“Bersabarlah, Bu, aku yakin suatu saat Pak Andri akan kembali mengingat Bu Rini. Jangan berpikiran buruk dan bertidak gegabah, Bu,” bujuk Eko.Rini masih terus terisak. “Aku tak sanggup menghadapi ini sendirian,” gumamnya dengan suara yang nyaris tak terdengar.***“Assalamualaikum. Bagaimana kabarmu dan cucu-cucuku, Nak?” tanya bu Aisyah di telpon.“Walaikumsalam. Baik, Buk. Ibu sendiri bagaimana kabarnya?” jawab Nuri ketika siang ini Bu Aisyah menelponnya.“Ibu ganggu kah, Nak?”“Nggak, Buk. Nuri lagi istirahat untuk makan siang dan sholat. Ada apa, Buk?” tanya Nuri, tak biasanya Bu Aisyah menelponnya disaat masih jam kerja. Biasanya ibunya itu akan menelpon disaat sore atau malam hari saat Nuri sudah di rumah.“Tidak apa-apa, Nak. Apa kalian baik-baik saja?” tanya bu Aisyah lagi.“Sebenarnya ada apa, Buk?” Nuri tau ada yang disembunyikan ibunya.Terdengar Bu Aisyah menarik nafas di seberang telpon.“Tadi ibu melihat Rini di rumahnya di sini, Nak. Katanya baru tiba kemarin sore dian
Nuri terkejut ketika melihat ada mobil Andri terparkir di depan pagar rumahnya saat dirinya baru saja tiba setelah pulang dari kantornya.“Assalamualaikum,” sapanya membuka pintu depan setelah memarkirkan mobilnya di garasi.“Walaikumsalam.” Terdengar sahutan dari ruang tamu. Di sana terlihat Andri, Aldy dan Nanda sedang bercengkrama. Nuri meilirik ke arah Andri sekilas, pria itu terlihat sudah segar dan sehat seperti sebelum kecelakaan.“Baru pulang, Dik?” sapa Andri lembut pada Nuri.“Iya, Mas. Bapak dan ibu di mana, Mas?” tanya Nuri menanyakan Pak Maulana dan Bu Susi.“Bapak dan Ibu ada di ... rumah. Mas kangen rumah ini dan anak-anak.” Andri sedikit ragu menjawab pertanyaan Nuri.Nuri mengerti. Dalam ingatan Andri rumah ini adalah rumahnya, rumahnya bersama Nuri dan anak-anak mereka. Andri tak mengingat rumahnya bersama Rini. Bahkan tadi Bu Susi mengabari Nuri lewat pesan Whatsapp jika Andri tadi bersikeras pulang kerumah ini dari rumah sakit. Namun setelah dibujuk oleh bu Susi, A
Suara bell pintu berbunyi. Nuri segera bergegas membuka pintu rumah yang memang tak tertutup rapat.“Adit?” serunya melihat Adit berdiri di depan pintu. Adit terlihat terkejut ketika melihat ada Andri di sana.“Maaf, Ri. Aku nggak tau kalau kamu lagi ada tamu. Kalau begitu aku permisi pulang, ya,” kata Adit. Dia menatap mata Nuri yang terlihat basah, Adit menyadari bahwa Nuri dan Andri sedang terlibat pembicaraan serius ketika dia tiba.“Oiya, selamat ya Andri atas kesembuhanmu kembali,” katanya kemudian sambil mengarahkan pandangannya pada Andri. Andri terlihat hanya mengangguk sambil mengeryitkan keningnya.“Terima kasih,” jawab Andri singkat sambil terus menatap Adit.“Aku pulang ya, Ri. Oiya, ini buat Aldy dan Nanda,” kata Adit sambil menyodorkan sekotak du*kin donut.Suasana hening kembali menyelimuti ruang tamu setelah Adit pamit. Andri masih tetap menatap tajam pada Nuri yang membuat Nuri sedikit salah tingkah.“Apa dia salah satu penyebabnya, Dik?”“Apa maksudmu, Mas.”“Kurasa
“Aldy ...,” gumam Nuri sambil meraih tubuh Aldy menyuruhnya duduk di sampingnya. Dia tak menyangka Aldy akan berkata seperti ini padanya.“Papa lagi dalam kondisi kebingungan, Ma. Tapi yang membuat Aldy bangga Papa tak pernah berubah pada ku, pada adikku dan juga pada Mama. Bukankah seharunya Mama bersyukur untuk itu?”“Aldy, maafkan Mama, Nak. Tapi ada beberapa hal yang belum bisa Aldy pahami diusia Aldy sekarang. Mama bukannya tidak bersyukur Papamu kembali dan tetap dengan kasih sayangnya pada Aldy dan Nanda. Mama hanya sedang menjelaskan batasan yang harus Papa mengerti,” jawab Nuri sambil megusap-usap kepala Aldy.“Tak bisakah mama menundanya, Ma? Aldy sangat bahagia ketika Papa kembali. Ribuan doa yang Aldy panjatkan akhirnya dikabulkan oleh Allah. Aldy hanya ingin melihat Papa kembali seperti dulu, Aldy hanya ingin menebus kebersamaan bersama papa yang selama ini hilang selama Papa terbaring koma,” sahut Aldy sambil terus menggenggam tangan Nuri.“Terima kasih, Nak. Terima kasi
Hari ini adalah hari pertama Andri kembali ke kantornya setelah kurang lebih 3 bulan berada di rumah sakit setelah kecelakaan. Beberapa karyawan sudah terlihat menyiapkan penyambutan kepada boss mereka itu. Karyawan Andri sudah berdiri berjejer menyambutnya ketika dia turun dari mobil yang dikendarai Eko. Ada rasa haru di dadanya melihat para karyawannya yang terlihat begitu bahagia menyambutnya kembali, Andri menyalami satu persatu karyawan pria dan mengatupkan tangannya di dadanya pada para karyawan wanita yang ada di sana. Tampak beberapa dari antara mereka bahkan menitikkan air mata melihat Andri telah kembali ke perusahaan dengan kondisi sehat. Setelah ceremony penyambutannya, Andri beranjak ke ruangan kerjanya. Sementara Eko terus mengikutinya dari belakang. Diedarkannya pandangannya ke sekeliling ruang kerjanya itu, tak ada yang berubah hanya terlihat sejumlah dokumen menumpuk di ruang kerjanya.“Dokumen-dokumen apa ini, Ko?” tanyanya pada Eko.“Itu beberapa kontrak kerja, dan
Siang ini, Andri dibuat kebingungan ketika harus menghadiri meeting di hotel X. Ini pertama kalinya dia akan mempresentasikan perusahaannya setelah vakum selama beberapa bulan. Ada rasa grogi dalam hatinya terlebih sedari tadi Eko belum juga muncul sehingga membuatnya harus menyetir sendiri ke lokasi meeting.“Kamu di mana, Ko?” tanyanya tegas pada Eko ketika panggilan telponnya tersambung.“Maaf, Pak. Saya lupa melaporkan pada bapak kalau tadi subuh saya ke kampung Bu Rini untuk menjemputnya dan saat ini kami sedang dalam perjalanan kembali, Pak.”“Aku tak pernah menyuruhmu melakukan itu, Ko. Apa sekarang kau bekerja tanpa perintah dariku?”“Maaf, Pak. Ini adalah inisiatif saya sendiri. Saya merasa Pak Andri akan membutuhkan bantuan Bu Rini untuk menangani beberapa pekerjaan penting. Sekali maaf atas kelancangan saya, Pak.”“Sudahlah. Segeralah kembali ke sini. Aku membutuhkanmu.”“Baik, Pak.”Andri terlihat gugup ketika di pertengahan meeting dia tak dapat menjawab beberapa pertanya
“Sudah mau pulang?” sapa Andri pada Rini yang masih terus menunduk memijati kakinya.Rini menegadah dan terlihat kaget ketika melihat Andri sudah ada di hadapannya.“Eh iya Pak, ini sudah mau balik sama Eko,” jawabnya sedikit gugup.“Terima kasih sudah membantu pekerjaanku hari ini,” kata Andri.“Itu sudah bagian dari tugas saya, Pak, dan perusahaan membayar saya untuk pekerjaan itu,” jawab Rini. “Saya permisi dulu, Pak. Sepertinya Eko sudah memunggu saya,” lanjutnya lagi.“Eko sudah kusuruh balik ke kantor. Aku yang akan mengantarmu pulang. Ikutlah denganku,” kata Andri sambil berjalan. Sementara Rini masih duduk terpaku di sofa lobby hotel. Menyadari Rini tak mengikutinya di belakang Andri pun kembali menoleh.“Ayo, aku akan mengantarmu pulang. Kamu istirahat saja dulu sepertinya kamu sedang kelelahan,” ajaknya. Rini pun beranjak berdiri kemudian perlahan berjalan mengikuti langkah Andri.Tak ada percakapan antara Andri dan Rini hingga akhirnya mereka tiba di rumah Rini.“Masuklah d
“Ri, pulang kantor nanti aku dan Bang Rizal akan mampir memilih undangan buat resepsi bulan depan. Kamu ikut ya,” ajak Andin pada Nuri sebelum jam pulang kerja. Andin dan Rizal memang berencana akan mengadakan resepsi penikahan mereka bulan depan di Kalimantan. Mereka berdua sudah mengurus berkas-berkas administrasi untuk pengajuan nikah resmi, bahkan Andin sudah mengajukan permohonan cuti.“Abang? Sejak kapan panggilan Kak Rizal berubah jadi abang, Ndin?” tanya Nuri heran.“Sejak aku jadi istrinya. Aku nggak mau punya panggilan yang sama denganmu. Sebagai istrinya aku harus punya panggilan sayang khusus padanya,” jawab Andin tersenyum mengejek.“Ihhh geli liat kamu bu nyai bucin begini tau nggak,” sahut Nuri bergidik.“Biarin, bucin sama suami sendiri dapat pahala tauk. Jadi gimana, ikut nggak? Oiya kamu ajukan cuti juga ya, Ri. Biar nanti bisa beberapa hari di Kalimantan nggak buru-buru balik ke sini.”“Iya deh aku ikut nemanin kalian pilih undangan. Tapi kalau untuk pengajuan cuti