagian bawah tubuh Ash masih tertutup selimut. Ash tidur dengan bertelanjang dada.Meski pemilik kamar itu masih tertidur—tidak bisa memberi izin—Mae mendekati objek yang menarik perhatian yaitu perut rata itu. Mae ingin melihatnya dari dekat Ini juga termasuk bagian pengalaman pertama yang banyak dialaminya setelah bersama Ash. Melihat perut pria yang benar-benar rata dan kekar dari jarak dekat—secara langsung. Tidak ada lemak menggelambir, keru
“Ini sangat amat banyak, Mae. Kau yakin akan membeli semua?” Ash menatap tumpukan kotak berisi strawberry yang akan dibeli Mae. Bukan merasa keberatan membawa, tapi Ash tidak bisa membayangkan Mae membuat apa dengan strawberry sebanyak itu. Paling tidak ada tujuh kotak di sana, dan masing-masing mungkin berisi seratus lebih strawberry berukuran sedang. “Yakin. Aku akan membuat selai strawberry. Mungkin beberapa yang cantik akan aku pakai sebagai hiasan,” kata Mae sambil menyerahkan kartu kredit Ash kepada penjual strawberry yang tentu saja tersenyum amat lebar. Mae pembeli terbesarnya hari ini. “Bukankah rencananya kau hanya akan membuat cookies lemon dan brownies almond? Tidak ada yang mengandung selai strawberry.” Ash mengangkat kotak itu dan mengikuti Mae berjalan menyusuri area pasar segar produk pertanian itu. Cukup luas, dan letaknya tidak jauh dari rumah Ash, karena memang Reading juga termasuk daerah pedesaan. Hanya perlu sekitar 30 menit menyetir dan mereka sudah sampai.
“Jangan, jarimu akan…” Peringatan Mae terlambat tapi, jari Ash sudah saling menempel. Lem yang seharusnya menempelkan manik mutiara warna pink ke atas kotak, justru menyatukan jari telunjuk dan jempol Ash. “Sekali lagi.” Ash tidak menyerah. Ia menuangkan acetone pada jari yang menempel itu dan menggosoknya sampai terlepas. Mudah saja mengatasinya karena memang sudah beberapa kali hal itu terjadi. Sudah ada beberapa bekas lem di telunjuk Ash. Mae saja yang baru melihat. Mae tersenyum geli, dan sejenak kembali pada pekerjaannya mengaduk strawberry yang ada di atas kompor. Kandungan airnya masih banyak, perlu beberapa jam lagi sebelum benar-benar menjadi selai strawberry. Tapi tidak sampai lima menit, Mae kembali menatap kesibukan Ash. Peringatan yang diberikan oleh akal sehatnya tadi tidak terlalu mempan. Saat Ash ada di dapur, perhatian Mae dengan mudah kembali padanya. Mae belum menyerahkan pita yang harus dibentuk. Untuk tahap pertama, ia memberi tugas yang seharusnya lebih muda