Aku terus mengamati keadaan. Setelah terkaget-kaget melihat siapa yang datang, saat ini rasa penasaran berkecamuk dalam dada ini.Ternyata yang datang keluarga Om Agus. Ada Tante Tari, Mas Ari, Mas Anto. Semua lengkap hadir. Aku takut, Ayah masih saja menginginkan agar aku menikah dengan Mas Anto yang jelas-jelas sudah kutolak.Mereka duduk di ruang tamu. Sementara aku jadi tegang dan gemetar di sini. Aku takut sesuatu yang tidak kuinginkan terjadi.Lalu tanpa dipanggil, asisten rumah tangga di rumah ini menyuguhi minuman dan makanan bagi para tamu. Aku beranjak ke kamar terdekat yaitu kamar yang cmenjadi kamarku di rumah ini.Di dalam kamar, aku menenangkan diri ini, menghela napas dalam-dalam, serta mencoba berpikiran positif."Sarah! Sar." Suara Ibu membuat semuanya menjadi buyar. Ibu mencariku ke seluruh penjuru rumah, beliau tak tahu kalau aku sekarang sedang di dalam kamar."Iya, Bu." Aku mengeluarkan suara juga akhirnya.Kemudian Ibu memasuki kamar ini. Ia duduk di samping ranj
"Baiklah, insya Allah saya terima." Aku menjawab tanpa menatap mata siapapun. Walau seorang janda, rasanya malu jika harus menjawab pertanyaan macam itu. Saat ini pun, rasanya aku ingin memasukkan wajah ini diantara bantal-bantal di kamar."Alhamdulillah." Mereka semua bersyukur dengan jawabanku.Mas Anto dan Mas Ari sama-sama tersenyum. Aku jadi merasa bersalah karena sudah salah sangka di awal.Acara dilanjutkan dengan mengobrol dalam penentuan tanggal pernikahan. Aku manut saja, ikut hasil musyawarah.Dalam diskusi itu, aku tak mau banyak bicara karena aku masih syok dengan acara dadakan ini. Ya, bagiku dadakan karena Ayah juga mendadak memberitahukan padaku serta tak bilang akan ada lamaran. Mungkin maksud Ayah baik, ingin memberikan kejutan padaku.Alhamdulillah, pernikahan akan dilangsungkan dua bulan lagi. Karena statusku yang sudah janda, aku meminta pernikahan yang sederhana. Tidak ada pesta mewah nantinya. Semua setuju, aku juga lega jadinya. Alhamdulillah semua berjalan lan
"Bu, ini ada makanan buat ibu. Semoga ibu sehat-sehat ya di sini!""Makasih ya, Sarah. Maafkan kesalahan ibu. Ibu amat sangat menyesal. Semoga kamu memaafkan kesalahan ibu yang amat besar, Sarah," katanya."Aku sudah memaafkan kesalahan ibu. Jadi sekarang yang penting ibu sehat.""Terima kasih, Sarah. Insya Allah ibu ikhlas di sini. Membayar semua perbuatan jahat ibu. Mudah-mudahan tobat ibu diterima," ucap ibu.Kemudian aku duduk di samping ibu. Kubukakan makanan yang dibawa agar ia bisa memakannya sekarang."Bu, kita makan dulu sekarang."Kupersilahkan ibu mengambil nasi dan lauknya. Agar ibu bisa makan enak kali ini. Kurasa makanan di balik jeruji besi pasti rasanya nggak seenak yang kita inginkan.Selama makan, ibu terus meneteskan air matanya. Rasanya akupun sedih saat menatapnya. "Makan yang banyak ya, Bu. Semoga aku nanti bisa nengok ibu kembali," ucapku."Terima kasih sekali lagi, ya, Sarah. Kalau bukan karena kamu, ibu takkan bertahan di sini.""Benarkah, Bu?""Ya, ibu ingin
"Nanti ya. Sebentar lagi, Om Ari jadi papanya Reza.""Hore. Eza suka. Bener ya, Ma!""Bener dong, masa enggak," jawabku.Lalu setelah itu, kami menuju rumah kakek dan neneknya Reza.Kami pun tiba di sana. Mama sedang sibuk menelepon. Sepertinya Mama menelepon sodara-sodara kami di kampung.Aku, Reza dan Rere pengasuh Reza, duduk di ruang tamu. Kuminta ART untuk menyiapkan minum untuk kami."Gimana, Bu? Semua sodara sudah dihubungi semua?" tanyaku."Sudah, Sarah. Tante dan Ommu sudah dihubungi."Alhamdulillah. Terima kasih ya, Bu.""Semua juga sudah siap, termasuk ketring," tambahnya.Akad nikah dan resepsi sederhana diadakan di rumahku. Di sana, kami mengundang para tetangga. Aku tak mau ada pesta mewah karena menurutku tidak terlalu penting.Hal yang terpenting dari sebuah pernikahan bukan pestanya, tapi setelah pesta itu. Mau dibawa kemana bahtera keluarga itu. Makanya di awal kemarin aku juga meminta visi misi Mas Ari, agar pernikahan kami nanti sejalan.Aku tau maunya dia apa, dan
Suara Ayah terngiang di pikiranku, akhirnya terdengar nyata."Eh, iya, Yah.""Sudah lah, tak usah dipikirkan. Kamu pikirkan saja pernikahanmu nanti. Lalu kehidupan kamu setelahnya. Tak usah memikirkan hal lainnya dulu. Biar jadi urusan Ayah," katanya.Luar biasa, ternyata Ayah bisa membaca pikiranku. Kemudian aku mengangguk, menyetujui apa yang dikatakannya.***Beberapa hari ini aku sudah di rumah. Ayah dan ibu setiap hari datang untuk persiapan menjelang hari pernikahan. Aku membantu sebisaku saja. Tak mau memikirkan yang terlalu berat. Karena saat ini ingin merelaksasi otak ini."Sarah, kamu sudah fitting baju akad nikah?""Sudah, Bu. Kemarin sore mereka datang lagi. Alhamdulillah kali ini sudah cocok dengan ukuran badanku.""Bagus.""Sudah siap semua, Bu?" tanyaku memastikan."Sudah. Besok Om dan Tantemu datang. Mereka akan menginap di hotel terdekat. Katanya mau menghadiri akad nikahmu lusa," sahut Ibu."Alhamdulillah. Kenapa nggak nginep di rumah ibu saja?" tanyaku sembari memak
"Iya. Nanti Om Ari jadi Papamu, Sayang," sahutku sembari memegangi Reza.Lalu Reza diambil oleh Rara."Ra, jagain Reza. Hati-hati ya, sekarang kan banyak orang. Kamu harus fokus jagain dia!""Baik, Bu."Aku mengangguk. Tak lama rombongan keluarga Mas Ari Datang. Keluargaku menyambut mereka di luar. Aku berdiam di kamar.Akad nikah akan dilaksanakan di ruang tengah. Pak penghulu sudah di dalam. Aku bisa mengintipnya dari kamar ini. Berkali-kali aku menghela napas agar lega. Rasanya dag dig dug sedari tadi. "Ya Allah, lancarkan acara hari ini,' doaku dalam hati.Tak lama terdengar suara mereka berkumpul di ruang tengah. Mas Ari duduk berhadapan dengan Ayahku. Sementara ayahnya berada tak jauh darinya.Lalu, mereka membicarakan kelengkapannya rukun pernikahan yaitu calon mempelai, wali, saksi dan nanti ijab Qabul.Setelah dicek semua lengkap, Ayahku diminta membacakan kata-kata untuk menikahkanku dengan Mas Ari. Tak lama terdengar ijab qabul yang dilakukan ayah dan Mas Ari."Saya nika
"Apa? Reza hilang? Kok bisa nggak dijagain? Rara mana? Ra ... Rara?" Aku mencari keberadaan Rara. Bisa-bisanya Rara tak menjaga Reza."Rara sedang mencari Reza juga sekarang, Sarah. Kamu tenangkan dirimu dulu," jawab ibu yang menghampiri."Ya sudah, aku coba cari juga, ya! Kamu tunggu saja di sini!" Mas Ari tiba-tiba dengan sigap mencari keberadaan anakku juga."Aku ikut, Mas! Aku Mamanya!" Mas Ari memandangku, lalu menganggukkan kepalanya."Tapi, bajumu?""Ah, iya. Ya sudah kamu pergi duluan!""Ya sudah, Sayang. Sampai bertemu nanti!" Mas Ari mengecup pucuk kepalaku.Lalu Mas Ari pergi lebih dulu, aku harus mengganti baju dulu. Tak mungkin aku mencari Reza dalam kondisi seperti ini. Kondisi memakai baju kebaya.***Saat di kamar dan mengganti baju, aku selalu kepikiran Reza dan Mas Ari. Dimanakah Reza berada dan Mas Ari juga mencari kemana?Selesai juga aku mengganti baju dalam waktu 20 menit. Selanjutnya aku menyambar kunci mobil untuk segera meluncur juga.Saat tiba di ujung pintu
"Ya, Bu. Huhuhu." Aku terus saja menangis."Mas Ari, Yah. Mas Ari kecelakaan. Kata Mama ia sekarang mengalami koma," ungkapku.Saat aku akan melangkah menuju mobilku, tiba-tiba semua menjadi gelap.***"Aku dimana?" tanyaku. "Jam berapa sekarang?" Ada ibu di dekatku. "Kamu ada di kamarmu, Sarah. Tenanglah, Sarah. Yang terpenting sekarang kamu pulih dulu. Jika belum pulih, kamu tak bisa segera ke rumah sakit."Rumah sakit? Ya, aku ingat sekarang. Mas Ari sedang terbaring di rumah sakit. Aku ingin segera menemuinya. Laki-laki baik itu sedang sakit di sana."Bu, antar aku ke sana. Aku ingin bertemu Mas Ari. Kasihan dia, dengan siapa dia sekarang. Aku istrinya, Bu!" ucapku sambil bergetar. Rasanya seperti mimpi, semua terjadi tiba-tiba."Ada Ayah dan orang tuanya di sana. Kamu ke sana besok saja. Nggak boleh terlalu banyak orang juga, Sarah. Lagipula, badanmu demam saat ini," sahut Ibu.Aku tak sadar kalau aku sedang demam. Rasanya aku sehat-sehat saja. Demam dari mana?Saat kuletakkan t