Part 63b
Hati Damay berdebar kencang mendengar kata-kata itu. Senyum manis merekah di bibirnya yang merona kebahagiaan."Tentu saja, aku sangat siap, Mas. Hidup bersamamu, aku merasa istimewa. Aku sayang kamu," jawab Damay dengan penuh cinta."Aku juga sayang kamu, melebihi apapun."Cahaya lampu kamar memancarkan kehangatan seolah memeluk mereka dalam kedamaian, menciptakan momen yang tak terlupakan di antara dua jiwa yang saling mencintai."Mas, kenapa kamu tidak mengizinkan mereka tinggal di sini meski cuma untuk satu malam?""Aku tidak ingin mereka menyakitimu, Sayang. Aku masih ingat betul saat di rumah itu kamu selalu dihina dan direndahkan, walaupun itu sudah berlalu, tapi itu kesan pertama saat melihat keluargamu takkan bisa aku lupa."Damay mengangguk perlahan, merasakan cinta dan perlindungan yang terpancar dari Saga. "Terima kasih, Mas, kau selalu melindungiku dengan begitu tulus."***MegaPart 64Ponsel Saga berdering, sebuah panggilan dari ayahnya, Pak Biru Hartono."Hallo, Nak Saga. Maaf mengganggumu pagi buta." Terdengar suara Pak Biru di seberang telepon dengan nada bergetar."Iya, Yah. Ada apa?""Tolong datang kemari, Nak. Ayah butuh bantuanmu.""Ada apa, Yah?""Ayah tak bisa memberitahumu di telepon. Segera kesini ya, Nak. Ayah tunggu."Saga menatap istrinya sejenak, lalu berkata pelan. "Ya, baiklah. Aku akan datang, Yah."Saga menutup panggilan itu lalu kembali menatap istrinya yang tampak lemas."Sayang, aku harus pergi ke rumah ayah," ucap Saga, memotong keheningan yang tercipta di kamar mereka."Apakah Ayah baik-baik saja, Mas?"Saga menggeleng pelan. "Entahlah. Ayah tidak memberi tahu detailnya. Tapi sepertinya dia dalam masalah."Damay menggigit bibirnya, mencoba menahan kekhawatiran yang memuncak di dadanya. "Pasti kamu perginya lama ya, Mas?"
Part 64bSaga menutup matanya sejenak, mencoba menenangkan diri dari kekhawatiran mendadak. "Astaghfirullah, sampai bisa begini. Apa ada luka lainnya?"Pak Biru menggelengkan kepala dengan lembut"Cuma kaki saja, Nak. Tapi jadinya ayah tak bisa berjalan." Saga meraih tangan Ayahnya dengan penuh kasih sayang. "Ayah, apa yang terjadi sebenarnya? Kenapa sampai ada yang menabrak Ayah?"Pak Biru menatap putranya dengan tatapan dalam. "Nak, ini mungkin ada hubungannya dengan masalah perusahaan kita. Ayah sudah mau berbicara denganmu tentang hal itu."Saga mengangguk, mencoba menghubungkan titik-titik masalah yang sedang dihadapi perusahaan keluarganya dengan insiden tidak menyenangkan yang menimpa Ayahnya. "Sudah, Ayah. Katakan padaku apa yang terjadi."Pak Biru kemudian menjelaskan secara detail tentang insiden tabrakan yang dialaminya, serta potensi keterkaitannya dengan masalah bisnis keluarga. Mereka berdua mendiskusikan
Part 65Pak Tom menjawab dengan suara terbata. "Pak Bos, dia ...""Katakan dengan jelas, Pak!" tukas Damay"Maaf Mbak Damay, saya gagal melindungi Pak Bos. Tadi ada orang yang tidak dikenal melukainya. Sekarang Pak Bos dirawat di Rumah Sakit, kondisinya masih kritis."Deg! Damay merasa dunianya hancur dalam sekejap. Ia menggeleng pelan, tanpa kompromi lagi air mata Damay jatuh berderai di pipi. Dadanya terasa begitu sesak, sakit sekali."Tidak! Ini tidak mungkin!" elak Damay berusaha menenangkan diri. "Mbak yang kuat ya! Pak Bos butuh kita terutama Mbak Damay. Saya tadi udah kirim lokasi Rumah Sakit ini pada Pak Jerry. Beliau akan mengantar Mbak Damay sampai ke sini."Damay masih terisak, ia benar-benar shock dengan musibah yang dialami sang suami. Bagaimana bisa ada orang yang ingin mencelakai suaminya padahal dia adalah orang baik? Hatinya benar-benar hancur, terasa nyeri di ulu hati. Tapi, bukankah ia harus
Part 65bIa membuka pintu mobil dan mendudukkan Bosnya. Tak ingin membuang waktu, secepat kilat, Pak Tom mengendarai mobilnya melesat pergi menuju ke Rumah Sakit terdekat.Keadaan Saga semakin memprihatinkan. Darah terus mengalir dari luka tusukan itu, dan wajahnya semakin pucat. Pak Tom memandang ke arah Bosnya dengan penuh kekhawatiran, berusaha untuk tetap tenang meskipun situasinya genting."Sabar, Pak Bos. Kita hampir sampai," ucap Pak Tom sendiri dengan suara mantap, mencoba memberikan semangat kepada Bos Saga yang tidak sadarkan diri di kursi belakang.Perjalanan terasa cukup panjang, namun aselang beberapa menit, akhirnya mereka tiba di rumah sakit. Pak Tom segera membantu Saga keluar dari mobil dan meminta bantuan petugas medis yang cepat bereaksi melihat keadaan kritis Saga."Tolong, Pak! Dia perlu pertolongan segera! Luka tusukannya parah!" teriak Pak Tom kepada petugas yang segera membawa Bos Saga masuk ke ruang
Part 66Dia duduk di samping tempat tidur, memeluk tangan suaminya dengan erat sambil berbisik, "Aku di sini, Mas. Aku di sini bersamamu."Tak ada sahutan apapun, Saga masih belum sadarkan diri, hanya terbaring lemah tak berdaya membuat hati Damay makin pilu. Damay mencium kening suaminya sembari membelai kepalanya pelan dengan tangan gemetar. "Mas sayang, padahal aku punya kejutan untukmu. Tapi sekarang aku yang justru dikejutkan oleh kondisimu. Cepat sadar ya, Mas, cepat sembuh, aku akan tetap setia menunggumu, Mas."Damay terus membelai rambut Saga dengan lembut, butiran bening itu tak berhenti mengalir.Di luar ruangan, hujan mulai turun dengan deras, menciptakan suara gemericik yang lembut, seolah menambah suasana suram di ruangan rumah sakit. Damay merasa seakan semua cahaya di dunia ini meredup, menyisakan hanya bayangan kesedihan di dalam hatinya."Nak Damay ..." panggilan lembut ayah mertuanya membuatnya sadar
Part 66b"Tugas sudah beres, saya minta pelunasan pembayarannya!" sergah sebuah suara di seberang telepon."Sudah kau pastikan bagaimana kondisinya?" timpal pria berkaca mata."Tentu, dia terluka parah.""Kau tidak memastikan dia masih hidup atau tidak?""Aaarrggh! Jangan banyak ba**t! Kau kan menyuruhku untuk melukainya saja bukan menghabisinya! Berikan bayaran yang kau janjikan sekarang, atau aku akan---""Tunggu, tunggu! Temui aku di Cafe. Ingat jangan sampe mencurigakan.""Oke!"Lelaki berjaket hitam itu segera bergegas menuju lokasi yang ditentukan, sebuah kafe yang terletak di sudut jalan. Sesampainya di sana, dia berhenti sejenak memperhatikan sekitar. Setelah merasa aman, dia masuk ke dalam kafe.Tak butuh waktu lama, tatapannya terpaku pada seorang pria berkacamata yang duduk di sudut dekat jendela, dengan secangkir kopi di meja di depannya. Pria itu tampak tenang dan sabar, seolah menunggu ked
Part 67"Kapan Pak Tua itu akan datang?" gumamnya bertanya sendiri sesekali melihat jam di ponselnya. "Sampai sore begini Pak Tua itu belum datang, mana aku gak boleh masuk sama pembantu belagu itu! Cih! Mentang-mentang aku sudah diusir dari rumah ini, para pembantu itu semena-mena terhadapku. Awas saja kalau aku berhasil rujuk dengan Pak Tua lagi. Akan kupecat semua yang ada di sini diganti dengan orang baru!" gerutunya lagi, masih kesal.Nova duduk di kursi teras yang empuk, menunggu dengan penuh harap. Saat ini, dia mengenakan dress selutut tanpa lengan yang menonjolkan kulit putih bersihnya, dengan make-up yang sempurna dan bibir merah menggoda.Tak berapa lama, mobil mewah berwarna silver memasuki halaman. Klakson mobil berbunyi, mengisi suasana senja yang sepi.Sopir mobil turun dan membuka bagasi, mengeluarkan kursi roda dengan hati-hati. Ia lalu membantu Pak Biru, sang majikan untuk duduk di kursi roda. Dengan hati-hati, ia mendo
Part 67bPak Biru tetap diam, tatapannya tetap tajam. Nova berbalik dan berjalan menjauh dengan langkah berat, meninggalkan Pak Biru dalam kebisuan penuh amarah.Setelah Nova menghilang dari pandangan Pak Biru, ia berusaha menenangkan diri. Keberanian Nova untuk bersumpah tidak cukup untuk mengubah keyakinannya. Ia tahu betul, Nova memiliki kemampuan untuk berbohong dengan sangat meyakinkan. Namun, saat ini, yang terpenting adalah keselamatan keluarga dan menemukan pelaku sebenarnya.Pak Biru memutuskan untuk segera menghubungi pihak berwajib. Ia menghubungi asisten Heri yang bertanggung jawab atas kasus penusukan Saga dan memberikan informasi yang ada padanya. Dalam percakapan itu, Pak Biru mengungkapkan kekhawatirannya bahwa Nova mungkin terlibat, meskipun ia tidak memiliki bukti yang kuat.Sementara itu, Nova kembali ke rumahnya dengan pikiran kacau. Ia merasa terpojok dan bingung. Selama ini, ia mungkin telah membuat banyak musuh, tetapi ia be