BAB 4
"Kalian gak bisa ancem kita kaya gini!" sergah Viana tak terima. Tatapannya menatap marah pada Arthur dan juga Daniel.
"Kenapa engga terima? Yang kita lakuin ini untuk kebaikan kalian juga!" balas Arthur dengan tenang.
"Kebaikan kaya gimana? Kita juga punya hak untuk nolak keputusan kalian ini!" Viana tidak mengerti jalan pikiran Daniel dan juga Arthur. Keduanya tidak pernah mengerti tentang perasaan anak mereka sendiri.
Apakah semua keluarga kelas atas seperti ini? Jika, iya kenapa dirinya yang masih SMA sudah dipaksa menerima perjodohan konyol ini. Viana tidak ingin terikat dengan lelaki yang tidak dia kenali sama sekali. Terlebih ini Sagara, lelaki yang terkenal bringas ketika memimpin tawuran.
"Viana, kamu cukup diam dan nurut! Dengan begitu kamu fasilitas kamu engga akan Papa tarik!" Arthur menyuruh Viana untuk duduk kembali.
Viana duduk dengan perasaan kesal. Dia tahu seperti apa Arthur, tidak ada habisnya terus berdebat dengannya itu. Karena yang menang pada akhirnya tetaplah Arthur.
"Benar, aku tegasin sekali lagi, ya! Kita masih SMA, kita masih punya cita-cita buat masa depan, kita punya hak buat nolak keputusan kalian ini!" Sagara menarik napas panjang, lalu menghembuskan secara perlahan. "Jangan bersikap egois dan mohon jangan memaksa kita untuk nerima perjodohan ini!"
Daniel tampak tergegau dengan penuturan Sagara. Dia menatap lamat lelaki itu yang selalu bisa melawan dirinya. Tapi, kali ini Daniel tidak akan membiarkan iti terjadi. Bagaimanapun caranya perjodohan ini harus terlaksanakan malam ini juga.
"Kalian hanya menikah. Kami sebagai orang tua juga engga larang kalian buat sekolah dan ngejar impian kalian nantinya!" Daniel berujar sambil menatap Viana, mencoba membujuk lewat tatapan hangatnya.
Jika, Viana setuju Sagara akan setuju juga. Itu yang ada dalam pikiran Daniel sedari tadi.
"Tetap saja menikah di usia remaja, apalagi kita masih SMA itu gak umum banget!" balas Viana sembari memutar kedua bola matanya jengah.
Daniel dan Arthur tidak ada bedanya. Keduanya hanya memikirkan keuntungan saja, penolakan mereka tidak didengarkan dan diresapi sejak awal.
"Lagian kalian norak banget pake acara jodohin kita segala!" Sagara menggeleng miris menatap Arthur dan Daniel secara bergantian. "Di jaman modern kaya gini masih aja ada acara perjodohan kaya gini!"
"Sagara, diam!" sentak Daniel tidak bisa menahan diri.
"Cukup! Pilihannya ada di kalian sendiri. Mau nerima pertunangan ini atau nolak? Kalo nolak berarti siap kehilangan semua fasilitas yang kalian miliki!" Arthur menyeringai tipis, begitu pun dengan Daniel yang tampak puas.
Sagara dan Viana mengepalkan kedua tangannya kuat. Segala bentuk emosi ada dalam diri mereka tertahan dan siap meledak kapan saja. Tidak ada pilihan lagi selain menerima perjodohan ini. Mereka tidak ingin kehilangan fasilitas mewah yang sudah mereka rasakan sejak kecil.
"Kenapa diem? Cepat kasih jawaban kalian mau pilih yang mana!" Daniel tersenyum mengejek pada Sagara.
"Kita setuju!" Keduanya menjawab bersamaan dengan nada pelan.
Senyum puas terbit pada wajah Arthur dan Daniel. Daniel mengeluarkan sebuah kotak beludru dengan ukuran kecil, lalu membukanya sehingga menampilkan sepasang cincin dengan permata indah di tengahnya. Cincin indah dengan harga fantasis itu menyilaukan pandangan Viana.
"Baiklah, karena kalian setuju saatnya kita mulai acara pertunangan ini." Daniel menyerahkan satu cincin pada Sagara.
Menyuruh lelaki itu memasangkan pada jari Viana. Dengan gerakan kaku dan terpaksa Sagara memasangkan cincin tersebut. Setelah cincin itu masuk, Viana buru-buru menarik tangannya dan mengusapnya dengan tisu. Seolah jijik dengan sentuhan Sagara.
Sagara yang melihat itu begitu kesal. Baru saja dia membuka mulut untuk memaki Viana. Arthur menyuruh Viana memasangkan cincin pada Sagara. Viana tampak ogah-ogahan bahkan Viana mendorong cincin itu dengan kasar saat memasangkan pada jari Sagara.
"Wah, kalian sudah resmi tunangan, ya! Selamat saya senang sekali melihatnya!" Daniel menatap Arthur dengan senyum puas. Rencana mereka berhasil.
Berbeda dengan Arthur dan Daniel yang bahagia dengan pertunangan Sagara dan Viana. Sedangkan Viana dan Sagara sibuk melempar tatapan penuh permusuhan.
"Mimpi apa gue semalem bisa-bisanya tunangan sama modelan preman pasar kaya dia," gerutu Viana menatap Sagara dengan sinis.
"Gue denger, ya! Lo pikir gue mau-mau aja gitu tunangan sama cewek sakit jiwa kaya lo?" balas Sagara tak kalah pedas.
"Enak aja mulut lo ngatain gue sakit jiwa!" Viana berdiri dengan wajah tak terima.
Arthur menggeleng dengan wajah mengeras. Viana tidak bisa menjaga sikapnya di depan Daniel, gadis itu susah diatur dan selalu mempermalukan Arthur dengan kelakuan buruknya.
"Viana, duduk!" Dengan kesal Viana duduk kembali dengan wajah tertekuk kesal.
"Maaf untuk sikap Viana, dia engga bisa jaga emosinya," kata Arthur tak enak pada Daniel.
"Engga papa namanya juga remaja sikapnya juga masih labil," balas Daniel penuh pengertian.
"Kalian sudah resmi tunangan, kan? Dua minggu lagi pernikahan kalian akan diadakan!" ujar Arthur mengejutkan keduanya.
Bagai petir di siang bolong, Viana dan Sagara begitu terkejut dengan penuturan Daniel.
"Apa? Menikah?" teriak Viana tanpa sadar.
Bab 5"Viana, semalem lo kemana, sih?" Kanara melirik Viana yang duduk di sampingnya. "Bukan urusan lo!" jawab Viana ketus. Waktu menunjukan pukul 07.00 pagi kota Swinden. Karena bel sekolah sudah berbunyi, semua murid duduk di kursinya masing-masing.Viana duduk bersama Kanara. Sedangkan Rachell duduk bersama Seyra. Saat ini keadaan kelas XII I begitu riuh, karena belum ada guru yang mengajar. "Woii, ada Bu Dian!" teriak Dodi, teman sekelas Viana.Seluruh murid terdiam. Suara ketukan langkah semakin terdengar jelas disusul suara Bu Dian memberi sapaan."Selamat pagi semuanya," sapa Bu Dian dengan senyuman. "Pagi, Bu," jawab seluruh murid serentak.Bu Dian tersenyum tipis. Matanya melirik pintu, lalu mengangguk ke arah siswa yang berdiri di ambang pintu. Siswa tersebut memasuki kelas dan disambut dengan kericuhan para murid."Wah, murid baru, ya?" tanya salah satu murid. "Ganteng banget!" puji siswi lainnya."Siapa namanya, Bu?" tanya siswi yang duduk paling depan."Bukannya itu
Bab 6 "Emang ada yang mau sama cewek sakit jiwa kaya lo?" tanya Sagara sarkastik. Viana mengepalkan tangannya kuat. Dia menatap tajam Sagara yang tersenyum mengejek padanya. "Buktinya gue sama dia udah pacaran 1 tahun." Viana mengibaskan rambutnya angkuh di depan Sagara. "Kayanya tuh cowok sakit jiwa juga!" Sagara tidak berhenti untuk mengejek Viana. "Jaga mulut lo, ya!" sungut Viana kesal. Sagara tidak mempedulikan kekesalan Viana. "Bukan lo aja yang gak mau berita perjodohan ini tersebar, tapi gue juga," kata Sagara membuat Viana tersenyum sumringah. Viana tersenyum sinis. "Bagus! Gue jadi gak perlu capek-capek ngasih peringatan sama lo buat tutup mulut!" Viana melipatkan tangan di depan dada. Tatapan Viana memandang Sagara dengan sinis. "Gue mau tegasin sama lo! Anggap aja kita gak pernah kenal dan gak ada hubungan apapun! Gue harap lo ngerti!" Setelah mengatakan itu Viana berbalik pergi dari rooftop. *** "Viana, kamu mau makan apa?" tanya Ravin yang kini berdiri d
Bab 7"Ini punya lo, kan?" Sagara menyerahkan jepitan rambut berbentuk kupu-kupu. Viana melebarkan matanya kala jepitan rambut kesayangannya berada di tangan Sagara. Dia menatap tajam pada Sagara dengan napas memburu. Dia tahu Sagara sengaja melakukan ini di depan Ravin. "Gue tadi nemu ini di ro—" "Makasih udah balikin jepitan rambut gue!" Viana dengan cepat menyambar jepitan di tangan Sagara. Dia sengaja memotong ucapan Sagara yang memancing perhatian Ravin."Kebiasaan banget suka ceroboh kaya gitu," celetuk Ravin mengacak rambut Viana dengan pelan. Tatapan Ravin beralih pada Sagara, dia maju satu langkah. "Makasih, ya udah nemuin jepit rambutnya Viana," ucap Ravin menatap Sagara intens.Ada sesuatu di dalam diri Ravin saat melihat Sagara. Sejak kedatangan Sagara di sekolah ini, Ravin tidak pernah tenang, terlebih lagi murid baru itu Sagara—ketua geng motor Verdon. Kedatangan Sagara membuat satu sekolah heboh. Ravin hanya takut posisi siswa terpopuler tergeser oleh Sagara. "S
"Hai, Viana!" sapa Daniel saat melihat Vina dan Sagara memasuki ruangannya. "Hai, Om!" Viana mendekat dan mencium tangan Daniel diikuti oleh Sagara. Daniel segera menyuruh keduanya untuk duduk. "Gimana sekolah barunya, Gara?" tanya Daniel membuat Sagara menoleh dengan malas. "Biasa aja!" jawabnya singkat. Berhasil menyulut amarah Daniel. Jika, tidak ada Viana di sini. Dia sudah mengamuk detik itu juga dengan sikap kurang ajar Sagara. Daniel menarik napas pelan lalu beralih pada Viana yang diam saja. "Viana, gimana sekolah kamu hari ini?" Suara Daniel tampak melembut membuat Sagara berdecih. "Buruk, Om. Soalnya ada murid baru nyebelin banget!" jawab Viana dengan sengaja. Daniel terkekeh saat mengerti siapa yang dimaksud Viana. Begitupun dengan Sagara yang melirik Viana tajam. "Lo yang nyebelin bukan gue!" elak Sagara tak terima. "Dih, gak usah nyambung gak ada kabel!" ucap Viana ketus. Daniel menghentikan kekehannya. "Kalian sebentar lagi menikah kenapa masih aja ribut
"Gara, lo kenal sama wanita tadi?" tanya Viana setelah mereka sampai di parkiran. Sagara diam saja tidak menjawab membuat Viana kebingungan. Pasalnya, saat tadi keluar dari lift bertemu dengan seorang wanita. Sagara langsung menarik Viana untuk segera pergi."Gara, itu nyokap lo?" Viana kembali bertanya."Bukan urusan lo!" sentak Sagara membuat Viana terjengkit kaget. "Kalo lo gak mau jawab, ya udah gak usah bentak gue!" Viana balas menyentak Sagara. Dia tidak terima dengan sikap kasar Sagara padanya.Sagara menarik napas panjang. Dia mengusap wajahnya kasar lalu mengeluarkan kunci motornya. "Lo mau balik gak?" tanya Sagara melirik Viana sekilas.Viana mengalihkan pandang dari padatnya jalan raya. "Lo pikir aja sendiri!" balas Viana ketus. "Buruan naik!" titah Sagara yang kini sudah berada di atas motornya.Viana dengan amat terpaksa menaiki motor besar Sagara. Berkat bantuan Sagara, Viana sudah duduk di belakang jok tinggi. Sagara menarik tangan Viana untuk melingkar di perutnya
"Sumpah, ya, Vi! Sagara ganteng banget. Pesona badboy gak ada tandingnya!" Viana melirik Rachel malas. Sahabatnya ini begitu mendamba sosok Sagara sejak kemaren. Viana berdecih pelan sebelum ikut melirik Sagara. Siswa dengan seragam yang dikeluarkan, bahkan seragamnya tidak dikancingi. Membuat Viana sakit mata seketika. Preman pasar seperti Sagara, dikata ganteng? Sepertinya mata Rachel rabun. "Ganteng dari mananya?" tanya Viana menatap Rachell. "Tampang spek preman pasar lo sebut ganteng. Sakit mata lo?" lanjut Viana kelewat santai. "Dih, lo yang sakit mata kali, Vi! Hampir semua siswi di SMA Galaksi mengakui kalo Sagara itu cowok terganteng di sini!" sahut Seyra menggebu-gebu. Saat ini jam menunjukan pukul 07.48 pagi kota Swinden. Guru yang mengajar di kelas Viana sedang ada urusan. Hanya memberi tugas LKS untuk dikerjakan. Alih-alih mereka mengerjakan. Ke empat siswi pembuat onar justru memilih bergosip. Terkecuali Viana yang hanya menyahut seperlunya saja. Sambil m
"Kok, gak bilang dulu kalo mau jemput aku?" tanya Viana sambil menuruni anak tangga di rumahnya. Lampu gantung kristal mewah dan sofa panjang yang empuk. Guci antik dengan harga mahal menambah nilai keindahan. Dan juga terdapat sebuah figura foto keluarga yng berisi Arthur yang merangkul Alesha. Dengan Viana kecil yang berada di tengah-tengah keduanya. Ravin mengangkat wajahnya dari layar ponsel. Saat suara Viana terdengar memasuki telinganya. "Kejutan biar kamu seneng!" Ravin berdiri menyambut Viana yang kini berlari kecil mendekatinya. Viana tidak bisa menahan senyumannya. Pikirannya beberapa hari terakhir sangat kacau. Namun, selalu ada Ravin yang menenangkannya. Viana beruntung memiliki kekasih sebaik Ravin. "Kamu udah sarapan belum? Kita sarapan dulu, ya!" Viana bersiap menarik Ravin menuju dapur. Mengajaknya untuk sarapan bersama. Belum sempat Ravin memberinya respon. Deheman Arthur yang berada di undakan tangga terakhir. Mengejutkan keduanya yang secara refle
"Papa keterlaluan sama Ravin! Dia pacar aku, Pa!" teriak Viana selepas kepergian Ravin yang diseret keluar oleh penjaga. Ravin hanya bergeming di tempat. Membuat Arthur memerintahkan penjaga rumah untuk memyeret Ravin keluar. Itu semakin memicu amarah Viana pada Arthur. '"Diam, Viana! Seharusnya kamu tuh sadar diri kalo kamu mau nikah sama Sagara!" sembur Arthur yang mulai tersulit emosi. "Aku gak pernah setuju buat nikah muda. Aku juga gak pernah mau nerima perjodohan itu. Karena, aku udah punya Ravin, Pa!" balas Viana mengepalkan tangannya kuat. "Lelaki sampah tadi? Dia engga pantas bersanding sama kamu!" Arthur terlihat begitu merendahkan Ravin. Arthur selalu melihat latar belakang seseorang. Meskipun Arthur terlihat tidak peduli pada Viana. Tapi, dia selalu mengawasi pertemanan Viana. Rachel, Kanara, dan juga Seyra erasal dari keluarga terpandang. Sehingga Arthur mengizinkan mereka untuk berteman dengan Viana. "Tapi, aku cinta sama Ravin, Pa!" Suara Viana tampak memelan.
"Hai, Viana! Udah lama kita nggak ketemu!" Agatha muncul dari belakang tubuh Viana, suaranya begitu ceria menyambut kehadiran sahabat lamanya. Dia berdiri di depan Viana, dengan senyum manis yang menyimpan segala rencana buruk di baliknya. "Lo mau apa? Gue nggak ada waktu banyak buat ladenin jalang kaya lo!" Viana menatap angkuh pada Agatha. Dia mengabaikan basa-basi Agatha yang memuakan. Alasan dia ke sini atas permintaan Agatha, yang menelpon dirinya saat berada di lobby apartement tadi. Entah apa yang membuat dia menyetujui keinginan Agatha dengan mudah. Seharusnya Viana langsung masuk ke apartement menemui Sagara dan menanyakan kebenaran Sagara yang merupakan Kakak dari Alin. Namun, tepat pada pukul 07.24 malam kota Swinden. Viana justru berdiri berhadapan dengan Agatha di depan sebuah rumah yang sudah tak terpakai lagi. Dinding-dinding rumah yang dipenuhi oleh jamur, pintu kayu yang sudah hancur, kaca jendela yang pecah dan berserakan di lantai, dan lantai yang sudah ko
"Papa nggak mau tau kamu harus nerima kehadiran Alisha sebagai Mama kamu! Dia lagi hamil adik kamu, Viana!" Arthur menggenggam tangan Alisha dengan lembut. Dia mengusap punggung tangan Alisha dengan ibu jarinya. Tatapannya tak lepas dari Viana yang kini sudah menangis. "Nggak akan pernah, Pa! Sampai kapanpun, aku nggak bakal nerima ini!" Viana menggeleng berkali-kali dengan dadanya yang terasa sesak. Dia begitu syok atas apa yng terjadi pada Arthur dan Alisha. Mereka menikah selama ini di belakang Viana. Sungguh hal yang sangat mengejutkan untuk Viana. "Viana, jangan keras kepala!" Arthur menatap penuh ancaman pada Viana. "Aku nggak nyangka Papa semudah itu lupain Mama! Aku nggak pernah nyangka kalo Papa bakal cari wanita lain buat gantiin posisi Mama! Dan aku lebih nggak nyangka lagi kalo wanita itu adik Mama sendiri!" Viana menatap Arthur dan Alisha dengan tatapan jijik. Kedua pasangan di depannya begitu menjijikan. Keduanya pintar berakting selama 2 tahun ini di
"Papa, kok bisa dateng sama Tante Alisha?" Langkah Viana yang menuruni undakan tangga seketika memelan. Dia terkejut dengan kehadiran Arthur bersama Alisha. Bi Mira hanya mengatakan jika Arthur akan pulang, tapi tidak memberitahu Alisha akan datang juga. Alisha bergerak maju memeluk Viana yang sudah berdiri di depannya. Viana menggunakan sweater berwarna putih dengan bawahan celana pendek di atas lutut. "Hi, Viana, gimana kabar kamu?" Alisha menyala Viaan dengan suara lembut. "Aku baik, Tante sendiri gimana?" Viana bertanya balik dengan raut kebingungan. Apakah ini hanya sebuah kebetulan saja mereka datang bersamaan? Atau mereka sudah janjian untuk kembali ke kota Swinden bersama? Arthur menyela perbincangan Viana dan juga Alisha. "Viana, ada yang mau Papa bicarain sama kamu!" Arthur mulai duduk di sofa tunggal sambil mengangkat satu kaki di atas paha. Dia menyuruh Viana dan Alisha duduk di sofa panjangan beriringan. Viana menanti ucapan yang keluar dsri mulut Arthur denga
"Ini rumah Mama gue, Gar!" Viana mulai berjongkok di depan makam dengan batu nisan bertuliskan nama Alesha Kayline. Wanita berhati malaikat yang sudah melahirkan Viana ke dunia yang penuh kejutan ini."Halo, Mama, maaf, ya, Nana baru bisa dateng lagi!" Viana mengusap batu nisan Alesha dengan lembut. Dia meletakan bunga mawar putih di atasnya. Sagara ikutan berjongkok di samping Viana. "Hallo, Mama, saya Sagara suami Viana!" Viana terkejut mendengar Sagara yang memanggil Alesha dengan sebutan Mama. Bukannya tidak boleh hanya saja dia tidak menyangka saja. Sagara akan secepat itu tanpa rasa canggung. Viana berdehem pelan, dia menatap gundukan tanah di depannya lagi. "Mama, Nana kangen sama Mama. Papa masih kaya yang terakhir aku ceritain ke Mama. Papa jarang ada di rumah buat Nana. Papa nggak pernah peduli sama Nana lagi!"Tanpa sadar air mata Viana menetes membahasi pipinya. Sudah lama dia tidak mengunjungi makam Alesha. Dulu minimal 2 Minggu sekali dia datang. Terakhir dia datan
"Gue udah tau kalo dia selingkuh!"Viana menatap datar selembar foto yang disodorkan oleh Ajeng. Foto mesra Ravin dan Agatha di sebuah kamar apartement. Dia melirik mading yang dipenuhi oleh foto tidak seonoh Ravin dan Agatha lainnya. Bohong, jika Viana mengatakan dia baik-baik saja. Masih ada sedikit sisa perasaan untuk Ravin, tapi rasa kecewa dan sakit lebih besar dari itu. Rasa cinta Viana yang begitu besar dihancurkan oleh Ravin begitu saja dengan mudah. "Ayo, gue anter ke kelas!" Sagara merangkul Viana dan membawa gadis itu menjauh dari kerumunan. Dia tidak terkejut dengan foto-foto Ravin dengan Agatha di mading. Karena semua itu adalah ulahnya. Dia menyuruh Satya untuk menempelkan foto Ravin dan Agatha yang dikirimkan oleh nomor asing dua minggu yang lalu.Viana mendongak menatap Sagara dengan senyum manis. "Ayo, tapi gue mau ke kantin dulu!" Sagara mengacak pelan rambut Viana, lalu dia segera melangkah menjauhi para murid yang menatapnya tak berkedip."Serius? Dia biasa aja
"Viana, sampe kapan lo mau diemin gue kaya gini?"Sagara menarik tangan Viana yang ingin keluar dari apartement. Sudah seminggu semenjak Viana mengakhiri hubungannya dengan Ravin. Sagara dan Viana terjebak dalam perang dingin yang disebabkan oleh Sagara sendiri. Viana tidak ingin berbicara dengan Sagara. Saat di sekolah, Viana selalu menghindarinya. Ketika di apartement, Viana memilih di kamar. Bahkan biasanya Viana akan memakan masakan Sagara, kini Viana memesan makanan lewat go- food. Viana membuat Sagara frustasi sekaligus kesel. "Lepasin tangan kotor lo dari gue!"Viana menyentak tangan Sagara yang menyentuh pergelangan tangannya. Bahkan Viana tidak menatap Sagara sama sekali, dia menatap ke arah lain. "Itu cara lo bersikap ke suami?" Sagara menatap tajam Viana yang setia menunduk. "Angkat kepala lo, Viana! Lantainya lebih ganteng dari gue, hah?" Sagara sedikit meninggikan suaranya. Dia lelah selama 7 hari ini selalu membujuk Viana. Membawakan makanan kesukaan Viana, tapi ga
"Lo jahat, Gar!" Sekuat tenaga Viana mendorong tubuh kekar Sagara. Dia menatap Sagara tajam dengan hidung kembang kempis. Wajah Viana begitu merah dengan kedua mata yang sembab.Beruntung keadaan koridor sepi, karena saat ini masih jam 08.30 di mana jam pelajaran masih dimulai. Viana segera berbalik dan berlari meninggalkan Sagara seorang diri di koridor."Maaf, gue nggak nyangka kalo lo bakal tau secepat ini!"Sagara menatap punggung Viana yang sudah mulai menjauh. Sagara membiarkan Viana pergi, dia tidak ingin mengejarnya. Viana membutuhkan waktu sendiri, Sagara mencoba untuk mengerti. Dia akan meminta maaf lagi nanti. ****"Brengsek!"Kanara menggebrak meja kantin yang di duduki oleh Ravin. Kanara menatap murka pada Ravin yang sejak tadi melamun dalam diam.Ravin mengangkat wajahnya. Dia sudah menduga hal ini akan terjadi."Lo mau maki gue, Na? Silakan!"Ravin sudah pasrah, karena dia sadar diri bahwa dia salah pada Viana.Kanara tersenyum sinis. Dengan kedua mata menyorot Ravin
"Viana!"Sagara yang melihat Viana berlari. Lantas segera mengejarnya. Dia menarik tangan Viana dengan panik saat sudah berada di dekat gadis itu. Viana ingin memberontak, dia mengira jika itu Ravin. Saat tahu ternyata yang menariknya adalah Sagara, Viana memeluk suaminya itu dengan erat."Ravin, Gar! Ravin selingkuh!"Tangis Viana tumpah di pelukan Sagara. Dadanya terasa sesak. Perasaannya campur aduk saat ini. Antara marah, kecewa,dan juga sedih. Dia melampiaskan semua emosi dalam dirinya lewat air mata."Tumpahin semua tangisan lo saat ini, Viana! Gue di sini sama lo!" Sagara membiarkan Viana menumpahkan tangisannya di dada bidangnya. Setelah ini dia berjanji tidak akan membuat Viana mengeluarkan air mata lagi. Dia tidak kaget mendengar Ravin berselingkuh. Dia sudah tahu lebih dahulu dari lama. Pertama dia bertemu Ravin di lampu merah bersama seorang perempuan tertawa mesra. Awalnya dia tidak peduli dan berpikir positif. Namun, 3 hari yang lalu Sagara mendapat kiriman foto dari
"Kak Gara, bukan Kak Viana yang dorong aku dari tangga. Aku jatuh sendiri pas nolongin Kak Viana." Suara Alin terdengar melemah menjawab pertanyaan Sagara. Semua murid SMA Galaksi mendengarkan itu dengan seksama."Aku disuruh manggil Kak Viana buat dateng ke ruang BK buat ngurus absensi kelasnya. Aku ketemu Kak Viana di undakan tangga kelas 10, pas aku lagi ngomong Kak Viana kepeleset. Aku mau megangin Kak Viana, malah aku yang jatuh karena kepleset."Seusai Alin selesai menjelaskan. Satya kembali mengambil alih."Sekarang masih mau nuduh kalo Viana yang dorong Alin?"Viana segera bangkit dari duduknya. Dia bergegas keluar dari kelas, tidak memperdulikan teriakan sahabatnya. Dia ingin menemui Sagara detik ini juga. Dia berlari sepanjang koridor menuju ruang penyiaran yang berada di lantai satu. Dia dengan terburu-buru menuruni undakan tangga satu persatu. Namun, dia menghentikan langkah kakinya saat melihat Ravin bersama Meylani berdiri di ujung koridor. "Ravin? Ngapain dia sama Me