Part 61b
Mega mengangguk, ia melajukan motornya lebih kencang biar cepat sampai di rumah.Seketika Mega dan Bu Siti shock melihat pemandangan di depannya. Mereka terkejut melihat rumah mereka yang terbakar hebat. Mega segera memarkirkan motornya dengan tergesa-gesa, sementara Bu Siti langsung berlari mendekati tetangga-tetangga yang sudah berusaha memadamkan api dengan ember-ember air.Lutut Bu Siti terasa lemas seketika melihat rumah tempat tinggal satu-satunya ludes dilalap api.Suara teriakan dan histeris para warga memenuhi gendang telinganya, mereka berlarian membawa ember berisi air berusaha memadamkan api."Tolong! Tolong! Ada yang bisa bantu padamkan api ini!" teriak Bu Siti dengan nada gemetar.Mega segera bergabung dengan tetangga-tetangga yang berusaha keras untuk mengendalikan kobaran api dengan apa yang mereka miliki. Dia merasa hancur melihat api yang melalap habis tempat yang selama ini mereka panggil sebagai rumPart 62 Mega menatap kakak tirinya itu. "Mbak, kami tidak punya tempat tinggal lagi. Apakah kami boleh tinggal di sini untuk sementara waktu?" Bu Siti masih menangis. "Iya, Nak. Kami gak punya apapun lagi selain baju yang melekat di badan. Semuanya sudah hangus. Semuanya sudah hancur. Kami juga gak punya siapa-siapa lagi selain kamu. Tolong kami, Nak." Damay terdiam sejenak. Hatinya dipenuhi rasa dilema. Bukan ia tak kasihan dengan ibu dan adik tirinya itu. Antara sisi kemanusiaan dan egonya tengah berperang dalam hati. Damay menghela napas dalam, ia pun sebenarnya tak tega dengan kondisi ibu dan Mega. "Nanti kita bicarakan dulu masalah ini sama Mas Saga ya, Bu." "Kenapa harus bicara dulu sih, Mbak? Kamu kayak gak punya pendirian aja! Padahal ini masalah genting loh!" celetuk Mega kemudian. Mendengar celetukan Mega, Damay merasa tertegun sejenak. Dia mengerti bahwa situasi mereka
Part 63 "Saya akan membantu kalian mencari tempat tinggal sementara. Asisten saya nanti yang akan mengantar kalian langsung. Dia akan segera datang ke mari. Kalian bisa bersiap setelah ini," ujar Saga tegas. "Mas--" "Tidak ada bantahan untuk masalah ini. Suka atau tidak, saya hanya bisa membantu seperti ini. Kalian tenang saja, uang sewa akan saya bayarkan selama kalian tinggal di sana." Semua terdiam seolah mati kutu mendengar ucapan tegas Saga. "Dan, insyaallah Damay, ibu dan Mega, saya sudah pikirkan akan membangun kembali rumah itu." Damay menoleh menatap suaminya dengan pandangan berkaca-kaca. "Benarkah, Mas?" tanyanya dengan hati bergetar. Saga meraih tangan istrinya dengan lembut. "Ya, bukankah itu rumah penuh kenangan masa kecilmu?" Damay mengangguk pelan. Ia merasa begitu terharu dengan ucapan sang suami. Saga melangkah ke dep
Part 62bIa merasa sedikit cemburu karena Guntur tak pernah lagi memperlakukannya dengan romantis dan manis seperti itu.Saga menatap Damay cukup lama, seolah bertanya temtang sesuatu."Ini yang ingin aku bicarakan padamu, Mas," ujar Damay memahami tatapan suaminya."Baiklah. Aku mengerti. Aku ke kamar dulu ya, mau mandi.""Iya, Mas, habis itu kita makan bersama ya, Mas.""Hmm ..."Saga mencium kepala sang istri kemudian berlalu begitu saja melewati Mega.Mega menatap kagum punggung kakak iparnya, hingga ia menghilang dari dapur."Waaah, Mbak, Mas Saga ternyata romantis banget ya! Jadi pengen! Ups maksudku, Mas Gun gak pernah bersikap manis seperti Mas Sa--""Mega, tolong siapkan piring dan sendoknya ya. Ini sayur soupnya sudah matang. Ada ayam goreng serta tempe. Ada sambal juga di meja." Damay memotong pembicaraan Mega sembari menuangkan sayur soup itu ke dalam mangkuk besar.Mega be
Part 63bHati Damay berdebar kencang mendengar kata-kata itu. Senyum manis merekah di bibirnya yang merona kebahagiaan. "Tentu saja, aku sangat siap, Mas. Hidup bersamamu, aku merasa istimewa. Aku sayang kamu," jawab Damay dengan penuh cinta."Aku juga sayang kamu, melebihi apapun."Cahaya lampu kamar memancarkan kehangatan seolah memeluk mereka dalam kedamaian, menciptakan momen yang tak terlupakan di antara dua jiwa yang saling mencintai."Mas, kenapa kamu tidak mengizinkan mereka tinggal di sini meski cuma untuk satu malam?" "Aku tidak ingin mereka menyakitimu, Sayang. Aku masih ingat betul saat di rumah itu kamu selalu dihina dan direndahkan, walaupun itu sudah berlalu, tapi itu kesan pertama saat melihat keluargamu takkan bisa aku lupa."Damay mengangguk perlahan, merasakan cinta dan perlindungan yang terpancar dari Saga. "Terima kasih, Mas, kau selalu melindungiku dengan begitu tulus."***Mega
Part 64Ponsel Saga berdering, sebuah panggilan dari ayahnya, Pak Biru Hartono."Hallo, Nak Saga. Maaf mengganggumu pagi buta." Terdengar suara Pak Biru di seberang telepon dengan nada bergetar."Iya, Yah. Ada apa?""Tolong datang kemari, Nak. Ayah butuh bantuanmu.""Ada apa, Yah?""Ayah tak bisa memberitahumu di telepon. Segera kesini ya, Nak. Ayah tunggu."Saga menatap istrinya sejenak, lalu berkata pelan. "Ya, baiklah. Aku akan datang, Yah."Saga menutup panggilan itu lalu kembali menatap istrinya yang tampak lemas."Sayang, aku harus pergi ke rumah ayah," ucap Saga, memotong keheningan yang tercipta di kamar mereka."Apakah Ayah baik-baik saja, Mas?"Saga menggeleng pelan. "Entahlah. Ayah tidak memberi tahu detailnya. Tapi sepertinya dia dalam masalah."Damay menggigit bibirnya, mencoba menahan kekhawatiran yang memuncak di dadanya. "Pasti kamu perginya lama ya, Mas?"
Part 64bSaga menutup matanya sejenak, mencoba menenangkan diri dari kekhawatiran mendadak. "Astaghfirullah, sampai bisa begini. Apa ada luka lainnya?"Pak Biru menggelengkan kepala dengan lembut"Cuma kaki saja, Nak. Tapi jadinya ayah tak bisa berjalan." Saga meraih tangan Ayahnya dengan penuh kasih sayang. "Ayah, apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa sampai ada yang menabrak Ayah?"Pak Biru menatap putranya dengan tatapan dalam. "Nak, ini mungkin ada hubungannya dengan masalah perusahaan kita. Ayah sudah mau berbicara denganmu tentang hal itu."Saga mengangguk, mencoba menghubungkan titik-titik masalah yang sedang dihadapi perusahaan keluarganya dengan insiden tidak menyenangkan yang menimpa Ayahnya. "Sudah, Ayah. Katakan padaku apa yang terjadi."Pak Biru kemudian menjelaskan secara detail tentang insiden tabrakan yang dialaminya, serta potensi keterkaitannya dengan masalah bisnis keluarga. Mereka berdua mendiskusikan
Part 65Pak Tom menjawab dengan suara terbata. "Pak Bos, dia ...""Katakan dengan jelas, Pak!" tukas Damay"Maaf Mbak Damay, saya gagal melindungi Pak Bos. Tadi ada orang yang tidak dikenal melukainya. Sekarang Pak Bos dirawat di Rumah Sakit, kondisinya masih kritis."Deg! Damay merasa dunianya hancur dalam sekejap. Ia menggeleng pelan, tanpa kompromi lagi air mata Damay jatuh berderai di pipi. Dadanya terasa begitu sesak, sakit sekali."Tidak! Ini tidak mungkin!" elak Damay berusaha menenangkan diri. "Mbak yang kuat ya! Pak Bos butuh kita terutama Mbak Damay. Saya tadi udah kirim lokasi Rumah Sakit ini pada Pak Jerry. Beliau akan mengantar Mbak Damay sampai ke sini."Damay masih terisak, ia benar-benar shock dengan musibah yang dialami sang suami. Bagaimana bisa ada orang yang ingin mencelakai suaminya padahal dia adalah orang baik? Hatinya benar-benar hancur, terasa nyeri di ulu hati. Tapi, bukankah ia harus
Part 65bIa membuka pintu mobil dan mendudukkan Bosnya. Tak ingin membuang waktu, secepat kilat, Pak Tom mengendarai mobilnya melesat pergi menuju ke Rumah Sakit terdekat.Keadaan Saga semakin memprihatinkan. Darah terus mengalir dari luka tusukan itu, dan wajahnya semakin pucat. Pak Tom memandang ke arah Bosnya dengan penuh kekhawatiran, berusaha untuk tetap tenang meskipun situasinya genting."Sabar, Pak Bos. Kita hampir sampai," ucap Pak Tom sendiri dengan suara mantap, mencoba memberikan semangat kepada Bos Saga yang tidak sadarkan diri di kursi belakang.Perjalanan terasa cukup panjang, namun aselang beberapa menit, akhirnya mereka tiba di rumah sakit. Pak Tom segera membantu Saga keluar dari mobil dan meminta bantuan petugas medis yang cepat bereaksi melihat keadaan kritis Saga."Tolong, Pak! Dia perlu pertolongan segera! Luka tusukannya parah!" teriak Pak Tom kepada petugas yang segera membawa Bos Saga masuk ke ruang