Beberapa hari yang lalu,Larasati melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang ke arah luar kota. Setelah melalui beberapa perjalanan, dia lalu berhenti di sebuah rumah mewah. Rumah salah satu kenalannya.Larasati menyeret kopernya dan melangkah menuju ke teras rumah temannya, lalu mengetuk pintu. Berharap bisa menginap di rumah temannya yang juga simpanan gadun Sultan, sampai dia menemukan lelaki lain yang tepat.Larasati telah menekan bel pintu selama tiga kali. Dengan sabar dia menunggu di depan pintu rumah temannya.Pintu terbuka dari dalam, tampak wajah Nisa terkejut melihat Larasati yang berdiri di depan pintu rumahnya. "Larasati? Lama sekali kamu nggak kelihatan. Ayo masuk dulu! Kemarin aku kok lihat berita nggak enak di akun medsosmu ya?" tanya Nisa sambil memeluk Larasati sekilas. "Huhuhu, iya. Ceritanya panjang. Aku boleh masuk dan tinggal di rumah mu dulu nggak? Aku butuh teman cerita."Temannya mengangguk lalu membuka pintu rumahnya lebih lebar dan menyuruh Larasati untuk
"Oke, Nis. Akan kutunjukkan semua pesona ku padanya. Semoga saja dia laki-laki yang tidak suka mentengin medsos dan tidak tahu apa yang telah kualami."Larasati lalu berjalan mengikuti Niss menuju ke arah Herman. "Pak Herman, kenalin nih teman saya, namanya Larasati," kata Nisa. Larasati tersenyum dan dengan percaya diri dia mengangguk. Herman ternganga sejenak melihat Larasati dari ujung rambut sampai ujung kaki. Lelaki itu mengulurkan tangannya ke arah Larasati dan Larasati pun menjabat tangan Herman dengan mantap. "Apa kamu mau kita ngobrol di sana?" tanya Herman seraya menuding ke arah pojok lobi hotel yang digunakan untuk ruang pernikahan. Larasati mengangguk. Keduanya lalu berjalan seraya mengobrol ringan di pojok hotel. Rupanya Herman masih ingat kalau Larasati adalah salah satu model di acara promo perusahaan nya dulu. "Apa kamu masih suka jadi model-model di perusahaan, Ras?" "Iya Pak. Karena saya harus membantu keluarga saya yang ada di kampung," ucap Larasati berboh
"Tentu saja saya kenal sekali. Larasati ini kan mantan istri siri saya!" seru Andi dengan yakin dan tegas. Herman dan Larasati sontak terkejut mendengar pengakuan dari Andi. "Tidak mungkin!" desis Herman menatap tajam pada Larasati. Sedangkan Larasati membalas tatapan Herman dengan wajah memelas. "Aku bisa jelasin, Mas," ratap Larasati dengan suara mencicit. Andi yang melihat ketakutan Larasati bersorak gembira dalam hatinya.'Rasakan kamu Larasati! Kamu kira kamu bisa bebas merayu laki-laki kaya lagi setelah apa yang kamu lakukan? Hari ini waktunya aku membuatmu terperosok ke dalam jurang, wahai Larasati!'"Oh, enggak cuma itu, Pak Herman! Larasati ini selain istri siri saya, eh dia selingkuh dengan tukang kebun saya. Bayangkan saja, Pak! Betapa menjijikan nya dia kan? Bahkan aku punya video nya saat sedang di ranjang bersama dengan tukang kebunku!"Herman terdiam dan wajah Larasati memucat. Mendadak Larasati bersimpuh dan berlutut di depan Herman. "Aku bisa jelasin, Mas. Sungg
Mutia mengangguk. Tapi selanjutnya dia sadar kalau ibunya tidak bisa melihat anggukan kepala nya. "Iya, ibu benar.""Lalu pekerjaan kamu sebagai asisten rumah tangga gimana? Apa kamu masih bisa hidup di kota? Kalau kamu dipecat majikanmu, kamu kembali ke desa saja. Kita kerja apa adanya di sini. Nggak apa-apa, Nduk. Dan kenapa kok kamu bisa kirim uang banyak kemarin untuk biaya ujian adik kamu?" tanya Ibunya beruntun. Mutia lalu menceritakan pekerjaan barunya sekarang yang menjadi penyanyi kafe dan rencananya kuliah. "Alhamdulillah kalau ada yang membantu kamu kuliah. Kamu memang pinter dan cerdas dari kecil, Nduk. Maaf ibu tidak bisa membantu membiayai mu. Justru membuatmu terbebani. Kalau almarhum bapakmu masih hidup dan tahu anak perempuan sulungnya begitu kuat, dia pasti bahagia," sahut Ibu Mutia dengan mata berkaca-kaca."Ibu, sudahlah. Kondisinya kan mengharuskan Mutia yang jadi tulang punggung. Mutia tidak keberatan kok. Mutia hanya meminta agar ibu selalu percaya pada Mutia
Larasati melongo. "Ja-jadi untuk asetnya, saya nggak dapat apa-apa dari mas Herman?" tanyanya tercengang. Herman mengangguk. "Tentu saja. Dan oh ya satu lagi peraturan dari saya."Belum habis rasa keterkejutan Larasati karena syarat pertama dari Herman, lelaki berusia lebih dari setengah abad itu sudah mengajukan aturan lain sebelum menikah. "Kalau saya ketahuan selingkuh, saya bersedia menyerahkan rumah ini dan beberapa mobil untuk mu. Tapi bila kamu yang ketahuan selingkuh, kamu harus mengembalikan uang nafkah yang pernah kuberikan padamu. Bagaimana? Apa kamu masih mau meneruskan rencana pernikahan kita? Kalau kamu tidak mau, kamu bisa mundur dan saya akan mencari pengganti calon istri. Tapi bila kamu bersedia menuruti syarat tadi, maka ayo kita menikah dengan menandatangani surat perjanjian pra nikah lebih dulu," ujar Herman membuat Larasati termangu. 'Astaga, dasar tua bangka pelit! Dia perhitungan sekali masalah uang dan harta! Padahal dia sudah bau tanah, masih aja memikirk
Mutia yang saat itu sedang memakai dres sebetis dengan lengan pendek, menyesal tidak membawa baju ganti saat berangkat kerja. Sopir grab itu terus menerus melirik Mutia dari kaca spion lalu berdehem. "Baru pulang kerja, Mbak?" tanya sopir grab itu pada Mutia. "Iya pak."Dada Mutia berdegup kencang saat melihat tangan sopir grab itu terulur ke arahnya. Seolah akan meraih lutut nya. "Pak, apa yang akan bapak lakukan?" tegur Mutia.Sopir grab itu menoleh ke belakang, ke arah Mutia sekilas. "Mau ngambil permen yang ada di saku jok belakang kursi, Mbak," sahut sopir grab itu tersenyum. Tapi bagi Mutia senyuman serupa seringaian. Tangan sopir grab itu mengarah ke saku belakang kursi di hadapan Mutia. Namun setelah memasukkan tangan nya ke dalam saku belakang kursi, sopir grab itu menarik kembali tangannya dan tak ada satupun permen yang didapat nya. "Wah, ternyata saya lupa nyimpen permennya," tukas sopir itu sambil tersenyum lagi. Mutia dengan gemetar meraih ponselnya. [Pak Aksa,
Mutia memeluk Aksara dengan tubuh gemetar. "Nangis saja sepuasnya, Mbak. Aku disini. Yang penting bahaya sudah lewat," ucap Aksara dengan mengelus rambut Mutia. "Makasih Pak. Sudah repot-repot nyariin dan nyelametin saya," sahut Mutia diantara isak tangisnya. Aksara memeluk nya kian erat. Jujur saja beberapa malam ini Mutia sering mampir dalam mimpinya dan hal itu memunculkan gelenyar aneh dalam hatinya. Setelah sekian lama memeluk Mutia, Aksara menggerak-gerakkan kakinya yang kesemutan."Mbak, maaf nih ya sebelum nya. Tapi kaki saya kesemutan nih. Uhm, emangnya kaki mbak Mutia nggak kesemutan?" tanya Aksara lirih. Merasa canggung jika harus menyuruh Mutia untuk melepaskan pelukannya secara langsung. Mutia terdiam dari sedu sedannya dan disusul gelak tawa yang tertahan di bahu Aksara, membuat lelaki itu terheran-heran. "Mbak Mut, kok ketawa sih? Emang ada yang lucu?" tanya Aksara bingung."Pak Aksa, maaf sebelumnya. Tapi jas putih pak Aksa kena ingus saya," ucap Mutia lirih. "Sa
Mutia duduk di kamar kosnya setelah mencuci muka, menggosok gigi dan mengganti baju. Dia menyenderkan punggungnya di sandaran besi kos.Pikiran nya melayang pada pengalaman yang baru saja dialaminya. Masih terasa gemetar di tubuhnya tatkala dia mengingat apa yang dilakukan oleh supir gocar tadi. "Ah, lebih baik aku beri bintang satu aja. Sekalian saja akunnya biar di-suspend atau dia dipecat saja. Enak saja dia hendak melecehkanku!" gumam Mutia kesal. Mutia lalu meraih ponselnya dan melihat aplikasi ojek online yang tadi dipesan nya. Dengan segera Mutia memberikan satu bintang dan ulasan tentang sopir gocar yang hendak melecehkannya. |Menyesal sekali naik gocar bapak ini. Saya hampir saja mengalami pelec*han seks*al. Untuk semua calon penumpang harus hati-hati. Jangan sampai naik mobil dengan sopir ini. Dan bila ada korban selain saya yang pernah mengalami kasus serupa dengan orang yang sama, silakan speak up. Jangan takut. Kita ada di negara hukum.|Send. Mutia menarik nafas leg