"Mira ... sudah siap? Wow! Kamu memang cantik sekali, Sayang," puji Bagas pada istrinya, ketika Mira baru saja keluar dari kamarnya. Lelaki dewasa itu meraih tubuh istrinya kemudian membawanya dalam pelukan."Iya dong ... istrinya siapa dulu? Mas ... bener nih aku harus nginap sama laki-laki itu? Aku takut, Mas ...." Mira merajuk ketika dia sudah dalam rengkuhan Bagas."Takut apa sih? Wong mau diajak tidur di hotel berbintang kok takut," hibur Bagas. "Katanya mau punya uang banyak, gak mau susah? Ya kerja ginian yang cocok," imbuhnya. Sesekali lelaki itu mencium bibir Mira yang berwarna merah menyala."Tapi aku takut, bagaimana kalau nanti aku di apa-apain, maksudku nanti orangnya galak trus nyiksa, gimana?" Mira bergidik ngeri membayangkannya."Kamu gak usah mikir yang macem-macem, pikirkan saja nanti hasilnya. Oke, Sayang," bujuk Bagas. Untuk sesaat mereka larut dalam ciuman hangat, sebelum kembali melangkah beriringan keluar rumah.Ini adalah job pertama untuk Mira dengan klien seo
"Sekarang kamu jelaskan pada kami," pinta Rindu ketika mereka sudah sampai."Tentang apa? Mobil?" jawab Yulis setelah mencecap coklat panas yang baru saja dibuat oleh Maya istri Afif."Terserah mau mulai dari mana? Tapi yang jelas aku juga penasaran sama lelaki yang mengantarmu tadi," sahut Rindu.Yulis menghela napas panjang sebelum menjelaskan kepada sepupunya tersebut."Untuk mobil yang dibawa pergi Bagas, aku sudah mengikhlaskannya," ucap Yulis dan itu cukup membuat Rindu dan Afif masing-masing menghela napas panjang."Lis ... jujur aku gak setuju jika dengan mudah Bagas bisa mendapatkan semua itu," bantah Rindu.Sementara Yulis memilih diam menyimak."Enak di dia dong, Yul! Nggak, aku gak terima!" ujarnya agak keras, setelah itu dia menegak es coklat yang dibuatkan menantu kesayangannya."Kalau pendapatmu bagaimana, Fif?" Kini Yulis bertanya kepada ponakan sekaligus orang kepercayaannya."Baiknya semua diproses sesuai hukum, Bude. Sampai saat ini kan Bagas masih menuntut harta go
"Ibu Yulis ...." Gadis kecil itu masih saja merancau, terus saja memanggil Yulis. Rahayu segera menghubungi Indra karena badan Muti kembali demam, bahkan kali ini demamnya lebih tinggi dari yang tadi."Halo, Bu. Ini aku sudah dalam perjalanan pulang," balas Indra setelah panggilan tersambung."Cepatlah, In. Muti kembali demam," sahut wanita senja itu dengan suara bergetar menahan tangis."Iya, Bu. Ibu tenang, jangan panik. Kompres dulu seperti biasanya. Sebentar lagi aku sampai dan kita langsung ke rumah sakit."Rahayu mengangguk, walaupun Indra tak dapat melihatnya. Panggilan pun berakhir dan neneknya Muti itu segera mempersiapkan keperluan yang akan dibawa ke rumah sakit.Sementara Indra semakin mempercepat laju kendaraannya. Tak butuh waktu lama, lelaki berbadan tegap itu sampai di rumah. Indra bergegas masuk ke kamar putrinya.Rahang kokohnya mengeras ketika mendapati wajah putrinya yang pucat sambil terus memanggil nama wanita yang baru saja diantarnya pulang."Sini-sini, Bu. Ibu
Bagas hampir tak sadarkan diri akibat minuman keras yang sedari tadi menemaninya. Dia terlihat sangat kacau. Mulutnya tak berhenti mengumpat dan menyumpahi sang mantan istri. "Yulis! Tunggu! Aku akan datang padamu, hahaha!" Kembali dia meneguk minuman mematikan itu.Lelaki itu berjalan sempoyongan saat mendengar bel pagar berbunyi. Dengan susah payah mantan suami Yulis itu melangkah hingga berhasil membuka pintu rumah. Dengan sisa-sisa kesadaran, akhirnya dia sampai di pagar. Melihat dengan samar perempuan yang bersandar di pagar pembatas."Mas, kenapa kamu mabuk?!" teriak Mira. Kondisi fisiknya saat ini sedang kacau, banyak memar di setiap lekuk tubuhnya."Nggggaak, siapa yang mabuk? Kamu ya? Hehehe," sahut Bagas terkekeh."Lekas buka pagarnya!" teriaknya pada sang suami. "Kenapa kamu mabuk?! Bukannya menjemput, kamu malas asyik dengan duniamu sendiri! Bang*at!" umpat Mira setelah pagar berhasil dibuka. Wanita berpenampilan seksi itu berteriak-teriak. Saat ini fisiknya sangat lelah,
Semua beranjak dari tempat masing-masing, setelah itu melangkah bersama menuju pintu, semua terkejut melihat siapa yang ada di balik pintu."Ayang Mbeb?!" Seru Rindu yang sedikit terkejut melihat kehadiran suaminya."Di rumah sepi, Hafiz belum pulang. Mangkanya aku nyusul ke sini. Hehehe." Herman beralasan. Lelaki sepantaran Bagas itu tersenyum nyengir."Hallah, bilang aja kangen," ledek Yulis. Mereka semua tertawa melihat Herman manyun."Kami pulang ya, Lis. Jangan lupa kunci pintu, udah malem ini. Lekas tidur," titah Rindu."Siap, Bosku," sahut Yulis dengan sikap hormat."Pulang dulu, ya. Jangan lupa kunci pintu dan jendela." Kembali Rindu mengingatkan, keluarga itu melangkah bersama meninggalkan kediaman Yulis.Sepeninggalan Rindu dan keluarganya, Yulis memeriksa pintu dan jendela, memastikan kalau semua sudah terkunci. Setelah dirasa beres dia melanjutkan langkahnya menuju kamar. Wanita penyuka kopi duduk di tepi ranjang dan kembali merasakan kesepiannya.Dalam kesunyiannya, tiba-
Mira menangis meringkuk di tepi ranjang, saat ini bukan hanya fisiknya yang terluka karena kekerasan yang dilakukan oleh kliennya. Kali ini hatinya juga berdarah, sosok yang sangat dicintainya tega menggoreskan luka.Bagas adalah cinta pertama Mira. Lelaki yang selalu ada untuk dirinya, Bagas adalah sosok yang sempurna di mata Mira. Mira selalu menyaksikan bagaimana cara Bagas mencintai Yulis, perhatian dan kasih sayangnya pada sang ibu angkat membuatnya semakin mengidolakan sang Ayah angkat.Bagas juga sangat menyayanginya layaknya seorang anak kandung, tak ada lagi jarak dalam mencurahkan perhatiannya. Kasih sayang yang tulus yang diterimanya dari Bagas, ternyata juga menimbulkan getaran aneh didalam hatinya.Hari demi hari cinta itu semakin tumbuh subur karena Bagas selalu memprioritaskan dirinya dari pada istrinya sendiri. Kebersamaan yang terjadi setiap hari, juga ketika dia melihat betapa romantisnya Bagas dengan istrinya, membuatnya semakin mengagumi lelaki parlente tersebut.M
"Tunggu kedatanganku Yulis!" Wanita itu mencium bibir suaminya sekilas sebelum meninggalkannya untuk sebuah misi yang sangat besar.Dengan kecepatan tinggi Mira mengendarai mobil Honda jazz miliknya, tujuannya hanya setu, kediaman Yulis. Tempatnya tumbuh menjadi gadis yang cantik dan penuh dengan kasih sayang. Namun Mira melupakan semua itu, tekadnya sudah bulat, dia ingin memusnahkan perempuan yang dianggap menjadi penghalang cinta Bagas padanya.Dalam waktu kurang lebih satu jam, dia sudah sampai di depan toko Yulis. Mira turun dari mobil, kemudian dengan santai dia melangkah menuju rumah di mana dia dibesarkan. Perlahan Mira memasukkan anak kunci cadangan yang dulu dibawanya. Hampir saja dia berteriak kegirangan karena kuncinya masih sama. "Dasar perempuan bo doh, tapi tak apa karena kebodohannya sudah mempermuda tujuanku." Mira terkekeh bahagia sambil membuka pintu. "Rupanya Tuhan juga mendukung rencanaku," lanjutnya.Setelah pintu terbuka, wanita itu bergegas masuk ke rumah kem
**"Ibu Yulis ...." Muti sudah terjaga, dan saat ini gadis kecil itu sedang tersenyum ketika mendapati seorang yang dinantikannya berada di sisinya, memegang lembut tangannya, seolah ingin memberikan keamanan dan perlindungan pada dirinya."Ibu Yulis ...." Lagi dia bersuara, membuat wanita dewasa itu terbangun."Hai ...," sapanya pada gadis kecil itu dengan suara khas orang bangun tidur."Hai, Bu Yulis. Terima kasih sudah mau menemaniku." Sungguh gadis kecil yang pandai, tahu caranya berterima kasih walaupun hanya sekedar lewat senyuman."Sama-sama, Sayang. Muti mau minum?" tanya Yulis. Gadis kecil berponi itu mengangguk. Tangannya yang mungil menerima gelas yang diberikan oleh Yulis."Terima kasih, Bu Yulis," ucapnya. "Bu Yulis, boleh gak Muti memanggil Mama?" imbuh Muti, dan itu membuat Yulis tertegun, hingga dia tak menahan napasnya untuk sesaat."Mm-mama?" Bukannya menjawab ucapan terima kasih dari Muti, dia malah mengulangi kalimat gadis kecil itu."Iya, boleh kan, Bu Yulis? Muti