Part 69B
Damay tertawa kecil. "Hmmm jadi seperti itu ya?""Iya, senyummu juga bikin aku senang."Damay tertawa lagi sekarang ia sudah terbiasa kadang suaminya punya jurus jitu untuk membuatnya tersipu. Ia segera bangkit, mencium pipi suaminya dengan lembut dan berjalan menuju dapur.Damay mulai sibuk di dapur, mengolah bahan-bahan yang tersedia. Hatinya begitu riang mengolah ikan gurame juga sayur kangkung sesuai permintaan sang suami.Aroma bawang putih dan bumbu-bumbu lain untuk menumis di wajan, tercium begitu harum dan memenuhi dapur.Setelah selesai menghidangkan gurame asam manis dan tumis kangkung, Damay memanggil Saga dengan riang."Mas, makanannya sudah siap, ayo makan dulu!"Damay membangunkan Saga dan menundanya dengan lembut. Mereka berjalan bersama dengan langkah pelan."Mas, kalau ikan guramenya rasanya lezat dan mantap. Kamu harus siap-siap nambah ya!"Saga menjawab dengan semaPart 70"Aaarghh perutkuuu ....!" erang Mega kesakitan.Guntur segera berhenti dan berbalik, melihat Mega terjatuh dengan tubuh tersungkur di lantai. Wajahnya tampak pucat dan kesakitan. Tanpa pikir panjang, Guntur berlari kembali ke arah Mega dan dengan cepat berjongkok di sampingnya."Mega, kamu baik-baik saja?" tanya Guntur cemas.Wanita itu tampak kesakitan, meremas perutnya dengan tangan. "Perutku... sangat sakit," ucapnya dengan suara lemah.Beberapa pengunjung mall saling berbisik dan beberapa yang lain meminta bantuan kepada pihak mall. Guntur mencoba menunda Mega dan menatapnya dengan rasa bersalah. "Aku minta maaf, Mega. Aku tidak bermaksud...," ucapnya dengan suara penuh penyesalan.Mega menatapnya nanar, rasanya ia ingin sekali maki-maki lelaki itu, tapi rasa sakit itu membuatnya tak mampu berbuat banyak.Sementara wanita yang bersama Guntur menatap mereka dari kejauhan dengan tatapan tak
Part 70BBu Siti berjalan tergopoh-gopoh usai turun dari ojek. Ia menggedor pintu rumah mewah itu dengan kencang."Damay! Saga! Buka pintunya, Nak!" teriak Bu Siti. Damay yang tengah merawat luka sang suami menoleh sejenak. "Mas, sepertinya ada orang di depan. Biar aku lihat dulu ya, Mas.""Jangan langsung buka pintu, lihat dulu dari tirai siapa yang datang!" ujar Saga."Iya, Mas."Damay membereskan kembali kotak P3K usai menempelkan perban baru pada suaminya itu.Ia berjalan ke depan membuka tirai jendela, melihat ibu tirinya mondar-mandir di teras. Damay segera membuka pintu."Bu? Ada apa? Ayo masuk dulu, Bu!" ajak Damay."Damay, Mega---""Ada apa dengan Mega, Bu?" Mendadak Bu Siti menangis ia terduduk di sofa. "Dari tadi pagi, dia gak pulang-pulang! Ibu takut terjadi sesuatu padanya. Karena dia sedang bermasalah dengan Guntur. Ibu khawatir, Damay ....""Mega pergi kemana
Part 71Hari selanjutnya ...."Alhamdulillah, luka kamu udah mulai kering, Mas," ujar Damay saat melepas perban itu. Ia juga mengompres lukanya dengan air hangat. "Iya, terima kasih, Sayang udah bantu merawatku.""Ini nanti mau dipakein perban lagi apa gak usah, Mas?""Gak usah Sayang, biar aja kering seperti itu.""Baiklah, aku olesin salep aja ya.""Iya."Dengan lembut, Damay mengoleskan salep ke luka Saga. Sètelah selesai, Saga mengenakan kaos singlet warna hitamnya."Aku mau treadmill dulu ya, Sayang." Saga bangkit berdiri."Lari-lari?""Hmm ... udah lama gak olah raga, badanku pada kaku gini.""Tapi lukamu ...""Gak apa-apa, pelan-pelan aja kok. Buat melatih fisikku lagi biar kuat kalau lagi sama kamu.""Ih, dasar kamu, Mas!" sahut Damay sambil tertawa pelan menyadari sang suami tengah menggodanya.Saga berjalan keluar kamar menuju ruang olah
Part 71bSaga menoleh sejenak, memberikan senyuman yang meyakinkan. "Tenang saja, Sayang. Aku akan berhati-hati. Ini juga bagian dari latihan tanganku."Perjalanan mereka terasa menyenangkan, dengan setiap detik menjadi lebih berharga. Saga dan Damay menikmati kebersamaan mereka, berbincang ringan sepanjang perjalanan. Mereka mampir di toko buah dan membeli parcel buah-buahan serta roti dan susu juga beberapa cemilan lainnya.Mereka sampai di Rumah Sakit.Damay dan Saga berjalan beriringan melewati koridor menuju ke ruang perawatan Mega. Ibu dan Mega tampak senang saat Damay dan Saga masuk ke dalam ruangan.Damay dan Saga mendekat, menyalami tangan Bu Siti. Lalu menaruh parcel buah itu di meja."Mas, Mbak, kalian datang? Kupikir sudah tidak ada yang peduli lagi sama aku," sambut Mega dengan suara bergetar.Damay tersenyum. "Gimana keadaanmu, Mega, apa sudah lebih baik?"Mega mengangguk. "Iya, Mbak, sud
Part 72"Ibu juga minta maaf sudah selalu merepotkan kalian. Ibu minta maaf ya, Damay, Saga ... Kalian memang anak-anak yang baik," ucap Bu Siti tiba-tiba dengan suara gemetar."Iya, Bu, sudah tidak apa-apa, Bu. Kami juga minta maaf kalau punya kesalahan."Bu Siti ikut menyeka air mata yang jatuh di pipinya. "Damay, meski kamu bukan anak kandung ibu, tapi terima kasih kamu tidak lupa sama kami. Bapak benar-benar hebat punya anak baik seperti kamu."Butiran bening yang sedari di tahan akhirnya luruh juga. Damay menangis penuh haru. Ia tak menyangka dari kejadian ini bisa mengambil hikmahnya. Ibu dan adik tirinya berubah menjadi lebih baik. Benar kata orang-orang, kita bisa mengambil pelajaran dan hikmah dari setiap masalah yang ada. Bukankah hal itu yang paling istimewa?Damay beralih memeluk ibu tirinya dengan sangat erat. Seolah menumpahkan perasaan sekaligus unek-unek yang selama ini mengganjal hatinya."Bu, tolong sa
Part 72b"Katakan saja, Bu.""Emmh, ini tentang masalah biaya perawatan Mega. Ibu kepikiran terus dari kemarin. Pastinya Guntur tidak mau bertanggung jawab. Padahal ibu sama sekali tak pegang uang, hanya sisa uang dari kamu buat makan sehari-hari, Nak. Ibu yakin biaya perawatan di sini pasti tidak sedikit."Damay menatap Saga sejenak. "Ibu gak usah khawatir, biar aku yang nanggung biaya perawatan Mega, nanti dibantu sama Pak Jerry. Yang penting Mega cepat pulih," ucap Saga tak ingin membuat mereka khawatir.Ibu tirinya terlihat sangat terharu dan mengangguk dengan penuh rasa syukur. "Terima kasih banyak, Nak. Ibu benar-benar tidak tahu harus bagaimana tanpa bantuanmu.""Iya, Bu, bukankah keluarga itu saling mendukung?"Ibu tirinya mengusap air mata yang mengalir di pipinya. "Ibu merasa sangat bersyukur memiliki kamu dan Saga. Semoga Mega cepat sembuh dan kita semua bisa melalui masa sulit ini bersama."***
Part 73"Pelakunya sudah ketemu? Si-siapa?""Saya akan bicara langsung sama Bos.""Baiklah, aku tunggu di sini.""Siap, Bos."Setelah panggilan berakhir, Saga mulai memikirkan berbagai kemungkinan tentang siapa pelakunya. Dia merasa cemas, tetapi juga lega mengetahui bahwa kasus ini akhirnya menemukan titik terang. "Ada apa, Mas? Apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya Damay membuyarkan lamunannya."Pak Tom sudah mengantongi info pelaku yang menusukku tempo hari."Damay menutup mulut saking terkejutnya. "Kira-kira siapa ya, Mas?""Entahlah.""Tapi syukurlah kalau memang pelakunya sudah ketemu. Dia harus dihukum karena sudah mencelakai suamiku."Saga mencapit hidung Damay dan tersenyum. "Benar, Sayang. Sekarang kita tinggal menunggu proses hukum berjalan."Damay mengangguk, masih terlihat khawatir. "Aku hanya ingin tahu siapa dia dan alasan di balik semua ini."Saga mer
Part 73BDia memberikan sedikit tekanan tambahan, “Apakah kau benar-benar mau mengambil risiko ini hanya untuk menjaga rahasia yang mungkin tidak sepadan? Bicara sekarang, dan aku akan menjamin keselamatan mereka.”Lelaki yang terikat itu mulai bergetar, napasnya cepat dan tidak teratur. Dengan suara serak, akhirnya dia berkata, “Baiklah… aku akan memberitahu siapa yang menyuruhku. Tapi tolong, jangan lakukan apa-apa pada keluarga ku.”Pria kekar itu mengangguk puas. “Bagus. Sekarang, ceritakan semuanya, dan pastikan kau tidak menyembunyikan apa pun.”Dengan perasaan tertekan dan penuh keputusasaan, Rudi mulai mengungkapkan informasi yang diminta, berharap bahwa keputusan ini bisa menyelamatkan keluarganya dari bahaya yang mengancam.Rudi mulai menceritakan segala sesuatu yang ia tahu dengan suara gemetar. “Orang yang menyuruhku... namanya Guntur. Dia menyuruhku untuk menusuk Sagara. Dia datang bersama seorang wanita cantik."Pri
Setelah itu, aku duduk sebentar di bangku, perasaanku tetap hangat dari perhatian kamu. Kamu berdiri di depanku, matamu masih penuh dengan kasih sayang. Tanpa kata, kamu ambil botol air, lalu menyodorkannya padaku. "Minum dulu, jangan sampe dehidrasi," katamu sambil ngelirikku.Aku ambil botolnya, tapi mataku gak lepas dari kamu. Rasanya, setiap detik yang berlalu penuh makna. Kamu bukan cuma buat aku merasa nyaman, tapi kamu juga selalu bikin hari-hariku lebih berwarna."Kamu nggak pernah capek ngurusin aku, ya?" Aku bertanya, meskipun aku tahu jawabannya. Kamu cuma tersenyum lebar, senyuman yang paling aku sukai."Capek? Gak ada yang lebih menyenangkan selain ngurusin kamu. Kamu bikin aku bahagia, Mas," jawabmu, suara kamu serak, tapi tetap penuh rasa sayang."Terima kasih, Sayang, udah selalu ada," aku bisikin pelan.Kamu balas dengan tatapan lembut, senyum tipis. "Aku akan selalu ada, Mas. Ayo kita saling berjanji."
POV SAGA Matahari sore mulai meredup, meninggalkan semburat jingga di langit. Angin sepoi-sepoi mengayun dedaunan di taman, sementara langkah kita beriringan di sepanjang jalur setapak. Aku menggenggam tanganmu erat, sesekali melirik wajahmu yang tampak begitu ceria. "Kamu mau es krim?" tanyaku tiba-tiba. Mata kamu berbinar. "Mau!" jawabmu semangat. Aku terkekeh, lalu menarikmu menuju kios es krim di sudut taman. "Kamu mau rasa apa?" Kamu berpikir sebentar sebelum menjawab, "Coklat dan vanila aja, biar manis dan lembut seperti aku, Mas." Aku tertawa kecil dan memesankan es krim pilihanmu, sementara aku sendiri memilih rasa stroberi. Setelah menerima es krim, aku menyodorkannya padamu. "Ini buat kesayangan aku." Kamu mengambilnya dengan senyuman lebar, lalu menjilat es krim itu dengan wajah puas. "Hmm, enak banget!" Aku menatapmu sambil tersenyum. "Tapi masih ada ya
Malam itu, di rumah, Saga duduk di ruang keluarga bersama Damay. Rasa cemas tentang masa depan perusahaan masih menghantuinya. Damay duduk di sampingnya, memegang tangannya, berusaha memberikan kenyamanan. "Mas, kenapa?" "Tidak apa-apa, aku hanya berpikir bagaimana dengan nasib masa depan perusahaan, terlebih Ayah sudah menyerahkan semuanya padaku." "Jangan khawatir, Mas. Mas sudah melakukan yang terbaik," kata Damay lembut. Saga hanya menghela napas. Damay menatapnya dengan penuh pengertian. "Mas, kamu sudah berusaha, dan sekarang waktunya untuk bergerak maju. Ayah sudah membantu banyak, dan kamu akan mampu mengelola perusahaan itu dengan baik." Saga tersenyum tipis, berusaha menerima kenyataan yang ada. "Aku akan berusaha lebih keras lagi, Damay. Aku tidak ingin semua pengorbanan sia-sia." Keesokan harinya, Saga kembali ke kantor dengan semangat baru, siap menghadapi tantangan
Setelah keputusan pengadilan yang menghukum Aidan, Saga dan Damay akhirnya bisa bernapas lega. Namun, kebahagiaan mereka tak bertahan lama. Saga harus menghadapi kenyataan baru yang lebih berat: perusahaannya, yang telah dibangun dengan susah payah selama bertahun-tahun, berada di ambang kebangkrutan.Perusahaan yang dulu begitu megah kini mengalami kerugian besar akibat beberapa investasi yang gagal, manipulasi laporan dari dalam ditambah dengan pengaruh dari masalah yang menimpa Aidan. Saga tidak bisa menutup mata dari kenyataan bahwa banyak keputusan buruk yang terlanjur diambil, dan kini semuanya berujung pada masalah keuangan yang tak bisa dihindari.Saga duduk termenung di ruang kerjanya, mata terpaku pada layar komputer yang menampilkan laporan keuangan perusahaan. Kerugian yang terus menggunung dan semakin parah membuat hatinya terasa berat. Segala usaha yang dilakukan untuk membalikkan keadaan seolah sia-sia. Kini, kebangkrutan di ambang pintu, dan ia tahu
"Diana?" kata Saga dengan nada terkejut, mencoba menguasai emosinya.Diana berdiri di depannya, tanpa kata-kata lebih dulu. Wajahnya terlihat pucat, dan kedua tangannya gemetar saat ia meletakkan sebuah surat di atas meja Saga.“Aku tahu kamu pasti sudah tahu tentang Aidan,” kata Diana pelan, suara tergetar. “Tapi aku mohon, Saga, bebaskan dia. Aku sedang hamil anaknya. Aku tak ingin anak ini tumbuh tanpa seorang ayah.Saga terkejut, tapi ia segera menutupi rasa terkejutnya. Saga menatap Diana dengan tatapan kosong. Dia terdiam sejenak, seolah mencerna setiap kata yang keluar dari bibir Diana. Wajahnya berubah, tidak bisa menyembunyikan perasaan marah dan kecewa.“Aidan sudah membuat segalanya berantakan, Diana,” kata Saga, suaranya tegas. “Dia tak hanya menyusahkan dirimu, tapi juga aku dan keluarga kami. Kenapa kamu tidak melihat apa yang dia lakukan?”Diana menundukkan kepala, matanya mulai berkaca-kaca. “Aku tahu, aku tahu dia telah m
"Kamu pikir kamu bisa mengancamku begitu saja dan aku akan diam? Tidak, Aidan. Kalau kau ingin menantangku, aku akan buat kamu menyesal.""Hahaha! Tapi ingatlah ini Saga, sampai kapanpun aku tidak akan menyerah!" ucap Aidan setengah berteriak.Dengan wajah yang penuh amarah, Saga berbalik dan meninggalkan ruang interogasi.Di luar ruangan, Pak Tom menunggu, melihat bosnya dengan tatapan serius."Bagaimana, Mas Bos?" tanya Pak Tom, suara penuh kekhawatiran."Aku tak percaya dia melakukan ini. Tapi aku tak akan biarkan dia merusak apa yang sudah kumiliki."Pak Tom mengangguk. "Kami akan terus mengawasi perkembangannya, Bos."Dengan tatapan tajam, Saga melangkah keluar dari kantor polisi.*** Hari itu, Damay dan Saga akhirnya mendapatkan kabar baik. Setelah menunggu dengan penuh kecemasan, dokter akhirnya datang dengan senyum yang membawa harapan."Pak Saga, Bu Damay, kami sudah memeriksa kondisi
Saga berdiri di belakangnya, menatap Damay dengan penuh kasih. "Kita sudah melalui banyak hal, Sayang. Tapi kita kuat. Kita akan melindungi Rain, apapun yang terjadi."Damay menoleh, menatap suaminya dengan penuh rasa terima kasih. "Terima kasih, Mas. Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan tanpa kamu."Saga merangkulnya dari belakang, menguatkan Damay. "Aku selalu di sini, Sayang. Kita sudah melalui masa-masa sulit, tapi kita tidak akan pernah terpisah. Kita akan membangun masa depan yang lebih baik."Damay mengangguk, meresapi setiap kata yang keluar dari mulut suaminya. Di tengah segala kekacauan yang mereka hadapi, mereka masih bisa menemukan kedamaian bersama, di sisi anak mereka yang tercinta.Dengan pelukan itu, Damay merasa aman. Meskipun dunia di luar sana penuh ancaman, di sini, dalam pelukan suaminya, semuanya terasa baik-baik saja.Tak berapa lama Baby Rain terbangun dan menangis dengan suara nyaring. Tanpa berpikir panjang, Da
Saga merebahkan tubuhnya di tempat tidur hotel seraya menghela napas panjang. Damay menatapnya merasa iba karena sang suami terlihat sangat kelelahan usai hari yang begitu kacau terlewati. “Mas capek banget ya?” “Iya, Sayang. Tapi tidak apa-apa, asalkan kamu dan Rain selamat, aku sudah lega.” Damay mendekat kea rah sang suami lalu memijat lengannya pelan. Saga terpaksa membuka mata. “Sayang, jangan seperti ini, kamu juga harus istirahat. Kamu kan sudah mengalami hal yang buruk.” “Tidak apa-apa, Mas, aku sudah jauh lebih baik setelah istirahat beberapa jam di sini.” Saga memiringkan tubuhnya menatap Damay. “Aku kangen anak kita, Mas.” “Hmm … aku paham perasaanmu. Kamu yang sabar ya, di sana juga Pak Tom sedang mengurus masalah. Dia juga butuh istirahat. Jadi mala mini kita istirahat dulu di sini ya! Besok baru bisa pulang.” Damay mengangguk. Mau tak mau ia menuruti
Namun, hal itu tidak pernah menghalangi niatnya. Bagi Aidan, apapun bisa dibeli dengan uang dan kekuasaan. Dengan tangan yang sedikit gemetar, Aidan menjawab panggilan dari Diana."Halo, Mas Aidan... Kamu di mana?" suara Diana terdengar cemas, namun Aidan hanya mendengus kecil, tidak tertarik."Aku sibuk. Jangan ganggu aku lagi," jawabnya dingin."Tunggu, Mas Aidan! Hari ini kamu pulang kan? Ada yang ingin kubicarakan denganmu. Ini sangat penting!""Hmmm ...." sahutnya lalu menutup panggilan itu tanpa memberikan kesempatan bagi Diana untuk berbicara lebih banyak.Aidan memasukkan ponselnya ke dalam saku jaket, sebelum berangkat, ia menyempatkan diri untuk menyeduh kopi, seraya menyalakan televisi. Karena penerbangannya masih 1 jam lagi.Ia duduk matanya terfokus pada layar televisi yang menampilkan berita terkini.Berita tersebut mengabarkan tentang penggerebekan besar-besaran di Bandara Juanda, di mana beberapa ana