Benar-benar istri pembangkang si Mawar! Tidak pernah mau mendengar ucapanku. Sekarang gajiku mau dia atur-atur, dasar perempuan pengangguran gitu tuh, lihat duit langsung ijo matanya. Huh … geramnya aku.Lebih baik sekarang ku telepon ibu, akan kuadukan semua kelakuan menantu kesayangannya itu. Aku yakin, setelah ini ibu pasti akan membelaku dan memarahi Mawar habis-habisan.“Assalamu’alaikum, Bu,” ucapku.“Wa’alaikumussalam, Dani,” jawab Ibu. “Gimana kabar kamu, Mawar dan Ari? Betah di kontrakan baru?”“Haduh … bukannya betah, Bu. Mawar malah pulang ke rumah orang tuanya. Meninggalkan aku sendirian,” jawabku emosi.“Lho, ada apa? Kenapa Mawar pulang ke rumah orang tuanya? Kalian bertengkar?” cecar Ibu.“Iya bertengkar, Bu. Tapi kali ini Mawar yang keterlaluan, Bu. Masa dia mau atur-atur gajiku. Terus gak mau hidup hemat. Pokoknya Mawar itu boros banget, Bu!” ucapku menggebu.“Boros bagaimana, Dani? Ibu lihat Mawar tidak seperti itu? Lagipula, memangnya selama ini yang atur uang gajim
“Tapi, Bu. Aku sudah tidak bisa bertahan dengan mas Dani,” ucapku pelan.“Apa? Kamu akan bercerai?” tanya Ibu kaget.“I– iya, Bu,”“Apakah tidak bisa kamu beri Dani kesempatan lagi, Nak?” Nada suara Ibu terdengar sedih.“Entah, Bu. Hatiku telah lama memendam sakit. Begitu banyak perilaku dan perkataan mas Dani yang sangat menyakitiku,” Aku terisak.“Mawar, ibu mohon berilah Dani kesempatan! Demi ibu,” ucap Ibu.“Hm … mas Dani pun tidak meminta kesempatan padaku, Bu,” ucapku.“Apakah kamu ingin Dani meminta maaf padamu, Nak?” tanya Ibu. “Nanti biar ibu sampaikan padanya.”“Mas Dani sudah dewasa, Bu. Seharusnya dia menyadari kesalahannya. Tidak perlu disuruh meminta maaf padaku. Seharusnya dia yang meminta maaf sendiri,” jawabku. “Aku pun tidak yakin mas Dani mau meminta maaf padaku.”Terdengar suara Ibu terisak.“Mawar, bolehkah ibu besok menemuimu, Nak?” tanya Ibu.“Tentu saja boleh, Bu,” jawabku. “Ibu tetaplah ibuku,sampai kapan pun.”“Terima kasih Mawar. Sampai jumpa besok. Assalamu
“Mas … mas … itu tolong ambilkan handukku, ya!” Suara perempuan. Suara siapa itu? Mas Dani sedang bersama siapa? Suaranya seperti pernah aku dengar.“Oh … i─ iya, Mir,” sahut mas Dani kepada si perempuan.Mir? Apa itu suara mbak Mira, tetangga sebelah kontrakan? Sepertinya benar, itu suara dia. Sedang apa mbak Mira bersama mas Dani? Apa yang mereka berdua lakukan? Aah … pikiranku berkecamuk, menerka-nerka apa yang terjadi di sana.Kenapa aku harus peduli?! Bukankah aku sudah ingin bercerai dari mas Dani. Mungkin saja ini pertanda dari Allah, supaya aku mantap mengajukan perceraian.Aku putuskan sambungan telepon secara sepihak tanpa mengucapkan salam. Aku tidak mau mengotori telingaku, mendengarkan pembicaraan mereka.Sekitar sepuluh menit aku melayani customer yang datang, hpku kembali berbunyi. Kulihat panggilan dari mas Dani. Aku biarkan saja, karena customerku lebih penting. Akhirnya hp ku atur ke mode hening.**********Waktu sudah hampir magrib. Aku lupa mengecek hp, barangkali
[Halo, Mbak Mawar. Sudah lihat foto yang kukirim?][Bagaimana pendapat, Mbak? Cocok, kan?!] Mbak Mira mengirim pesan diakhiri emoticon senyum.Apa harus kujawab pesannya? Aku tidak menyangka, wanita yang kulihat dari penampilannya seperti wanita baik-baik, malah berbuat hal yang seperti ini.[Maaf, ya. Ini siapa?] Aku berpura-pura tidak tahu kalau yang mengirim pesan adalah mbak Mira.[Oh … iya aku lupa memberitahu, Mbak. Aku Mira, tetangga sebelah kontrakan mas Dani,][Kalau sekarang sih, statusku calon istrinya mas Dani,] mbak Mira menambahkan emoticon hati di pesannya.Aku harus bisa mengontrol diri menghadapi wanita macam mbak Mira ini. Aku tidak mau merendahkan diri dengan marah-marah padanya. Biarlah saat ini dia merasa menang dengan perbuatannya.[Oh begitu,] jawabku singkat.[Kamu gak marah, kan Mbak? Lagipula selama Mbak gak ada, aku lho yang mengurus mas Dani. Dio sudah akrab banget sama mas Dani, sudah seperti ayah dan anak kandung,] [Kami biasa menghabiskan waktu bersama,
POV MiraDuh … suara berisik apa sih itu? Dio dan aku lagi tidur siang, suara ribut-ribut membuatku terbangun. Kayaknya ramai sekali, coba kuintip dulu. Waduh, kok banyak warga berkerumun di depan kontrakan mbak Mawar? Ada apa memangnya? Dari tadi aku tidur, sampai tidak mengetahui ada kejadian apa di sebelah.Oh, ternyata mbak Mawar dan suaminya bertengkar lagi. Tapi kali ini lebih hebat dari yang kemarin. Aku bertanya pada salah satu tetangga yang sudah lebih dulu ikut berkerumun. Katanya bapaknya mbak Mawar datang untuk menjemputnya. Benar saja, tidak lama mereka keluar dan nampaknya mbak Mawar akan pulang ke rumah orang tuanya. Itu dia membawa koper besar, pasti akan tinggal lama bersama orang tuanya atau bahkan akan bercerai dengan suaminya?! Hm … bakal ada calon duda keren nih. Kutatap suami mbak Mawar yang marah-marah melepas kepergian istrinya. Duh … orang keren gini kok ditinggal! Yaah … lumayan, siapa tahu bisa aku dekati. Ku tersenyum membayangkan apa yang akan kulakukan te
POV DaniAah … Mawar sekarang benar-benar sudah tidak menghargaiku. Dia bilang sudah mengajukan cerai … huh dasar istri pembangkang. Mentang-mentang sekarang sudah berjualan, dia merasa sudah hebat … huh. Tapi ibuku bilang jualannya laku, penghasilannya lumayan. Kenapa tidak dari dulu dia jualan, kan jadi tidak minta uang terus padaku. Kalau sekarang dia sudah bisa menghasilkan uang, berarti kami tidak boleh bercerai. Enak saja dia, giliran punya uang ingin pisah dari aku. Lihat saja, aku tidak akan menceraikanmu, Mawar!Ini juga masalah apalagi? Kenapa Mira mengirim pesan seperti itu ke Mawar? Apa-apaan si Mira, seolah-olah aku ada hubungan dengan dia. Padahal aku baru sekali numpang nonton tv di kontrakannya sampai ketiduran. Kenapa juga aku sampai ketiduran di sana … huh.Aku benar-benar tidak ada perasaan pada Mira. Selama ini karena dia baik saja padaku, seringkali memasak untukku, kan lumayan aku jadi irit. Tidak ada dipikiranku untuk mencintainya. Berarti dia kegeeran atas ked
Hari ini aku mulai mengerjakan paket pesanan bu Puspa. Total ada dua ratus paket. Alhamdulillah banyak sekali untuk ukuran baby shop kecil seperti milikku ini. Aku berusaha membungkusnya dengan cantik, sesuai pesanan bu Puspa. Hari ini baby shop libur dulu, supaya aku bisa fokus mengerjakannya dan selesai tepat waktu.Hari sudah sore, Ari sudah dimandikan oleh ibu tadi. Aku masih saja berkutat dengan semua paket-paket ini. Tiba-tiba kudengar suara salam dari arah pintu depan. Seperti suara mas Dani, masa sih dia ke sini? Mungkin aku salah kira. Seorang Mas Dani mana mau menurunkan gengsinya dengan datang ke sini.Ibu berjalan ke arah pintu seraya menjawab salam. Aku tidak terlalu mendengar percakapan dengan tamu yang datang karena fokus membungkus.Tidak lama Ibu kembali dan memberitahu kalau yang datang adalah mas Dani. Kaget juga aku mendengarnya.“Apa? Mas Dani datang ke sini, Bu? Tidak salah? Mau apa dia ke sini, Bu?” Aku memberondong Ibu dengan pertanyaan.“Ibu tidak tahu dia ma
Pagi ini badanku terasa tidak enak karena semalam kurang tidur. Tapi hatiku terasa lebih tenang, setelah semalam shalat istikharah, memohon petunjuk dari Allah SWT.Bismillah … hari ini aku mulai dengan semangat baru, masa depan baru. Aku akan tetap melanjutkan proses perceraian dengan mas Dani. Hatiku merasa sikap mas Dani kemarin seperti dibuat-buat, tidak tulus meminta maaf. Mungkin ini petunjuk dari Allah.Aku ambil hp di atas nakas. Ada beberapa pesan yang masuk dari customer dan banyak pesan dari mas Dani. Aku hanya membaca pesan dari mas Dani tanpa membalasnya, karena semua isinya hanya kalimat bujukan yang memintaku untuk kembali bersamanya. Aku heran, dari sekian banyak pesannya, tidak ada satupun yang menanyakan Ari. Aku semakin yakin untuk tetap bercerai darinya. Tok … tok … tok.Terdengar suara pintu kamarku diketuk.“Mawar,” Suara Ibu memanggil.“Sudah bangun, Nak?”“Iya, Bu. Sudah,” jawabku.Segera kubuka pintu kamar sambil menggendong Ari.“Ari sudah dimandikan?” tanya