Hari ini adalah hari pertama Andri kembali ke kantornya setelah kurang lebih 3 bulan berada di rumah sakit setelah kecelakaan. Beberapa karyawan sudah terlihat menyiapkan penyambutan kepada boss mereka itu. Karyawan Andri sudah berdiri berjejer menyambutnya ketika dia turun dari mobil yang dikendarai Eko. Ada rasa haru di dadanya melihat para karyawannya yang terlihat begitu bahagia menyambutnya kembali, Andri menyalami satu persatu karyawan pria dan mengatupkan tangannya di dadanya pada para karyawan wanita yang ada di sana. Tampak beberapa dari antara mereka bahkan menitikkan air mata melihat Andri telah kembali ke perusahaan dengan kondisi sehat. Setelah ceremony penyambutannya, Andri beranjak ke ruangan kerjanya. Sementara Eko terus mengikutinya dari belakang. Diedarkannya pandangannya ke sekeliling ruang kerjanya itu, tak ada yang berubah hanya terlihat sejumlah dokumen menumpuk di ruang kerjanya.“Dokumen-dokumen apa ini, Ko?” tanyanya pada Eko.“Itu beberapa kontrak kerja, dan
Siang ini, Andri dibuat kebingungan ketika harus menghadiri meeting di hotel X. Ini pertama kalinya dia akan mempresentasikan perusahaannya setelah vakum selama beberapa bulan. Ada rasa grogi dalam hatinya terlebih sedari tadi Eko belum juga muncul sehingga membuatnya harus menyetir sendiri ke lokasi meeting.“Kamu di mana, Ko?” tanyanya tegas pada Eko ketika panggilan telponnya tersambung.“Maaf, Pak. Saya lupa melaporkan pada bapak kalau tadi subuh saya ke kampung Bu Rini untuk menjemputnya dan saat ini kami sedang dalam perjalanan kembali, Pak.”“Aku tak pernah menyuruhmu melakukan itu, Ko. Apa sekarang kau bekerja tanpa perintah dariku?”“Maaf, Pak. Ini adalah inisiatif saya sendiri. Saya merasa Pak Andri akan membutuhkan bantuan Bu Rini untuk menangani beberapa pekerjaan penting. Sekali maaf atas kelancangan saya, Pak.”“Sudahlah. Segeralah kembali ke sini. Aku membutuhkanmu.”“Baik, Pak.”Andri terlihat gugup ketika di pertengahan meeting dia tak dapat menjawab beberapa pertanya
“Sudah mau pulang?” sapa Andri pada Rini yang masih terus menunduk memijati kakinya.Rini menegadah dan terlihat kaget ketika melihat Andri sudah ada di hadapannya.“Eh iya Pak, ini sudah mau balik sama Eko,” jawabnya sedikit gugup.“Terima kasih sudah membantu pekerjaanku hari ini,” kata Andri.“Itu sudah bagian dari tugas saya, Pak, dan perusahaan membayar saya untuk pekerjaan itu,” jawab Rini. “Saya permisi dulu, Pak. Sepertinya Eko sudah memunggu saya,” lanjutnya lagi.“Eko sudah kusuruh balik ke kantor. Aku yang akan mengantarmu pulang. Ikutlah denganku,” kata Andri sambil berjalan. Sementara Rini masih duduk terpaku di sofa lobby hotel. Menyadari Rini tak mengikutinya di belakang Andri pun kembali menoleh.“Ayo, aku akan mengantarmu pulang. Kamu istirahat saja dulu sepertinya kamu sedang kelelahan,” ajaknya. Rini pun beranjak berdiri kemudian perlahan berjalan mengikuti langkah Andri.Tak ada percakapan antara Andri dan Rini hingga akhirnya mereka tiba di rumah Rini.“Masuklah d
“Ri, pulang kantor nanti aku dan Bang Rizal akan mampir memilih undangan buat resepsi bulan depan. Kamu ikut ya,” ajak Andin pada Nuri sebelum jam pulang kerja. Andin dan Rizal memang berencana akan mengadakan resepsi penikahan mereka bulan depan di Kalimantan. Mereka berdua sudah mengurus berkas-berkas administrasi untuk pengajuan nikah resmi, bahkan Andin sudah mengajukan permohonan cuti.“Abang? Sejak kapan panggilan Kak Rizal berubah jadi abang, Ndin?” tanya Nuri heran.“Sejak aku jadi istrinya. Aku nggak mau punya panggilan yang sama denganmu. Sebagai istrinya aku harus punya panggilan sayang khusus padanya,” jawab Andin tersenyum mengejek.“Ihhh geli liat kamu bu nyai bucin begini tau nggak,” sahut Nuri bergidik.“Biarin, bucin sama suami sendiri dapat pahala tauk. Jadi gimana, ikut nggak? Oiya kamu ajukan cuti juga ya, Ri. Biar nanti bisa beberapa hari di Kalimantan nggak buru-buru balik ke sini.”“Iya deh aku ikut nemanin kalian pilih undangan. Tapi kalau untuk pengajuan cuti
Nuri memasuki kafe tempat Andin membuat janji dengan percetakan yang akan mendesain undangannya. Nuri mencari tempat di pojok kafe yang menghadap ke sebuah sungai kecil yang mengalir dibawahnya. Dia sudah sering ke kafe ini bersama Andin, dan posisi di pojok ini adalah tempat favorit mereka berdua karena dari sini bisa terdengar gemercik air sungai yang mengalir di bawah sana. Andin sendiri belum tiba karena dia harus menjemput Rizal dulu.Belum berapa lama duduk dan menikmati suasana kafe yang mengusung tema alam ini, Nuri mendengar namanya dipanggil. Ketika menoleh kebelakang, Nuri melihat Adit melangkah mendekati tempatnya duduk.“Assalamualaikum. Hai, Ri.. yang lain mana?” sapa Adit.“Walaikumsalam. Andin masih jemput kak Rizal. Silahkan duduk, Dit,” jawab Nuri.“Kenapa nggak angkat telponku?” tanya Adit setelah duduk dihadapan Nuri.“Aku jarang pegang ponsel kalau lagi dikantor, Dit. Mungkin kebetulan aku nggak dengar ponselku berbunyi.”“Tapi pesanku dibaca kan, Ri?”Nuri tak me
Andri buru-buru pergi meninggalkan Kafe xx ketika menyaksikan di sana ada Nuri dan Adit, entah kenapa tak ada keinginan Andri untuk menghampiri mereka berdua. Eko terlihat bingung ketika melihat boss nya itu terburu-buru keluar dari Kafe menuju ke parkiran mobil.“Nggak jadi meeting di sini, Pak?” tanya Eko.“Kuwakilkan pertemuan hari ini padamu, Ko. Ruang pertemuan ada di lantai 2 kafe, segeralah kesana. Aku ada urusan mendadak yang tak bisa kutinggalkan,” sahut Andri.Meskipun bingung Eko mengikuti perintah boss nya itu dan turun dari mobil menuju ke lantai 2 kafe untuk mewakili pertemuan Andri dengan relasinya. Sementara Andri segera melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu. Saat Eko memasuki kafe, dia berpapasan dengan Andin dan Rizal yang menyapanya sebentar kemudian ikut bergabung dengan Nuri dan Adit yang sedang duduk di pojok kafe. Eko pun menemukan jawaban atas kebingungannya tadi, kemungkinan Andri buru-buru meninggalkan kafe ini karena melihat keberadaan Nuri dan Adit di
Andri melajukan mobilnya menuju rumah Nuri, hatinya selalu berbunga-bunga ketika memasuki rumah ini. Rumah yang dulu ditinggalinya bersama Nuri dan anak-anaknya. Rumah yang sangat ingin dihuninya namun keadaan membuatnya tak boleh memasuki rumah ini kecuali untuk urusan Aldy dan Nanda. Andri merasa sedikit lega ketika meilhat ada mobil Nuri terparkir di garasi. Nanda menyambutnya dengan riang dan langsung menghambur ke dalam dekapannya ketika Bi Ina membuka pintu. Andri pun terlihat menemani Nanda bermain sementara Aldy duduk di sampingnya sambil menonton tv. Kondisi seperti ini yang selalu ada dalam impian Andri, bercengkrama dengan anak-anaknya membuat hatinya dipenuhi kebahagiaan.“Mau minum apa, Pak?” tanya bi Ina.“Aku kangen teh buatan Nuri, Bi,” sahut Andri sambil melirik pintu kamar Nuri yang tertutup rapat.“Bu Nuri baru saja pulang, Pak, mungkin lagi mandi. Biar bibi yang bikinin teh nya ya, Pak,” kata Bi Ina melihat mata majikannya itu terus menerus melirik ke arah kamar Nu
"Aku tak sengaja mendengarnya. Aku tak menyangka kamu secepat itu memutuskan menikah dengannya."Kalimat Andri membuat Nuri semakin bingung."Maksudnya apa sih, Mas, aku nggak ngerti. Dan kenapa aku yang menikah? Aku tadi cuma menemani Andin memilih desain undangan resepsi pernikahannya dengan Kak Rizal." jawab Nuri santai.Jawaban Nuri membuat mata Andri yang tadinya sayu kembali berbinar.“Undangan Andin? Jadi kalian tadi meilih undangan untuk resepsi pernikahan Andin? Tapi kenapa bukan Andin sendiri yang memilihnya?”Nuri masih terlihat bingung dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Andri.“Ya yang milih Andin dan Kak Rizal, Mas. Aku cuma nemanin dan memberi beberapa masukan.”“Tapi aku tak melihat Andin dan calon suaminya tadi disana. Aku hanya melihatmu dan Adit.” Suara Andri terdengar pelan.“Calon suami Andin namanya Kak Rizal, mas. Dan dia adalah kakak kandungku, kakak seayah,” jawab Nuri.“Maaf, Dik. Aku masih bingung dengan semua itu. Maaf jika aku melupakan bagian itu.