Part 11a"Siapa dia? Siapa wanita yang membuatmu menolak keputusanku?"Tak menanggapi pertanyaan sang ayah, Saga justru bangkit, melangkah keluar dari ruang kerja ayahnya dengan langkah tegap. Wajahnya memancarkan keputusan yang sudah bulat meski hatinya masih berdebar-debar. Rasanya percuma berdebat dengan sang Ayah karena dia takkan mengerti. Saga tidak akan menyerahkan hidupnya kepada keputusan sang Ayah. Lelaki itu menarik nafas dalam-dalam mencoba menenangkan diri."Mau pergi kemana kamu, Saga? Ayah belum selesai bicara!" tanya suara parau di belakangnya.Saga menoleh dan melihat ayahnya, Pak Biru Hartono, berdiri di ambang pintu. Wajahnya serius, namun terdapat kilatan kekecewaan di matanya."Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, Ayah! Aku sudah membuat keputusan, aku menolak perjodohan itu, karena aku sudah punya istri. Dan cepat atau lambat aku akan mengenalkan istriku pada kalian," ucap Saga mantap."Ayah tidak mengerti kenapa kamu menikah tanpa sepengetahuan Ayah. Apakah k
Part 11b"Bu, berhentilah menyudutkanku seperti itu!" protes Damay."Kenapa? Kau mulai berani membantahku? Yang ibu katakan itu memang fakta.""Aku tidak membantahmu, ibu. Aku hanya capek. Aku capek. Semua kekesalan ibu limpahkan padaku. Aku tahu, aku penuh dengan dosa, tapi semua manusia di dunia ini juga tidak ada yang sempurna, Bu, pasti pernah melakukan kesalahan. Lalu, tentang nasib seseorang, tidak ada yang tahu, Bu, roda kehidupan itu berputar, kadang di atas, kadang pula di bawah. Kita tidak tahu, ke depannya nanti akan seperti apa. Dan masalah Mas Saga tidak pulang, mungkin saja dia masih ada urusan di luar. Tapi aku yakin, dia akan kembali.""Heleh, sok bijak sekali kamu, Mbak! Beraninya cuma sama ibu!" celetuk Mega yang tiba-tiba ikut nimbrung.Dua wanita itu tampak mengintimidasi Damay dengan tatapannya yang tajam."Kalau garis takdirmu menjadi upik abu, jangan bermimpi menjadi ratu. Meskipun ganti suami hidupmu akan gitu-gitu aja, Mbak!" ucap Mega lagi sambil tersenyum m
Part 12a"Ayo, kita pulang sama-sama! Ada yang ingin kubicarakan juga denganmu."Jantung Damay berdebar kencang, segala pikiran buruk makin berkecamuk. Akankah lelaki itu akan menalaknya hari ini juga? Terlebih melihat raut serius di wajah lelaki itu.Damay berjalan pelan mengikuti Saga menuju sebuah motor yang bertengger manis di tempat parkir. Lelaki itu memberikan helm yang lain untuk sang istri."Kenapa melamun?" tegur Sagara. Damay menggeleng pelan. "Mas, ini motor siapa?" tanya Damay kaku. Ia tak tahu harus bertanya tentang apalagi."Aku punya banyak teman, jadi tidak perlu pusing perihal pakai kendaraan siapa," jawab Saga."Oh ya, sebelum pulang, aku ingin membawamu berkeliling dulu, kamu tidak keberatan bukan?" ajak Saga.Damay mengangguk. Ia pun naik ke boncengan motor itu. Mendadak Saga menarik tangan Damay agar memeluk pinggangnya. "Pegangan yang erat, aku mau ngebut!" tukas Saga
Part 12bTanpa terasa, embun tebal menggenang di pelupuk mata Damay. Sudut hatinya terasa menghangat. Sudah sangat lama kehangatan ini tidak ia dapatkan bahkan dari keluarganya sendiri. "Aku juga akan belajar mencintaimu. Mari kita lewati suka duka kehidupan ini bersama-sama."Akhirnya Damay pun mengangguk. Di saat yang bersamaan, butiran bening itu menitik. Ia tak punya pilihan lain. Sementara hatinya meyakini, lelaki di sampingnya ini adalah takdir terbaiknya saat ini. Saga tersenyum melihat respon istrinya. Tangannya terulur, menghapus jejak air mata di pipi sang istri. Spontanitas, Saga meraih tangan mungil sang istri lalu mengecup tangannya itu dengan lembut. Aksi dadakannya itu justru membuat keduanya berdebar-debar. Damay semakin canggung dibuatnya."Kamu cantik kalau lagi tersenyum. Jadi jangan sampai masalahmu itu mengubah senyuman di wajahmu."Damay mengangguk malu-malu. "Terima kasih, Mas, sudah menghiburku."
Part 13aMata ibu membulat. "Kau?"Saga tersenyum kemudian merangkul pundak Damay. "Iya, ini saya, Bu.""Ck, dasar berandalan! Punya muka juga kau datang lagi kesini! Kupikir kau pergi selamanya ke habitatmu dan takkan kembali lagi!""Tentu saja saya punya muka, Bu. Kalau gak punya muka berarti saya makhluk dunia lain.""Pantas, kamu memang seperti setan!"Damay menoleh ke arah sang suami yang juga spontanitas menatapnya. Ia menggeleng pelan agar suaminya berhenti meladeni ucapan sang ibunda."Sudah, sudah. Bu, itu sotonya buat makan malam, nanti keburu dingin," ujar Damay menengahi. "Kalau masalah bayar air dan listrik, ini belum waktunya aku gajian, Bu. Kalau aku dah gajian, pasti aku akan bayar. Kami permisi masuk ke kamar dulu," pungkas Damay lagi seraya menarik tangan sang suami."Damay, ibu belum selesai bicara! Dasar anak itu!" Ibu mendumal kesal, tapi ia pun segera berlalu menuju dapur.
Part 13b"Emmhh tidak apa-apa, tapi bukankah itu membutuhkan uang yang cukup banyak?"Saga tersenyum melihat kepolosan sang istri. "Kamu tidak perlu khawatirkan masalah biayanya. Aku yang tanggung semuanya."Damay mengangguk ragu."Kenapa kamu masih ragu-ragu?"Saga tertawa kecil. "Aku memang terlihat seperti berandalan, tapi jangan khawatir tentang apapun, May, apalagi masalah biaya. Aku akan menghandle semuanya. Aku hanya sedang meminta persetujuanmu saja.""Baiklah. Aku menurut saja, Mas. Kapan rencananya?""Besok apa kau akan kerja lagi?""Iya, Mas.""Ya sudah, pulang kerja aku jemput ya. Besok aku akan ajak kamu ke tempat tinggalku dan mengenalkan kamu pada mereka. Lalu, kita bisa bilang ke keluargamu mengenai acara syukuran. Minta pendapat mereka, kapan sebaiknya acara dilakukan."Damay mengangguk lagi. "Sebenarnya kemarin bapak juga bilang masalah acara syukuran ini, Mas, tapi ibu gak se
Part 14a'Siapa dia sebenarnya? Kenapa matanya seperti tidak asing?' gumam Mega dalam hati.Sebuah tepukan di pundak membuyarkan lamunan Mega."Hei Mega, kenapa bengong terus dari tadi? Ayo kerja lagi, Pak Bosnya sudah lewat.""Tunggu, Sil. Aku mau nanya, Pak Bos itu orang yang seperti apa sih?" tanya Mega pada rekan kerjanya itu."Maksudnya?""Iya, itu kenapa maskernya gak dibuka?""Sudah dari dulu begitu. Tiap datang ke sini pasti selalu pakai masker.""Terus kenapa orang-orang di sini pada segan dan takut?""Ya iyalah dia kan bos utama, yang pegang wewenang di sini, ya pasti orang-orang pada segan."Mega tertawa kecil. "Apa dia sudah punya istri?""Aku gak tahu masalah itu, kehidupan pribadinya terlalu tertutup. Tapi kamu pikir sendiri deh, masa iya sudah kaya, mapan, tampan, perfect, gak punya istri? Rasanya gak mungkin 'kan?""Bener juga sih. Kok kamu bisa tahu kalau dia
Part 14b"Kenapa kita ke sini, Mas? Ini dimana?" tanya Damay, heran."Kau akan tahu sebentar lagi," jawab Saga sambil tersenyum misterius.Ketika mereka masuk ke dalam, anak-anak jalanan itu menyambut mereka dengan hangat. Menyanyikan sebuah lagu. Dan dda sebuah kalimat yang dituliskan di sebuah kertas panjang yang dipegang oleh beberapa anak.*Selamat datang matahari kami, terima kasih sudah menyinari kami* "Selamat datang Kak Saga!" Mereka tersenyum cerah dan berteriak riuh. Saga tersenyum lebar melihatnya."Apa yang sedang terjadi, Mas?" tanya Damay, matanya berbinar-binar."Kau ingat, bukan? Aku ingin memperkenalkanmu pada keluarga. Mereka lah keluargaku, Damay. Anak-anak yang kurang beruntung ini, sudah mewarnai hari-hariku sejak dulu. Maaf mungkin ini di luar ekspektasimu. Tapi beginilah hidupku."Damay menoleh menatap anak-anak yang ekspresinya terlihat antusias. 'Jadi Mas Saga tinggal di sini? Tinggal b