Suamiku 90cmBab 24 : KepergokAku tidak cemburu, hanya merasa kesal saja. Separuh hatiku bersorak senang kalau Mas Syafril benaran selingkuh, berarti ini jalan untuk berpisah dengannya. Tapi separuh lagi hatiku merasa tidak terima atas perlakuannya dan tidak pernah membayangkan hidupku akan setragis ini. Aku bingung, apa yang harus dilakukan sekarang? Kutarik napas panjang. Hatiku sakit.Seketika juga ada pikiran lain muncul di hati. Mungkinkah cuma akal-akalan pria kecil ini saja untuk membuat cemburu? Kalau seperti itu jalan ceritanya, jangan harap! Cemburu bukanlah pribadiku. Aku tidak akan menanyakan siapa Angel itu, Mas. Aku harus tetap jaim dan berusaha santai atas semua kelakuannya.Malam ini aku harus menyelesaikan desain proyek Wildan, semua harus kelar secepatnya. Agar bisa bernapas lega dan terbebas dari bertemu dengan bajingan itu. Sehabis ini pergi liburan ke Bali, pokoknya Pak Alfin harus menandatangi cutiku. Aku harus liburan, semua masalah baik di rumah mau pun di kan
Suamiku 90cmBab 25 : KaburTerlihat dari kaca spion taxi, Wildan memegangi kepalanya menatap kesal melihat kepergianku. Emang apa sih yang mau dibicarakan si bajingan itu?Astaga, Mas Syafril. Hatiku perih juga melihat kelakuannya tadi, aku menangkap basah dia bersama pelakor itu. Dadaku terasa sesak menahan tangis, kumainkan napas supaya air mata tidak berjatuhan. Aku merasa rugi kalau harus mengeluarkan air mata hanya untuk penghianat itu. Pria kecil, jelek, hitam dan tukang selingkuh ini tidak pantas aku tangisi. Air mataku terlalu berharga untuknya."Mbak, kita mau ke mana nih?" Pertanyaan supir taxi mengagetkan lamunan."Aduh, ke mana ya?" Aku menggaruk kepala bingung. Mau pulang ke rumah Ibu, gak mungkin. Kasian kalau dia sampai tahu masalah ini. Menantu pilihannya malah membuat ulah dengan berselingkuh dan membuat susah anaknya, penyakit jantung ibu bisa kumat. Aku tidak mau itu terjadi."Ke jalan Merpati nomor 4, Pak," jawabku pada supir taxi dengan menyebutkan alamat rumah M
Suamiku 90cmBab 26 : BaliTaklama sesudah membuka pesan, nama Mas Syafril kembali muncul di layar. Kuabaikan panggilan telepon darinya setelah itu kumatikan kembali ponsel.Pintu kamar diketuk, seorang waitres mengantarkan dua gelas jus jeruk dan dua porsi makanan juga untukku. Aku jadi agak rakus sekarang, satu porsi mah gak cukup. Maklum saja semenjak berbadan dua, makannya jadi double juga.***Tiga hari sudah aku berada di Bali. Walau pun cuma liburan sendiri saja tapi aku sangat menikmatinya. Pikiran menjadi tenang dan hati juga menjadi selalu riang. Apalagi di Pantai Kuta, pemandangan para turis tampan selalu memanjakan mata. Tubuh atletis dan wajah ganteng mereka membuat aku betah lama-lama berjemur di sana. Sambil mengelus perut yang membuncit, aku terbaring di kursi pantai sambil heatset melekat di telinga. Kacamata hitam juga tidak ketinggalan.Kusudahi berjemur sore ini, beranjak berdiri dan membenarkan kain Bali yang menyelimuti punggung sambil memegangi topi, takut melay
Suamiku 90cmBab 27 : PulangKeesokan harinya, aku sedang berbaring di kursi pantai sambil mendengarkan musik di telinga. Memejamkan mata sembari menghirup udara segar."Hey, Zil." Terdengar suara Wildan di sampingku.Yeah, Wildan lagi. Aku membuka mata dan menatapnya jengah. Mau apa lagi dia? Bukankah urusanku dengannya sudah kelar?"Kamu belum pulang, Zil?""Belum, kenapa emang?""Barangkali aja mau bareng .... ""Hemm, kamu duluan aja pulangnya. Aku masih betah liburan di sini.""Emang mau berapa lama liburannya?""Yeah, sampai melahirkan," jawabku asal saja."Zil .... ""Ada apa lagi, Wildan?" aku memiringkan tubuh dan kemudian duduk. Membuka kacamata hitamku dan menatapnya."Suamimu itu yang .... " dia menatapku serius."Kenapa emangnya dengan suamiku? Udah deh ... jangan terlalu kepo!" aku menatapnya garang."Jujur deh, Zil. Suamimu itu yang tubuhnya kecil itu, kan?" dia menyipitkan sebelah mata."Apa sih urusan kamu? Bukannya urusan kita kemaren udah kelar. Terus sekarang apa l
Suamiku 90cmBab 28 :Keluar Tanda"Kenapa gak bilang dari tadi, Zil? Sepertinya kamu akan segera melahirkan." Ibu mulai mengemasi perlengkapan untuk sang jabang bayi, memasukkannya ke dalam tas."Segera telepon Syafril, Metha!" perintah Ibu."Ayo, kita harus segera ke rumah sakit!" Bang Fraditya masuk ke kamarku."Nanti sajalah ke rumah sakitnya, Zilla mau bawa tidur saja dulu." Aku menarik selimut dan memejamkan mata.""Duh, nih anak. Udah mau melahirkan masih santai-santai saja!" omel abangku terdengar kesal."Ayo, Zilla! Kita ke rumah sakit sekarang." Ibu menggoyang punggungku."Apa dokternya gak bisa dipanggil ke sini saja, Bu?" aku membuka sedikit mata."Ya elah, mana bisa begitu. Biar diperiksa dulu sama dokter," ucap Ibu lembut."Zilla gak mau ke rumah sakit." Aku merengek seperti anak kecil"Kalau mau melahirkan di rumah, panggil dukun beranak saja!" nada suara abangku terdengar makin kesal.Sumpah, aku takut sekali menjelang masa persalinan ini. Apalagi sudah melihat video-vi
Suamiku 90cm Bab 29 : Baby Kim Aku menatap bengong bayi laki-laki yang ada di dalam pangkuan sekarang. Apa benar ini bayiku? Bayi yang kukandung dan kubawa ke mana-mana selama sembilan bulan itu. "Anak kita tampan sekali ya, Dik." Mas Syafril duduk di pinggir ranjang dengan kaki terjuntai di kursi. Aku menatap Mas Syafril sejenak kemudian mengalihkan pandangan ke bayiku, sedikit pun gak ada mirip Mas Syafril. Alhamdulillah anakku normal dan ganteng. Matanya sipit, hidung mancung dan berkulit putih. Mirip 'Kim Soo Hyun'. Aku terkekeh tersenyum puas. "Terimakasih, Zilla. Sudah memberikan cucu yang begitu tampan kepada bunda," ujar mertuaku dengan senyum yang sumringah. "Dia pasti tinggi seperti Zilla, Bun." Ayah mertua tak kalah bahagianya. Hanya Silvia dan Lidia yang tampak tidak senang dengan kelahiran putraku, mereka sibuk berbisik-bisik. "Mau dikasih nama siapa, Fril? Atau ayah saja yang kasih nama?" ayah mertua menatap sang cucu dengan takjubnya. "Syafril udah siapkan nama,
Suamiku 90cmBab 30 : MemperkenalkannyaDari rumah sakit, kami langsung menuju ke rumah mas Syafril. Dengan rombongan 3 buah mobil. Mobil pertama berisi keluarga mas Syafril, mobil kedua ada bang Fradit beserta kak Metha juga Farah dan mobil yang ketiga ada kami. Aku duduk bersampingan dengan Ibu yang sedang memangku si baby Kim. Mas Syafril duduk di samping Pak Sugeng yang sedang mengemudi.Sesampainya di rumah, lagi-lagi si baby Kim menjadi rebutan semua orang. Terutama orangtua mas Syafril dan adik beradiknya. Mereka berebutan mengajak bicara bayi yang baru saja lahir itu. Aku hanya cekikikan dalam hati. Apalagi kak Metha, dia selalu menutup mulut untuk menyembunyikan tawanya.Sore harinya, hanya tinggal Ibu saja yang masih tinggal di rumah kami. Semuanya sudah pulang."Akhirnya bisa istirahat dengan tenang juga." Aku memejamkan mata."Kok ngomongnya gitu?" Ibu yang sedang mengganti popok si baby Kim menoleh ke arahku.Aku tersenyum kecut, "Emangnya tadi Ibu gak lihat apa, para ku
Suamiku 90cmBab 31: Suntik KBSampai malam, ART dan Baby Sister yang dipesan belum juga muncul. Aku sudah keluh kesah cemas, takut si baby Kim ngajak begadang malam ini. Oh, my god. Jadi mami itu berat, aku harus kuat."Dik Zilla tidur saja, biar mas yang jaga baby Kim," ucap mas Syafril ketika si baby bangun jam 01.00 malam dan gak mau dibobokan lagi."Okelah, Mas," jawabku lemas.Ketika merebahkan diri di ranjang, aku langsung terlelap tak sadarkan diri lagi. Dan ketika tersadar, saat mendengar tangisan si baby Kim. Aku langsung beranjak turun dari ranjang dan menuju box tempat tidur baby Kim.Oh, my god. Pantas saja si baby Kim menangis, botol susunya dimulut si papi yang tertidur duduk di samping box."Mas, mas ... Bangun! Gak sadar apa si Kim nangis dari tadi?" Aku mulai dongkol melihat kelakuan si pria kecil."Eh, iya Dik." Dia langsung terbangun dengan botol susu tersumpal dimulutnya dan sambil memegangi itu botol."Mas, pantas saja si Kim nangis. Susunya dia, papi yang minum.