Suamiku 90cmBab 13 : NgidamKeesokan harinya, kuputuskan untuk tidak masuk kerja. Mengambil cuti dengan alasan sakit, yang sebenarnya mau konsultasi dengan dokter kandungan tentang kehamilan ini. Aku harus bisa mencegah menurunnya penyakit kerdil Mas Syafril kepada janin ini. Biarlah bapaklah yang kecil, tapi anaknya harus normal seperti aku. Walaupun jeleknya ngikut dia, tapi ukuran tingginya kalau bisa sepertiku. Doaku dalam hati selama didalam taxi menuju Rumah sakit.Sesampainya di rumah sakit, setelah mendaftar dibagian administrasi. Namaku di panggil untuk masuk ke dalam ruangan periksa dokter kandungan."Gimana, Dok?" tanyaku ketika dokter selesai melakukan USG.Dengan tersenyum dia menjawab, "Selamat, Bunda hamil, usianya enam minggu.""Terus apa dia normal, Dok?" tanyaku tidak sabar."Maaf, Bunda, sekarang baru terlihat kantung kehamilan dan detak jantung. Angota tubuh yang lain belum terbentuk," jelas sang dokter agak lucu menatapku."Maksud saya begini, Dok. Suami saya tub
Suamiku 90cmBab 14 : Pizza"Zil, rapatnya jam 08.30. Pak Alfin menyuruh kamu menyiapkan semua berkas dan dia mau periksa dulu. Jadi antar segera ke ruangan beliau," ucapnya dan segera berlalu.Deggg, tamatlah riwayatku. Sepertinya ini hari terakhir di kantor, kesalahanku sangat fatal. Ini adalah proyek besar dengan klien dari Jepang. Aku hanya berdiri mematung saja di depan pintu pak Alfin, tak berani masuk menghadapi kemarahannya."Zil .... " Heru menghampiriku.Aku menatapnya sekilas, "ya, ada apa, Her?""Ada suamimu di Loby, buruan samperin! Sebelum dia naik ke sini dan bikin heboh," ucap Heru dengan berbisik di sampingku.Oh, my god. Tanpa menoleh lagi, aku segera berlari menuju Loby dan celingukan mencari sosok Mas Syafril. Jantungku berpacu kencang, keringat dingin menetes di dahi."Mbak Zilla," panggil Gina sang Resepsionis."Ya." Aku segera mendekat."Ini ada titipan berkas." Dia memberikan Map Biruku yang tertinggal di rumah."Alhamdulillah, akhirnya." Aku memeluk berkas pen
Suamiku 90cmBab 15: Ulah HeruSetelah menikmati lezatnya Pizza teri pedas dan menenggak dua gelas jus jeruk, mata jadi terasa mengantuk. Tapi ketika baru saja hendak memejamkan mata, ponselku berdering. Nama Heru terpampang di layarnya."Oh, iya. Aku ada janji dengan Heru." Segera kuangkat telpon darinya."Zil, sudah jam 19.30 nih. Setengah jam lagi kita jadi ya bertemunya?" Suaranya dari seberang sana."Iya, iya. Telat dikit gak apa ya? Aku barusan selesai makan. Mau mandi dulu.""Oke, aku tunggu." Heru mematikan sambungan telepon.Dengan malas, aku menuju kamar. Segera mandi dan berkemas. Kukenakan t-shirt warna putih dan celana jins hitam. Jaket warna cokelat dan rambut kukincir ke atas. Kutabur bedak Dee-dee dan pelembab bibir. Semenjak hamil ini aku jadi malas dandan dan pakaian ribet. Kaos oblong jadi kegemaranku sekarang."Mau ke mana, Dik?" tanya Mas Syafril ketika memasuki kamar dan melihatku sudah rapi."Teman kantor Zilla ngajak ketemu, Mas. Ada urusan kantor yang mau dibi
Suamiku 90cmBab 16 : Wildan"Jangan ikut campur urusanku, awas kamu ya!" teriak Heru geram dan berdiri dengan tubuhnya yang sempoyongan."Tapi aku tidak akan membiarkan kamu melakukan kejahatan di sini," ucap pria itu. Sepertinya aku tidak asing dengan suara pria ini."Ini Hotel milikku, jadi kamu jangan ikut campur!""Tapi hotel ini juga milik kakakmu, istriku. Apa kamu lupa itu?"Oh, jadi pria ini abang iparnya Heru. Sebaiknya aku segera pergi. Dengan cepat aku berlari menuruni tangga dan menuju lantai dasar. Tapi seseorang mengejarku dari belakang dan kini ia berdiri tepat di hadapanku."Maafkan kelakuan adik ipar saya," ujarnya.Deggggg....jantung hampir mau copot melihat pria yang sedang berdiri di hadapanku sekarang. Orang yang tidak ingin kulihat lagi seumur hidup."Wildan .... " batinku."Zilla .... " dia menatapku agak kaget.Tanpa berkata apa pun, aku segera berlari melewati tubuh tinggi itu menuju pintu keluar. Lalu naik ke mobil dan menyuruh pak Sugeng untuk segera tancap
Suamiku 90cmBab 17 : Bawaan Hamil"Zilla gak ke kantor, Mas. Jadi, duluan saja berangkat kerjanya," ucapku sembari berbaring membelakanginya yang berdiri di samping tempat tidur."Iya, Dik. Cuma Mas bimbang juga mau meninggalkan Dik Zilla sendirian di rumah.""Gak apa kok, Mas.""Gimana kalau Mas telpon Ibu saja? biar bisa menemani dik Zilla," usulnya."Boleh juga, mas." Aku setuju dan kemudian memejamkan mata.Dan tiba-tiba rasa mual itu kembali lagi, dengan cepat aku segera berlari menuju kamar mandi."Sebentar lagi Ibu datang ke sini, Dik." Suara Mas Syafril terdengar samar-samar dan kemudian meninjauku di kamar mandi."Aduh, Dik. Kasian sekali kamu," ucapnya prihatin dan hanya berdiri saja di belakang, kemudian menyentuh pinggangku.Ya elah, inilah resiko punya suami kecil. Aku berharap disaat seperti ini akan ada suami yang memijit pundak untuk meredakan mualku seperti disinetron-sinetron. Ini mah boro-boro bisa mijit, gak sampai atuh tangannya ke pundak. Tangannya cuma sampai p
Suamiku 90cmBab 18 : Air Doa"Matamu harus dicuci pakai air tolak bala, Zil! Karena sudah kepergok ngeliat si bajingan itu." Ibu berbisik ditelingaku."Gak usah segitunya, Bu. Biasa sajalah," jawabku berusaha santai, sebenarnya masih berdebar."Tidur di rumah Ibu saja malam ini, biar nanti minta bacakan air doa selamat dengan abangmu, ya," bisiknya lagi."Terserah Ibu sajalah." Aku melipat tangan di dada dan memejamkan sedikit mata. Malas membantah omongan Ibu, karena urusannya akan panjang lebar."Syafril, hari ini Zilla pulang ke rumah Ibu saja dulu ya? Biar Ibu bisa ngurusin dia, gimana menurut kamu?" ucap Ibu kepada Mas Syafril yang duduk di samping Pak Sugeng yang sedang mengemudikan mobil kami."Boleh, Bu. Syafril setuju, mana baiknya sajalah. Jadi sekarang kita langsung ke rumah Ibu nih?" tanya Mas Syafril."Iya, Fril. Syukur kalau kamu memberi izin Zilla nginap di rumah Ibu. Makasih ya, Nak.""Iya, Bu," jawab mas Syafril dengan memamerkan senyum jeleknya. Oh, my god. Aku benc
Suamiku 90cmBab 19 : CurigaTiga menit kemudian, Mas Syafril datang dengan membawa pesananku."Ini, Dik, ayo di makan." Dia tersenyum lebar sembari menghidangkan sate kerang yang terlihat begitu menggoda selera.Dari aroma wangi baunya saja, air liurku serasa mau tumpah. Segera saja ku santap, satu per satu tusuk sudah berpindah ke dalam perut."Gimana, Dik? Enak?" dia tersenyum menatapku."Enak, Mas," jawabku senang.Beberapa saat kemudian, semua tusuknya sudah bersih. Aku terbaring kekenyangan sambil mengelus perut."Ya sudah kalau gitu, Mas simpan ke dapur dulu piringnya," ujarnya sembari mengambil ponsel dan membawa piring kotor bekas sate kerang ke dapur.***Dengan malas aku berjalan menuju kamar dan kemudian memejamkan mata. Tapi kulirik ke samping, Mas Syafril masih sibuk dengan ponselnya dan sesekali tersenyun sendiri.Hemmm, awas saja kalau kamu sampai selingkuh, Mas! Udah kecil, hitam, jelek dan kalau kamu juga buaya darat. Kusedekahkan bulat-bulat kamu kepada pelakor itu,
Suamiku 90cmBab 20 : Bertemu Mantan"Okelah, Pak," jawabku setuju sambil membayangkan asyiknya pergi liburan."Bagus, ini berkas untuk besok. Pelajari baik-baik, jangan kecewakan saya!" dia memberikan setumpuk berkas di hadapanku."Insyallah, pak Alfin. Kalau begitu saya permisi."Pak Alfin hanya menjawab dengan anggukan kepala. Aku keluar dari ruangannya dan duduk kembali di meja kerja. Si Heru memperhatikanku dari mejanya yang terpisah empat meja dengan karyawan lain.Ah, si Heru alias Pebinor itu pasti mengiranya aku melaporkan kelakuannya kepada bos. Huh, gak lah, aku gak sepicik itu. Aku masih punya rasa kasihan dan lagi pula rahasiaku di dia harus tetap aman sampai aku siap mempublikasikan si pria kecil, itu pun kalau sudah kepepet nanti.***Malamnya, langsung kupelajari berkas untuk rapat besok. Hemmm, semoga saja 'Si Kim' gak bikin repot besok ya. Aku mengelus perut. Oh iya, sejak pulang dari kantor tadi sore aku belum melihat Mas Syafril. Ke mana dia? Ah, biar sajalah. Biar