Part 68b
Guntur mencoba menenangkan suaranya, "Aku tahu ini semua tidak adil. Tapi, aku ingin kamu tahu, keputusan ini bukan karena aku tidak peduli. Aku benar-benar berharap kita bisa menemukan jalan terbaik, meskipun sulit."Mega terisak, "Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku sendirian, hamil, dan kamu ingin pergi begitu saja. Kau benar-benar jahat!""Sekali lagi maafkan aku, Mega, tapi aku harus tegaskan sekali lagi. Kita cerai.""Aisshh! Jangan hanya bicara pada telepon, temui aku sekarang juga! Dasar laki-laki pecundang!" pungkas Mega kesal.Mega menutup telepon dengan perasaan campur aduk. Ia tahu, keputusan ini bukanlah akhir dari segalanya, tetapi awal dari perjalanan baru yang harus ia jalani.Mega berteriak histeris sembari membuang ponselnya. Hatinya benar-benar hancur. Ia tak menyangka, hubungan dan pernikahan yang ia agung-agungkan dari awal justru berakhir perih.Mega duduk di tepi tempat tidur, kepalaPart 69"Mas, katakan padaku apa kamu yang sudah mencelakakan Saga?" tanya Nova tiba-tiba datang ke kantornya.Pria itu melepas pandangannya dari layar komputer. Ia menatap wanita itu dengan penuh tanya. "Apa maksudmu? Datang-datang langsung marah-marah?"Nova berdiri di depan meja Arif dengan wajah penuh kemarahan. "Jangan pura-pura tidak tahu, Mas! Kamu kan yang bikin Saga celaka? Mereka jadi menuduhku gara-gara ini!""Saga celaka? Oh anak si Biru yang penampilannya seperti berandalan itu?""Kamu tahu betul apa yang terjadi pada Saga. Karena masalah itu, aku justru dijadikan kambing hitam. Apakah ini semua memang rencanamu?"Arif mengerutkan dahi dan meletakkan pulpen yang dipegangnya di meja. Pria itu membuang napas kasar. "Bagus dong kalau begitu, bukankah itu yang kamu inginkan?""Ck! Justru gara-gara itu aku jadi makin jauh sama Mas Biru! Mas Biru menuduhku dia bahkan ingin me---"Tiba-tiba pria yang berna
Part 69BDamay tertawa kecil. "Hmmm jadi seperti itu ya?""Iya, senyummu juga bikin aku senang."Damay tertawa lagi sekarang ia sudah terbiasa kadang suaminya punya jurus jitu untuk membuatnya tersipu. Ia segera bangkit, mencium pipi suaminya dengan lembut dan berjalan menuju dapur.Damay mulai sibuk di dapur, mengolah bahan-bahan yang tersedia. Hatinya begitu riang mengolah ikan gurame juga sayur kangkung sesuai permintaan sang suami. Aroma bawang putih dan bumbu-bumbu lain untuk menumis di wajan, tercium begitu harum dan memenuhi dapur.Setelah selesai menghidangkan gurame asam manis dan tumis kangkung, Damay memanggil Saga dengan riang."Mas, makanannya sudah siap, ayo makan dulu!"Damay membangunkan Saga dan menundanya dengan lembut. Mereka berjalan bersama dengan langkah pelan."Mas, kalau ikan guramenya rasanya lezat dan mantap. Kamu harus siap-siap nambah ya!"Saga menjawab dengan sema
Part 70"Aaarghh perutkuuu ....!" erang Mega kesakitan.Guntur segera berhenti dan berbalik, melihat Mega terjatuh dengan tubuh tersungkur di lantai. Wajahnya tampak pucat dan kesakitan. Tanpa pikir panjang, Guntur berlari kembali ke arah Mega dan dengan cepat berjongkok di sampingnya."Mega, kamu baik-baik saja?" tanya Guntur cemas.Wanita itu tampak kesakitan, meremas perutnya dengan tangan. "Perutku... sangat sakit," ucapnya dengan suara lemah.Beberapa pengunjung mall saling berbisik dan beberapa yang lain meminta bantuan kepada pihak mall. Guntur mencoba menunda Mega dan menatapnya dengan rasa bersalah. "Aku minta maaf, Mega. Aku tidak bermaksud...," ucapnya dengan suara penuh penyesalan.Mega menatapnya nanar, rasanya ia ingin sekali maki-maki lelaki itu, tapi rasa sakit itu membuatnya tak mampu berbuat banyak.Sementara wanita yang bersama Guntur menatap mereka dari kejauhan dengan tatapan tak
Part 70BBu Siti berjalan tergopoh-gopoh usai turun dari ojek. Ia menggedor pintu rumah mewah itu dengan kencang."Damay! Saga! Buka pintunya, Nak!" teriak Bu Siti. Damay yang tengah merawat luka sang suami menoleh sejenak. "Mas, sepertinya ada orang di depan. Biar aku lihat dulu ya, Mas.""Jangan langsung buka pintu, lihat dulu dari tirai siapa yang datang!" ujar Saga."Iya, Mas."Damay membereskan kembali kotak P3K usai menempelkan perban baru pada suaminya itu.Ia berjalan ke depan membuka tirai jendela, melihat ibu tirinya mondar-mandir di teras. Damay segera membuka pintu."Bu? Ada apa? Ayo masuk dulu, Bu!" ajak Damay."Damay, Mega---""Ada apa dengan Mega, Bu?" Mendadak Bu Siti menangis ia terduduk di sofa. "Dari tadi pagi, dia gak pulang-pulang! Ibu takut terjadi sesuatu padanya. Karena dia sedang bermasalah dengan Guntur. Ibu khawatir, Damay ....""Mega pergi kemana
Part 71Hari selanjutnya ...."Alhamdulillah, luka kamu udah mulai kering, Mas," ujar Damay saat melepas perban itu. Ia juga mengompres lukanya dengan air hangat. "Iya, terima kasih, Sayang udah bantu merawatku.""Ini nanti mau dipakein perban lagi apa gak usah, Mas?""Gak usah Sayang, biar aja kering seperti itu.""Baiklah, aku olesin salep aja ya.""Iya."Dengan lembut, Damay mengoleskan salep ke luka Saga. Sètelah selesai, Saga mengenakan kaos singlet warna hitamnya."Aku mau treadmill dulu ya, Sayang." Saga bangkit berdiri."Lari-lari?""Hmm ... udah lama gak olah raga, badanku pada kaku gini.""Tapi lukamu ...""Gak apa-apa, pelan-pelan aja kok. Buat melatih fisikku lagi biar kuat kalau lagi sama kamu.""Ih, dasar kamu, Mas!" sahut Damay sambil tertawa pelan menyadari sang suami tengah menggodanya.Saga berjalan keluar kamar menuju ruang olah
Part 71bSaga menoleh sejenak, memberikan senyuman yang meyakinkan. "Tenang saja, Sayang. Aku akan berhati-hati. Ini juga bagian dari latihan tanganku."Perjalanan mereka terasa menyenangkan, dengan setiap detik menjadi lebih berharga. Saga dan Damay menikmati kebersamaan mereka, berbincang ringan sepanjang perjalanan. Mereka mampir di toko buah dan membeli parcel buah-buahan serta roti dan susu juga beberapa cemilan lainnya.Mereka sampai di Rumah Sakit.Damay dan Saga berjalan beriringan melewati koridor menuju ke ruang perawatan Mega. Ibu dan Mega tampak senang saat Damay dan Saga masuk ke dalam ruangan.Damay dan Saga mendekat, menyalami tangan Bu Siti. Lalu menaruh parcel buah itu di meja."Mas, Mbak, kalian datang? Kupikir sudah tidak ada yang peduli lagi sama aku," sambut Mega dengan suara bergetar.Damay tersenyum. "Gimana keadaanmu, Mega, apa sudah lebih baik?"Mega mengangguk. "Iya, Mbak, sud
Part 72"Ibu juga minta maaf sudah selalu merepotkan kalian. Ibu minta maaf ya, Damay, Saga ... Kalian memang anak-anak yang baik," ucap Bu Siti tiba-tiba dengan suara gemetar."Iya, Bu, sudah tidak apa-apa, Bu. Kami juga minta maaf kalau punya kesalahan."Bu Siti ikut menyeka air mata yang jatuh di pipinya. "Damay, meski kamu bukan anak kandung ibu, tapi terima kasih kamu tidak lupa sama kami. Bapak benar-benar hebat punya anak baik seperti kamu."Butiran bening yang sedari di tahan akhirnya luruh juga. Damay menangis penuh haru. Ia tak menyangka dari kejadian ini bisa mengambil hikmahnya. Ibu dan adik tirinya berubah menjadi lebih baik. Benar kata orang-orang, kita bisa mengambil pelajaran dan hikmah dari setiap masalah yang ada. Bukankah hal itu yang paling istimewa?Damay beralih memeluk ibu tirinya dengan sangat erat. Seolah menumpahkan perasaan sekaligus unek-unek yang selama ini mengganjal hatinya."Bu, tolong sa
Part 72b"Katakan saja, Bu.""Emmh, ini tentang masalah biaya perawatan Mega. Ibu kepikiran terus dari kemarin. Pastinya Guntur tidak mau bertanggung jawab. Padahal ibu sama sekali tak pegang uang, hanya sisa uang dari kamu buat makan sehari-hari, Nak. Ibu yakin biaya perawatan di sini pasti tidak sedikit."Damay menatap Saga sejenak. "Ibu gak usah khawatir, biar aku yang nanggung biaya perawatan Mega, nanti dibantu sama Pak Jerry. Yang penting Mega cepat pulih," ucap Saga tak ingin membuat mereka khawatir.Ibu tirinya terlihat sangat terharu dan mengangguk dengan penuh rasa syukur. "Terima kasih banyak, Nak. Ibu benar-benar tidak tahu harus bagaimana tanpa bantuanmu.""Iya, Bu, bukankah keluarga itu saling mendukung?"Ibu tirinya mengusap air mata yang mengalir di pipinya. "Ibu merasa sangat bersyukur memiliki kamu dan Saga. Semoga Mega cepat sembuh dan kita semua bisa melalui masa sulit ini bersama."***
Sementara itu ...Di kantor, ponsel Saga kembali bergetar. Ia mengambilnya dan membaca pesan itu. Alisnya sedikit berkerut.Dia mengetik balasan dengan hati-hati.[Aidan, aku masih banyak pekerjaan. Nanti aku kabari lagi, ya.]Pesan terkirim. Tapi tak sampai lima menit, balasan dari Aidan masuk lagi.[Bro, nggak ada alasan untuk nggak luangin waktu buat sahabat lama. Lagian, aku sudah pesan meja di restoran favoritku. Aku janji, cuma makan santai kok. Kamu bisa bawa istri dan anak kamu. Aku penasaran lihat keluarga bahagiamu.]Saga menghela napas panjang. Ada sesuatu tentang Aidan yang selalu sulit ia tolak. Ia menutup matanya sejenak, lalu mengetik balasan.[Baiklah, aku akan datang. Tapi jangan buat kejutan aneh-aneh.]Balasan dari Aidan langsung muncul hanya beberapa detik kemudian.[Hahaha, tenang aja, Bro. Aku cuma mau ngobrol dan nostalgia. Nggak sabar ketemu kalian semua!][Kirim lokasi
"Maaf cari siapa ya?"Pria itu tersenyum lebar, senyuman yang tampaknya ingin mencairkan suasana. “Damay, kan?""Anda mengenal saya?"Pria itu tertawa. "Tentu saja. Bukankah kita pernah bertemu di Rumah Sakit Korea beberapa hari yang lalu? Nona yang mengembalikan dompet saya."Deg! Damay mulai mengingat insiden di RS kala itu. 'Jadi dia pria yang dompetnya jatuh? Kenapa penampilannya berbeda sekali?'Bukan hanya penampilan fisik tapi juga perangainya. Pria yang ada di hadapannya kini terlihat lebih ramah dan bersahabat, tak seperti waktu itu yang terlihat dingin dan kaku.'Lalu untuk apa dia datang ke sini dan kenapa bisa mengenalku?'"Hahaha, sepertinya nona kebingungan. Tentu saja saya tahu tentang Nona, karena Nona adalah istri sahabat saya. Kenalkan, saya Aidan," ucap lelaki itu seraya menyodorkan tangannya.Damay mengangguk, tapi tak membalas uluran tangannya. Ia hanya menangkupkan tangannya di depan dada. "Oh, maaf Mas Aidan. Tapi Mas Saga sudah berangkat ke kantor. Mungkin nan
Saga mengangguk. "Hmmm .... Jadi yang semalam telepon itu nomornya dia.""Oalah, terus?"Saga melirik arloji yang melingkar di tangannya. "Katanya dia mau datang ke sini. Mungkin sore nanti. Dia ingin bertemu, tapi aku tidak tahu apakah itu ide yang bagus?"Damay terdiam sejenak melihat suaminya yang tengah bingung. "Ya udah yuk, kita sarapan dulu! Makanannya udah siap lho, Mas pasti suka!" ajak Damay mengalihkan perhatiannya.Sagara mengangguk. Mereka menikmati makan bersama sebelum akhirnya Pak Tom memberi tahu agar Saga segera datang ke kantor karena ada meeting darurat."Ya, aku segera datang!" ujar Sagara di ujung telepon. Ia meletakkan ponselnya ke dalam saku lalu berpamitan dengan sang istri."Sayang, aku berangkat dulu ya!""Hmmm, iya mas, semoga pekerjaanmu lancar," ucap Damay sambil tersenyum manis.Saga langsung mengecup kening istrinya dengan lembut."Terima kasih, Sayang. Jaga dir
“Aku tidak tahu, panggilan dari nomor asing.”"Abaikan saja.""Iya, Mas."Damay mendekat ke arah sang suami lalu menatap Rain yang sudah tertidur kembali di pelukan ayahnya."Dia sudah tidur lagi," ucap Saga sambil tersenyum.Damay tersenyum lalu mengecup pipi mungil Rain. "Hmmm .... cuma Rain aja nih yang dicium? Ayahnya enggak?"Damay menoleh menatap wajah sang suami, ia tertawa pelan. "Untuk ayahnya tidak perlu, kan udah sering!"Saga tersenyum lebar, senang melihat Damay kembali ceria. "Ah, jadi aku harus bersaing dengan baby Rain sekarang, ya?" gurau Saga sambil menggoda.Damay tertawa kecil, lalu mendekatkan wajahnya pada Saga, memberikan kecupan hangat di pipinya. "Mas," Damay memulai lagi, suaranya sedikit lebih serius"Hmmm, kenapa Sayang?" Saga menatapnya dengan penuh perhatian.Saga menaruh kembali baby Rain dalam boks bayi, setelah Rain tertidur dengan tenang. "
Kenangan itu membekas di hati Saga. Sejak saat itu, Pak Jerry menjadi lebih dari sekadar pendamping; dia adalah teman, pengganti figur keluarga yang hilang. Tapi kini, saat nama Pak Jerry disebut dalam masalah besar perusahaan, kenangan itu terasa seperti pisau yang menusuk hati Saga lebih dalam.***Sementara di tempat lain ...Pak Tom pulang ke markas sendirian, disambut oleh anak-anak pilihan. "Akhirnya yang ditunggu-tunggu pulang juga. Pak, saya bawa oleh-oleh liburan buat Pak Tom, Pak Jerry, dan anak-anak," seru Lanang menghampirinya dengan senyum yang lebar. Anak-anak pilihan mengangguk dengan ceria, senyuman tulus terpancar dari binar matanya.Tapi tidak dengan Pak Tom yang ekspresi wajahnya terlihat muram. "Mana Pak Jerry? Kok belum muncul juga? Apa masih di mobil?" tanya Lanang kembali seraya tolah toleh ke belakang."Pak Jerry gak pulang.""Oh, masih ada tugas dari Mas Bos?"Pak Tom menggele
Damay mematung di tempatnya, memandang Saga dengan tatapan sedih, mencoba memahami ucapan suaminya. Tapi Saga tetap terdiam, hanya menunduk sambil memutar cangkir kopinya yang sudah dingin.Baby Rain bergerak sedikit, gumaman lembut suara bayi terdengar samar. Damay menoleh, tatapannya beralih ke sosok mungil itu sejenak, lalu kembali ke Saga. Ia meraih pundaknya perlahan, mencoba memecahkan kebekuan di antara mereka.“Mas,” bisiknya, suaranya nyaris pecah. “Kenapa bilang Pak Jerry terlibat? Apa ada bukti?”Saga mengangkat wajahnya, mata merahnya bertemu dengan tatapan istrinya. Ia membuka mulut, namun tak ada kata-kata yang keluar. Hanya napas berat yang terdengar, mengisi ruang yang terasa semakin sempit.“Semua datanya mengarah ke dia,” gumamnya akhirnya, pelan, nyaris tak terdengar. Jari-jarinya mengusap wajahnya yang penuh kelelahan. “Aku nggak bisa mengerti… bagaimana bisa? Aku selalu percaya sama dia, Damay. Aku selalu melihat dia seba
Pak Jerry membuka mulutnya, tapi tidak ada kata-kata yang keluar. Tubuhnya sedikit gemetar, ia menatap Saga, Pak Tom serta Pak Riko bergantian, tatapan matanya tampak berkaca-kaca. “Saya… saya tidak tahu apa-apa, Pak. Seseorang pasti menyabotase saya.” Saga tidak berkata apa-apa, hanya menatapnya tajam. Hening di ruangan itu begitu tegang, hingga detik jam dinding terdengar seperti pukulan palu. “Pak Riko,” ujar Saga akhirnya, tanpa melepaskan tatapannya dari Pak Jerry, “amankan semua akses Pak Jerry. Jangan biarkan dia menyentuh sistem apa pun sampai kita tahu kebenarannya. Dan Pak Jerry…” Dia mendekat, suaranya rendah tapi dingin. “Kalau Bapak benar-benar tidak bersalah, buktikan. Tapi kalau Bapak berbohong…” Saga berhenti sejenak, matanya menyipit. “Bapak tahu akibatnya.” Pak Jerry tertunduk. "Pak Bos, Anda tahu sendiri, saya sudah mengabdi pada Pak Bos dan perusahaan ini bukan satu tahun dua tahun, tapi lebih dari itu.
“Pak Saga, kami punya kabar baik dan buruk,” suara Pak Riko terdengar tergesa-gesa di ujung telepon.“Apa itu?” “Kabar baiknya, kami berhasil melacak sebagian besar transaksi ilegal itu. Kami menemukan aliran dana mengarah ke sebuah akun di luar negeri. Tapi buruknya, ada indikasi bahwa pelaku masih memiliki akses ke beberapa sistem kami. Kami menduga mereka sedang menunggu momen berikutnya untuk menyerang.”Saga mengerutkan kening. “Sudahkah kalian memutus semua akses yang mencurigakan?”“Sudah, Pak, tapi pelaku ini sangat terampil. Mereka bisa menggunakan backdoor lain kapan saja. Kami juga mencurigai adanya aktivitas mencurigakan dari beberapa karyawan yang memiliki akses tinggi.”Saga terdiam sesaat. Curiga ini semakin menguatkan dugaan adanya orang dalam yang terlibat.“Baik,” katanya akhirnya. “Saya akan segera ke kantor. Pastikan semua data cadangan aman dan awasi aktivitas siapa pun yang mencurigakan. Jangan ambil risiko
Damay tersenyum tipis, matanya tak lepas dari wajah Saga. Dia tahu, meski suaminya mengatakan akan terus berjuang, ada sesuatu yang belum sepenuhnya lepas dari pikirannya. “Mas,” bisiknya sambil menyandarkan kepala di bahu Saga, “kalau terlalu berat, Mas bisa ceritakan semuanya ke aku. Aku mungkin nggak bisa bantu banyak, tapi aku selalu ada untuk Mas.” Saga terdiam, tatapannya masih pada Baby Rain. Detik-detik berlalu tanpa jawaban, sampai akhirnya dia berbicara, pelan tapi tegas. “Di kantor tadi, kami diserang. Sistem keuangan kita diretas. Uang perusahaan hilang dalam hitungan menit, dan datanya sekarang dienkripsi. Mereka meminta tebusan.” Damay membeku. Tubuhnya kaku sesaat, tapi dia berusaha tetap tenang. “Berapa yang hilang, Mas?” Saga menghela napas panjang, pandangannya jatuh ke lantai. “Dua puluh lima miliar,” jawabnya lirih. “Dan aku curiga ada orang dalam yang terlibat.” Damay menut