Suamiku 90cm
Part 6 : Telepon Ibu
"Iya, Bu, iya. Udah gituan dan dia biasa saja. Aman terkendali dan tidak ada masalah," jawabku akhirnya karena malas harus berbelit-belit dengan ibu. Aku mengenal betul wataknya, sebelum dia mendapatkan jawaban kebenaran, dia tidak akan berhenti mengorek informasi.
"Alhamdulillah, syukurlah kalau begitu. Berarti ibu tidak salah memilihkan dia sebagai jodohmu. Pria lain belum tentu bisa menerima ini. Seperti anaknya teman ibu, ketahuan udah tidak original pas malam pengantin, besok paginya langsung diceraikan." ucap ibu antusias sekali.
"Iya, Bu, iya."
"Nah, karena Syafril bisa menerimamu apa adanya maka kamu juga harus begitu ya, Zil. Terima dia apa adanya juga, Ibu selalu berdoa supaya kehidupan rumah tangga kalian langgeng dan adem. Dan semoga kamu cepat hamil dan memberi ibu cucu. Jangan galak-galak sama Syafril, dia pria yang baik maka perlakukanlah dia secara baik. Jadilah istri yang sholeha untuk dia." Ibu terus nyerocos.
"Iya bu, iya," jawabku lagi karena telinga sudah mulai panas terkena tempelan ponsel.
"Eh, Zil .... "
"Bu, udah dulu ya. Zilla di panggil bos, Assalammualaikum." Sebelum ibu nyerocos lebih panjang maka segera kuakhiri saja obrolan ini.
"Oh ya udah, waalaikumsalam." Suara ibu terdengar agak kecewa.
"Maaf, bu. Bukannya gak mau lama-lama dengarin omongan ibu, tapi aku takut kedengaran teman-teman kantor. Bisa jadi bahan olokan putrimu ini." Aku merasa sedikit bersalah juga.
***
Setelah makan siang di kantin kantor bersama dua temanku, Ellis dan Mona. Aku kembali ke meja kerja dan ketika melihat ponsel, ada pesan w******p dari mas Syafril.
[Assalammualaikum.wr.wb. Dik Zilla, pulang kantor jam berapa? Mau mas jemput atau suruh supir aja yang jemput adik?]
"Emmm, bisa heboh kantor mas, kalau kamu jemput aku ke sini." aku meringis memegangi jidat yang berkerut.
[Waalaikumsalam.wr.wb. Gak usah deh, Mas, aku udah pesan ojek online. Pulang kantor jam 16.00]
Langsung kukirim pesan itu dan memasukkan kembali ponsel ke dalam tas.
Sepulang dari kantor, tidak lupa aku mampir ke Apotik untuk membeli Pil Kb sebagai alat kontrasepsi yang aman menurutku.
"Ehm, tapi harus buat jadwal 'gladak-gluduk' nih. Seminggu sekali atau sebulan sekali yah?" Aku berpikir sepanjang jalan menuju pulang.
Sampai-sampai, aku tidak sadar kalau tukang ojek online sudah berhenti di depan rumah mas Syafril.
"Udah sampai, Mbak," ucapnya membuyarkan lamunanku.
"Oh iya, terimakasih." Aku turun dari motor dan membayar ongkos.
Ketika memasuki halaman rumah, kulihat mas Syafril sudah berdiri menantiku di depan pintu dengan senyum jeleknya.
"Ya elah, pakai di tunggu depan pintu segala. Kayak emak-emak pulang kerja disambut anaknya saja." Aku mengomel dalam hati melihat tingkah noraknya.
"Lagi ngapain mas, berdiri depan pintu gini?" Aku agak sewot menatapnya.
"Ucapkan salam dulu, Dik!"
"Ah, udah deh. Zilla capek." Aku masuk rumah dengan tampang cemberut.
Dengan wajah kecewa, dia mengekor dibelakangku.
Dengan letih kuhempaskan tubuh di sofa mungil depan tv. Membuka blezer dan menyimpan tas di meja.
"Oh, my god. Pizza!" Mataku langsung berbinar ketika melihat sekotak pizza terletak di atas meja.
Cacing-cacing di dalam perut langsung berteriak minta di sumpal pizza, langsung saja ku lahap beberapa potong.
"Wih, ada juice alvukat juga." Aku menyeringai senang.
Setelah kenyang, aku meluruskan kaki di atas meja dan akhirnya tertidur.
Dan ketika tersadar, hari sudah malam."Yeah, cepat banget hari berganti malam. Aku harus segera membuat perjanjian jadwal 'gladak-gluduk' dengan pria kecil itu. Bisa habis aku, kalau di garabnya setiap malam." Aku keluar dari kamar dan menghampirinya di teras rumah yang sedang menghirup kopi sambil mendengarkan lagu jadul WaliBand.
Tapi aku hanya berdiri bengong di belakangnya yang sedang larut dalam lirik lagu Wali.
✨ Dik, aku pinta kau akan selalu setia
Dik, aku mohon kau selalu menemaniSaat 'ku tengah terlukaKala 'ku tengah gundah✨'Ku akan menjagamu Di bangun dan tidurmu Di semua mimpi dan nyatamu 'Ku akan menjagamu 'Tuk hidup dan matiku Tak ingin, tak ingin kau rapuh
✨Dik, jangan engkau pergi tinggalkan aku
Dik, ingin aku cinta dan cinta selaluSaat kau tengah terlukaKala kau tengah gundah✨'Ku akan menjagamu
Di bangun dan tidurmuDi semua mimpi dan nyatamu'Ku akan menjagamu'Tuk hidup dan matikuTak ingin, tak ingin kau rapuh✨Kau akan menjagaku
Di bangun dan tidurmu.***
Ya elah, selera musik pria kecil ini sungguh sangat ketinggalan zaman sekali. Lagu keluaran 2008 masih saja digemari. Ckckckck, dasar norak! Aku terus mengumpatnya dalam hati.
Ketika alunan lagu Band Wali selesai, Mas Syafril baru menyadari kehadiranku di belakangnya.
"Eh, ada Dik Zilla," ujarnya sedikit kaget sembari mematikan musik dari ponsel. "Udah lama berdiri di situ, Dik? Ayo duduk!" dia jadi acuh tak acuh.
"Nggak kok, Mas, barusan saja." Aku duduk di sampingnya sambil menenteng selembar kertas dan bolpoin.
"Ada apa, Dik?" Dia agak heran menatapku.
"Emmm, begini, Mas .... " Aku jadi bingung mau memulai pembicaraan ini.
Bersambung ....
SUAMIKU 90CMBab 7 : Perjanjian Gladak-gludukOh, my god. Gimana cara ngomongnya ya biar dia tidak tersinggung? bimbangku dalam hati sembari menggaruk kepala yang sebenarnya tidak gatal."Eh, anu ... emmm ... begini, Mas, tapi jangan marah dan tersinggung ya sebelumnya!" Aku mengelap keringat dingin yang mulai mengucur di dahi."Iya, Dik. Ngomong aja, Mas gak bakalan marah dan tersinggung kok," jawab Mas Syafril dengan tersenyum.Aku menarik napas panjang dan menghembuskan perlahan, "supaya hubungan kita lebih teratur, Zilla udah bikin jadwal dan surat perjanjian." Aku menggigit bibir dan meliriknya sekilas."Maksudnya?" Dia mengerutkan dahi."Coba baca surat perjanjian dan jadwalnya saja dulu Mas, hehee .... " aku mengulurkan kertas itu."Oh, jadwal 'gladak-gluduk'. Terserah Dik Zilla, Mas oke-oke saja," jawabnya terlihat agak kecewa tapi masih mencoba tersenyum."Maaf ya, Mas." Aku menundukkan kepala."Tidak apa-apa, Mas bisa mengerti. Jadi jadwalnya setiap tanggal 15 Mas baru bisa
SUAMIKU 90CMBab 8 : Jamu Sehat"Bunda senang sekali bisa berkumpul dengan anak-anak dan para menantu serta cucu-cucu. Selamat datang di rumah Bunda, nnak Zilla." Ibu mertua tak henti-hentinya tersenyum ke arahku."Iya, Bunda," jawabku sambil meringis mencoba tersenyum."Harap maklum saja kalau semua perabot di rumah ini serba mini, Nak Zilla." Ayah mertua terkesan tidak enak hati melihatku kesusahan dengan kaki panjang duduk di kursi mini milik mereka sehingga lutut ini hampir menyentuh dagu."Iya, Ayah. Tidak apa, saya sudah mulai terbiasa." Aku menelan ludah.Mereka semua kemudian mengobrol sambil menikmati makanan ringan yang disuguhkan oleh adik bungsu Mas Syafril. Namanya Safitri, tubuhnya juga mungil. Hanya dia saja yang belum menikah.Aku hanya mendengarkan obrolan mereka saja tanpa nimbrung sedikit pun, hanya sesekali ikut tersenyum seolah mengerti."Bunda senang sekali, Nak Zilla mau diajak Syafril ke sini," ucap bunda yang duduk di sampingku."Iya, Bunda." Aku menjawabku se
Suamiku 90cmBab 9 : Kebobolan"Assalammualaikum, Zil. Udah di minum belum jamunya?""Belum, Bu." Kak Metha menunjukkan botol jamu ke arah ponsel."Buruan di minum, Zil!" perintah Ibu dengan wajah cerewetnya."Iya, Bu, iya." Aku mengambil botol jamu dari tangan kak Metha dan segera meminumnya sampai habis."Woek .... " aku menjulurkan lidah karena menahan rasa pahit."Nah, bagus. Insyallah kamu akan segera hamil, Zil. Pokoknya tetap usaha, Ibu gak mau tahu. Tahun ini kamu harus kasih Ibu cucu!""Iya, Bu, iya.""Ibu takutnya kamu udah gak bisa hamil, Zil. Maklum, umurmu tahun depan kan udah 35. Makanya kamu harus ikhtiar juga dengan minum jamu itu. Anak teman Ibu udah berhasil hamil loh, padahal umurnya sudah 40 tahun. Menikah 15 tahun.""Iya, Bu. Iya.""Jangan iya, iya saja. 'Gladak-gluduk'nya juga harus teratur. Jangan terlalu sering dan terlalu jarang." Ibu masih saja nyerocos.Kak Metha cuma cekikikan mendengar obrolanku dengan ibu."Udah deh, Bu, gak usah ngomongin masalah gituan
Suamiku 90cmBab 10 : 100% BenciAku masuk ke rumah ibu dan langsung menuju kamar. Kurebahkan tubuh di atas ranjang dan memejamkan mata. Rasanya pengen liburan ke mana gitu, yang jauh dan tidak ada yang mengganggu. Tiga bulan menikah dengan pria kecil itu membuat hidupku menjadi tertekan. Aku semakin membenci dia, 100% benci. Benar-benar benci.Kok pahit gini sih hidupku? Pikiran menerawang sambil menatap langit-langit kamar.Kutarik napas panjang dan menghembuskan dengan kasar. Aku harus bisa bercerai dengan Mas Syafril, aku tidak bisa selamanya hidup bersama orang yang membuatku jengah.Satu jam berusaha memejamkan mata dan mencoba tidur, tapi kerongkongan malah terasa dehidrasi. Aku keluar dari kamar dan menuju dapur."Tadi waktu di pasar, Metha ketemu Wildan," ucap kak Metha kepada Ibu yang berada di depannya."Ah, si bajingan itu. Lalu?" Ibu nampak geram mendengar namanya."Tapi dia pura-pura nggak kenal gitu, ya udah ... Metha juga biasa saja.""Sama siapa dia?""Sama istrinya,
Suamiku 90cmBab 11 : Makin IlfilHuuhh, lagi-agi pagi ini aku melihat wajah jelek pria kecil itu. Padahal harapan pagi ini aku bisa terbebas dari pemandangan tidak indah ini. Aku duduk di samping Ibu dan menatap jengah pria di depanku."Udah siap, Dik? Ayo kita berangkat!" ajak Mas Syafril kepadaku."Zilla belum mau berangkat, Mas duluan saja!""Duh, Zil. Syafril itu sudah jemput kamu ke sini, kok malah disuruh duluan?" Ibu menatapku."Zilla masuk kerjanya jam 08.00, ini baru jam 07.00," bantahku."Gak apa, basi di jalan. Atau singgah dulu cari sarapan gitu, kek. Gimana?"Aku menarik napas panjang dan enggan menghembuskannya kembali. Bisa heboh kantor kalau sampai Mas Syafril mengantarku. Aku menggigit bibir dengan kesal."Buruan berangkat, Zil! Syafril sudah dari jam 06.00 nungguin kamu." Ibu menatapku lagi."Iya, Bu, iya. Ayo, Mas!" aku bangkit dari duduk dan Mas Syafril langsung melompat turun dari kursi tamu kami.'Brugggg....Kulihat Ibu menutupi mulutnya ngeri milihat tingkah M
Suamiku 90cmBab 12 : HamilLima minggu berlalu, aku sedang keluh kesah menanti sang bulan yang belum menapakkan diri. Bukannya bulan purnama, tapi tamu bulanan yang selalu rutin mengunjungi setiap tanggal muda. Sudah telat seminggu lebih, setiap hari yang dinanti tak juga datang. Aku tak berani membayangkan, kukubur jauh pikiran tentang akibat 'gladak-gluduk' tanpa Pil Kb.Aku masih duduk termangu di depan meja kerja, sehingga tidak menyadari kehadiran Mona didepanku."Zil, bengong aja dari tadi. Ada apa?" Suara cemprengnya mengagetkanku."Eh, ada kamu, Mon. Ada apa?""Ya elah, malah nanya balik. Ya sudah, ke kantin yuk! Udah jam istirahat nih." Dia menarik tanganku menuju kantin."Ayo deh." Dengan malas aku melangkah mengikuti Mona."Ellis mana, Mon?" Aku baru menyadari kalau belum melihat dia sedari pagi."Yeah, bukannya tadi pagi aku udah bilang kalau hari ini Ellis izin. Ada saudaranya yang menikah. Gak fokus kamu Zil, ada apa sih?" Mona memandang wajahku yang hanya memainkan saj
Suamiku 90cmBab 13 : NgidamKeesokan harinya, kuputuskan untuk tidak masuk kerja. Mengambil cuti dengan alasan sakit, yang sebenarnya mau konsultasi dengan dokter kandungan tentang kehamilan ini. Aku harus bisa mencegah menurunnya penyakit kerdil Mas Syafril kepada janin ini. Biarlah bapaklah yang kecil, tapi anaknya harus normal seperti aku. Walaupun jeleknya ngikut dia, tapi ukuran tingginya kalau bisa sepertiku. Doaku dalam hati selama didalam taxi menuju Rumah sakit.Sesampainya di rumah sakit, setelah mendaftar dibagian administrasi. Namaku di panggil untuk masuk ke dalam ruangan periksa dokter kandungan."Gimana, Dok?" tanyaku ketika dokter selesai melakukan USG.Dengan tersenyum dia menjawab, "Selamat, Bunda hamil, usianya enam minggu.""Terus apa dia normal, Dok?" tanyaku tidak sabar."Maaf, Bunda, sekarang baru terlihat kantung kehamilan dan detak jantung. Angota tubuh yang lain belum terbentuk," jelas sang dokter agak lucu menatapku."Maksud saya begini, Dok. Suami saya tub
Suamiku 90cmBab 14 : Pizza"Zil, rapatnya jam 08.30. Pak Alfin menyuruh kamu menyiapkan semua berkas dan dia mau periksa dulu. Jadi antar segera ke ruangan beliau," ucapnya dan segera berlalu.Deggg, tamatlah riwayatku. Sepertinya ini hari terakhir di kantor, kesalahanku sangat fatal. Ini adalah proyek besar dengan klien dari Jepang. Aku hanya berdiri mematung saja di depan pintu pak Alfin, tak berani masuk menghadapi kemarahannya."Zil .... " Heru menghampiriku.Aku menatapnya sekilas, "ya, ada apa, Her?""Ada suamimu di Loby, buruan samperin! Sebelum dia naik ke sini dan bikin heboh," ucap Heru dengan berbisik di sampingku.Oh, my god. Tanpa menoleh lagi, aku segera berlari menuju Loby dan celingukan mencari sosok Mas Syafril. Jantungku berpacu kencang, keringat dingin menetes di dahi."Mbak Zilla," panggil Gina sang Resepsionis."Ya." Aku segera mendekat."Ini ada titipan berkas." Dia memberikan Map Biruku yang tertinggal di rumah."Alhamdulillah, akhirnya." Aku memeluk berkas pen