Telepon dari Rosa membuat aku bergegas menuju toko. Sudah hampir seminggu aku tidak kesana karena keluarga dari kampung datang. Seenggaknya menemani Ayah dan Bu Fatimah disini barang sekejap sebagai obat rindu."Iya.""Mbak, semua bahan sudah hampir habis. Maaf, bisa tolong untuk beli?" tanya Rosa polos."Bisa dong. Baik aku akan segera kesana. Untuk hari ini masih ada, 'kan?""Masih, tapi besok sudah nggak ada sama sekali. Maka itu aku meminta tolong untuk segera dibelikan."Memang sedikit telat, karena saat keluarga ada disini aku benar-benar menikmati kebersamaan dengan mereka dan untuk saat ini sudah waktunya kembali lagi ke aktivitas semula. Rumah pun terasa sepi, semua pasti sudah pergi ke tujuan masing-masing.Mas Bima memang pekerja keras apalagi istrinya yang selalu saja bekerja dan menabung. Itu kebiasaan pasangan yang kini bersamaku. Mereka adalah guru terbaik saat ini dan aku selalu mencari ilmu dari apa yang kedua Kakakku itu lakukan.Aku melajukan kendaraan di bawah cera
Semua pesanan telah selesai, aku sendiri yang mengantar ke rumah pembeli. Sekalian ingin lebih mendekatkan diri kepada mereka supaya nanti bisa kembali memesan ke toko kue milikku. Itulah caraku mencari pelanggan juga selain semau jualan ini aku promosikan lewat media sosial.Maklum kalau seperti ini karena aku bukanlah warga asli sini, juga dari Mbak Lilik. Alhamdulillah selalu lancar dan bisa membayar Rosa juga menabung demi membeli rumah, kendaraan dan impian yang telah aku rencanakan. Semoga bisa segera tercapai.Hari ini saudara mbak Lilik ada yang sedang hajatan dan memesan semua jajanan, bolu dan sejenisnya dariku. Rezeki memang sudah ada yang ngatur, begitulah kehidupan yang indah ini berjalan sesuai harapan.Lewat Mbak Lilik semua rezeki yang telah aku terima ini begitu melimpah. Sudah ada yang aku sisihkan untuk yang berhak juga, karena keberkahan selalu aku minta saat bersujud di atas sajadah. Biar semakin berlimpah dan bermanfaat, itulah caraku mengobati hati yang telah bi
Suasana meriah di tempat hajatan. Para pramusaji hilir mudik melayani tamu yang datang. Suara merdu penyanyi seakan menambah kesan betapa indahnya hari ini. Mbak Lilik bersalaman dengan kerabatnya, pun dengan Mas Bima. Aku yang di belakang mereka turut serta menyalami satu persatu keluarga Kakak iparku itu. Tawa bahagia menggelegar bersahutan dengan lagu yang didendangkan oleh biduanita cantik di atas panggung."Hai, Aldi, apa kabarnya?" sapa Mbak Lilik pada lelaki yang memakai kemeja batik hitam emas itu.Mas Bima pun menyapa juga, aku pikir dia adalah saudara Mbak Lilik. Tangan ini pun terulur saat mata kami bertemu."Oh, iya, kenalkan ini Rani adik iparku. Rani, kenalkan ini Aldi teman sekolahku dulu. Dia masih lajang," bisik Mbak Lilik di telinga ini.Aneh, masak iya Mbak Lilik berniat menjodohkan aku dengan lelaki yang baru saja kukenal. Kami memilih duduk di ujung tenda yang terpasang di depan rumah. Sajian jajanan di atas meja sangat beragam."Rani, nggak ada salahnya kamu mem
Sama seperti hari biasanya, aku sibuk dengan segala macam tepung dan temannya disini. Menjadi prioritas utama adalah kepuasan pelanggan, aku dan Rosa berjibaku dalam menyelesaikan pekerjaan ini.Pemandangan siang ini begitu membuat aku terhenyak kaget karena lelaki yang baru saja aku kenal sudah ada didepan mata. Memilah kue yang terpajang di etalase, pakaiannya sangat rapi, rambutnya pun terlihat sempurna. Mungkin dia bekerja di kantor, itu penilaianku."Selamat siang, ada yang bisa saya bantu?" tanya Rosa saat melihat Aldi yang tengah kebingungan untuk memilih kue yang ada."Saya mencari yang paling enak dan paling best seller disini," jawabnya ramah."Ini, Pak. Ini adalah yang paling banyak diminati disini," balas Rosa dengan memberikan kue yang memang sering di cari di toko ini.Setelah menerima, Aldi lalu menuju kasir. Senyum ramahnya tak pernah hilang dari bibirnya itu. Orang ini membuat jantungku berubah aneh, berdetak lebih kencang dari biasanya."Ramai juga, ya.""Alhamdulill
Seminggu sudah aku dan Aldi saling mengenal satu sama lain. Ternyata dia sudah pernah menikah, tapi istrinya pergi dengan wanita lain. Menyedihkan, tapi itulah jalan hidup yang harus diterima.Mbak Lilik dan Mas Bima mendukung penuh kedekatan kami ini, meskipun aku dan Aldi belum pernah membahas atau berpikir ke arah itu. Kami masih sama-sama mengenal dan berteman saja. Aku yang masih trauma dengan masa lalu dan dia yang tidak pernah menyinggung apapun perihal hati.Iya, lebih baik kita berteman saja, sebab, jodoh hanya Tuhan yang tahu. Mau sedekat apapun kita menjadikan sebuah hubungan yang berarti, tapi kalau sang Maha Pencipta belum menokennya maka semua hanya semu belaka."Aku dukung kamu dengan Aldi, aku tahu dia laki-laki yang baik, kalau nggak maka sudah sejak awal aku melarang kalian untuk berhubungan." Mbak Lilik berucap kala aku sedang duduk di depan televisi yang mati."Kami hanya berteman," jawabku tegas."Aldi ada rasa padamu, kemarin kami bertemu dan dia bertanya banyak
"Rani, kamu baik-baik saja, 'kan? Ingat semua jalan pasti akan bergelombang. Makanya kamu harus kuat dan bisa memilih mana yang terbaik. Doa dan usaha adalah cara kita untuk bisa melaluinya, semangat!" hibur Mbak Lilik menguatkan.Tak mampu bersuara, aku hanya bisa mengangguk menyetujui apa yang Kakak iparku itu katakan. Memang benar, hidup ini tidak semulus apa yang kita inginkan, ada kalanya berhenti menata batu yang menghalangi. Terjatuh dan bangkit lalu terdiam di pinggir dengan berbagai macam pikiran yang menjemukan.Hidup selaras itu hanyalah angan semata, sebab jika kita tidak tersandung kelak tidak bisa berdiri tegak memandang lurus ke depan bahwa semua akan indah pada masanya. Entah itu setahun, lima tahun atau nanti usia mulai senja. Rencana Tuhan jauh lebih indah dari apa yang kita pinta.Deru mesin mobil terdengar mendekat, Mbak Lilik pun bergegas berdiri dan melihat siapa gerangan tamu yang datang. Mulut itu menganga dengan mata mengerjap berulang kali."Aldi," bisik Mbak
Aku terkulai di kursi, sesuatu yang aku takutkan terjadi. Seseorang yang ingin aku hindari malah datang dan memberikan kejutan yang membuat jantung ini tak menentu. Debarannya membuat diri seolah tidak berdaya dan tidak bertulang."Minta petunjuk sama yang di atas, apalagi ini menyangkut masa depanmu yang panjang. Jangan lupa juga buang jauh pikiran buruk, supaya bisa percaya diri melangkah maju dengan pasti. Bukankah jika ada keraguan justru akan membuat semuanya hancur berantakan? Kami sebagai keluarga disini hanya bisa berdoa yang terbaik. Semua kembali pada dirimu sendiri, ya," hibur Mbak Lilik akhirnya.Memang dia benar, semua tergantung padaku yang menjalani. Andai aku menolak pun pada akhirnya jawaban jujur telah aku katakan dan jika menerima itu pasti telah aku pikirkan matang-matang karena kegagalan yang lalu tidak akan mungkin aku inginkan lagi.Sesaat kami hening dalam hati, rencana yang akan segera pergi ke toko seakan menghilang. Diri ini menjadi lemah tidak ada gairah. E
"Rani, Mas disini nggak mau memaksakan diri kamu untuk menerima Aldi secepatnya, hanya saja kami tahu jika keputusan itu berat buat kamu. Namun, apapun yang menjadi akhir dari perjalanan kamu, kami berdua akan selalu mendukung." Mas Bima berujar saat aku sudah duduk bersamanya."Seseorang yang pernah terluka pasti akan sulit untuk memulai suatu hubungan lagi, Mas tahu itu. Untuk mencoba pun rasanya Mas nggak akan mengizinkan karena itu hati bukan mainan. Pernikahan juga bukan hal yang baru buat kamu, tapi kamu yakin jika kamu akan mendapatkan pendamping yang lebih baik dari sebelumnya. Jangan membebani diri kamu dengan perkataan Aldi, jangan merasa tidak enak dengan Kakakmu Lilik, juga Mas. Semua ada pada kamu," imbuhnya.Mas Bima benar, aku nggak boleh merasa nggak tega sama Aldi hanya karena sebuah alasan yang tidak jelas. Ini masa depanku dan aku sendirilah yang akan menjalani semuanya."Masih ada waktu, perbanyak berdoa, nggak perlu tertekan karena hidup ini bukan selamanya untuk