"Gue gak nyangka, sih, kalo selera cewek lo yang kaya gitu!" ucap Viana dengan tatapan meremehkan.Sagara yang baru saja memasuki apartement. Tampak mengabaikan Viana yang bersiap mengajak ribut. Dia melangkah menuju kamarnya. Namun, Viana mencegahnya dengan menghalangi langkah Sagara."Muka lo kenapa?" tanya Viana dengan nada tak acuh. "Bukan urusan lo!" balas Sagara dingin. Dia menggeser tubuhnya dan berjalan melewati Viana. Tapi, lagi dan lagi gadis itu mengahalanginya. "Lo bilang gak ada pacar, Gar!" sentak Viana dengan ekspresi kesal. "Terus kenapa lo malah belain Alin, sialan?!" lanjut Viana dengan tatapan marah.Sagara terkejut saat melihat Viana yang tiba-tiba emosi. Padahal gadis itu tadi terlihat baik-baik saja. Saat bertanya padanya saja Viana hanya menggunakan nada sinis. Tidak ada emosi seperti ini."Lo kenapa, sih?" Sagara pun tak kalah membentak. Dia masih kesal dengan kejadian di kantin siang tadi. Di mana Viana menindas Alin Nazila. "Gue yang harusnya tanya kaya g
"Kalo lagi ada masalah coba dibicarain baik-baik, Non," kata Mira sambil memotong daging sapi yang baru diambil dari kulkas. "Kamu sekarang udah nikah, ya meskipun saya tau kalo pernikahan ini bukan keinginan kamu," lanjut Mira menoleh pada Viana yang senantiasa diam aejak tadi. "Tapi, kamu juga harus nerima pernikahan ini, Non! Umur kamu masih remaja, tapi status kamu udah jadi istri orang. Ubah pola pikir kamu, belajar bersikap dewasa karena kamu punya tanggung jawab sebagai seorang istri." Mira menghampiri Viana. Menyentuh kedua bahu gadis itu yang masih membisu. "Saya tau kamu gak suka sama pernikahan ini, tapi kamu coba kamu mikirnya gini. Setiap keputusan yang kamu ambil, setiap hal yang kamu pilih meskipun itu atas dasar paksaan pasti ada hikmahnya. Ke depan kita gak tau kalo nanti kamu sama Tuan muda Sagara bakal jadi pasangan yang bahagia!" Mira masih terus berbicara panjang lebar. Memberi nasihat pada Viana yang dalam satu bulan ini jauh darinya. Menjalani kehidupan bar
"Bagus! Lo cewek tapi jam segini baru balik!" Sagara menyambut kedatangan Viana dengan tatapan tajam. Lelaki itu menunjukan sebuah ponsel. Memberitahu bahwa saat ini pukul 09.25 malam kota Swinden."Terus apa urusannya sama lo?" balas Viana memasuki apartement. Dengan tangan yang memegang sebuah paper bag berisi rendang.Mira memaksa Viana membawakan rendang untuk Sagara. Karena, Mira bilang Sagara pasti belum makan. Viana sejujurnya tidak peduli dengan lelaki yang berstatus sebagai suaminya. Tapi, Viana hanya menuruti Mira saja. Tidak ada maksud apa-apa pada Sagara."Lo tanya kaya gitu? Otak lo ada di mana sih anjing?" sentak Sagara mulai terpancing emosi.Dia sebagai suami tidak pernah merasa dihargai oleh Viana. Sagara merasa Viana hanya mementingkan diri sendiri. Sagara tidak menyukai sikap Viana yang egois itu. "Gue males ribut sama lo!" Viana meletakan kasar paper bag di tangannya. "Ini makanan buat lo!" Setelah menyerahkan rendang titipan Mira pada Sagara. Lalu, dia melangka
"Bel udah bunyi dari tadi! Tapi, kalian malah asik ngerokok di sini!" ujar Ravin datang bersama kedua temannya. Sebagai ketua Osis, Ravin mendapatkan tugas patroli keliling sekolah. Untuk memastikan tidak ada murid yang bolos di saat jam pelajaran. Pagi ini Ravin mendapatkan titah dari Bu Ajeng, selalu guru BK. Menyuruh dirinya untuk menyeret keempat murid berandal yang menjadi langganan BK. Selain Viana dan ketiga sahabatnya. Sagara, Satya, Danish, dan Kenzo. Mereka jarang sekali mengikuti jam pelajaran sekolah. "Hai, babu!" sapa Kenzo dengan wajah songong. "Sini gabung sama kita!" Danish mengeluarkan satu batang rokok. Dan mengulurkan pada Ravin. Berniat baik memberikan satu batang rokok pada ketua Osis. "Jangan! Ntar dia mati gara-gara rokok kita yang disalahin!" Kenzo mengambil rokok di tangan Danish. Lalu me.asukannya pada kantong seragamnya. "Dia murid teladan mana mungkin doyan rokok!" lanjut Kenzo sambil terkekeh penuh ejekan. "Anak Mami ternyata!" Danish ikut terke
"Sialan!" Ravin mengerang kesakitan saat Sagara memukul rahangnya. Dia tersungkur di lantai kotor. Sambil menyentuh sudut bibirnya yang mengeluarkan darah. "Maksud lo apa?" sentak Ravin tak terima dengan sikap Sagara.Yang tanpa aba-aba memukulnya.Sagara maju menarik kerah seragam Ravin. Mencengkeramnya dengan kuat. Dia paling tidak suka ada yang menghina geng Verdon. Apalagi menyuruh geng Verdon untuk bubar. Mereka siapa berani mengatur dirinya untuk membubarkan geng Verdon. Yang sudah dia buat dengan susah payah. "Lo gak usah repot-repot urusin hidup orang! Apalagi nyuruh-nyuruh gue buat bubarin geng Verdon!" ucap Sagara dengan nada tajam."Lo urusin aja pacar kesayangannya lo!" lanjut Sagara membuat Ravin terkejut."Viana maksud lo?" tanya Ravin cepat sambil mencoba melepaskan. Cengkeraman tangan Sagara pada kerah seragamnya. "Kenapa lo bawa-bawa pacar gue?" sentak Ravin saat Sagara hanya diam saja.Sagara tersenyum bengis dengan tatapan penuh kebencian pada Ravin."Lo mikir ga
"Maksud lo apa?" sentak Viana dengan wajah kesal. Tidak lupa tatapan sinis gadis itu saat menatap Sagara. "Lo ngerasa kan kalo lo trouble maker?" Sagara tersenyum mengejek pada Viana. Wajah Viana semakin memerah kesal. Jika tidak ada guru di sini dia inginsekali menampar wajah songong Sagara. Memberikan jejak kelima jari pada wajah Sagara. "Kalo gue trouble maker, lo nya apa? Ngaca dong! Lo sama gue gak beda jauh, ya!" sentak Viana yang sudah tersulut emosi. Padahal dia datang ke ruang BK dengan begitu gembira. Tempat favorite di mana dirinya akan mendapatkan surat panggilan dari orang tua. Yang mengharuskan Arthur datang ke sekolahnya. Viana dengan ribuan cara gila untuk mendapatkan perhatian Arthur. Dia begitu mendamba kasih sayang Arthur. "Kerjaan gue cuma bolos, ngerokok, sama tawuran. Kalo lo? Bahkan ngerundung murid yang gak bersalah!" Sagara membalas tatapan Viana tak kalah tajam. "Masalahnya sama lo apa? Gue aja gak pernah ikut campur urusan lo! Mau lo tawuran kek, bol
"Coba kalian pikirin gimana perasaan orang tua kalian kalo tau anaknya engga lulus sekolah? Pasti kecewa kan? Mereka udah banting tulang buat biayain sekolah kalian. Tapi, kalian engga menghargai usaha mereka! Kaliam di sekolah malah suka ngelanggar peraturan sekolah. Tawuran, ngerokok, bolos, sama nindas orang. Orang tua kalian pasti kecewa!" Bu Ajeng mulai mengeluarkan kata-kata mutiaranya.Saat ini jam menunjukan pukul 10.30. Di saat murid lain sedang belajar di sekolah. Mereka malah terpenjara di ruang BK. Mendengarkan ceramah panjang lebar dari Bu Ajeng. Guru yang menjadi musuh para murid nakal."Jadi, saya minta tolong ubah sikap kalian! Tolong patuhi peraturan sekolah! Kalian udah kelas 12, fokus belajar buat ujian nanti. Bukan malah santai-santai kaya gini!" Bu Ajeng hany ingin membuat mereka mentaati peraturan sekolah. Merubah keburukan mereka. Tapi, sepertinya itu adalah hal sulit bagi mereka.Atau justru mereka yang tidak ingin berubah? Jika seperti itu sangatlah susah. Kar
"Bagus, aku juga gak pernah minta Papa buat peduli!" Sagara membalas dengan malas. Viana yang mendengarkan pertengkaran keduanya sejak tadi. Tampak cengo dibuatnya. Disaat dirinya selalu mengharapkan Arthur datang ke sekolah untuk memenuhi surat panggilan. Meskipun selama dirinya 3 tahun sekolah di SMA Galaksi. Elvano yang selalu datang ke sekolah Viana menggantikan Arthur. "Papa bakal telpon Pak Bagas buat dateng ke sekolah kamu besok!" Daniel muli mengeluarkan ponselnya untuk mengubungi Pak Bagas."Sok!" Sagara menyahut sambil fokus memainkan game online pada ponsel mahalnya. Sedangkan Sagara saat Daniel siap datang ke sekolah. Sagara justru meminta Pak Bagas untuk menggantikan Daniel. Dia memang tidak tahu siapa Pak Bagas itu. Tapi, dia bisa menduga jika Pak Bagas mungkin anak buah Daniel. Viana sungguh dibuat bingung dengan Sagara. Mereka memiliki banyak perbedaan jika Viana telisik lebih jauh.Dari mulai keluarga Sagara. Lelaki itu memiliki seorang Ibu yang begitu perhatian. B
"Ini rumah Mama gue, Gar!" Viana mulai berjongkok di depan makam dengan batu nisan bertuliskan nama Alesha Kayline. Wanita berhati malaikat yang sudah melahirkan Viana ke dunia yang penuh kejutan ini."Halo, Mama, maaf, ya, Nana baru bisa dateng lagi!" Viana mengusap batu nisan Alesha dengan lembut. Dia meletakan bunga mawar putih di atasnya. Sagara ikutan berjongkok di samping Viana. "Hallo, Mama, saya Sagara suami Viana!" Viana terkejut mendengar Sagara yang memanggil Alesha dengan sebutan Mama. Bukannya tidak boleh hanya saja dia tidak menyangka saja. Sagara akan secepat itu tanpa rasa canggung. Viana berdehem pelan, dia menatap gundukan tanah di depannya lagi. "Mama, Nana kangen sama Mama. Papa masih kaya yang terakhir aku ceritain ke Mama. Papa jarang ada di rumah buat Nana. Papa nggak pernah peduli sama Nana lagi!"Tanpa sadar air mata Viana menetes membahasi pipinya. Sudah lama dia tidak mengunjungi makam Alesha. Dulu minimal 2 Minggu sekali dia datang. Terakhir dia datan
"Gue udah tau kalo dia selingkuh!"Viana menatap datar selembar foto yang disodorkan oleh Ajeng. Foto mesra Ravin dan Agatha di sebuah kamar apartement. Dia melirik mading yang dipenuhi oleh foto tidak seonoh Ravin dan Agatha lainnya. Bohong, jika Viana mengatakan dia baik-baik saja. Masih ada sedikit sisa perasaan untuk Ravin, tapi rasa kecewa dan sakit lebih besar dari itu. Rasa cinta Viana yang begitu besar dihancurkan oleh Ravin begitu saja dengan mudah. "Ayo, gue anter ke kelas!" Sagara merangkul Viana dan membawa gadis itu menjauh dari kerumunan. Dia tidak terkejut dengan foto-foto Ravin dengan Agatha di mading. Karena semua itu adalah ulahnya. Dia menyuruh Satya untuk menempelkan foto Ravin dan Agatha yang dikirimkan oleh nomor asing dua minggu yang lalu.Viana mendongak menatap Sagara dengan senyum manis. "Ayo, tapi gue mau ke kantin dulu!" Sagara mengacak pelan rambut Viana, lalu dia segera melangkah menjauhi para murid yang menatapnya tak berkedip."Serius? Dia biasa aja
"Viana, sampe kapan lo mau diemin gue kaya gini?"Sagara menarik tangan Viana yang ingin keluar dari apartement. Sudah seminggu semenjak Viana mengakhiri hubungannya dengan Ravin. Sagara dan Viana terjebak dalam perang dingin yang disebabkan oleh Sagara sendiri. Viana tidak ingin berbicara dengan Sagara. Saat di sekolah, Viana selalu menghindarinya. Ketika di apartement, Viana memilih di kamar. Bahkan biasanya Viana akan memakan masakan Sagara, kini Viana memesan makanan lewat go- food. Viana membuat Sagara frustasi sekaligus kesel. "Lepasin tangan kotor lo dari gue!"Viana menyentak tangan Sagara yang menyentuh pergelangan tangannya. Bahkan Viana tidak menatap Sagara sama sekali, dia menatap ke arah lain. "Itu cara lo bersikap ke suami?" Sagara menatap tajam Viana yang setia menunduk. "Angkat kepala lo, Viana! Lantainya lebih ganteng dari gue, hah?" Sagara sedikit meninggikan suaranya. Dia lelah selama 7 hari ini selalu membujuk Viana. Membawakan makanan kesukaan Viana, tapi ga
"Lo jahat, Gar!" Sekuat tenaga Viana mendorong tubuh kekar Sagara. Dia menatap Sagara tajam dengan hidung kembang kempis. Wajah Viana begitu merah dengan kedua mata yang sembab.Beruntung keadaan koridor sepi, karena saat ini masih jam 08.30 di mana jam pelajaran masih dimulai. Viana segera berbalik dan berlari meninggalkan Sagara seorang diri di koridor."Maaf, gue nggak nyangka kalo lo bakal tau secepat ini!"Sagara menatap punggung Viana yang sudah mulai menjauh. Sagara membiarkan Viana pergi, dia tidak ingin mengejarnya. Viana membutuhkan waktu sendiri, Sagara mencoba untuk mengerti. Dia akan meminta maaf lagi nanti. ****"Brengsek!"Kanara menggebrak meja kantin yang di duduki oleh Ravin. Kanara menatap murka pada Ravin yang sejak tadi melamun dalam diam.Ravin mengangkat wajahnya. Dia sudah menduga hal ini akan terjadi."Lo mau maki gue, Na? Silakan!"Ravin sudah pasrah, karena dia sadar diri bahwa dia salah pada Viana.Kanara tersenyum sinis. Dengan kedua mata menyorot Ravin
"Viana!"Sagara yang melihat Viana berlari. Lantas segera mengejarnya. Dia menarik tangan Viana dengan panik saat sudah berada di dekat gadis itu. Viana ingin memberontak, dia mengira jika itu Ravin. Saat tahu ternyata yang menariknya adalah Sagara, Viana memeluk suaminya itu dengan erat."Ravin, Gar! Ravin selingkuh!"Tangis Viana tumpah di pelukan Sagara. Dadanya terasa sesak. Perasaannya campur aduk saat ini. Antara marah, kecewa,dan juga sedih. Dia melampiaskan semua emosi dalam dirinya lewat air mata."Tumpahin semua tangisan lo saat ini, Viana! Gue di sini sama lo!" Sagara membiarkan Viana menumpahkan tangisannya di dada bidangnya. Setelah ini dia berjanji tidak akan membuat Viana mengeluarkan air mata lagi. Dia tidak kaget mendengar Ravin berselingkuh. Dia sudah tahu lebih dahulu dari lama. Pertama dia bertemu Ravin di lampu merah bersama seorang perempuan tertawa mesra. Awalnya dia tidak peduli dan berpikir positif. Namun, 3 hari yang lalu Sagara mendapat kiriman foto dari
"Kak Gara, bukan Kak Viana yang dorong aku dari tangga. Aku jatuh sendiri pas nolongin Kak Viana." Suara Alin terdengar melemah menjawab pertanyaan Sagara. Semua murid SMA Galaksi mendengarkan itu dengan seksama."Aku disuruh manggil Kak Viana buat dateng ke ruang BK buat ngurus absensi kelasnya. Aku ketemu Kak Viana di undakan tangga kelas 10, pas aku lagi ngomong Kak Viana kepeleset. Aku mau megangin Kak Viana, malah aku yang jatuh karena kepleset."Seusai Alin selesai menjelaskan. Satya kembali mengambil alih."Sekarang masih mau nuduh kalo Viana yang dorong Alin?"Viana segera bangkit dari duduknya. Dia bergegas keluar dari kelas, tidak memperdulikan teriakan sahabatnya. Dia ingin menemui Sagara detik ini juga. Dia berlari sepanjang koridor menuju ruang penyiaran yang berada di lantai satu. Dia dengan terburu-buru menuruni undakan tangga satu persatu. Namun, dia menghentikan langkah kakinya saat melihat Ravin bersama Meylani berdiri di ujung koridor. "Ravin? Ngapain dia sama Me
"Nanti istirahat gue jemput!"Sagara melepaskan helm full face miliknya. Dia merapihkan rambutnya yang berantakan lewat kaca spion. "Bawel banget, sih lo! Iya! Iya! Gue bakal nungguin lo di kelas! Puas lo?" Viana tampak kesal pada Sagara yang mengucapkan itu berkali-kali sejak dia bangun tidur. Terhitung semenjak Viana diculik oleh Raditya sore itu. Sudah 3 hari, Sagara begitu protect padanya. Bukannya tidak suka atau risih, hanya saja ini terlalu berlebihan. Selama 3 hari kemaren, Viana sakit sampai tidak bisa masuk ke sekolah. Sagara merawatnya dengan begitu baik, membuat Viana sedikit terharu. Preman pasar yang begitu cuek dan menyebalkan mendadak menjadi Dokter pribadi untuk Viana."Gue peduliin juga! Bukannya makasih malah tantrum!" Sagara turun dari motornya. Dia mulai merangkul Viana untuk memasuki sekolah. Dia mengabaikan tatapan dan bisik-bisik dari para murid sepanjang koridor. Senyum pada bibir Sagara tersungging kala mengingat apa yang akan dia lakukan pagi ini. Sagar
"Ada gue di sini, Vi!"Sagara menarik Viana ke dalam dekapannya. Dia memeluk gadis itu dengan hangat. Mengusap lembut kedua bahu Viana yang bergetar. Mental Viana seperti terganggu karena penculikan hari ini. Sagara gagal menjaga Viana. Sagara gagal menjaga amanah dari Arthur. Seharunya Sagara tidak sibuk bermain basket saat jam pulang sekolah. Dia langsung ke kelas Viana, mungkin Viana tidak akan mengalami kejadian seperti ini. Bodoh! Sagara terus menyalahkan diri sendiri. "Gue takut, Gar! Mereka nyiksa gue! Mereka maksa gue buat jujur hubungan gue sama lo!"Viana menumpahkan semua tangisannya di pelukan Sagara. Sepanjang hidupnya baru kali ini Viana mengalami hal buruk seperti ini. Ini lebih menakutkan daripada amarah Arthur. "Gue janji, Viana! Gue bakal lindungin lo selamanya!" Sagara bersumpah akan menebus kesalahannya hari ini pada Viana. Meskipun dia tahu bahwa itu tidak sepenuhnya kesalahan Sagara. Dia berjanji akan memastikan keadaan Viana baik-baik saja. Mulai hari ini,
"Musuh lo itu gue, bangsat! Nggak usah bawa-bawa Viana!" Sagara menarik kaos yang dikenakan oleh Raditya. Dia kembali memukul wajah Raditya dengan kencang. Dia terus memukulinya dengan membabi buta. "Lo pikir dengan Lo nyulik Viana kaya gini buat gue bakal tunduk sama lo?"Sagara seperti orang kalap. Dia diliputi oleh amarah saat melihat Raditya melecehkan Viana. Dia sudah tidak memikirkan hal lain. Dia hanya ingin menghabisi Raditya saat ini juga."Lo Dateng terlalu cepet, Gar! Gue belum sempet ngerasa—"Bugh'Sagara tidak memberi kesempatan pada Raditya untuk menyelesaikan ucapannya. Dia sudah bisa menebak ke arah mana ucapan Raditya. "Jaga ucapan lo!" Sagara menendang perut Raditya membuat lelaki itu terlempar mengenai tembok. Sagara mendekat dan menyeret kaki Raditya yang sudah tak berdaya. Lalu, dia kembali menendang tubuh Raditya. Sagara seakan tuli mendengar teriakan Raditya penuh kesakitan. "Gara, stop!" Suara Viana terdengar begitu lirih. Berhasil menghentikan pergeraka