Suamiku 90cmBab 19 : CurigaTiga menit kemudian, Mas Syafril datang dengan membawa pesananku."Ini, Dik, ayo di makan." Dia tersenyum lebar sembari menghidangkan sate kerang yang terlihat begitu menggoda selera.Dari aroma wangi baunya saja, air liurku serasa mau tumpah. Segera saja ku santap, satu per satu tusuk sudah berpindah ke dalam perut."Gimana, Dik? Enak?" dia tersenyum menatapku."Enak, Mas," jawabku senang.Beberapa saat kemudian, semua tusuknya sudah bersih. Aku terbaring kekenyangan sambil mengelus perut."Ya sudah kalau gitu, Mas simpan ke dapur dulu piringnya," ujarnya sembari mengambil ponsel dan membawa piring kotor bekas sate kerang ke dapur.***Dengan malas aku berjalan menuju kamar dan kemudian memejamkan mata. Tapi kulirik ke samping, Mas Syafril masih sibuk dengan ponselnya dan sesekali tersenyun sendiri.Hemmm, awas saja kalau kamu sampai selingkuh, Mas! Udah kecil, hitam, jelek dan kalau kamu juga buaya darat. Kusedekahkan bulat-bulat kamu kepada pelakor itu,
Suamiku 90cmBab 20 : Bertemu Mantan"Okelah, Pak," jawabku setuju sambil membayangkan asyiknya pergi liburan."Bagus, ini berkas untuk besok. Pelajari baik-baik, jangan kecewakan saya!" dia memberikan setumpuk berkas di hadapanku."Insyallah, pak Alfin. Kalau begitu saya permisi."Pak Alfin hanya menjawab dengan anggukan kepala. Aku keluar dari ruangannya dan duduk kembali di meja kerja. Si Heru memperhatikanku dari mejanya yang terpisah empat meja dengan karyawan lain.Ah, si Heru alias Pebinor itu pasti mengiranya aku melaporkan kelakuannya kepada bos. Huh, gak lah, aku gak sepicik itu. Aku masih punya rasa kasihan dan lagi pula rahasiaku di dia harus tetap aman sampai aku siap mempublikasikan si pria kecil, itu pun kalau sudah kepepet nanti.***Malamnya, langsung kupelajari berkas untuk rapat besok. Hemmm, semoga saja 'Si Kim' gak bikin repot besok ya. Aku mengelus perut. Oh iya, sejak pulang dari kantor tadi sore aku belum melihat Mas Syafril. Ke mana dia? Ah, biar sajalah. Biar
Suamiku 90cmBab 21 : JengkelDengan tak bersemangat aku duduk di depan meja kerja, pikiran melayang ke mana-mana. Jengkel sekali rasanya hati ini."Zil, dipanggil Pak Alfin ke ruangannya," ujar Stefany si sekretaris bos."Oh, iya. Oke." Aku segera melangkah masuk ke ruangan setelah mengetuk pintu terlebih dahulu."Ayo, Zilla, silakan duduk!" Pak Alfin menyambutku dengan senyum hangat."Iya, Pak." Aku duduk di depannya dengan tampang letih."Ini, Zil." Dia meletakkan amplop cokelat di depanku. "Sesuai janji saya kemaren, itu bonus untuk kamu.""Hemm, makasih, Pak." Aku meraih amplop tebal itu. Mungkin 10juta kali isinya, asik. Senyumku mulai terkembang."Terus cuti sebulannya, gimana, Pak? Jadi,kan?" aku menatapnya penuh harap."Emang kamu mau ke mana sih, Zil? Pakai mau ambil cuti sebulan segala?""Kan, Pak Alfin yang nawarin, saya maulah. Lumayan bisa liburan ke Bali rencananya. Heheee .... " ucapku bersemangat."Kamu kan lagi hamil dan sedang masa ngidam. Emang bisa bepergian jauh
Suamiku 90cmBab 22 : Dua KurcaciKeesokan harinya, aku sengaja ingin berangkat agak siang saja ke kantornya. Karena tadi malam sudah lembur mengerjakan proyek si mantan sialan itu. Tapi baru sebagian saja, sisanya besok-besok lagi. Ngapain juga sih maunya harus aku yang mendesain? Bikin acara liburan batal saja. Dari dulu sampai sekarang selalu senang bikin orang susah. Kusumpahi cepat botak kami, ckckckck. Aku ngedumel kesal sambil menonton film kartun di tv.Taklama berselang, terdengar ada suara mobil yang datang. Ah, mungkin Pak Sugeng balik mengantar Mas Syafril. Tapi kemudian terdengar suara pintu diketuk."Siapa sih yang bertamu pagi-pagi begini?" omelku kesal sembari beranjak menuju pintu depan."Assalammualaikum.""Waalaikumsalam." Ternyata dua orang adik iparnya Mas Syafril yang datang. Silvia dan Lidia."Ayo, masuk mbak!" aku tersenyun ramah pada mereka."Di sini sajalah, Zil," ucap Silvia yang dandanannya agak norak menurutku. Perhiasannya bergelantungan, gak takut di ram
Suamiku 90cmBab 23 : Foto dari Masa LaluAku kembali ke meja kerja dan Heru menatapku dari mejanya. Hemm, abang ipar sama adik ipar sama-sama kelewat waras. Aku menatapnya berang, berani kamu nyamperin aku ke sini. Pokoknya kuhajar, habisnya lagi pengen makan orang nih."Heh, ada apa sih? Kok sadis gitu tampangnya?" Ellis menghampiriku."Yang tadi itu ... klien baru kita, ya? Yang ingin membangun 'Perumahan Mewah' kan?" tanya Ellis lagi karena pertanyaan pertamanya kuabaikan."Iya, sumpah ... Nyebelin banget tuh orang," omelku kesal."Emang dia ngapain kamu, Zil?""Gak diapa-apain sih. Tanda tangan kontrak baru kemaren, tapi hari sudah datang minta desainnya. Kan sinting tuh orang?" aku mulai berapi-api lagi."Duh, Zil. Cup, cup ... Bumil dilarang marah-marah terus. Nih, diademin dulu tuh hati!" Mona menyodorkan teh botol dingin ke tanganku."Ya sudah, Zil. Tarik napas dari hidung, hembuskan dari mulut," ucap Ellis sambil memperagakan sistem pernapasan diafragma.Aku pun mengikuti ar
Suamiku 90cmBab 24 : KepergokAku tidak cemburu, hanya merasa kesal saja. Separuh hatiku bersorak senang kalau Mas Syafril benaran selingkuh, berarti ini jalan untuk berpisah dengannya. Tapi separuh lagi hatiku merasa tidak terima atas perlakuannya dan tidak pernah membayangkan hidupku akan setragis ini. Aku bingung, apa yang harus dilakukan sekarang? Kutarik napas panjang. Hatiku sakit.Seketika juga ada pikiran lain muncul di hati. Mungkinkah cuma akal-akalan pria kecil ini saja untuk membuat cemburu? Kalau seperti itu jalan ceritanya, jangan harap! Cemburu bukanlah pribadiku. Aku tidak akan menanyakan siapa Angel itu, Mas. Aku harus tetap jaim dan berusaha santai atas semua kelakuannya.Malam ini aku harus menyelesaikan desain proyek Wildan, semua harus kelar secepatnya. Agar bisa bernapas lega dan terbebas dari bertemu dengan bajingan itu. Sehabis ini pergi liburan ke Bali, pokoknya Pak Alfin harus menandatangi cutiku. Aku harus liburan, semua masalah baik di rumah mau pun di kan
Suamiku 90cmBab 25 : KaburTerlihat dari kaca spion taxi, Wildan memegangi kepalanya menatap kesal melihat kepergianku. Emang apa sih yang mau dibicarakan si bajingan itu?Astaga, Mas Syafril. Hatiku perih juga melihat kelakuannya tadi, aku menangkap basah dia bersama pelakor itu. Dadaku terasa sesak menahan tangis, kumainkan napas supaya air mata tidak berjatuhan. Aku merasa rugi kalau harus mengeluarkan air mata hanya untuk penghianat itu. Pria kecil, jelek, hitam dan tukang selingkuh ini tidak pantas aku tangisi. Air mataku terlalu berharga untuknya."Mbak, kita mau ke mana nih?" Pertanyaan supir taxi mengagetkan lamunan."Aduh, ke mana ya?" Aku menggaruk kepala bingung. Mau pulang ke rumah Ibu, gak mungkin. Kasian kalau dia sampai tahu masalah ini. Menantu pilihannya malah membuat ulah dengan berselingkuh dan membuat susah anaknya, penyakit jantung ibu bisa kumat. Aku tidak mau itu terjadi."Ke jalan Merpati nomor 4, Pak," jawabku pada supir taxi dengan menyebutkan alamat rumah M
Suamiku 90cmBab 26 : BaliTaklama sesudah membuka pesan, nama Mas Syafril kembali muncul di layar. Kuabaikan panggilan telepon darinya setelah itu kumatikan kembali ponsel.Pintu kamar diketuk, seorang waitres mengantarkan dua gelas jus jeruk dan dua porsi makanan juga untukku. Aku jadi agak rakus sekarang, satu porsi mah gak cukup. Maklum saja semenjak berbadan dua, makannya jadi double juga.***Tiga hari sudah aku berada di Bali. Walau pun cuma liburan sendiri saja tapi aku sangat menikmatinya. Pikiran menjadi tenang dan hati juga menjadi selalu riang. Apalagi di Pantai Kuta, pemandangan para turis tampan selalu memanjakan mata. Tubuh atletis dan wajah ganteng mereka membuat aku betah lama-lama berjemur di sana. Sambil mengelus perut yang membuncit, aku terbaring di kursi pantai sambil heatset melekat di telinga. Kacamata hitam juga tidak ketinggalan.Kusudahi berjemur sore ini, beranjak berdiri dan membenarkan kain Bali yang menyelimuti punggung sambil memegangi topi, takut melay