"Maksud lo apa?" sentak Viana dengan wajah kesal. Tidak lupa tatapan sinis gadis itu saat menatap Sagara. "Lo ngerasa kan kalo lo trouble maker?" Sagara tersenyum mengejek pada Viana. Wajah Viana semakin memerah kesal. Jika tidak ada guru di sini dia inginsekali menampar wajah songong Sagara. Memberikan jejak kelima jari pada wajah Sagara. "Kalo gue trouble maker, lo nya apa? Ngaca dong! Lo sama gue gak beda jauh, ya!" sentak Viana yang sudah tersulut emosi. Padahal dia datang ke ruang BK dengan begitu gembira. Tempat favorite di mana dirinya akan mendapatkan surat panggilan dari orang tua. Yang mengharuskan Arthur datang ke sekolahnya. Viana dengan ribuan cara gila untuk mendapatkan perhatian Arthur. Dia begitu mendamba kasih sayang Arthur. "Kerjaan gue cuma bolos, ngerokok, sama tawuran. Kalo lo? Bahkan ngerundung murid yang gak bersalah!" Sagara membalas tatapan Viana tak kalah tajam. "Masalahnya sama lo apa? Gue aja gak pernah ikut campur urusan lo! Mau lo tawuran kek, bol
"Coba kalian pikirin gimana perasaan orang tua kalian kalo tau anaknya engga lulus sekolah? Pasti kecewa kan? Mereka udah banting tulang buat biayain sekolah kalian. Tapi, kalian engga menghargai usaha mereka! Kaliam di sekolah malah suka ngelanggar peraturan sekolah. Tawuran, ngerokok, bolos, sama nindas orang. Orang tua kalian pasti kecewa!" Bu Ajeng mulai mengeluarkan kata-kata mutiaranya.Saat ini jam menunjukan pukul 10.30. Di saat murid lain sedang belajar di sekolah. Mereka malah terpenjara di ruang BK. Mendengarkan ceramah panjang lebar dari Bu Ajeng. Guru yang menjadi musuh para murid nakal."Jadi, saya minta tolong ubah sikap kalian! Tolong patuhi peraturan sekolah! Kalian udah kelas 12, fokus belajar buat ujian nanti. Bukan malah santai-santai kaya gini!" Bu Ajeng hany ingin membuat mereka mentaati peraturan sekolah. Merubah keburukan mereka. Tapi, sepertinya itu adalah hal sulit bagi mereka.Atau justru mereka yang tidak ingin berubah? Jika seperti itu sangatlah susah. Kar
"Bagus, aku juga gak pernah minta Papa buat peduli!" Sagara membalas dengan malas. Viana yang mendengarkan pertengkaran keduanya sejak tadi. Tampak cengo dibuatnya. Disaat dirinya selalu mengharapkan Arthur datang ke sekolah untuk memenuhi surat panggilan. Meskipun selama dirinya 3 tahun sekolah di SMA Galaksi. Elvano yang selalu datang ke sekolah Viana menggantikan Arthur. "Papa bakal telpon Pak Bagas buat dateng ke sekolah kamu besok!" Daniel muli mengeluarkan ponselnya untuk mengubungi Pak Bagas."Sok!" Sagara menyahut sambil fokus memainkan game online pada ponsel mahalnya. Sedangkan Sagara saat Daniel siap datang ke sekolah. Sagara justru meminta Pak Bagas untuk menggantikan Daniel. Dia memang tidak tahu siapa Pak Bagas itu. Tapi, dia bisa menduga jika Pak Bagas mungkin anak buah Daniel. Viana sungguh dibuat bingung dengan Sagara. Mereka memiliki banyak perbedaan jika Viana telisik lebih jauh.Dari mulai keluarga Sagara. Lelaki itu memiliki seorang Ibu yang begitu perhatian. B
"Makasih, Pa!" Viana menjawab dengan sedikot terbata. Daniel mengangguk dengan senyuman. Daniel sudah menganggap Viana seperti anaknya sendiri. Dia sejak dulu menginginkan anak perempuan. Sayangnya Tuhan memberikan dirinya anak laki-laki. Sehingga kehadiran Viana saat ini menjadi menantunya membuat Daniel senang. Dan menyayangi Viana seperti anak kandungnya sendiri. "Papa pulang dulu, ya, Viana! Kamu langsung tidur besok sekolah!" Setelah mengatakan itu. Daniel melangkah menuju pintu apartement untuk keluar.Daniel hanya berpamitan pada Viana saja. Tidak dengan Sagara yang kini menatapnya tak percaya. Di sini Sagara yang anaknya. Kenapa jadi berbalik seperti dirinya yang menantunya, Viana yang anak kandungnya? Sagara melirik Viana yang justru terdiam membeku di tempat. Kenapa lagi nih sih cewek sinting? Ada saja gebrakannya membuat Sagara bingung. Sikap Viana kadang berubah-ubah membuat dirinya pusing. "Lo kenapa?" Sagara tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya."Apanya yang
"Hubungan kalian romantis banget, ya!" Elvano mengawali pembicaraan merea saat berada di mobil."Hah? Aku sama prem— Sagara maksudnya?" Viana menatap Elvano yang kini mengangguk sambil tersenyum. Elvano menatap Viana yang kini wajahnya masam. Pria itu menggoda Viana dengan tatapannya. "Kamu udah dewasa ya, Vi! Sekarang kamu ada yng jagain. Mungkin kehadiran Om udah gak diperluin lagi!" kata Elvano membuat Viana tak terima.Gadis dengan almameter berwarna hitam yang melapisi kemeja putih. Menatap Elvano tak suka. Apa maksud perkataan Elvano? Sagara tidak pernah menjaga dirinya seperti apa yang dikatakan oleh Elvano. Sagara bukan sosok suami yang baik untuknya. Justru lelaki itu merupakan musuh baginya. Bahkan Viana tidak sudi menyebut Sagara sebagai suaminya. Viana tidak akan pernah menerima pernikahannya dengan Sagara sampai kapanpun. "Om? Apa maksud, Om?" Viana menatap Elvano yang fokus menyetir mobil. "Jangan karena aku udah nikah, Om bakal lepas tangan sama aku, ya!""Kamu kan
"Sekolah tuh luas, tapi kenapa kita sering banget ketemu?" tanya Viana sambil melipatkan kedua tangan di dada. "Sayangnya lo cewek, kalo cowok mungkin kita jodoh!" lanjut Viana terdengar konyol. "Permisi, K-ak." Alin ingin berbalik pergi dari hadapan Viana. "Eits, gak semudah itu lo pergi gitu aja!" Viana dengan asal menarik kerah seragam Alin. "Mau kabur lo? Gue bahkan belum ngapa-ngapain lo!" Viana menatap Alin dengan tajam. Membuat siswi kelas sepuluh itu merasa terintimidasi oleh Viana. Tanpa sadar kedua bahunya bergetar, ekspresi wajahnya berubah takut, tatapannya begitu panik. Viana mengingat ucapan Sagara yang memperingatinya untuk tidak mengganggu Alin. Entah kenapa dia semakin membenci Alin saat Sagara ikut campur urusan dirinya dengan Alin. Viana tidak takut pada ancaman Sagara. Semakin dilarang, Viana akan semakin menjadi. "Ikut gue!" Viana dengan kasar menarik tangan Alin. Kembali memasuki toilet yang sepi. Viana sedikit mendorong Alin sehingga pinggangnya ter
"Kalian bertiga jam segini baru masuk kelas?" sentak Bu Indah— guru muda dengan kaca mata besar. Yang bertengger manis di hidungnya menatap ketiga murid nakal dengan tajam.Sagara, Danish, Satya, dan Kenzo dengan tidak tahu diri memasuki kelas. Kenzo menatap Bu Indah sambil cengengesan. Lelaki yang terkenal buaya di SMA Galaksi itu memainkan rambut gondrongnya. Sambil bersiul menatap Bu Indah. "Tadi di jalan macet, Bu. Makanya kita telat, iya kan?" Kenzo memberi alasan klasik pada Bu Indah. Kenzo bahkan bertanya pada ketiga temannya di akhir kalimat."Tau sendirilah, Bu. Jalanan kota kaya gimana, sehari gak macet itu hal yang mustahil!" Satya menimpali ucapan Kenzo. Dengan ekspresi pura-pura merasa bersalah."Kalian pikir saya gak tau? Kalo kalian udah berangkat dari pagi tapi bukannya ke kelas kalian malah keluyuran ke rooftop?" cecar Bu Indah membuat Satya dan Kenzo terdiam seketika. Mereka tidak sadar bahwa tadi sempat bertemu Bu Indah pagi tadi. Sehingga Bu Indah dengan mudah me
Brak' "Gue udah peringatin lo buat jangan nyentuh, Alin, sialan!" bentak Sagara setelah menggebrak meja kantin.Kedatangan Sagara di kantin menghampiri Viana dengan ekspresi marah. Menimbulkan pertanyaan pada benak murid lain yang berada di kantin. Mereka berpikir keras alasan Sagara marah-marah pada Viana saat ini. Waktu menunjukan pukul 09.15 pagi kota Swinden. Bel istirahat sudah berbunyi sejak 15 menit yang lalu. Saat ini hampir semua murid SMA Galaksi berada di kantin. Ada juga yang masih berada di kelas, dan para murid kutu buku menggunakan waktu istirahat. Untuk membaca buku di perpustakaan. "Lo apa-apaan, sih anjing? Dateng-dateng langsung marah-marah!" Viana bangkit dari duduknya. Menatap nyalang pada Sagara yang berada di depannya. Hal yang sangat Viana benci. Waktu makan siangnya diganggu, membuat Viana tidak terima. Makan adalah rejeki nyata yang diberikan oleh Tuhan. Viana selalu makan dengan tenang. Dia benar-benar memghargai makanan di depannya. "Lo nindas Alin lag
"Ini rumah Mama gue, Gar!" Viana mulai berjongkok di depan makam dengan batu nisan bertuliskan nama Alesha Kayline. Wanita berhati malaikat yang sudah melahirkan Viana ke dunia yang penuh kejutan ini."Halo, Mama, maaf, ya, Nana baru bisa dateng lagi!" Viana mengusap batu nisan Alesha dengan lembut. Dia meletakan bunga mawar putih di atasnya. Sagara ikutan berjongkok di samping Viana. "Hallo, Mama, saya Sagara suami Viana!" Viana terkejut mendengar Sagara yang memanggil Alesha dengan sebutan Mama. Bukannya tidak boleh hanya saja dia tidak menyangka saja. Sagara akan secepat itu tanpa rasa canggung. Viana berdehem pelan, dia menatap gundukan tanah di depannya lagi. "Mama, Nana kangen sama Mama. Papa masih kaya yang terakhir aku ceritain ke Mama. Papa jarang ada di rumah buat Nana. Papa nggak pernah peduli sama Nana lagi!"Tanpa sadar air mata Viana menetes membahasi pipinya. Sudah lama dia tidak mengunjungi makam Alesha. Dulu minimal 2 Minggu sekali dia datang. Terakhir dia datan
"Gue udah tau kalo dia selingkuh!"Viana menatap datar selembar foto yang disodorkan oleh Ajeng. Foto mesra Ravin dan Agatha di sebuah kamar apartement. Dia melirik mading yang dipenuhi oleh foto tidak seonoh Ravin dan Agatha lainnya. Bohong, jika Viana mengatakan dia baik-baik saja. Masih ada sedikit sisa perasaan untuk Ravin, tapi rasa kecewa dan sakit lebih besar dari itu. Rasa cinta Viana yang begitu besar dihancurkan oleh Ravin begitu saja dengan mudah. "Ayo, gue anter ke kelas!" Sagara merangkul Viana dan membawa gadis itu menjauh dari kerumunan. Dia tidak terkejut dengan foto-foto Ravin dengan Agatha di mading. Karena semua itu adalah ulahnya. Dia menyuruh Satya untuk menempelkan foto Ravin dan Agatha yang dikirimkan oleh nomor asing dua minggu yang lalu.Viana mendongak menatap Sagara dengan senyum manis. "Ayo, tapi gue mau ke kantin dulu!" Sagara mengacak pelan rambut Viana, lalu dia segera melangkah menjauhi para murid yang menatapnya tak berkedip."Serius? Dia biasa aja
"Viana, sampe kapan lo mau diemin gue kaya gini?"Sagara menarik tangan Viana yang ingin keluar dari apartement. Sudah seminggu semenjak Viana mengakhiri hubungannya dengan Ravin. Sagara dan Viana terjebak dalam perang dingin yang disebabkan oleh Sagara sendiri. Viana tidak ingin berbicara dengan Sagara. Saat di sekolah, Viana selalu menghindarinya. Ketika di apartement, Viana memilih di kamar. Bahkan biasanya Viana akan memakan masakan Sagara, kini Viana memesan makanan lewat go- food. Viana membuat Sagara frustasi sekaligus kesel. "Lepasin tangan kotor lo dari gue!"Viana menyentak tangan Sagara yang menyentuh pergelangan tangannya. Bahkan Viana tidak menatap Sagara sama sekali, dia menatap ke arah lain. "Itu cara lo bersikap ke suami?" Sagara menatap tajam Viana yang setia menunduk. "Angkat kepala lo, Viana! Lantainya lebih ganteng dari gue, hah?" Sagara sedikit meninggikan suaranya. Dia lelah selama 7 hari ini selalu membujuk Viana. Membawakan makanan kesukaan Viana, tapi ga
"Lo jahat, Gar!" Sekuat tenaga Viana mendorong tubuh kekar Sagara. Dia menatap Sagara tajam dengan hidung kembang kempis. Wajah Viana begitu merah dengan kedua mata yang sembab.Beruntung keadaan koridor sepi, karena saat ini masih jam 08.30 di mana jam pelajaran masih dimulai. Viana segera berbalik dan berlari meninggalkan Sagara seorang diri di koridor."Maaf, gue nggak nyangka kalo lo bakal tau secepat ini!"Sagara menatap punggung Viana yang sudah mulai menjauh. Sagara membiarkan Viana pergi, dia tidak ingin mengejarnya. Viana membutuhkan waktu sendiri, Sagara mencoba untuk mengerti. Dia akan meminta maaf lagi nanti. ****"Brengsek!"Kanara menggebrak meja kantin yang di duduki oleh Ravin. Kanara menatap murka pada Ravin yang sejak tadi melamun dalam diam.Ravin mengangkat wajahnya. Dia sudah menduga hal ini akan terjadi."Lo mau maki gue, Na? Silakan!"Ravin sudah pasrah, karena dia sadar diri bahwa dia salah pada Viana.Kanara tersenyum sinis. Dengan kedua mata menyorot Ravin
"Viana!"Sagara yang melihat Viana berlari. Lantas segera mengejarnya. Dia menarik tangan Viana dengan panik saat sudah berada di dekat gadis itu. Viana ingin memberontak, dia mengira jika itu Ravin. Saat tahu ternyata yang menariknya adalah Sagara, Viana memeluk suaminya itu dengan erat."Ravin, Gar! Ravin selingkuh!"Tangis Viana tumpah di pelukan Sagara. Dadanya terasa sesak. Perasaannya campur aduk saat ini. Antara marah, kecewa,dan juga sedih. Dia melampiaskan semua emosi dalam dirinya lewat air mata."Tumpahin semua tangisan lo saat ini, Viana! Gue di sini sama lo!" Sagara membiarkan Viana menumpahkan tangisannya di dada bidangnya. Setelah ini dia berjanji tidak akan membuat Viana mengeluarkan air mata lagi. Dia tidak kaget mendengar Ravin berselingkuh. Dia sudah tahu lebih dahulu dari lama. Pertama dia bertemu Ravin di lampu merah bersama seorang perempuan tertawa mesra. Awalnya dia tidak peduli dan berpikir positif. Namun, 3 hari yang lalu Sagara mendapat kiriman foto dari
"Kak Gara, bukan Kak Viana yang dorong aku dari tangga. Aku jatuh sendiri pas nolongin Kak Viana." Suara Alin terdengar melemah menjawab pertanyaan Sagara. Semua murid SMA Galaksi mendengarkan itu dengan seksama."Aku disuruh manggil Kak Viana buat dateng ke ruang BK buat ngurus absensi kelasnya. Aku ketemu Kak Viana di undakan tangga kelas 10, pas aku lagi ngomong Kak Viana kepeleset. Aku mau megangin Kak Viana, malah aku yang jatuh karena kepleset."Seusai Alin selesai menjelaskan. Satya kembali mengambil alih."Sekarang masih mau nuduh kalo Viana yang dorong Alin?"Viana segera bangkit dari duduknya. Dia bergegas keluar dari kelas, tidak memperdulikan teriakan sahabatnya. Dia ingin menemui Sagara detik ini juga. Dia berlari sepanjang koridor menuju ruang penyiaran yang berada di lantai satu. Dia dengan terburu-buru menuruni undakan tangga satu persatu. Namun, dia menghentikan langkah kakinya saat melihat Ravin bersama Meylani berdiri di ujung koridor. "Ravin? Ngapain dia sama Me
"Nanti istirahat gue jemput!"Sagara melepaskan helm full face miliknya. Dia merapihkan rambutnya yang berantakan lewat kaca spion. "Bawel banget, sih lo! Iya! Iya! Gue bakal nungguin lo di kelas! Puas lo?" Viana tampak kesal pada Sagara yang mengucapkan itu berkali-kali sejak dia bangun tidur. Terhitung semenjak Viana diculik oleh Raditya sore itu. Sudah 3 hari, Sagara begitu protect padanya. Bukannya tidak suka atau risih, hanya saja ini terlalu berlebihan. Selama 3 hari kemaren, Viana sakit sampai tidak bisa masuk ke sekolah. Sagara merawatnya dengan begitu baik, membuat Viana sedikit terharu. Preman pasar yang begitu cuek dan menyebalkan mendadak menjadi Dokter pribadi untuk Viana."Gue peduliin juga! Bukannya makasih malah tantrum!" Sagara turun dari motornya. Dia mulai merangkul Viana untuk memasuki sekolah. Dia mengabaikan tatapan dan bisik-bisik dari para murid sepanjang koridor. Senyum pada bibir Sagara tersungging kala mengingat apa yang akan dia lakukan pagi ini. Sagar
"Ada gue di sini, Vi!"Sagara menarik Viana ke dalam dekapannya. Dia memeluk gadis itu dengan hangat. Mengusap lembut kedua bahu Viana yang bergetar. Mental Viana seperti terganggu karena penculikan hari ini. Sagara gagal menjaga Viana. Sagara gagal menjaga amanah dari Arthur. Seharunya Sagara tidak sibuk bermain basket saat jam pulang sekolah. Dia langsung ke kelas Viana, mungkin Viana tidak akan mengalami kejadian seperti ini. Bodoh! Sagara terus menyalahkan diri sendiri. "Gue takut, Gar! Mereka nyiksa gue! Mereka maksa gue buat jujur hubungan gue sama lo!"Viana menumpahkan semua tangisannya di pelukan Sagara. Sepanjang hidupnya baru kali ini Viana mengalami hal buruk seperti ini. Ini lebih menakutkan daripada amarah Arthur. "Gue janji, Viana! Gue bakal lindungin lo selamanya!" Sagara bersumpah akan menebus kesalahannya hari ini pada Viana. Meskipun dia tahu bahwa itu tidak sepenuhnya kesalahan Sagara. Dia berjanji akan memastikan keadaan Viana baik-baik saja. Mulai hari ini,
"Musuh lo itu gue, bangsat! Nggak usah bawa-bawa Viana!" Sagara menarik kaos yang dikenakan oleh Raditya. Dia kembali memukul wajah Raditya dengan kencang. Dia terus memukulinya dengan membabi buta. "Lo pikir dengan Lo nyulik Viana kaya gini buat gue bakal tunduk sama lo?"Sagara seperti orang kalap. Dia diliputi oleh amarah saat melihat Raditya melecehkan Viana. Dia sudah tidak memikirkan hal lain. Dia hanya ingin menghabisi Raditya saat ini juga."Lo Dateng terlalu cepet, Gar! Gue belum sempet ngerasa—"Bugh'Sagara tidak memberi kesempatan pada Raditya untuk menyelesaikan ucapannya. Dia sudah bisa menebak ke arah mana ucapan Raditya. "Jaga ucapan lo!" Sagara menendang perut Raditya membuat lelaki itu terlempar mengenai tembok. Sagara mendekat dan menyeret kaki Raditya yang sudah tak berdaya. Lalu, dia kembali menendang tubuh Raditya. Sagara seakan tuli mendengar teriakan Raditya penuh kesakitan. "Gara, stop!" Suara Viana terdengar begitu lirih. Berhasil menghentikan pergeraka