Part 67
"Kapan Pak Tua itu akan datang?" gumamnya bertanya sendiri sesekali melihat jam di ponselnya."Sampai sore begini Pak Tua itu belum datang, mana aku gak boleh masuk sama pembantu belagu itu! Cih! Mentang-mentang aku sudah diusir dari rumah ini, para pembantu itu semena-mena terhadapku. Awas saja kalau aku berhasil rujuk dengan Pak Tua lagi. Akan kupecat semua yang ada di sini diganti dengan orang baru!" gerutunya lagi, masih kesal.Nova duduk di kursi teras yang empuk, menunggu dengan penuh harap. Saat ini, dia mengenakan dress selutut tanpa lengan yang menonjolkan kulit putih bersihnya, dengan make-up yang sempurna dan bibir merah menggoda.Tak berapa lama, mobil mewah berwarna silver memasuki halaman. Klakson mobil berbunyi, mengisi suasana senja yang sepi.Sopir mobil turun dan membuka bagasi, mengeluarkan kursi roda dengan hati-hati. Ia lalu membantu Pak Biru, sang majikan untuk duduk di kursi roda. Dengan hati-hati, ia mendoPart 67bPak Biru tetap diam, tatapannya tetap tajam. Nova berbalik dan berjalan menjauh dengan langkah berat, meninggalkan Pak Biru dalam kebisuan penuh amarah.Setelah Nova menghilang dari pandangan Pak Biru, ia berusaha menenangkan diri. Keberanian Nova untuk bersumpah tidak cukup untuk mengubah keyakinannya. Ia tahu betul, Nova memiliki kemampuan untuk berbohong dengan sangat meyakinkan. Namun, saat ini, yang terpenting adalah keselamatan keluarga dan menemukan pelaku sebenarnya.Pak Biru memutuskan untuk segera menghubungi pihak berwajib. Ia menghubungi asisten Heri yang bertanggung jawab atas kasus penusukan Saga dan memberikan informasi yang ada padanya. Dalam percakapan itu, Pak Biru mengungkapkan kekhawatirannya bahwa Nova mungkin terlibat, meskipun ia tidak memiliki bukti yang kuat.Sementara itu, Nova kembali ke rumahnya dengan pikiran kacau. Ia merasa terpojok dan bingung. Selama ini, ia mungkin telah membuat banyak musuh, tetapi ia be
Part 68Tok tok tok .... terdengar suara pintu ruang perawatan itu diketuk. Tak lama pintu ruang perawatan terbuka, dan sosok yang sangat familiar muncul di ambang pintu.Wanita itu tersenyum dan berjalan mendekat sembari membawa parcel buah dan bingkisan. "Hai Saga, bagaimana keadaanmu?" tanyanya dengan ramah.Saga dan Damay agak shock melihat kedatangannya. "Tante Nova ..." "Ya, tante tahu dari ayahmu, makanya tante datang kesini. Bagaimana dengan perawatanmu? Sudah ada perkembangan?" sahut Nova yang sepertinya tahu apa yang mereka pikirkan."Aku baik-baik saja, cuma masih sedikit lemas," jawabnya datar. Damay, yang terlihat lebih tenang meski masih terkejut, berusaha mengalihkan perhatian. "Terima kasih sudah datang, Tante. Kami tidak menyangka Tante akan datang ke sini."Nova meletakkan parcel dan bingkisan di meja samping tempat istirahat Saga. "Aku hanya ingin memastikan kalau kamu mendapatkan pelayanan yang terb
Part 68bGuntur mencoba menenangkan suaranya, "Aku tahu ini semua tidak adil. Tapi, aku ingin kamu tahu, keputusan ini bukan karena aku tidak peduli. Aku benar-benar berharap kita bisa menemukan jalan terbaik, meskipun sulit."Mega terisak, "Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku sendirian, hamil, dan kamu ingin pergi begitu saja. Kau benar-benar jahat!""Sekali lagi maafkan aku, Mega, tapi aku harus tegaskan sekali lagi. Kita cerai.""Aisshh! Jangan hanya bicara pada telepon, temui aku sekarang juga! Dasar laki-laki pecundang!" pungkas Mega kesal. Mega menutup telepon dengan perasaan campur aduk. Ia tahu, keputusan ini bukanlah akhir dari segalanya, tetapi awal dari perjalanan baru yang harus ia jalani.Mega berteriak histeris sembari membuang ponselnya. Hatinya benar-benar hancur. Ia tak menyangka, hubungan dan pernikahan yang ia agung-agungkan dari awal justru berakhir perih.Mega duduk di tepi tempat tidur, kepala
Part 69"Mas, katakan padaku apa kamu yang sudah mencelakakan Saga?" tanya Nova tiba-tiba datang ke kantornya.Pria itu melepas pandangannya dari layar komputer. Ia menatap wanita itu dengan penuh tanya. "Apa maksudmu? Datang-datang langsung marah-marah?"Nova berdiri di depan meja Arif dengan wajah penuh kemarahan. "Jangan pura-pura tidak tahu, Mas! Kamu kan yang bikin Saga celaka? Mereka jadi menuduhku gara-gara ini!""Saga celaka? Oh anak si Biru yang penampilannya seperti berandalan itu?""Kamu tahu betul apa yang terjadi pada Saga. Karena masalah itu, aku justru dijadikan kambing hitam. Apakah ini semua memang rencanamu?"Arif mengerutkan dahi dan meletakkan pulpen yang dipegangnya di meja. Pria itu membuang napas kasar. "Bagus dong kalau begitu, bukankah itu yang kamu inginkan?""Ck! Justru gara-gara itu aku jadi makin jauh sama Mas Biru! Mas Biru menuduhku dia bahkan ingin me---"Tiba-tiba pria yang berna
Part 69BDamay tertawa kecil. "Hmmm jadi seperti itu ya?""Iya, senyummu juga bikin aku senang."Damay tertawa lagi sekarang ia sudah terbiasa kadang suaminya punya jurus jitu untuk membuatnya tersipu. Ia segera bangkit, mencium pipi suaminya dengan lembut dan berjalan menuju dapur.Damay mulai sibuk di dapur, mengolah bahan-bahan yang tersedia. Hatinya begitu riang mengolah ikan gurame juga sayur kangkung sesuai permintaan sang suami. Aroma bawang putih dan bumbu-bumbu lain untuk menumis di wajan, tercium begitu harum dan memenuhi dapur.Setelah selesai menghidangkan gurame asam manis dan tumis kangkung, Damay memanggil Saga dengan riang."Mas, makanannya sudah siap, ayo makan dulu!"Damay membangunkan Saga dan menundanya dengan lembut. Mereka berjalan bersama dengan langkah pelan."Mas, kalau ikan guramenya rasanya lezat dan mantap. Kamu harus siap-siap nambah ya!"Saga menjawab dengan sema
Part 70"Aaarghh perutkuuu ....!" erang Mega kesakitan.Guntur segera berhenti dan berbalik, melihat Mega terjatuh dengan tubuh tersungkur di lantai. Wajahnya tampak pucat dan kesakitan. Tanpa pikir panjang, Guntur berlari kembali ke arah Mega dan dengan cepat berjongkok di sampingnya."Mega, kamu baik-baik saja?" tanya Guntur cemas.Wanita itu tampak kesakitan, meremas perutnya dengan tangan. "Perutku... sangat sakit," ucapnya dengan suara lemah.Beberapa pengunjung mall saling berbisik dan beberapa yang lain meminta bantuan kepada pihak mall. Guntur mencoba menunda Mega dan menatapnya dengan rasa bersalah. "Aku minta maaf, Mega. Aku tidak bermaksud...," ucapnya dengan suara penuh penyesalan.Mega menatapnya nanar, rasanya ia ingin sekali maki-maki lelaki itu, tapi rasa sakit itu membuatnya tak mampu berbuat banyak.Sementara wanita yang bersama Guntur menatap mereka dari kejauhan dengan tatapan tak
Part 70BBu Siti berjalan tergopoh-gopoh usai turun dari ojek. Ia menggedor pintu rumah mewah itu dengan kencang."Damay! Saga! Buka pintunya, Nak!" teriak Bu Siti. Damay yang tengah merawat luka sang suami menoleh sejenak. "Mas, sepertinya ada orang di depan. Biar aku lihat dulu ya, Mas.""Jangan langsung buka pintu, lihat dulu dari tirai siapa yang datang!" ujar Saga."Iya, Mas."Damay membereskan kembali kotak P3K usai menempelkan perban baru pada suaminya itu.Ia berjalan ke depan membuka tirai jendela, melihat ibu tirinya mondar-mandir di teras. Damay segera membuka pintu."Bu? Ada apa? Ayo masuk dulu, Bu!" ajak Damay."Damay, Mega---""Ada apa dengan Mega, Bu?" Mendadak Bu Siti menangis ia terduduk di sofa. "Dari tadi pagi, dia gak pulang-pulang! Ibu takut terjadi sesuatu padanya. Karena dia sedang bermasalah dengan Guntur. Ibu khawatir, Damay ....""Mega pergi kemana
Part 71Hari selanjutnya ...."Alhamdulillah, luka kamu udah mulai kering, Mas," ujar Damay saat melepas perban itu. Ia juga mengompres lukanya dengan air hangat. "Iya, terima kasih, Sayang udah bantu merawatku.""Ini nanti mau dipakein perban lagi apa gak usah, Mas?""Gak usah Sayang, biar aja kering seperti itu.""Baiklah, aku olesin salep aja ya.""Iya."Dengan lembut, Damay mengoleskan salep ke luka Saga. Sètelah selesai, Saga mengenakan kaos singlet warna hitamnya."Aku mau treadmill dulu ya, Sayang." Saga bangkit berdiri."Lari-lari?""Hmm ... udah lama gak olah raga, badanku pada kaku gini.""Tapi lukamu ...""Gak apa-apa, pelan-pelan aja kok. Buat melatih fisikku lagi biar kuat kalau lagi sama kamu.""Ih, dasar kamu, Mas!" sahut Damay sambil tertawa pelan menyadari sang suami tengah menggodanya.Saga berjalan keluar kamar menuju ruang olah