"Tidak, Dokter salah mengira, bukan seperti itu maksudnya, Dokter adalah dokter Kenriki yang tahu Kenriki luar dalam, meskipun Dokter tidak tahu penyebab Kenriki sampai menderita sindrom seperti itu, aku rasa, bukan berarti Dokter tidak bisa melakukan tugas Dokter dengan baik."Mitha buru-buru merespon karena melihat raut tersinggung sang dokter ketika bicara demikian pada mereka semua. Perlahan, wajah perempuan berambut sebahu itu tidak lagi menegang seperti tadi. Sepertinya, apa yang diucapkan Mitha, cukup membuat kemarahannya yang tadi sempat terpancing jadi mereda kembali."Maaf, aku jadi emosi. Sebenarnya, kalian benar, aku sebagai dokter justru tidak bisa melakukan apapun ketika Kenriki butuh kesembuhan, aku berusaha semaksimal mungkin, tapi tetap saja Kenriki ketergantungan obat penenang, sampai akhirnya ada Laura dan Mitha masuk dalam kehidupan Kenriki, aku merasa perubahan itu semakin nyata, Mitha dan Laura yang membuat Kenriki melakukan kemajuan, aku harus mengakuinya."Per
"Kau ingin memerasku?""Aku tidak minta uang darimu, Pak Kinardo, aku hanya ingin anakmu balas budi, membalas semua yang pernah aku lakukan untuknya, apakah itu terlalu berlebihan? Hitung saja berapa tahun Kenriki berada di luar negeri, dan berapa tahun Anda tidak bisa memberikan dana untuk pendidikannya? Itulah jasaku, Pak! Anda tidak boleh menutup mata untuk hal itu!""Tapi, Kenriki bekerja, dia bekerja sambil kuliah, tidak menggunakan uang kamu! Kalau memang Kenriki memakai uang kamu, sebutkan berapa, berikan buktinya setelah itu aku akan menggantikannya.""Mengganti? Bagaimana cara Anda mengganti uangku? Perusahaan Anda saja sekarang sedang tidak baik kondisinya, kenapa sangat angkuh bisa mengganti? Sudahlah, aku juga tidak perlu diganti dengan uang! Aku ingin anakmu yang membalas budi, bukan diwakili olehmu!"Pak Kinardo untuk sesaat tidak bisa berkata-kata merespon apa yang diucapkan oleh Erna. Apa yang dikatakan Erna tidak sepenuhnya salah, ia berlagak angkuh bisa membayar semua
"Aku punya cara sendiri, karena aku psikiater!""Cara apa? Ingat, Fani, kalau kau bertindak sembarangan, karirmu taruhannya, kau akan mencoreng nama baikmu sendiri!"Fani tersenyum kecut mendengar apa yang diucapkan oleh Dokter Linda. Keinginannya yang meminta nomor ponsel Kenriki tidak bisa ia realisasikan karena Dokter Linda tidak mau memberikan, dengan perasaan dongkol, perempuan itu akhirnya keluar dari ruang dokter tersebut, dan ia masih sempat mendengar, Dokter Linda memberikan dirinya peringatan agar ia tidak bertindak gila karena akan membuat dirinya sendiri terbelit masalah pada akhirnya, dan Fani hanya mengiyakan tanpa berniat benar-benar mengiyakan lantaran perempuan itu terlanjur penasaran.Sementara itu, Dewa yang sudah mendapatkan kabar dari Kenriki dan Laura bahwa keduanya sudah sampai di rumah yang direkomendasikan oleh Dewa menghubungi Ari, karena ia merasa Ari seperti tahu dengan apa yang terjadi dengan Kenriki saat di luar negeri, dan ia ingin memecahkan misteri ten
"Salah satu istri pejabat penting di luar negeri itu bilang kalo mereka itu pacaran.""Kau mendengar sendiri hal itu?""Gue kenal, makanya gue tau.""Kau kenal? Jadi kau bisa menghadirkan orang itu untuk menjadi saksi?""Kagak mungkin.""Apa?""Ya, kagak mungkin dia mau jadi saksi karena ya, itu pasti bikin nama baik dia rusak.""Dia tidak mau nama baiknya rusak, tapi dia merusak nama baik orang lain.""Itu karena Kenriki perlu uang, kan? Mereka saling menguntungkan, apa yang harus dibahas lagi setelah itu?""Masalahnya mental orang rusak, Ari, apa kau tidak paham juga untuk masalah itu?""Setiap apa yang kita putuskan itu ada risikonya, jadi gue yakin sebelum melakukan itu juga Kenriki tau risikonya.""Ah, aku sudah bicara panjang lebar, tapi kau tidak paham juga apa yang jadi maksudku, kau payah sekali.""Bukan macam itu, gue paham maksud lu, tapi yang jadi pertanyaan gue, masa gue harus bawa itu nyonya ke elo, malas amat gue, jauh cuy, luar negeri, gue punya uang pun malas bawa dia
"Ada apa?" tanya Ari karena wajah Dewa terlihat aneh di matanya."Kenriki bilang, Erna mengancam ayahnya, kalau dalam jangka waktu 5 hari, Kenriki tidak kembali ke rumah, lalu bersedia menikah dengan Erna, maka kejadian di luar negeri itu akan disebarkan oleh Erna, kau tahu risikonya apa bagi ayah Kenriki? Perusahaannya pasti akan hancur berantakan.""Heeem, terus?""Ayolah, kau tidak mau membantu dia menyelesaikan masalah ini? Hanya kamu saksi kunci itu, Ari, kau tidak boleh diam saja ketika ada seseorang ditindas seperti itu."Ari menghela napas panjang mendengar apa yang diucapkan oleh Dewa. Pria yang biasanya bawel dan banyak bicara itu sekarang berubah menjadi kalem dan terlihat sulit untuk ditebak isi hatinya.Sampai kemudian...."Gue pamit dulu, maaf, untuk apa yang lu mau, gue jadi saksi Kenriki, gue tetap bilang kagak bisa, tapi kalo lu mau tau siapa orang yang merencanakan itu semua, ya emang seperti yang gue bilang di awal, Erna itu adalah dalangnya, dan gue bilang mereka
"Kenapa? Tidak mau? Tidak masalah, aku juga tidak akan repot dengan permintaan dan tugas kamu yang banyak itu."Lyoudra mengepalkan telapak tangannya, ingin memaki tapi tidak bisa karena apa yang dikatakan oleh Combro memang tidak bisa ia sangkal sebab apa yang diinginkannya di luar dari target Combro dan bosnya, tentu saja Lyoudra tidak mampu untuk membantah meskipun ia sebal juga karena merasa diperas oleh Combro.Akan tetapi, jika ia sendirian untuk mengurus semua orang yang menjadi penghalangnya dalam menjerat Kenriki, Lyoudra merasa tidak sanggup juga, karena itulah, perempuan itu akhirnya mau tidak mau menuruti apa yang diinginkan oleh Combro meskipun setengah hati.Mereka berpisah setelah mencapai kesepakatan. Baik Combro maupun Lyoudra sama-sama sudah berpikir harus melakukan apa yang sudah mereka rencanakan.Di waktu yang sama, Kenriki dan Laura yang sekarang tidak lagi berada di kota Samarinda sedikit mulai beradaptasi dengan tempat baru mereka.Sebenarnya, rumah milik Dewa
Kenriki mengarahkan pandangannya pada sang isteri ketika Laura melontarkan pertanyaan seperti itu padanya.Wajahnya terlihat suram, dan Laura semakin dibuat penasaran dengan ekspresi wajah suaminya tersebut."Ngomong aja, aku janji enggak akan menyalahkan siapapun meski mungkin apa yang akan kamu katakan itu akan membuat hatiku terluka."Suara Laura terdengar kembali dan genggamannya di jemari tangan sang suami semakin erat seolah menguatkan Kenriki agar bicara saja sepahit apapun hal yang ingin disampaikan."Ayahku bilang kalau kita memang tidak saling mencintai, maka kita harus mengakhiri semuanya dan aku harus menikah dengan Erna agar dia tidak lagi membuat sebuah ancaman yang bisa membuat perusahaan hancur sampai habis.""Dan menurutmu?" tanya Laura masih dengan suara perlahan, agar ia tidak menambah rasa kalut yang dialami oleh suaminya. "Aku mencintaimu, Laura, dan kau?""Aku lebih mencintai kamu, Ken, jadi artinya, ayahmu tidak ada alasan untuk meminta kita mengakhiri semuanya
"Kita pasti bisa melewati ini semua, asalkan kita saling mencintai, aku yakin, kita bisa melewati ini semua." Kenriki bungkam, ia tidak tahu apalagi yang harus ia katakan karena sekarang seluruh kata-kata di kepalanya seolah hilang lantaran otaknya sedang kacau."Kita shalat magrib dulu, biar pikiran juga tenang, kita berdoa semoga masalah yang sedang kita hadapi ada jalan keluarnya, yuk...."Laura bangkit sambil menarik satu tangan sang suami untuk ikut bangkit agar mereka bisa mengambil air wudhu, sebelum akhirnya mereka shalat magrib bersama karena adzan sudah berkumandang, terdengar dari kejauhan.Kenriki hanya menurut. Memang, tidak ada yang bisa mereka lakukan lagi selain berdoa meminta pertolongan dari Tuhan, meskipun berpikir agar dapat jalan keluar pun, sekarang pikiran juga sedang buntu hingga tidak mungkin mendapatkan solusi dan jalan keluar, mungkin ada baiknya menenangkan pikiran dahulu agar tidak terlintas ingin berbuat yang tidak-tidak saat sedang stress seperti sekara
"Iya, kamu benar, aku juga berharap seperti itu, lagipula apa yang bisa kita takutkan? Anak ini anak kita, dites berapa kali juga tetap saja anak kita."Kenriki menarik napas lega mendengar ucapan sang istri, artinya istrinya tidak lagi merasa tertekan karena situasi yang baru saja mereka alami. Genggaman tangannya di telapak tangan istrinya semakin erat seolah menegaskan, ia tidak akan meninggalkan istrinya apapun keadaannya nanti di masa depan. "Aku tadi sedikit terkejut mendengar kata-kata kamu tadi pada Kak Lyoudra, seperti bukan kamu, tapi aku tahu kamu melakukan itu karena kamu ingin membuat kakakmu sadar sudah terlalu berlebihan pada kita."Kenriki bicara, dan Laura tersenyum tipis mendengarnya."Kamu juga, enggak seperti biasanya, merespon perkataan dia yang tadi, aku cuma mengimbangi, karena kurasa kamu sedang merencanakan sesuatu jadi aku hanya ikut saja meskipun aku tidak tahu apa yang sebenarnya kamu rencanakan.""Istri cerdas. Terima kasih, dan semoga saja itu membuat K
Telapak tangan Laura mengepal mendengar apa yang diucapkan oleh sang kakak, jika tadi ia berniat untuk diam saja tanpa ingin ikut campur apa yang mungkin menjadi rencana Kenriki, sekarang, Laura sudah hilang kesabaran. Mungkin Kenriki yang merespon cemoohan kakaknya itu benar kakaknya memang harus sekali-kali dijawab dengan sombong agar perempuan itu juga bisa menghargai ia dan suaminya mulai sekarang."Untuk Kenriki, aku memang menanggalkan semua perasaan malu atau pasifku selama ini, Kak! Kalau aku tidak berinisiatif untuk menyentuhnya, dengan berbagai cara, aku tidak akan membuat dia bisa disentuh, mungkin selamanya dia tetap menjadi suami tak tersentuh, jadi untuk sebuah hal yang mendesak, aku memang tidak seperti Laura yang biasanya, tapi bukankah itu baik? Aku agresif pada suamiku sendiri!"Kenriki dan juga Lyoudra dibuat kaget ketika tiba-tiba saja, Laura bicara seperti itu pada Lyoudra. Apalagi Lyoudra, ia terlihat tidak hanya kaget, tapi juga merasa marah karena wajahnya jadi
"Kamu serius?" tanya Kenriki saat usai mendengar harapan sang istri.Laura mengangguk, dan Kenriki tersenyum melihat anggukan kepala istrinya."Kau tidak malu kalau ada yang bilang aku aneh karena aku yang seperti itu?" Kembali Kenriki melontarkan pertanyaan, dan Laura memeluk tubuh Kenriki yang masih polos seolah meyakinkan apa yang ia putuskan benar -benar sebuah harapan yang ia inginkan."Tapi, kalau aku ingin kamu seperti itu, aku pasti akan membuat kamu tersiksa, jadi semua aku kembalikan sama kamu, di luar dari pada itu tentu saja kamu yang sehat adalah sebuah harapan untukku, keinginan aku itu hanya sebuah keinginan bahwa aku tidak rela ada perempuan lain yang merebut kamu dariku."Laura bicara sambil memeluk suaminya, dan Kenriki balas memeluk sang istri sambil sesekali mengecup kening istrinya seolah menegaskan bahwa ia senang dengan apa yang diucapkan oleh Laura padanya."Sebenarnya, apa yang kamu harapkan itu pernah aku pikirkan sebelumnya....""Benarkah? Kau juga berharap
Kenriki gugup, hingga hal itu membuat dirinya langsung menangkap tangan istrinya lalu ia membalikkan tubuhnya ke arah sang istri. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya seperti orang bodoh dengan jantung yang berdebar kencang. Padahal, mereka sudah sering melakukan hal yang sangat intim namun tetap saja Kenriki seperti baru berdekatan dengan sang istri dengan perasaan dan hati yang tidak tenang, disertai debaran jantung yang juga tidak bisa membuat dirinya rileks."Melakukan tugas yang harus aku lakukan...."Laura menjawab dengan wajah yang merona, dan Kenriki geleng-geleng kepala mendengar hal itu. "Tidak perlu memaksakan diri, kamu tertekan dengan situasi sekarang yang tidak memungkinkan kita untuk -""Riki! Laura! Kalian di dalam?"Tiba-tiba saja, suara Tante Keisya terdengar, memotong ucapan Kenriki yang tadi sudah separuh kalimat. "Ya! Ada apa, Mi!" sahut Kenriki dengan suara sedikit terbata lantaran terkejut ibunya tiba-tiba berteriak. "Mami mau nyusul Papi dulu, ada yang harus k
"Soal apa itu?" tanya Kenriki dengan wajah yang terlihat tegang. Tidak ingin melihat istrinya khawatir seperti itu.Mendengar pertanyaan Kenriki, Laura bukannya langsung menjawab, perempuan itu mengalihkan pandangannya ke arah lain menghindari tatapan mata suaminya yang sedang menatapnya dengan sorot mata yang tajam karena khawatir dengan apa yang diucapkannya tadi."Sayang, kenapa tidak bicara? Kamu khawatir soal apa? Apakah karena obat itu, Erna menekan kamu?" tanya Kenriki lagi dan pertanyaan keduanya kini membuat Laura menatapnya sesaat dengan wajah yang terlihat sedikit salah tingkah. Membuat Kenriki semakin penasaran."Wajahmu merah, apakah yang kau khawatirkan itu bukan hal yang berbahaya tapi.....""Ah! Tidak! Aduh, gimana ya, ngomongnya, aku enggak tahu, apakah aku harus percaya atau tidak, tapi mungkin untuk masalah ini, kita bisa konsultasikan pada Dokter Linda kalau kita sudah punya uang.""Sampai harus konsultasi? Memangnya ada apa? Apa yang dikatakan Erna padamu?" Kenr
"Ya.""Kamu serius?""Serius, tapi, bukannya kamu sekarang enggak suka lagi sama aku? Percuma aja, kan? Lupakan aja.""Aku selalu suka sama kamu, Erna, meskipun kamu tidak menyukaiku karena di hatimu hanya ada Riki, tapi buat aku kamu tetap seseorang yang aku sukai.""Kenapa? Aku sudah banyak membuat kesalahan, aku bikin hidup Kenriki rusak, aku juga membuat perusahaan orang tuanya bangkrut, aku, ah! Kamu akan malu kalau kamu bersama dengan aku.""Asalkan kamu berubah, aku tidak akan malu, kamu sudah menyerahkan obat penawar itu pada Riki, artinya, kamu sudah berubah dan sadar kesalahan, sekarang, tiba waktunya kamu belajar melupakan dia, karena masih ada seseorang yang tulus untuk kamu."Erna bungkam. Perasaan dan hatinya bergejolak, rasanya sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata, sampai akhirnya...."Kalau begitu, apakah sekarang kita jadian?" tanya Erna sambil berpaling dan menatap wajah Sakti dengan sorot mata penuh arti."Asalkan kamu berjanji untuk merelakan Riki dengan Laura.
Keterkejutan Sakti membuat pria itu mendorong spontan Erna. Dan itu membuat tubuh Erna tersentak ke belakang. Ini membuat Erna memalingkan wajahnya sendiri karena merasa wajahnya memanas, dan ia khawatir wajahnya menjadi merah dan Sakti melihat hal itu.Erna tidak tahu, bahwa, kondisi wajahnya itu juga dialami oleh Sakti. Wajah Sakti juga merah dan saat ini pria itu juga sedang memalingkan wajahnya ke arah samping seperti halnya Erna. Untuk beberapa saat, mereka saling diam, sampai akhirnya, Sakti yang berdehem beberapa kali agar situasi canggung mereka bisa musnah."Kenapa kau melakukan itu?" Cara bicara Sakti berubah kembali menjadi memakai aku dan kamu meskipun tadi sudah tidak lagi walaupun Erna meminta hal itu dilakukannya. Erna berpaling mendengar pertanyaan tersebut, terutama karena Sakti jadi merubah cara bicaranya seperti yang tadi diinginkannya."Ternyata benar...."Jawaban yang diberikan oleh Erna tidak membuat Sakti puas, bahkan bingung apa yang sebenarnya dimaksud oleh
Sebuah mobil nyaris menabrak Erna hingga pemilik mobil itu menghentikan mobilnya secara mendadak. Bunyi decit ban beradu keras dengan aspal jalan terdengar memekakkan telinga tatkala mobil itu berusaha untuk mencegah kecelakaan terjadi. Mobil itu memang tidak menabrak Erna, namun cukup membuat pengemudi mobil shock karena insiden tersebut lalu ia segera keluar dari mobilnya untuk mendamprat Erna, karena berjalan tanpa melihat situasi kondisi.Akan tetapi, ketika ia keluar dan menghampiri Erna yang berdiri mematung seperti orang bodoh di tempatnya, pemilik mobil itu terkejut saat melihat siapa yang baru saja ingin ditabraknya."Erna!" katanya, sambil menarik tangan perempuan itu untuk menyingkir dari depan mobilnya.Erna mengangkat wajahnya, dan menatap pemilik mobil yang tidak lain adalah Sakti itu dengan senyum kecut terukir di bibirnya. "Kenapa enggak ditabrak sekalian? Aku nunggu, lho...."Mendengar apa yang diucapkan oleh Erna, Sakti semakin terkejut karena terlihat sekali Erna
Erna tersenyum kecut mendengar ancaman yang diucapkan oleh Laura padanya. Wajahnya tidak berubah sama sekali ekspresinya, meskipun sebenarnya wanita itu tidak suka mendengar apa yang diucapkan oleh Laura tadi padanya."Jadi, kau tetap kukuh mendukung Riki untuk tidak mau memilih salah satu tawaran yang aku berikan padanya?" tanya Erna beberapa saat kemudian."Ya.""Bagaimana kalau nanti resiko dari apa yang diputuskan Kenriki terjadi padanya, kau tidak bisa puas dengan dia secara batin karena dia sudah hilang keperkasaan, apakah kau akan meninggalkan dia?""Tidak, karena aku mencintai dia dengan tulus tanpa mengharapkan balasan apapun, meskipun keadaan dia tidak lagi sempurna sebagai seorang pria, aku tetap tidak akan meninggalkannya.""Kau bisa bicara seperti itu karena belum merasakan berpuasa tanpa melakukan hubungan intim, Laura, aku yakin setelah itu juga kau tidak akan kuat menjalani semuanya, dan pernikahan kalian akan berantakan hingga membuat Kenriki terpuruk semakin dalam."