“Sudah mau pulang?” sapa Andri pada Rini yang masih terus menunduk memijati kakinya.Rini menegadah dan terlihat kaget ketika melihat Andri sudah ada di hadapannya.“Eh iya Pak, ini sudah mau balik sama Eko,” jawabnya sedikit gugup.“Terima kasih sudah membantu pekerjaanku hari ini,” kata Andri.“Itu sudah bagian dari tugas saya, Pak, dan perusahaan membayar saya untuk pekerjaan itu,” jawab Rini. “Saya permisi dulu, Pak. Sepertinya Eko sudah memunggu saya,” lanjutnya lagi.“Eko sudah kusuruh balik ke kantor. Aku yang akan mengantarmu pulang. Ikutlah denganku,” kata Andri sambil berjalan. Sementara Rini masih duduk terpaku di sofa lobby hotel. Menyadari Rini tak mengikutinya di belakang Andri pun kembali menoleh.“Ayo, aku akan mengantarmu pulang. Kamu istirahat saja dulu sepertinya kamu sedang kelelahan,” ajaknya. Rini pun beranjak berdiri kemudian perlahan berjalan mengikuti langkah Andri.Tak ada percakapan antara Andri dan Rini hingga akhirnya mereka tiba di rumah Rini.“Masuklah d
“Ri, pulang kantor nanti aku dan Bang Rizal akan mampir memilih undangan buat resepsi bulan depan. Kamu ikut ya,” ajak Andin pada Nuri sebelum jam pulang kerja. Andin dan Rizal memang berencana akan mengadakan resepsi penikahan mereka bulan depan di Kalimantan. Mereka berdua sudah mengurus berkas-berkas administrasi untuk pengajuan nikah resmi, bahkan Andin sudah mengajukan permohonan cuti.“Abang? Sejak kapan panggilan Kak Rizal berubah jadi abang, Ndin?” tanya Nuri heran.“Sejak aku jadi istrinya. Aku nggak mau punya panggilan yang sama denganmu. Sebagai istrinya aku harus punya panggilan sayang khusus padanya,” jawab Andin tersenyum mengejek.“Ihhh geli liat kamu bu nyai bucin begini tau nggak,” sahut Nuri bergidik.“Biarin, bucin sama suami sendiri dapat pahala tauk. Jadi gimana, ikut nggak? Oiya kamu ajukan cuti juga ya, Ri. Biar nanti bisa beberapa hari di Kalimantan nggak buru-buru balik ke sini.”“Iya deh aku ikut nemanin kalian pilih undangan. Tapi kalau untuk pengajuan cuti
Nuri memasuki kafe tempat Andin membuat janji dengan percetakan yang akan mendesain undangannya. Nuri mencari tempat di pojok kafe yang menghadap ke sebuah sungai kecil yang mengalir dibawahnya. Dia sudah sering ke kafe ini bersama Andin, dan posisi di pojok ini adalah tempat favorit mereka berdua karena dari sini bisa terdengar gemercik air sungai yang mengalir di bawah sana. Andin sendiri belum tiba karena dia harus menjemput Rizal dulu.Belum berapa lama duduk dan menikmati suasana kafe yang mengusung tema alam ini, Nuri mendengar namanya dipanggil. Ketika menoleh kebelakang, Nuri melihat Adit melangkah mendekati tempatnya duduk.“Assalamualaikum. Hai, Ri.. yang lain mana?” sapa Adit.“Walaikumsalam. Andin masih jemput kak Rizal. Silahkan duduk, Dit,” jawab Nuri.“Kenapa nggak angkat telponku?” tanya Adit setelah duduk dihadapan Nuri.“Aku jarang pegang ponsel kalau lagi dikantor, Dit. Mungkin kebetulan aku nggak dengar ponselku berbunyi.”“Tapi pesanku dibaca kan, Ri?”Nuri tak me
Andri buru-buru pergi meninggalkan Kafe xx ketika menyaksikan di sana ada Nuri dan Adit, entah kenapa tak ada keinginan Andri untuk menghampiri mereka berdua. Eko terlihat bingung ketika melihat boss nya itu terburu-buru keluar dari Kafe menuju ke parkiran mobil.“Nggak jadi meeting di sini, Pak?” tanya Eko.“Kuwakilkan pertemuan hari ini padamu, Ko. Ruang pertemuan ada di lantai 2 kafe, segeralah kesana. Aku ada urusan mendadak yang tak bisa kutinggalkan,” sahut Andri.Meskipun bingung Eko mengikuti perintah boss nya itu dan turun dari mobil menuju ke lantai 2 kafe untuk mewakili pertemuan Andri dengan relasinya. Sementara Andri segera melajukan mobilnya meninggalkan tempat itu. Saat Eko memasuki kafe, dia berpapasan dengan Andin dan Rizal yang menyapanya sebentar kemudian ikut bergabung dengan Nuri dan Adit yang sedang duduk di pojok kafe. Eko pun menemukan jawaban atas kebingungannya tadi, kemungkinan Andri buru-buru meninggalkan kafe ini karena melihat keberadaan Nuri dan Adit di
Andri melajukan mobilnya menuju rumah Nuri, hatinya selalu berbunga-bunga ketika memasuki rumah ini. Rumah yang dulu ditinggalinya bersama Nuri dan anak-anaknya. Rumah yang sangat ingin dihuninya namun keadaan membuatnya tak boleh memasuki rumah ini kecuali untuk urusan Aldy dan Nanda. Andri merasa sedikit lega ketika meilhat ada mobil Nuri terparkir di garasi. Nanda menyambutnya dengan riang dan langsung menghambur ke dalam dekapannya ketika Bi Ina membuka pintu. Andri pun terlihat menemani Nanda bermain sementara Aldy duduk di sampingnya sambil menonton tv. Kondisi seperti ini yang selalu ada dalam impian Andri, bercengkrama dengan anak-anaknya membuat hatinya dipenuhi kebahagiaan.“Mau minum apa, Pak?” tanya bi Ina.“Aku kangen teh buatan Nuri, Bi,” sahut Andri sambil melirik pintu kamar Nuri yang tertutup rapat.“Bu Nuri baru saja pulang, Pak, mungkin lagi mandi. Biar bibi yang bikinin teh nya ya, Pak,” kata Bi Ina melihat mata majikannya itu terus menerus melirik ke arah kamar Nu
"Aku tak sengaja mendengarnya. Aku tak menyangka kamu secepat itu memutuskan menikah dengannya."Kalimat Andri membuat Nuri semakin bingung."Maksudnya apa sih, Mas, aku nggak ngerti. Dan kenapa aku yang menikah? Aku tadi cuma menemani Andin memilih desain undangan resepsi pernikahannya dengan Kak Rizal." jawab Nuri santai.Jawaban Nuri membuat mata Andri yang tadinya sayu kembali berbinar.“Undangan Andin? Jadi kalian tadi meilih undangan untuk resepsi pernikahan Andin? Tapi kenapa bukan Andin sendiri yang memilihnya?”Nuri masih terlihat bingung dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Andri.“Ya yang milih Andin dan Kak Rizal, Mas. Aku cuma nemanin dan memberi beberapa masukan.”“Tapi aku tak melihat Andin dan calon suaminya tadi disana. Aku hanya melihatmu dan Adit.” Suara Andri terdengar pelan.“Calon suami Andin namanya Kak Rizal, mas. Dan dia adalah kakak kandungku, kakak seayah,” jawab Nuri.“Maaf, Dik. Aku masih bingung dengan semua itu. Maaf jika aku melupakan bagian itu.
Pagi ini Andri terlihat melangkah memasuki kantornya dengan senyuman yang terus menghiasi wajahnya, bahkan sesekali pria itu terlihat bersiul kecil. Beberapa karyawannya bahkan saling melirik satu sama lain ketika melihat direktur mereka itu terlihat senyum-senyum sendiri. Siapapun yang melihatnya pasti akan menyimpulkan bahwa pria itu sedang merasa bahagia.Ya, setelah pulang dari rumah Nuri semalam Andri terus saja terlihat tersenyum. Dia begitu bahagia saat kemarin kembali melihat tawa Nuri, tawa yang begitu dirindukannya. Hal itulah yang membuatnya pagi ini terlihat sangat bahagia ketika memasuki kantornya.“Pak Andri?” Eko sedikit terkejut ketika melihat boss nya itu tersenyum sambil bersiul ketika membuka pintu ruangannya.“Masuk ke ruanganku, Ko. Ada yang ingin kutanyakan padamu.”“Baik, Pak.”Eko pun menyusul Andri ke ruangan boss nya itu.“Ceritakan padaku dengan detail mengapa aku bisa menikahi Rini. Dan mengapa aku menceraikan Nuri,” kata Andri saat Eko sudah duduk di hadap
Rini berlari kecil nemasuki ketoilet kantor kemudian mengunci pintu toilet. Kata – kata Andri tadi masih terngiang-ngiang di telinganya.“Kamu yakin aku menikahinya karena ancaman komplotan yang menculik kalian? Aku tak percaya bisa sebaik itu”“Kamu yakin ini bukan rekayasa perempuan itu agar aku menikahinya, Ko? Jangan terlalu percaya dengan wajah polos perempuan itu. Bisa saja kan dia bekerja sama dengan komplotan penculik itu dan merekayasa semuanya”Rini terhuyung di depan ruang kerja Andri ketika mendengar suara Andri. Dia baru hendak mengetuk pintu ketika mendengar suara Eko dan Andri lagi mengobrol. Kalimat Andri yang tak sengaja didengarnya membuat wanita hamil itu hampir saja ambruk. Susah payah Rini menguatkan langkahnya kemudian berlari menuju toilet.Rini menangis tergugu seorang diri di dalam toilet. Hatinya begitu sakit mendengar perkataan Andri tadi. Rini menepuk-nepuk dadanya sendiri ketika merasakan sesak yang hadir disana. Rasanya begitu sesak ketika lelaki yang beg
“Bang, pulang yuk! Kita nggak dianggap di sini. Dunia serasa milik mereka berdua tuh.” Andin menyebikkan bibirnya sambil menoleh pada Rizal.“Jangan pulang dulu dong, Ndin. Aku boleh minta sesuatu nggak?” tanya Nuri.“Apaan? Asal jangan meminta bayi dalam kandunganku. Kamu kan udah dapat bonus bayi dari Mas Andri.”“Sayang!” Rizal menegur lembut istrinya sambil menggelengkan kepalanya. Dia takut Andri tersinggung dengan ucapan istrinya.“Nggak apa-apa. Aku sangat terhibur dengan kalian berdua,” ucap Andri yang mengerti maksud Rizal.“Jadi minta apa, Ri?” tanya Andin.“Untuk beberapa hari kedepan bisa nggak kalian menginap di sini dulu menemani Ibu dan anak – anak.”“Maksud kamu, Ri?”“Aku dan Mas Andri berencana untuk berlibur keluar kota beberapa hari.”“Jadi kamu setuju, Dik?” tanya Andri dengan tatapan berbinar –binar.“Iya, Mas. Semoga anak-anak juga mengizinkan, ya.”“Wuihhh, aku cemburu pada kalian berdua. Yang pengantin baru siapa yang bulan madu siapa!” Andin kembali mengerucu
“Tapi kita bukan pasangan pengantin baru, Mas.” Protes Nuri. Wajahnya sedikit bersemu merah menerima tatapan menggoda dari suaminya.“Bagiku kita adalah pengantin baru, Sayang. Dan akan selalu begitu. Kita akan menjalani hari-hari kedepan seperti pengantin baru setiap harinya. Kamu mau kan?” Andri menarik mengencangkan pelukannya di bahu Nuri yang membuat tubuh wanita itu masuk kedalam dekapannya. Andri mencium pucuk kepala Nuri. “Boleh minta lagi nggak?” tanyanya mengedipkan mata.“Aku ke sini buat manggil sarapan, Mas. Ayo, sepertinya yang lain sudah menunggu kita.” Nuri menjauhkan tubuhnya. Dia pun sebenarnya susah payah menahan hasratnya untuk tetap berada dalam dekapan hangat suaminya.“Ah, padahal aku ingin sarapan yang lain.” Andri masih menggodanya.“Udah ah, Mas!”“Makanya kamu ambil cuti ya, Dik. Kita liburan berdua.”“Kita bicarakan nanti ya, Mas. Yuk, sarapan dulu.” “Morning kiss dulu, dong,” pinta Andri memajukan bibirnya.Cup! Nuri mengecupnya sekilas. Mata Andri berbin
Kembali Andri dan Nuri tak sanggup menahan keharuan ketika mereka bersujud dalam salat, sajadah keduanya basah dengan air mata penuh rasa syukur atas semua yang sudah mereka lalui.“Aku mencintaimu, Nuri-ku. Perasaanku tidak pernah berkurang meski takdir memisahkanku darimu,” ucap Andri lembut dan memberi kecupan pada kening Nuri setelah mereka melewati malam panjang berdua.“Aku juga mencintaimu, Mas,” jawab Nuri manja sambil menyandarkan kepalanya di dada lelaki yang tak pernah pergi dari hatinya itu.“Sarapan apa pagi ini, Bi?” tanya Nuri pada Bi Ina yang sedang sibuk di dapur.“Ini lagi bikin nasi goreng, pancake dan roti bakar, Bu.”“Ooh, ada yang pesan nasi goreng, Bi? Nggak biasanya sarapan nasi goreng.”“Nggak ada yang pesan, Bu. Bibi hanya membuat nasi goreng kesukaan Pak Andri.”Nuri tersenyum. Beruntung sekali dia dulu menerima Bi Ina ketika seorang keluarga jauhnya merekomendasikan Bi Ina saat Nuri sedang mencari tenaga ART. Bi Ina orang yang jujur, baik dan sangat menyaya
Andri mengetuk pintu kamar Nuri kemudian membukanya perlahan. Nuri yang sedang merapikan beberapa barang diatas meja riasnya menoleh ke arah pintu dan tersenyum melihat kehadiran Andri di sana.“Silakan masuk, Mas. Maaf aku masih merapikan beberapa barang yang tadi berantakan di sini,” ucapnya.“Mau kubantu, Dik?” tanya Andri.“Nggak usah, Mas. Sebentar lagi beres kok. Oiya, ibu masih nginap di sini?”“Ibu sudah pulang ke rumah, Dik. Katanya nggak bawa baju ganti jadi tadi minta antar pulang. Maaf nggak sempatin pamit, tadi ibu nyari kamu untuk berpamitan tapi sepertinya kamu sedang mandi tadi.”“Oh, nggak apa-apa, Mas. Insya Allah besok kita jemput ibu lagi ke sana. Kasian beliau sendirian di sana.”“Iya, Dik. Besok aku ada janji dengan perawat Bilqis juga dan ibu juga ingin ikut menengok Bilqis.”Nuri mengangguk tersenyum. “Besok kita ke sana bersama-sama ya, Mas.”“Teririma kasih, Sayang,” ucap Andri dengan suara serak. Nuri tersipu malu mendengar kata ‘sayang’ bibir lelaki itu. P
Rizal tersenyum bahagia melihat kebahagiaan yang terpancar di wajah Nuri. 'Aku akan menebus kesalahanku padamu dengan menjaga Nuri, Ayah. Aku melihat senyummu di balik senyumannya,' batin Rizal. Setelah tamu satu persatau mulai meninggalkan rumah Nuri, Andri dan Nuri yang sedang duduk bersantai di ruang tengah terkejut dengan kemunculan Bi Ina dengan deraian air mata di sana.Bi Ina sedari tadi tidak kelihatan diantara para tamu karena sibuk di belakang. Dengan deraian air matanya, Bi Ina memberi selamat pada kedua majikan yang begitu dihormatinya itu.“Bi Ina kok nangis gitu? Nggak suka saya balik ke rumah ini lagi?” tanya Andri sengaja bercanda. Dia tau Bi Ina dari dulu sangat berharap dia kembali ke rumah ini. Bi Ina bahkan beberapa kali menangis memohon padanya agar majikannya itu kembali bersama seperti dulu lagi.“Tidak, Pak. Justru sebaliknya saya sangat bahagia. Saya bahagia melihat keluarga Pak Andri dan Bu Nuri kembali bersatu. Ini adalah impian saya selama ini. Saya hanya
Andri dan Nuri serta Aldy dan Nanda masih berkeliling menyapa semua keluarga mereka yang hadir di rumah Nuri. Bu Susi yang dari tadi hanya diam menyaksikan semua yang terjadi di sana memeluk Nuri dengan erat ketika Nuri dan Andri serta kedua anak mereka menghampirinya.Tak ada kata yang keluar dari bibir wanita tua itu, hanya terdengar tangisan lirih membungkus keharuan yang dirasakannya. Nuri pun kembali menitikkan air mata harunya dalam dekapan ibu mertuanya itu.“Ibu tak bisa berkata apa-apa, Nak. Kebahagiaan yang ibu rasakan tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Pemandangan ini membuat perasaan ibu sesak dengan rasa bahagia. Sayang sekali Bapak dan adikmu Nindya tak bisa menyaksikan ini,” ucap Bu Susi sambil menyeka air matanya.“Iya, Bu. Kita akan mengabari Bapak dan Nindya nanti,” sahut Nuri lembut.“Terima kasih, Bu. Andri yakin ini semua juga tak lepas dari doa – doa ibu selama ini. Terima kasih untuk selalu meminta kebahagiaan anakmu ini dalam setiap doamu Ibu,” ucap Andri d
Andri terpaku mendengar ucapan Nuri, ucapan Nuri membuatnya merasa terbang ke awan – awan. Hatinya yang tadinya sesak dengan kepedihan kini berganti sesak dengan kebahagiaan.Begitu mudahnya Allah membolak – balikkan keadaan dan hati seseorang, maka sesungguhnya kita hanya perlu berpasrah pada ketentuan-Nya. Kun Fayakun, tidak ada satu hal pun yang mustahil bagi Allah jika Dia menghendakinya.Setelah semuanya setuju, Andri duduk dengan gagahnya menggantikan posisi yang tadinya diisi Adit. Kemeja kuning pucat hadiah dari Nuri yang dikenakannya tampak serasi dengan kebaya putih kombinasi kuning gading yang digunakan Nuri.Jika dilihat sekilas, tidak akan ada yang menyangka jika posisi Andri ada di sana untuk menggantikan Adit. Semua tampak serasi, seperti telah direncanakan dengan sempurna. Ya, semua rencana Allah. Itulah yang membuat semua terlihat sempurna.“Andri Firmansyah, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan adik kandung saya yang bernama Nuri Wulandari binti Muhammad Rasyid d
Ayah Andin, yang merupakan pemuka agama khusus datang dari Kalimantan memenuhi undangan anak dan menantunya untuk memberi khutbah dan wejangan pada calon pengantin. Jantung Adit berdegup kencang ketika tiba saatnya Rizal menatap tajam padanya dan menggenggam erat tangannya, sedangkan Nuri hanya duduk tertunduk di sampingnya sambil sesekali menghela napas pelan.“Danis Raditya, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan adik kandung saya yang bernama Nuri Wulandari binti Muhammad Rasyid dengan maskawinnya berupa uang sebesar Lima Ratus Ribu Rupiah dan seperangkat alat sholat dibayar TUNAI!”Hening. Tidak ada jawaban dari Adit. Ujung mata pria itu melirik pada sesosok pria di sudut ruangan yang tertunduk dengan bahu terguncang naik turun sambil memangku gadis kecil yang terlihat heran melihat pria itu menangis. Bola mata Adit menatap tajam pada Rizal kemudian kembali melirik ke sudut ruangan lalu melirik Nuri yang hanya menunduk dan menunggunya mengucapkan ijab kabul.Rizal menyipitkan m
Andri membuka lemari pakaiannya dan memilih kemeja berwarna kuning pucat yang merupakan kemeja favoritnya. Kemeja itu menjadi hadiah ulang tahun terakhir yang dihadiahkan Nuri padanya sebelum akhirnya takdir memisahkan mereka. Bu Aisyah, Aldy dan beberapa kerabat Nuri menyambut kehadiran Bu Susi dan Andri ketika mereka ibu dan anak itu tiba di sana. Bu Aisyah tampak ramah seperti biasanya mengajak Bu Susi mengobrol membicarakan beberapa hal. Sementara perhatian beberapa orang yang ada disana terpusat pada Andri ketika pria itu datang. Nuri hanya mengundang beberapa keluarga dekatnya, dan mereka semua yang ada disana mengetahui siapa Andri. Aldy yang menyambut kedatangan papanya mengajak Andri masuk kedalam rumah dan memilih menemani papanya itu duduk di pojok ruangan. Beberapa orang terlihat hilir mudik mempersiapkan keperluan acara. Rizal menghampiri Andri ketika melihat lelaki itu duduk di pojok ruangan ditemani Aldy. Rizal dan Andri terlibat perbincangan ringan beberapa saat sebe