Share

7. Hadiah Misterius

Part 7

"Kami mencari Damay!" ujar salah satu dari mereka dengan tegas.

"Damay? Ada apa dengan dia? Dia membuat kesalahan apa lagi?" tanya ibu makin panik.

"Maaf Pak, bapak sekalian mencari saya?" tanyaku menghampiri mereka dan tetap berusaha tenang, meski jantung ini berdebar cukup kencang.

"Dia siapa?" Mereka memandangku dan saling berbisik

"Saya Damay, Pak," jawabku.

Entah kenapa keduanya tetiba membungkuk seperti memberi hormat.

Ibu menghampiriku. "Damay, kamu kenal sama orang-orang ini? Jangan-jangan kamu punya hutang ya? Atau suami berandalan kamu itu yang punya hutang?" bisik ibu.

Aku menggeleng perlahan. "Aku tidak tahu, Bu."

"Aduuuhhh, dapet musibah apalagi ini! Apes melulu! Pasti kamu itu anak kutukan! Udah nikah aja bawa sial! Suami gak jelas, ini apa lagi!" omel ibu.

Aku menghela napas dalam.

"Mohon maaf sebelumnya Bu, kalau kedatangan kami mengagetkan kalian. Kami datang kesini untuk mengantarkan hadiah," jawab seorang pria sementara pria di sebelahnya justru memperhatikan sekeliling.

"Hadiah?" tanya ibu dengan kening berkerut.

Salah seorang pria itu berjalan menuju mobilnya dan mengeluarkan beberapa paper bag dan juga sebuah kotak.

Ya, seperti biasanya para tetangga lain ikut kepo dan kasak kusuk atas apa yang terjadi padaku. Entah kapan ini akan berakhir.

"Ini Bu, silakan diterima hadiahnya!" ujar salah seorang pria itu seraya memberikan sebuah kotak dan paper bag di dekat kakiku.

"Maaf tapi ini hadiah dari siapa dan untuk siapa?"

"Hadiah dari Pak Bos untuk Bu eh Mbak Damay. Kalau begitu kami permisi." Keduanya buru-buru pergi meninggalkan rumah.

"Tunggu! Pak, tunggu!!" cegahku. "Pak Bos siapa maksud Anda, Pak?"

Namun tak ada tanggapan apapun dari dua pria itu. Bahkan mereka langsung melesat pergi dengan mobilnya. Aneh.

Ibu langsung mengambil tas belanja itu dan membawanya ke dalam. Sementara yang lain masih saling berbisik.

Aku memandangi mereka, tapi mereka langsung menghindar dan membubarkan diri.

Aku masuk ke dalam.

"Apa sih isinya?" Ibu mengeluarkan satu per satu isinya.

Paper bag yang pertama isinya sprei dan badcover dengan motif bunga-bunga halus berwarna biru kombinasi.

"Ini buat ibu, motifnya bagus banget pasti harganya mahal!" seru ibu kemudian seraya memisahkan paperbag pertama itu.

Paper bag kedua berisi satu pieces gamis cantik warna abu-abu tampak elegan, ada hijab dengan warna senada.

"Ini juga bagus banget, merek mahal lagi! Tapi beliinnya kok cuma buat Damay doang?!" ujar ibu lagi.

Paper bag ketiga berisi paket skincare dan perlengkapan mandi yang tercium begitu wangi.

Paper bag keempat berisi paket cake dan cokelat dengan bungkus yang cantik, ada pita dan ucapan terima kasih serta tertera nama tokonya, toko kue Aksara.

Ibu langsung tersenyum lagi. "Cucok ini buat cemilan. Lho, ini kan toko kue tempat kamu kerja kan?"

Aku dan bapak hanya saling berpandangan sejenak. Bingung dengan sikap ibu sekaligus bingung dengan hadiah-hadiah misterius itu.

"Siapa sih yang kirim ini semua untuk Damay? Kenapa hadiahnya istimewa? Kamu kenal Bos ini dimana? Kenapa bisa royal sama kamu? Atau ini Bos dari tempat kerja kamu? Dia naksir kamu, May? Atau jangan-jangan kamu jual diri ya?" Ibu memberondongku pertanyaan.

"Astaghfirullah itu tidak benar, Bu. Aku tidak melakukan apapun!"

Ibu melengos masih terus memperhatikan hadiah-hadiah itu.

"Bu, jangan menuduh sembarangan. Damay tidak mungkin--"

"Ah, Bapak gak usah belain dia! Dia itu bukan gadis yang polos lagi! Buktinya dia kepergok berduaan sama berandalan itu. Coba kalau kepergoknya sama si Bos ini, udah pasti kita dapat hadiah lebih banyak dari ini!" sela ibu.

Aku hanya menggeleng pelan. Tetiba tatapan ibu mengarah pada kotak yang kupegang. Dengan cepat ia mengambil kotak itu dariku.

"Kotak apaan nih, jangan-jangan isinya perhiasan!"

Lagi-lagi aku hanya menghela napas dalam-dalam melihat perlakuan ibu.

Penuh semangat ibu membuka kotak yang dibungkus kertas kado itu. Mata ibu membulat dengan mulut ternganga.

"Waah, isinya beneran kalung!!" seru ibu lagi. Mendadak rona wajahnya terlihat bahagia, penuh dengan senyuman.

Ibu langsung memakainya. "Sudah lama sekali ibu tak memakai kalung perhiasan, terakhir ibu pakai cuma pas pengantin baru saja!" lirihnya sekaligus menyindir bapak.

"Bu, itukan hadiah untuk Damay, kenapa malah ibu yang pakai! Bisa saja itu dari suaminya kan?" tegur Bapak.

Ibu menoleh. "Kalau gak bisa beliin udah diem aja, Pak! Milik Damay berarti milik ibu juga, ibu kan udah ngrawat dia dari kecil!"

"Lagi pula, ini tidak mungkin dari berandalan itu! Dapat uang dari mana bisa beliin barang sebanyak ini! Pekerjaan saja tidak jelas!" lanjut ibu.

"Ini sih sudah jelas dari Bos yang kaya raya! Mungkin pernah ehem ehem sama Damay dan dia suka." Lagi-lagi ibu berbicara menuduh dengan entengnya.

'Sabar Damay, sabaaarr ....' batinku.

"Nih ada suratnya, May!" ujat ibu, langsung memberikan kertas dari kotak itu padaku.

Aku meraihnya dengan sedikit gemetar, takut kalau yang mengirim hadiah misterius ini meminta timbal baliknya. Bukankah semua yang ada di dunia ini tidak ada yang gratis? Selain bernapas?

*Aku tidak tahu kesukaanmu seperti apa. Tapi terimalah hadiah kecil ini dan semoga kamu menyukainya.*

"Pokoknya hadiah ini semua buat ibu! Buat mengganti kekecewaan ibu kemarin! Karena kau sudah melempar aib pada kami!" tukas Ibu membuyarkan lamunanku.

"Oh ya, bila perlu kau dekati saja si Bos ini, biar makin banyak dapat hadiah!"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Mput Sxukur
kalo dari awal udah kayak sinetron indosiar langsung malas bacanya... sampah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status