Part 71
Hari selanjutnya ...."Alhamdulillah, luka kamu udah mulai kering, Mas," ujar Damay saat melepas perban itu. Ia juga mengompres lukanya dengan air hangat."Iya, terima kasih, Sayang udah bantu merawatku.""Ini nanti mau dipakein perban lagi apa gak usah, Mas?""Gak usah Sayang, biar aja kering seperti itu.""Baiklah, aku olesin salep aja ya.""Iya."Dengan lembut, Damay mengoleskan salep ke luka Saga. Sètelah selesai, Saga mengenakan kaos singlet warna hitamnya."Aku mau treadmill dulu ya, Sayang." Saga bangkit berdiri."Lari-lari?""Hmm ... udah lama gak olah raga, badanku pada kaku gini.""Tapi lukamu ...""Gak apa-apa, pelan-pelan aja kok. Buat melatih fisikku lagi biar kuat kalau lagi sama kamu.""Ih, dasar kamu, Mas!" sahut Damay sambil tertawa pelan menyadari sang suami tengah menggodanya.Saga berjalan keluar kamar menuju ruang olahPart 71bSaga menoleh sejenak, memberikan senyuman yang meyakinkan. "Tenang saja, Sayang. Aku akan berhati-hati. Ini juga bagian dari latihan tanganku."Perjalanan mereka terasa menyenangkan, dengan setiap detik menjadi lebih berharga. Saga dan Damay menikmati kebersamaan mereka, berbincang ringan sepanjang perjalanan. Mereka mampir di toko buah dan membeli parcel buah-buahan serta roti dan susu juga beberapa cemilan lainnya.Mereka sampai di Rumah Sakit.Damay dan Saga berjalan beriringan melewati koridor menuju ke ruang perawatan Mega. Ibu dan Mega tampak senang saat Damay dan Saga masuk ke dalam ruangan.Damay dan Saga mendekat, menyalami tangan Bu Siti. Lalu menaruh parcel buah itu di meja."Mas, Mbak, kalian datang? Kupikir sudah tidak ada yang peduli lagi sama aku," sambut Mega dengan suara bergetar.Damay tersenyum. "Gimana keadaanmu, Mega, apa sudah lebih baik?"Mega mengangguk. "Iya, Mbak, sud
Part 72"Ibu juga minta maaf sudah selalu merepotkan kalian. Ibu minta maaf ya, Damay, Saga ... Kalian memang anak-anak yang baik," ucap Bu Siti tiba-tiba dengan suara gemetar."Iya, Bu, sudah tidak apa-apa, Bu. Kami juga minta maaf kalau punya kesalahan."Bu Siti ikut menyeka air mata yang jatuh di pipinya. "Damay, meski kamu bukan anak kandung ibu, tapi terima kasih kamu tidak lupa sama kami. Bapak benar-benar hebat punya anak baik seperti kamu."Butiran bening yang sedari di tahan akhirnya luruh juga. Damay menangis penuh haru. Ia tak menyangka dari kejadian ini bisa mengambil hikmahnya. Ibu dan adik tirinya berubah menjadi lebih baik. Benar kata orang-orang, kita bisa mengambil pelajaran dan hikmah dari setiap masalah yang ada. Bukankah hal itu yang paling istimewa?Damay beralih memeluk ibu tirinya dengan sangat erat. Seolah menumpahkan perasaan sekaligus unek-unek yang selama ini mengganjal hatinya."Bu, tolong sa
Part 72b"Katakan saja, Bu.""Emmh, ini tentang masalah biaya perawatan Mega. Ibu kepikiran terus dari kemarin. Pastinya Guntur tidak mau bertanggung jawab. Padahal ibu sama sekali tak pegang uang, hanya sisa uang dari kamu buat makan sehari-hari, Nak. Ibu yakin biaya perawatan di sini pasti tidak sedikit."Damay menatap Saga sejenak. "Ibu gak usah khawatir, biar aku yang nanggung biaya perawatan Mega, nanti dibantu sama Pak Jerry. Yang penting Mega cepat pulih," ucap Saga tak ingin membuat mereka khawatir.Ibu tirinya terlihat sangat terharu dan mengangguk dengan penuh rasa syukur. "Terima kasih banyak, Nak. Ibu benar-benar tidak tahu harus bagaimana tanpa bantuanmu.""Iya, Bu, bukankah keluarga itu saling mendukung?"Ibu tirinya mengusap air mata yang mengalir di pipinya. "Ibu merasa sangat bersyukur memiliki kamu dan Saga. Semoga Mega cepat sembuh dan kita semua bisa melalui masa sulit ini bersama."***
Part 73"Pelakunya sudah ketemu? Si-siapa?""Saya akan bicara langsung sama Bos.""Baiklah, aku tunggu di sini.""Siap, Bos."Setelah panggilan berakhir, Saga mulai memikirkan berbagai kemungkinan tentang siapa pelakunya. Dia merasa cemas, tetapi juga lega mengetahui bahwa kasus ini akhirnya menemukan titik terang. "Ada apa, Mas? Apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya Damay membuyarkan lamunannya."Pak Tom sudah mengantongi info pelaku yang menusukku tempo hari."Damay menutup mulut saking terkejutnya. "Kira-kira siapa ya, Mas?""Entahlah.""Tapi syukurlah kalau memang pelakunya sudah ketemu. Dia harus dihukum karena sudah mencelakai suamiku."Saga mencapit hidung Damay dan tersenyum. "Benar, Sayang. Sekarang kita tinggal menunggu proses hukum berjalan."Damay mengangguk, masih terlihat khawatir. "Aku hanya ingin tahu siapa dia dan alasan di balik semua ini."Saga mer
Part 73BDia memberikan sedikit tekanan tambahan, “Apakah kau benar-benar mau mengambil risiko ini hanya untuk menjaga rahasia yang mungkin tidak sepadan? Bicara sekarang, dan aku akan menjamin keselamatan mereka.”Lelaki yang terikat itu mulai bergetar, napasnya cepat dan tidak teratur. Dengan suara serak, akhirnya dia berkata, “Baiklah… aku akan memberitahu siapa yang menyuruhku. Tapi tolong, jangan lakukan apa-apa pada keluarga ku.”Pria kekar itu mengangguk puas. “Bagus. Sekarang, ceritakan semuanya, dan pastikan kau tidak menyembunyikan apa pun.”Dengan perasaan tertekan dan penuh keputusasaan, Rudi mulai mengungkapkan informasi yang diminta, berharap bahwa keputusan ini bisa menyelamatkan keluarganya dari bahaya yang mengancam.Rudi mulai menceritakan segala sesuatu yang ia tahu dengan suara gemetar. “Orang yang menyuruhku... namanya Guntur. Dia menyuruhku untuk menusuk Sagara. Dia datang bersama seorang wanita cantik."Pri
Part 74 Damay menatap ponsel suaminya, ia langsung menutup mulutnya tak percaya. "Jadi maksudmu, pelakunya itu .... Gun---tur?" Damay beralih menatap suaminya seolah tak percaya. "Tapi kenapa kok bisa seperti ini, Mas? Bukankah Guntur orang baik?" Saga tertawa miris seolah menertawakan dirinya sendiri. "Dalamnya laut bisa diukur, tapi dalamnya hati siapa yang tahu?" ujarnya kemudian. "Benar kata pepatah tentang, jangan nilai orang dari luarnya saja. Tapi terkadang kita hanya lihat sepintas dan langsung menduganya saja tanpa tahu isi hati seseorang itu seperti apa." Damay mengangguk mendengarkan ucapan sang suami. "Kamu tahu Sayang? Dulu di kantor, Guntur adalah salah satu orang kepercayaanku. Aku sangat puas dengan kinerjanya yang bagus. Dia sangat kompeten. Tapi .... siapa sangka, orang yang kupercaya justru berkhianat. Dia menyalahgunakan kecerdasannya dan keper
Part 74B Mendadak ia tersenyum membayangkan Bella yang bucin padanya bahkan menjamin hidupnya saat ini, padahal Guntur hanya memberikan perhatian dan rayuan saja dengan modal wajah tampannya. Suara ketukan pintu itu kini terdengar lebih keras dari sebelumnya. Ia pun segera bangkit, berjalan menuju pintu. "Iya, iya, sabar dulu, Bel," sahutnya setengah berteriak kala lagi-lagi pintu itu digedor. Namun, saat pintu dibuka, wajahnya mendadak pias, jantungnya berdebar dengan kencang melihat beberapa orang yang ada di hadapannya. Beberapa diantaranya berpakaian seragam polisi. 'Po-lisi?' pekiknya dalam hati. Seketika ia menjadi panik, tubuhnya refleks ingin kembali masuk ke dalam tapi petugas itu langsung mencekalnya. Anak buah Pak Biru dan anggota tim polisi langsung menerobos masuk, memeriksa ruangan dengan teliti. Guntur, yang kini tidak bisa lagi menghindar, digirin
Part 75 "Bu, Mas Gun ditangkap polisi," ucap Mega dengan nada bergetar. Raut wajahnya tampak sedih. Ia baru saja pulang dari rumah sakit kemarin, tapi kabar tentang Guntur begitu mengusiknya. "Ditangkap polisi? Atas kasus apa? Apa karena penggelapan dana uang perusahaan Saga?" Mega menggeleng pelan. "Bukan itu, ini kasusnya beda lagi, Bu. Ternyata ..... dia yang nyuruh orang buat nusuk Mas Saga!" Klotak! Bu Siti meletakkan pisau yang dipegangnya begitu saja. Memutar bola mata menatap putrinya seolah tak percaya. Ia sungguh terkejut mendengar hal itu. "Jadi dia nusuk Saga?" "Dia bayar orang buat nusuk Mas Saga, Bu. Dan mereka sudah ditangkap. Ayahnya Mas Saga yang menuntut mereka," sahut Mega dengan mada getir. Dadanya terasa sesak, seakan ada batu besar yang menghimpit. Bu Siti menggeleng pelan seolah tak percaya.