Rini berlari kecil nemasuki ketoilet kantor kemudian mengunci pintu toilet. Kata – kata Andri tadi masih terngiang-ngiang di telinganya.“Kamu yakin aku menikahinya karena ancaman komplotan yang menculik kalian? Aku tak percaya bisa sebaik itu”“Kamu yakin ini bukan rekayasa perempuan itu agar aku menikahinya, Ko? Jangan terlalu percaya dengan wajah polos perempuan itu. Bisa saja kan dia bekerja sama dengan komplotan penculik itu dan merekayasa semuanya”Rini terhuyung di depan ruang kerja Andri ketika mendengar suara Andri. Dia baru hendak mengetuk pintu ketika mendengar suara Eko dan Andri lagi mengobrol. Kalimat Andri yang tak sengaja didengarnya membuat wanita hamil itu hampir saja ambruk. Susah payah Rini menguatkan langkahnya kemudian berlari menuju toilet.Rini menangis tergugu seorang diri di dalam toilet. Hatinya begitu sakit mendengar perkataan Andri tadi. Rini menepuk-nepuk dadanya sendiri ketika merasakan sesak yang hadir disana. Rasanya begitu sesak ketika lelaki yang beg
Hari masih pagi ketika Eko dan Andri tiba di gerbang pesantren Al-Hikmah. Eko membuka kaca mobilnya ketika melewati pos jaga di depan gerbang. Seorang pria yang bertugas berjaga pun tersenyum mengangguk kemudian membuka gerbang ketika melihat Eko di balik kaca mobil Andri.“Silahkan, Mas Eko,” sapa penjaga gerbang.“Terima kasih," jawab Eko.“Kamu sering ke sini, Ko? Sepertinya mereka mengenalmu dengan baik,” tanya Andri.“Iya, Pak. Saya dulu menimba ilmu di pesantren ini. Pemilik pesantren ini juga masih terbilang keluarga jauh saya. Dan saya memang sering berkunjung kemari,” jawab Eko sambil memarkirkan mobil yang dikendarainya di depan sebuah bangunan rumah yang terlihat lebih besar dibanding bangunan lainnya.“Terus kenapa Rini kemari dan tau tempat ini?”“Sewaktu Bu Rini mengalami depresi, dokter menyarankan beliau menjalani pengobatan psikis dan mental untuk menghilangkan depresinya. Selain konsultasi pada psikolog, dokter juga menyarankan Bu Rini menjalani terapi secara religi
Andri dan Eko terkejut mendengar penuturan Ustazah Hanna. Terlebih Andri, dia terlihat kaget mendengar apa yang dikatakan Ustadzah Hanna. Rini meminta anak-anak yatim santri di sini untuk mendoakan kesembuhannya? Rini sering menyantuni anak-anak di pesantren ini? berbagai pertanyaan timbul di benak Andri.“Assalamualaikum,” sapa Rini saat memasuki rumah Ustazah Hanna. Dia tak heran lagi dengan adanya 2 orang tamu di sana, karena dia melihat mobil Andri terparkir di halaman rumah.“Walaikumsalam,” jawab mereka berbarengan.“Mbak Rini ini sudah dijemput Pak Andri pulang loh, baru juga semalam di sini sudah dikangenin sama suaminya,” canda Ust Hanna.Rini hanya tersenyum kecil mendengar candaan Ust Hanna. Kangen apanya? Ini paling atas inisiatif Eko dia ikut kemari, batin Rini. Rini memang tak menceritakan pada Ustazah Hanna tentang kondisi Andri yang sedang hilang ingatan, bahkan tak mengingatnya. Sehingga Ust Hanna mengira Andri datang untuk menjemput Rini karena kangen padanya.“Tapi
“Sering seperti ini?” Suara bariton Andri mengagetkannya dan membuatnya membuka mata.“Ehh, maaf," sahut Rini kaget. “Pak Andri nggak ke kantor?” tanyanya.“Aku menyuruh Eko yang menangani pekerjaan hari ini. Aku tadi melihatmu memijat kakimu sepanjang jalan di mobil. Apa kakimu sakit? Apa sering seperti itu?” Andri mengulangi pertanyaannya.“Ngg--nggak, Pak, hanya sesekali,” jawab Rini terbata-bata, dia masih kaget melihat Andri menyapanya dan terlihat mengkhawatirkannya.“Ini, Bu, susunya. Oiya ini stok terakhir, Bu. Susunya sudah habis,” kata Bi Sum sambil meletakkan segelas susu di atas meja.“Terima kasih, Bi.”Andri hanya diam kemudian berjalan menuju kamarnya. Sesaat kemudian lelaki itu sudah kembali menghampiri Rini sambil membawa botol minyak pijat yang kemarin dibelinya.“Berikan kakimu, aku akan membantu memijat kakimu,” perintah Andri dengan suara datar.Rini terbelalak tak percaya dengan apa yang didengarnya. Namun matanya menangkap keseriusan dari lelaki itu yang sudah
Sepulang dari kantornya, Andri mampir ke gerai du*kin donut dan membeli sekotak cemilan favorit anak-anaknya itu. Dia sudah berjanji pada Aldy untuk mengunjunginya sore ini, Aldy mengirim pesan padanya tadi siang dan mengatakan ada hal penting yang ingin disampaikannya.Andri memencet bel rumah Nuri dan kemudian tersenyum saat Aldy membuka pintu.Disodorkannya bungkusan kotak yang dibawanya pada Aldy setelah mengucapkan salam. Namun Andri sedikit terkejut ketika melihat di meja tamu tergeletak kotak makanan yang sama dengan yang dibawanya. Aldy melihat ekspresi kebingungan papanya."Itu tadi dari Om Adit, Pa. Tapi Aldy belum sempat membukanya, dan terima kasih juga Papa membawakan ini." Aldy menjelaskan sambil mengangkat kotak yang ada ditangannya."Siapa, Nak?" Terdengar suara Nuri dari ruang tengah."Ada Papa, Ma," jawab Aldy."Papaaaaaaa!" suara teriakan Nanda terdengar dari ruang tengah disusul munculnya sosok tubuh mungil yang berlari menghampiri Andri."Hai anak soleha Papa," s
Nuri dan Aldy sudah bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah Aldy pagi ini. Nuri mulai menyalakan mobilnya memanaskan mesin, sementara Aldy masih terlihat mengikat tali sepatunya di kursi teras depan rumahnya. Nuri merapikan pakaiannya dengan berkaca pada kaca jendela depan rumahnya, namun dia terkejut ketika dari bayangan kaca jendela netranya menangkap sosok Andri yang turun dari mobilnya dan berjalan kearah mereka. Spontan Nuri mebalikkan badannya melihat ke arah pagar, benar saja, lelaki itu sedang melangkah kearah mereka dengan senyum yang merekah. Sesaat Nuri terpana melihat penampilan lelaki itu. Andri memakai kemeja biru dengan lengan yang digulung sampai siku, walaupun Andri tak memakai dasi namun hal itu tidak mengurangi kesan formal pada penampilannya.“Kenapa ke sini?” tanya Nuri.“Assalamualaikum,” kata Andri tersenyum padanya.“Walaikumsalam," jawab Nuri dan Aldy bersamaan.“Aku ke sini mau menjemput kalian berdua,” kata Andri, tangannya mengacak pelan rambut Aldy yang ma
“Ma, Aldy lupa ngasih tau Mama. Setelah penyerahan piagam nanti Aldy nggak bisa langsung ikut pulang. Ada kegiatan ceramah setelah itu dan semua siswa diwajibkan untuk ikut,” Kata Aldy sambil menoleh kepada Nuri dari kursi depan.“Iya, Nak,” jawab Nuri.“Selamat datang ayah dan ibu dari Aldy Habibie,” sambut Panitia yang menyambut mereka di pintu depan Aula di mana kegiatan penyerahan penghargaan dilaksanakan. Mereka pun dibimbing oleh panitia dan mempersilahkan Andri dan Nuri duduk di deretan kursi untuk tamu sedangkan Aldy duduk di depan bergabung bersama beberapa siswa penerima penghargaan lainnya. Nuri sedikit merasa salah tingkah duduk berdampingan dengan mantan suaminya itu, sedangkan Andri terlihat sangat bersemangat dan selalu menebarkan senyuman. Nuri bahkan sempat melihat ada beberapa panitia dan guru wanita di sana yang terus menatap Andri dari tadi karena Andri terlihat ramah dan tersenyum kepada semua yang ada disana.Entah mengapa Nuri merasa sedikit kesal melihat tatapa
“Kebetulan panitia yang jaga stand foto semua wanita, Pak. Ada apa ya?”“Ohhh, kalau gitu biar istri saya yang ke sana. Soalnya istri saya ini nggak terlalu suka kalau saya berinteraksi dengan wanita lain,” sahut Andri. Jawaban Andri membuat Nuri memberikan tatapan mematikan padanya.“Kamu ini apa-apan sih, Mas,” protes Nuri tegas setelah mereka berjalan menajuh.“Habisnya kamu dari tadi kelihatannya nggak suka padanya. Apa karena dia melirikku?”“Ishhh ... jangan berlebihan, deh. Lagian aku bukan istrimu, Mas. Kenapa menyebutku seperti itu tadi.”“Mereka taunya kita berdua orangtuanya Aldy, sayang. Yang artinya kita adalah suami istri.”“Ckk!!” Nuri hanya berdecak kesal dan tak meneruskan perdebatan mereka. Sementara Andri terlihat sangat puas bisa menggoda Nuri.“Papa dan Mama sudah mau pulang? Aldy titip trophy dan piagam ini ya. Aldy masih akan mengikuti rangkaian kegiatan lainnya setelah ini.” Aldy menghampiri mereka sambil menyerahkan trophy yang baru saja diperolehnya.“I--i
“Bang, pulang yuk! Kita nggak dianggap di sini. Dunia serasa milik mereka berdua tuh.” Andin menyebikkan bibirnya sambil menoleh pada Rizal.“Jangan pulang dulu dong, Ndin. Aku boleh minta sesuatu nggak?” tanya Nuri.“Apaan? Asal jangan meminta bayi dalam kandunganku. Kamu kan udah dapat bonus bayi dari Mas Andri.”“Sayang!” Rizal menegur lembut istrinya sambil menggelengkan kepalanya. Dia takut Andri tersinggung dengan ucapan istrinya.“Nggak apa-apa. Aku sangat terhibur dengan kalian berdua,” ucap Andri yang mengerti maksud Rizal.“Jadi minta apa, Ri?” tanya Andin.“Untuk beberapa hari kedepan bisa nggak kalian menginap di sini dulu menemani Ibu dan anak – anak.”“Maksud kamu, Ri?”“Aku dan Mas Andri berencana untuk berlibur keluar kota beberapa hari.”“Jadi kamu setuju, Dik?” tanya Andri dengan tatapan berbinar –binar.“Iya, Mas. Semoga anak-anak juga mengizinkan, ya.”“Wuihhh, aku cemburu pada kalian berdua. Yang pengantin baru siapa yang bulan madu siapa!” Andin kembali mengerucu
“Tapi kita bukan pasangan pengantin baru, Mas.” Protes Nuri. Wajahnya sedikit bersemu merah menerima tatapan menggoda dari suaminya.“Bagiku kita adalah pengantin baru, Sayang. Dan akan selalu begitu. Kita akan menjalani hari-hari kedepan seperti pengantin baru setiap harinya. Kamu mau kan?” Andri menarik mengencangkan pelukannya di bahu Nuri yang membuat tubuh wanita itu masuk kedalam dekapannya. Andri mencium pucuk kepala Nuri. “Boleh minta lagi nggak?” tanyanya mengedipkan mata.“Aku ke sini buat manggil sarapan, Mas. Ayo, sepertinya yang lain sudah menunggu kita.” Nuri menjauhkan tubuhnya. Dia pun sebenarnya susah payah menahan hasratnya untuk tetap berada dalam dekapan hangat suaminya.“Ah, padahal aku ingin sarapan yang lain.” Andri masih menggodanya.“Udah ah, Mas!”“Makanya kamu ambil cuti ya, Dik. Kita liburan berdua.”“Kita bicarakan nanti ya, Mas. Yuk, sarapan dulu.” “Morning kiss dulu, dong,” pinta Andri memajukan bibirnya.Cup! Nuri mengecupnya sekilas. Mata Andri berbin
Kembali Andri dan Nuri tak sanggup menahan keharuan ketika mereka bersujud dalam salat, sajadah keduanya basah dengan air mata penuh rasa syukur atas semua yang sudah mereka lalui.“Aku mencintaimu, Nuri-ku. Perasaanku tidak pernah berkurang meski takdir memisahkanku darimu,” ucap Andri lembut dan memberi kecupan pada kening Nuri setelah mereka melewati malam panjang berdua.“Aku juga mencintaimu, Mas,” jawab Nuri manja sambil menyandarkan kepalanya di dada lelaki yang tak pernah pergi dari hatinya itu.“Sarapan apa pagi ini, Bi?” tanya Nuri pada Bi Ina yang sedang sibuk di dapur.“Ini lagi bikin nasi goreng, pancake dan roti bakar, Bu.”“Ooh, ada yang pesan nasi goreng, Bi? Nggak biasanya sarapan nasi goreng.”“Nggak ada yang pesan, Bu. Bibi hanya membuat nasi goreng kesukaan Pak Andri.”Nuri tersenyum. Beruntung sekali dia dulu menerima Bi Ina ketika seorang keluarga jauhnya merekomendasikan Bi Ina saat Nuri sedang mencari tenaga ART. Bi Ina orang yang jujur, baik dan sangat menyaya
Andri mengetuk pintu kamar Nuri kemudian membukanya perlahan. Nuri yang sedang merapikan beberapa barang diatas meja riasnya menoleh ke arah pintu dan tersenyum melihat kehadiran Andri di sana.“Silakan masuk, Mas. Maaf aku masih merapikan beberapa barang yang tadi berantakan di sini,” ucapnya.“Mau kubantu, Dik?” tanya Andri.“Nggak usah, Mas. Sebentar lagi beres kok. Oiya, ibu masih nginap di sini?”“Ibu sudah pulang ke rumah, Dik. Katanya nggak bawa baju ganti jadi tadi minta antar pulang. Maaf nggak sempatin pamit, tadi ibu nyari kamu untuk berpamitan tapi sepertinya kamu sedang mandi tadi.”“Oh, nggak apa-apa, Mas. Insya Allah besok kita jemput ibu lagi ke sana. Kasian beliau sendirian di sana.”“Iya, Dik. Besok aku ada janji dengan perawat Bilqis juga dan ibu juga ingin ikut menengok Bilqis.”Nuri mengangguk tersenyum. “Besok kita ke sana bersama-sama ya, Mas.”“Teririma kasih, Sayang,” ucap Andri dengan suara serak. Nuri tersipu malu mendengar kata ‘sayang’ bibir lelaki itu. P
Rizal tersenyum bahagia melihat kebahagiaan yang terpancar di wajah Nuri. 'Aku akan menebus kesalahanku padamu dengan menjaga Nuri, Ayah. Aku melihat senyummu di balik senyumannya,' batin Rizal. Setelah tamu satu persatau mulai meninggalkan rumah Nuri, Andri dan Nuri yang sedang duduk bersantai di ruang tengah terkejut dengan kemunculan Bi Ina dengan deraian air mata di sana.Bi Ina sedari tadi tidak kelihatan diantara para tamu karena sibuk di belakang. Dengan deraian air matanya, Bi Ina memberi selamat pada kedua majikan yang begitu dihormatinya itu.“Bi Ina kok nangis gitu? Nggak suka saya balik ke rumah ini lagi?” tanya Andri sengaja bercanda. Dia tau Bi Ina dari dulu sangat berharap dia kembali ke rumah ini. Bi Ina bahkan beberapa kali menangis memohon padanya agar majikannya itu kembali bersama seperti dulu lagi.“Tidak, Pak. Justru sebaliknya saya sangat bahagia. Saya bahagia melihat keluarga Pak Andri dan Bu Nuri kembali bersatu. Ini adalah impian saya selama ini. Saya hanya
Andri dan Nuri serta Aldy dan Nanda masih berkeliling menyapa semua keluarga mereka yang hadir di rumah Nuri. Bu Susi yang dari tadi hanya diam menyaksikan semua yang terjadi di sana memeluk Nuri dengan erat ketika Nuri dan Andri serta kedua anak mereka menghampirinya.Tak ada kata yang keluar dari bibir wanita tua itu, hanya terdengar tangisan lirih membungkus keharuan yang dirasakannya. Nuri pun kembali menitikkan air mata harunya dalam dekapan ibu mertuanya itu.“Ibu tak bisa berkata apa-apa, Nak. Kebahagiaan yang ibu rasakan tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Pemandangan ini membuat perasaan ibu sesak dengan rasa bahagia. Sayang sekali Bapak dan adikmu Nindya tak bisa menyaksikan ini,” ucap Bu Susi sambil menyeka air matanya.“Iya, Bu. Kita akan mengabari Bapak dan Nindya nanti,” sahut Nuri lembut.“Terima kasih, Bu. Andri yakin ini semua juga tak lepas dari doa – doa ibu selama ini. Terima kasih untuk selalu meminta kebahagiaan anakmu ini dalam setiap doamu Ibu,” ucap Andri d
Andri terpaku mendengar ucapan Nuri, ucapan Nuri membuatnya merasa terbang ke awan – awan. Hatinya yang tadinya sesak dengan kepedihan kini berganti sesak dengan kebahagiaan.Begitu mudahnya Allah membolak – balikkan keadaan dan hati seseorang, maka sesungguhnya kita hanya perlu berpasrah pada ketentuan-Nya. Kun Fayakun, tidak ada satu hal pun yang mustahil bagi Allah jika Dia menghendakinya.Setelah semuanya setuju, Andri duduk dengan gagahnya menggantikan posisi yang tadinya diisi Adit. Kemeja kuning pucat hadiah dari Nuri yang dikenakannya tampak serasi dengan kebaya putih kombinasi kuning gading yang digunakan Nuri.Jika dilihat sekilas, tidak akan ada yang menyangka jika posisi Andri ada di sana untuk menggantikan Adit. Semua tampak serasi, seperti telah direncanakan dengan sempurna. Ya, semua rencana Allah. Itulah yang membuat semua terlihat sempurna.“Andri Firmansyah, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan adik kandung saya yang bernama Nuri Wulandari binti Muhammad Rasyid d
Ayah Andin, yang merupakan pemuka agama khusus datang dari Kalimantan memenuhi undangan anak dan menantunya untuk memberi khutbah dan wejangan pada calon pengantin. Jantung Adit berdegup kencang ketika tiba saatnya Rizal menatap tajam padanya dan menggenggam erat tangannya, sedangkan Nuri hanya duduk tertunduk di sampingnya sambil sesekali menghela napas pelan.“Danis Raditya, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan adik kandung saya yang bernama Nuri Wulandari binti Muhammad Rasyid dengan maskawinnya berupa uang sebesar Lima Ratus Ribu Rupiah dan seperangkat alat sholat dibayar TUNAI!”Hening. Tidak ada jawaban dari Adit. Ujung mata pria itu melirik pada sesosok pria di sudut ruangan yang tertunduk dengan bahu terguncang naik turun sambil memangku gadis kecil yang terlihat heran melihat pria itu menangis. Bola mata Adit menatap tajam pada Rizal kemudian kembali melirik ke sudut ruangan lalu melirik Nuri yang hanya menunduk dan menunggunya mengucapkan ijab kabul.Rizal menyipitkan m
Andri membuka lemari pakaiannya dan memilih kemeja berwarna kuning pucat yang merupakan kemeja favoritnya. Kemeja itu menjadi hadiah ulang tahun terakhir yang dihadiahkan Nuri padanya sebelum akhirnya takdir memisahkan mereka. Bu Aisyah, Aldy dan beberapa kerabat Nuri menyambut kehadiran Bu Susi dan Andri ketika mereka ibu dan anak itu tiba di sana. Bu Aisyah tampak ramah seperti biasanya mengajak Bu Susi mengobrol membicarakan beberapa hal. Sementara perhatian beberapa orang yang ada disana terpusat pada Andri ketika pria itu datang. Nuri hanya mengundang beberapa keluarga dekatnya, dan mereka semua yang ada disana mengetahui siapa Andri. Aldy yang menyambut kedatangan papanya mengajak Andri masuk kedalam rumah dan memilih menemani papanya itu duduk di pojok ruangan. Beberapa orang terlihat hilir mudik mempersiapkan keperluan acara. Rizal menghampiri Andri ketika melihat lelaki itu duduk di pojok ruangan ditemani Aldy. Rizal dan Andri terlibat perbincangan ringan beberapa saat sebe