Share

007 || Pulang Bersama Sagara

Bab 7

"Ini punya lo, kan?" Sagara menyerahkan jepitan rambut berbentuk kupu-kupu. 

Viana melebarkan matanya kala jepitan rambut kesayangannya berada di tangan Sagara. Dia menatap tajam pada Sagara dengan napas memburu. Dia tahu Sagara sengaja melakukan ini di depan Ravin. 

"Gue tadi nemu ini di ro—" 

"Makasih udah balikin jepitan rambut gue!" 

Viana dengan cepat menyambar jepitan di tangan Sagara. Dia sengaja memotong ucapan Sagara yang memancing perhatian Ravin.

"Kebiasaan banget suka ceroboh kaya gitu," celetuk Ravin mengacak rambut Viana dengan pelan. 

Tatapan Ravin beralih pada Sagara, dia maju satu langkah. 

"Makasih, ya udah nemuin jepit rambutnya Viana," ucap Ravin menatap Sagara intens.

Ada sesuatu di dalam diri Ravin saat melihat Sagara. Sejak kedatangan Sagara di sekolah ini, Ravin tidak pernah tenang, terlebih lagi murid baru itu Sagara—ketua geng motor Verdon. 

Kedatangan Sagara membuat satu sekolah heboh. Ravin hanya takut posisi siswa terpopuler tergeser oleh Sagara. 

"Sayang, ayo kita ke perpustakaan!" Viana segera menarik Ravin untuk keluar dari kantin. 

Sagara menatap kepergian Viana dan Ravin dengan tatapan yang sulit diartikan. 

"Jadi, Ravin pacarnya?" Sagara menyeringai licik menatap punggung keduanya yang menghilang di balik tembok. 

***

Terik matahari siang hari begitu menyengat kulit Viana. Waktu sudah berputar pada pukul 02.15. Viana sedang menunggu mobil jemputannya. Dia duduk di halte seorang diri sejak 15 menit yang lalu. 

Viana membuka ponselnya untuk menghilangkan rasa bosan. Sampai deruman motor terdengar berhenti di depan Viana. Lelaki dengan helm full face duduk di atas motor. Viana mernyengit dahinya bingung sampai lelaki itu membuka helmnya.

"Sagara?" Viana terkejut. 

Viana lantas berdiri mendekati Sagara dengan panik. 

Astaga! Di sini masih banyak murid lain. Kenapa Sagara begitu nekat mendekati Viana terang-terangan? 

"Lo apa-apaan, sih?" sentak Viana cepat. 

Tatapannya sesekali melirik sekitar, takut ada yang memergoki mereka. Beruntung hanya tersisa beberapa murid saja di sini dan tampak tidak peduli. 

"Naik!" titah Sagara tanpa basa-basi.

"Gue gak mau!" tolak Viana dengan ogah-ogahan.

"Buruan naik!" ulang Sagara yang sudah mulai kesal. 

Kesabaran Sagara setipis tisu saat berhadapan dengan Viana yang selalu memancing amarah. 

"Maksud lo apa, sih, Gar?" Viana semakin maju mendekati Sagara. "Gue udah bilang, kan? Anggap aja kita gak kenal di sekolah. Gue gak mau terlibat interaksi sama lo di sekolah. Lo ngerti gak, sih maksud gue?" 

"Jadi, Ravin pacar lo?" Bukannya menjawab pertanyaan Viana sebelumnya, Sagara justru mengalihkan dengan pertanyaan lain.

"Gak usah ngalihin pembicaraan! Lo pasti sengaja, kan?" Viana meluapkan emosinya sejak di kantin detik ini juga. 

"Kok dia mau sama cewek sakit jiwa kaya lo?" Sagara melipatkan tangan di depan dada. Dia tersenyum mengejek Viana yang merengut. 

"Kok lo mau, sih dijodohin sama cewek sakit jiwa kaya gue?" balas Viana nyolot. 

Sagara tergelak kencang. "Kalo bukan karena ancaman bokap gue juga ogah, ya!" tekan Sagara di sela tawanya. 

Sagara menyerahkan satu helm lainnya pada Viana. 

"Pake dan naik ke motor gue! Bokap tadi nelpon gue nyuruh gue datang ke kantor sama lo!" Sagara berkata dengan nada otoriter. Dia tampak tak menerima penolakan. 

Mendengar penuturan Sagara, dengan ragu Viana menerima helm tersebut. Dia menarik motor Sagara dibantu oleh lelaki itu. Viana memastikan tidak ada satu murid pun yang melihat mereka.

"Jangan ngebut-ngebut, Gara!" teriak Viana saat motor Sagara sudah melaju membelah jalanan kota Swinden.

"Kenapa? Lo takut naik motor?" Sagara tak kalah berteriak. 

"Gak! Sok tau lo!" Viana mencengkeram pundak Sagara dengan erat. Jantungnya serasa ingin lepas dari tempatnya.

Seumur-umur Viana tidak pernah naik motor. Jadi, wajar saja jika dirinya ketakutan setengah mati. 

"Gak usah pegangan pundak gue, Viana! Gue susah nyetirnya!" Sagara tampak kesulitan mengendarai motornya. Terpaksa dia menghentikan motornya di pinggir jalan. 

Viana menghela napas panjang. Tangan Viana gemetar dibuatnya. 

"Ini pertama kalinya lo naik motor?" tanya Sagara yang diangguki Viana dengan terpaksa. 

"Pegangan itu jangan dipundak, tapi di sini!" Sagara menarik kedua tangan Viana untuk melingkari perutnya. 

Jantung Viana berdegup kencang. Saat dia ingin menarik kembali tangannya, Sagara menahannya. 

"Sebentar aja sampe kantor bokap gue!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status