"Apa yang kau katakan, lepaskan...."Kenriki berusaha untuk mengatasi perasaannya ketika Laura justru semakin erat memeluknya. Jantungnya yang berdegup kencang membuat kedua lutut Kenriki gemetar. Apalagi, saat telapak tangan sang istri mengusap permukaan kulit perut dan dadanya yang sekarang sudah tidak terhalang kemeja lantaran kemejanya sudah ia lepaskan kancingnya. Membuat darah Kenriki seketika memanas dan otak Kenriki mendadak tidak bisa berpikir.Setengah mati Kenriki melepaskan pelukan Laura, meskipun ada perasaan menikmati yang ia rasakan saat perempuan tersebut melakukan hal itu padanya.Ketika pelukan hangat sang istri terlepas, Kenriki mundur dengan langkah tersendat.Wajahnya merah merona, dan itu tertangkap mata Laura hingga Laura yakin sang suami salah tingkah saat ia memeluk pria itu tersebut meskipun mulutnya mengatakan bahwa ia tidak suka dipeluk.Laura maju, tapi Kenriki mengacungkan tangannya ke arah sang istri sembari mundur dengan napas yang tersengal."Jangan me
"Karena aku menyukai kamu, aku memang pernah menyukai Pasha, tapi itu dulu, sekarang, aku cuma menganggapnya teman, dulu aku pernah mengalah karena Kak Lyoudra juga suka padanya, sekarang, aku enggak mau mengalah lagi, kalau seandainya kamu memang menyukai aku sedikit aja...." Laura bicara dengan nada suara yang gemetar. Rasanya, ia benar-benar sudah melupakan bagaimana pasifnya ia dahulu, saat ini tidak bisa ia duga sekarang justru ia bertindak jauh untuk membuat sang suami bisa berjuang melawan sindrom trauma yang diderita suaminya. Perkataan Laura cukup membuat Kenriki merasa semakin terkesima. Ada perasaan sejuk yang ia rasakan mendengar apa yang diucapkan oleh sang istri tentang Laura yang tidak mau mengalah tersebut. Kenriki sangat menyukai kata-kata itu hingga ia menatap mata istrinya yang juga melakukan hal yang sama, dan ia menemukan kesungguhan di mata perempuan tersebut."Ken, apakah kamu menyukai aku? Kamu mau aku pergi karena kamu ingin mengakhiri perjanjian kita, apaka
Kenriki mengangkat wajahnya setelah mendengar ucapan sang istri. Matanya mengarah pada bibir Laura, dan wajahnya merah seketika saat mengingat betapa tadi ia begitu bernafsu mencium bibir itu meskipun Laura tidak mengimbangi ciumannya dengan sangat baik."Kamu tidak menjijikkan, keadaanku yang seperti ini yang menjijikan, lihatlah tubuhku, penuh dengan keringat, aku selalu seperti ini kalau ada wanita yang menyentuhku, apa kamu masih mau menghabiskan waktu denganku? Tidak dengan Pasha saja?"Tangan Laura mengusap bagian permukaan dada dan perut sang suami yang memang basah oleh keringat, hingga Kenriki menangkap tangan itu, tidak mau terpancing birahi kembali ketika Laura menyentuhnya seperti itu. "Kamu pasti sembuh, ketika kamu bisa mengalahkan rasa takut kamu, keringat itu tidak akan keluar berlebihan lagi, kata Mitha, itu wajar, dulu juga dia-""Kamu menceritakan masalahku pada orang lain?" potong Kenriki dengan wajah yang terlihat sangat terkejut."Maaf, tapi itu karena aku ingi
"Pi, aku bisa menjelaskan, tolong jangan salah paham, aku-""Jawab Papi! Apakah kau benar-benar menikah dengan Laura karena kamu mencintainya seperti pengakuan kamu dulu pada kami?" potong sang ayah tidak peduli dengan niat Kenriki yang ingin menjelaskan perihal pernikahannya tersebut pada sang ayah."Aku-""Tidak, kan? Kamu bahkan tidak mau menyentuhnya hingga sampai sekarang Laura tidak hamil! Kau juga Laura! Aku dan istriku tidak pernah mempermasalahkan latar belakang orang yang masuk dalam keluarga kami, asalkan anakku cinta dan orang itu cinta, itu sudah cukup, tapi kenapa kamu justru mengecewakan kami? Kamu setuju menikah dengan Kenriki karena Kenriki membiayai semua pengobatan kakak kamu, sekarang, kakak kamu sudah sembuh, kalian akan bercerai, iya, kan?"Laura tergugu di tempatnya dibentak sedemikian rupa oleh ayah mertuanya hingga ia bicara saja tidak bisa, sementara Kenriki berusaha untuk menguasai dirinya sendiri agar ia bisa mengatasi kemarahan ayahnya namun ia bingung har
"Enggak boleh mendahului takdir Tuhan, selama belum berusaha, kita enggak boleh bilang enggak bisa.""Jadi?""Aku ikuti kamu ke manapun Ken, karena kamu suami aku, aku akan ikut ke manapun kamu pergi."Mendengar apa yang diucapkan oleh Laura, Kenriki tidak bisa lagi berkata-kata, tapi ia membalas genggaman tangan Laura hingga Laura yakin, sang suami paham apa yang ia sampaikan tadi. Detik berikutnya, mereka akhirnya berkemas. Meskipun perasaan mereka hancur harus keluar dari rumah, tapi apa mau dikata, ayah Kenriki tidak akan menarik ucapannya kembali karena pria itu bukan tipe orang yang mudah mengeluarkan kata-kata jika kata-kata itu tidak dari dasar hatinya. Itu sebabnya, walau memohon untuk tidak diusir pun, akan percuma, Kenriki sangat tahu, keputusan sang ayah tidak bisa lagi diubah.Melihat anak dan menantunya pamit setelah berkemas, Tante Keisya tidak bisa menahan air matanya. Berulang kali perempuan itu berusaha untuk membujuk suaminya agar jangan mengusir Kenriki dan Laura,
Saat tersungkur, Kenriki tidak bangun. Ia tetap pada posisinya hingga Pasha benar-benar tidak suka dengan apa yang ia lihat dari sosok suami Laura tersebut.Pria berdarah Aceh itu mendekati Kenriki, lalu berhenti tepat di hadapannya yang masih tersungkur seperti saat ia memukul tadi."Bangun, Riki! Kalau kau seperti ini bagaimana bisa kau melindungi Laura! Aku tahu persis apa yang kau rasakan, bagaimana sulitnya membuat sisi percaya diri kita muncul ketika melihat orang lain sangat sempurna, tapi kau harus tetap optimis, karena sikap optimis itu yang menjadi sumber kekuatan kamu untuk bisa bangkit dan melawan rasa takutmu itu!!" kata Pasha dengan nada suara yang tegas. Kenriki diam membatu mendengar apa yang diucapkan oleh Pasha, telapak tangannya mengepal, pertanda ia berusaha untuk melawan perasaannya sendiri yang sekarang sangat sulit ia kendalikan karena ucapan Pasha tepat menohok hatinya. Ia selalu tidak percaya diri, jika berhadapan dengan seorang pria yang ia nilai sempurna,
"Tentu saja tidak!" "Lalu?"Kenriki terdiam, seolah kehilangan kata, apa yang akan ia katakan sekarang, karena mendadak seluruh kalimat yang ada di otaknya jadi musnah entah ke mana."Ken, saya tahu saya lancang mengatakan rahasia kamu pada Pasha, tapi saya punya alasan, mengingat kamu dan Laura saling menyukai, saya merasa wajib mengatakan sesuatu agar sahabat saya tidak salah paham, tapi percayalah, saya melakukan itu bukan karena saya ingin meremehkan kondisi kamu, saya hanya ingin menyelamatkan sebuah pernikahan, karena pernikahan itu sakral...."Suara Mitha terdengar lagi meskipun Kenriki masih diam di tempatnya. Membuat Kenriki menghela napas panjang. Kemarahannya perlahan memudar setelah ia mencerna sedikit demi sedikit kata-kata yang diucapkan oleh penulis tersebut."Maaf, saya emosi ... Saya...""Tidak percaya diri bisa membahagiakan Laura karena kondisi kamu yang sekarang?""Iya....""Kamu bisa sembuh, kalau kamu tidak menyerah, banyak orang bisa sembuh karena dia tidak men
Fani menatap Kenriki dengan tatapan mata yang sangat tidak disukai Kenriki, hingga pria itu berusaha untuk menghindari Fani yang terus melangkah maju menghampirinya."Kamu gemetar, Riki, itu artinya kamu panik, aku bisa membuat kamu sembuh, jadi jangan anggap aku ini ancaman, kau harus bisa berpikir bahwa aku ini orang yang akan menolongmu, bukan membawa ancaman untukmu!"Mendengar apa yang diucapkan oleh Fani, Kenriki jadi ingat apa yang diucapkan oleh sang isteri bahwa sang istri bukan ancaman, namun saat mendengar kata-kata itu, Kenriki justru merasa tenang, tidak seperti sekarang yang semakin gemetar dan merasa terancam."Tolong, jangan memaksa saya untuk bertindak kasar, Anda harus ingat, Anda itu siapa, apakah ada seorang psikiater melakukan hal seperti ini untuk orang yang butuh penanganan, atau jangan-jangan Anda ini bukan psikiater asli? Kau hanya berakting untuk mencari mangsa!"GREPP!!Satu tangan Kenriki dipegang erat oleh Fani, seolah wanita itu ingin menyuarakan perasaan
"Iya, kamu benar, aku juga berharap seperti itu, lagipula apa yang bisa kita takutkan? Anak ini anak kita, dites berapa kali juga tetap saja anak kita."Kenriki menarik napas lega mendengar ucapan sang istri, artinya istrinya tidak lagi merasa tertekan karena situasi yang baru saja mereka alami. Genggaman tangannya di telapak tangan istrinya semakin erat seolah menegaskan, ia tidak akan meninggalkan istrinya apapun keadaannya nanti di masa depan. "Aku tadi sedikit terkejut mendengar kata-kata kamu tadi pada Kak Lyoudra, seperti bukan kamu, tapi aku tahu kamu melakukan itu karena kamu ingin membuat kakakmu sadar sudah terlalu berlebihan pada kita."Kenriki bicara, dan Laura tersenyum tipis mendengarnya."Kamu juga, enggak seperti biasanya, merespon perkataan dia yang tadi, aku cuma mengimbangi, karena kurasa kamu sedang merencanakan sesuatu jadi aku hanya ikut saja meskipun aku tidak tahu apa yang sebenarnya kamu rencanakan.""Istri cerdas. Terima kasih, dan semoga saja itu membuat K
Telapak tangan Laura mengepal mendengar apa yang diucapkan oleh sang kakak, jika tadi ia berniat untuk diam saja tanpa ingin ikut campur apa yang mungkin menjadi rencana Kenriki, sekarang, Laura sudah hilang kesabaran. Mungkin Kenriki yang merespon cemoohan kakaknya itu benar kakaknya memang harus sekali-kali dijawab dengan sombong agar perempuan itu juga bisa menghargai ia dan suaminya mulai sekarang."Untuk Kenriki, aku memang menanggalkan semua perasaan malu atau pasifku selama ini, Kak! Kalau aku tidak berinisiatif untuk menyentuhnya, dengan berbagai cara, aku tidak akan membuat dia bisa disentuh, mungkin selamanya dia tetap menjadi suami tak tersentuh, jadi untuk sebuah hal yang mendesak, aku memang tidak seperti Laura yang biasanya, tapi bukankah itu baik? Aku agresif pada suamiku sendiri!"Kenriki dan juga Lyoudra dibuat kaget ketika tiba-tiba saja, Laura bicara seperti itu pada Lyoudra. Apalagi Lyoudra, ia terlihat tidak hanya kaget, tapi juga merasa marah karena wajahnya jadi
"Kamu serius?" tanya Kenriki saat usai mendengar harapan sang istri.Laura mengangguk, dan Kenriki tersenyum melihat anggukan kepala istrinya."Kau tidak malu kalau ada yang bilang aku aneh karena aku yang seperti itu?" Kembali Kenriki melontarkan pertanyaan, dan Laura memeluk tubuh Kenriki yang masih polos seolah meyakinkan apa yang ia putuskan benar -benar sebuah harapan yang ia inginkan."Tapi, kalau aku ingin kamu seperti itu, aku pasti akan membuat kamu tersiksa, jadi semua aku kembalikan sama kamu, di luar dari pada itu tentu saja kamu yang sehat adalah sebuah harapan untukku, keinginan aku itu hanya sebuah keinginan bahwa aku tidak rela ada perempuan lain yang merebut kamu dariku."Laura bicara sambil memeluk suaminya, dan Kenriki balas memeluk sang istri sambil sesekali mengecup kening istrinya seolah menegaskan bahwa ia senang dengan apa yang diucapkan oleh Laura padanya."Sebenarnya, apa yang kamu harapkan itu pernah aku pikirkan sebelumnya....""Benarkah? Kau juga berharap
Kenriki gugup, hingga hal itu membuat dirinya langsung menangkap tangan istrinya lalu ia membalikkan tubuhnya ke arah sang istri. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya seperti orang bodoh dengan jantung yang berdebar kencang. Padahal, mereka sudah sering melakukan hal yang sangat intim namun tetap saja Kenriki seperti baru berdekatan dengan sang istri dengan perasaan dan hati yang tidak tenang, disertai debaran jantung yang juga tidak bisa membuat dirinya rileks."Melakukan tugas yang harus aku lakukan...."Laura menjawab dengan wajah yang merona, dan Kenriki geleng-geleng kepala mendengar hal itu. "Tidak perlu memaksakan diri, kamu tertekan dengan situasi sekarang yang tidak memungkinkan kita untuk -""Riki! Laura! Kalian di dalam?"Tiba-tiba saja, suara Tante Keisya terdengar, memotong ucapan Kenriki yang tadi sudah separuh kalimat. "Ya! Ada apa, Mi!" sahut Kenriki dengan suara sedikit terbata lantaran terkejut ibunya tiba-tiba berteriak. "Mami mau nyusul Papi dulu, ada yang harus k
"Soal apa itu?" tanya Kenriki dengan wajah yang terlihat tegang. Tidak ingin melihat istrinya khawatir seperti itu.Mendengar pertanyaan Kenriki, Laura bukannya langsung menjawab, perempuan itu mengalihkan pandangannya ke arah lain menghindari tatapan mata suaminya yang sedang menatapnya dengan sorot mata yang tajam karena khawatir dengan apa yang diucapkannya tadi."Sayang, kenapa tidak bicara? Kamu khawatir soal apa? Apakah karena obat itu, Erna menekan kamu?" tanya Kenriki lagi dan pertanyaan keduanya kini membuat Laura menatapnya sesaat dengan wajah yang terlihat sedikit salah tingkah. Membuat Kenriki semakin penasaran."Wajahmu merah, apakah yang kau khawatirkan itu bukan hal yang berbahaya tapi.....""Ah! Tidak! Aduh, gimana ya, ngomongnya, aku enggak tahu, apakah aku harus percaya atau tidak, tapi mungkin untuk masalah ini, kita bisa konsultasikan pada Dokter Linda kalau kita sudah punya uang.""Sampai harus konsultasi? Memangnya ada apa? Apa yang dikatakan Erna padamu?" Kenr
"Ya.""Kamu serius?""Serius, tapi, bukannya kamu sekarang enggak suka lagi sama aku? Percuma aja, kan? Lupakan aja.""Aku selalu suka sama kamu, Erna, meskipun kamu tidak menyukaiku karena di hatimu hanya ada Riki, tapi buat aku kamu tetap seseorang yang aku sukai.""Kenapa? Aku sudah banyak membuat kesalahan, aku bikin hidup Kenriki rusak, aku juga membuat perusahaan orang tuanya bangkrut, aku, ah! Kamu akan malu kalau kamu bersama dengan aku.""Asalkan kamu berubah, aku tidak akan malu, kamu sudah menyerahkan obat penawar itu pada Riki, artinya, kamu sudah berubah dan sadar kesalahan, sekarang, tiba waktunya kamu belajar melupakan dia, karena masih ada seseorang yang tulus untuk kamu."Erna bungkam. Perasaan dan hatinya bergejolak, rasanya sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata, sampai akhirnya...."Kalau begitu, apakah sekarang kita jadian?" tanya Erna sambil berpaling dan menatap wajah Sakti dengan sorot mata penuh arti."Asalkan kamu berjanji untuk merelakan Riki dengan Laura.
Keterkejutan Sakti membuat pria itu mendorong spontan Erna. Dan itu membuat tubuh Erna tersentak ke belakang. Ini membuat Erna memalingkan wajahnya sendiri karena merasa wajahnya memanas, dan ia khawatir wajahnya menjadi merah dan Sakti melihat hal itu.Erna tidak tahu, bahwa, kondisi wajahnya itu juga dialami oleh Sakti. Wajah Sakti juga merah dan saat ini pria itu juga sedang memalingkan wajahnya ke arah samping seperti halnya Erna. Untuk beberapa saat, mereka saling diam, sampai akhirnya, Sakti yang berdehem beberapa kali agar situasi canggung mereka bisa musnah."Kenapa kau melakukan itu?" Cara bicara Sakti berubah kembali menjadi memakai aku dan kamu meskipun tadi sudah tidak lagi walaupun Erna meminta hal itu dilakukannya. Erna berpaling mendengar pertanyaan tersebut, terutama karena Sakti jadi merubah cara bicaranya seperti yang tadi diinginkannya."Ternyata benar...."Jawaban yang diberikan oleh Erna tidak membuat Sakti puas, bahkan bingung apa yang sebenarnya dimaksud oleh
Sebuah mobil nyaris menabrak Erna hingga pemilik mobil itu menghentikan mobilnya secara mendadak. Bunyi decit ban beradu keras dengan aspal jalan terdengar memekakkan telinga tatkala mobil itu berusaha untuk mencegah kecelakaan terjadi. Mobil itu memang tidak menabrak Erna, namun cukup membuat pengemudi mobil shock karena insiden tersebut lalu ia segera keluar dari mobilnya untuk mendamprat Erna, karena berjalan tanpa melihat situasi kondisi.Akan tetapi, ketika ia keluar dan menghampiri Erna yang berdiri mematung seperti orang bodoh di tempatnya, pemilik mobil itu terkejut saat melihat siapa yang baru saja ingin ditabraknya."Erna!" katanya, sambil menarik tangan perempuan itu untuk menyingkir dari depan mobilnya.Erna mengangkat wajahnya, dan menatap pemilik mobil yang tidak lain adalah Sakti itu dengan senyum kecut terukir di bibirnya. "Kenapa enggak ditabrak sekalian? Aku nunggu, lho...."Mendengar apa yang diucapkan oleh Erna, Sakti semakin terkejut karena terlihat sekali Erna
Erna tersenyum kecut mendengar ancaman yang diucapkan oleh Laura padanya. Wajahnya tidak berubah sama sekali ekspresinya, meskipun sebenarnya wanita itu tidak suka mendengar apa yang diucapkan oleh Laura tadi padanya."Jadi, kau tetap kukuh mendukung Riki untuk tidak mau memilih salah satu tawaran yang aku berikan padanya?" tanya Erna beberapa saat kemudian."Ya.""Bagaimana kalau nanti resiko dari apa yang diputuskan Kenriki terjadi padanya, kau tidak bisa puas dengan dia secara batin karena dia sudah hilang keperkasaan, apakah kau akan meninggalkan dia?""Tidak, karena aku mencintai dia dengan tulus tanpa mengharapkan balasan apapun, meskipun keadaan dia tidak lagi sempurna sebagai seorang pria, aku tetap tidak akan meninggalkannya.""Kau bisa bicara seperti itu karena belum merasakan berpuasa tanpa melakukan hubungan intim, Laura, aku yakin setelah itu juga kau tidak akan kuat menjalani semuanya, dan pernikahan kalian akan berantakan hingga membuat Kenriki terpuruk semakin dalam."