Pertanyaan sang suami membuat Laura jadi terkejut. Khawatir Kenriki tersinggung, Laura buru-buru menggenggam jemari tangan suaminya."Enggak gitu, aku enggak jijik, cuma, aku enggak rela ada wanita lain yang melakukan itu padamu, Ken, rasanya aku benar-benar tidak rela."Wajah Laura merah menahan malu ketika mengucapkan kata-kata itu pada suaminya dan hal ini membuat perasaan Kenriki jadi membuncah. Perasaan takutnya terobati karena perasaan sejuk akibat mendengar pengakuan sang istri. Ini membuat Kenriki perlahan balas menggenggam jemari tangan istrinya."Apakah, kau sekarang cemburu, Laura?" tanya Kenriki hati-hati dengan nada suara yang terdengar gemetar meskipun kondisinya tidak separah tadi.Laura yang tadi tidak mau menentang tatapan mata Kenriki akhirnya perlahan berusaha untuk mengatasi perasaan malu dan gugupnya karena ia harus menjawab pertanyaan sang suami jika tidak mau suaminya justru salah paham kembali."Aku cemburu.""Apa?""Iya, aku cemburu, siapapun yang berani menye
"Laura, kau menangis?" tanya Kenriki dengan nada khawatir. Laura tidak merespon pertanyaan sang suami, ia menutup wajahnya dengan dua telapak tangannya agar isak tangisnya tidak terlalu kentara, namun tetap saja, Kenriki mampu mendengar isakan tangis sang isteri meskipun Laura berusaha setengah mati untuk menahannya."Maaf...."Kenriki akhirnya mengucapkan kata maaf itu setelah sekian menit Laura tidak juga merespon pertanyaannya tentang apakah perempuan itu menangis.Laura berusaha keras untuk menghentikan tangisnya. Entahlah, ia juga tidak paham, kenapa tiba-tiba saja ia menangis, padahal ia tidak ingin melakukan hal itu, namun tetap saja ia merasa sangat sulit untuk menahan perasaannya yang membuncah dan harus dikeluarkan melewati air mata.Beberapa saat kemudian, ketika Kenriki mulai tenggelam dalam rasa bersalahnya, Laura akhirnya mampu mengatasi perasaannya hingga perempuan itu menyusuti air matanya."Aku salah, aku tidak langsung mengunci pintu seperti yang kau katakan sebelum
Apa yang diucapkan oleh Kenriki cukup membuat usapan telapak tangan Laura di punggung pria tersebut terhenti. Wajahnya merona. Laura tidak bisa menampik kalau pengakuan jujur Kerinki sangat membuat hatinya merasa senang dan bahagia. "Kamu, serius dengan ucapan kamu itu?" tanya Laura masih sambil memeluk suaminya dan mengusap punggung pria itu perlahan."Sangat." "Kamu benar-benar bernafsu denganku?""Iya."Perlahan, Laura merenggangkan pelukannya, dan ia menatap suaminya yang masih menundukkan kepalanya."Kamu lebih menyukai sentuhan yang aku lakukan dibandingkan sentuhan yang diberikan oleh kakakku?""Tentu saja."Pelan-pelan, telapak tangan Laura mengangkat wajah Kenriki, dan kini mereka saling berhadapan wajah, hingga Kenriki memberanikan diri menentang tatapan mata sang istri yang juga tengah menatapnya dengan kondisi wajah merah merona. Kondisi wajah Laura yang seperti itu membuat jantung Kenriki berdegup sangat kencang. Ini membuat Kenriki mengangkat kedua tangannya dan tan
Apa yang dikatakan Laura cukup membuat Kenriki terkejut. Bagaimana tidak? Ia tidak menyangka istrinya sampai berpikir demikian hingga istrinya merasa tertekan, karena itulah pria tersebut langsung membalikkan tubuhnya. Menatap Laura yang menundukkan kepalanya, seolah malu dengan apa yang diucapkannya tadi."Apa kau bilang?" tanya Kenriki sembari menatap istrinya dengan sorot matanya yang tajam."Aku enggak mau mengulang, aku sudah cukup jelas mengatakannya bukan?" tanya Laura sambil terus menundukkan kepalanya."Kemarilah."Laura menggeleng, hingga sang suami gemas melihat hal itu."Kenapa menyembunyikan wajah? Kalau kau bicara dengan jujur, harusnya kau tidak menyembunyikan wajahmu begitu.""Kau pikir mengatakan hal seperti itu mudah bagiku?""Aku tahu, tapi aku ingin tahu kenapa kau sampai berpikir demikian? Kau tidak percaya dengan dirimu sendiri?"Laura mengangguk, dan ini memancing Kenriki mengarahkan tatapannya ke bagian dada wanita tersebut.Spontan, wajah Kenriki merah saat s
"Apa?""Iya, kau selalu bilang kalau aku lebih tertarik dengan tubuh Lyoudra, aku tidak suka mendengarnya, karena aku-""Maafkan aku!" potong Laura cepat, lalu ia menundukkan kepalanya dalam-dalam."Kenapa tidak dibuka? Kau mau aku menilainya, bukan?""Ah, sudahlah, lupakan! Lupakan masalah itu, aku minta maaf, aku-""Aku tidak mau masalah ini kembali muncul di permukaan, itu sebabnya, kita harus segera menyelesaikan, kalau kau memang ingin aku menilainya, buka pakaianmu, aku akan mengatakan kejujuran tentang pendapatku untuk tubuhmu!"Hening. Namun, kondisi wajah Laura dan Kenriki sama-sama terlihat salah tingkah meskipun tadi Kenriki justru meminta Laura untuk melepaskan pakaiannya segala, itu menandakan, Kenriki juga sungkan membahas masalah itu namun karena istrinya yang mempermasalahkan, mau tidak mau ia harus mengatakan saja kalimat yang sebenarnya tidak suka dikatakannya."Enggak, enggak usah diteruskan, aku minta maaf, aku sudah berpikir yang berlebihan, aku harus kerja kamu
Wajah Kenriki semakin merah mendengar ucapan Laura yang dinilainya sangat berani. Padahal sebenarnya, Kenriki tidak tahu, istrinya sengaja bersikap seperti itu agar ia tidak lagi-lagi terpuruk. Melihat wajah suaminya semakin merah, Laura semakin senang karena pancingannya berhasil.Dua kancing baju sudah ia lepaskan, dan Kenriki melihat itu dengan perasaan bercampur aduk."Kamu mau aku hanya menilai, lantas kalau aku tergoda dan ingin menyentuh bagaimana? Kau tadi tidak mau aku sentuh di sana, kan?"Sial, pembicaraan apa ini?Ucapan Kenriki diteruskan pria itu di dalam hati, namun matanya tetap mengarah pada sang istri yang tetap membuka kancing pakaian yang dikenakannya."Kamu mau menyentuh? Kalo kamu bisa lakukan aja, kali ini aku enggak akan menolak...."Mendengar apa yang diucapkan oleh sang istri, wajah Kenriki yang sudah terlihat salah tingkah semakin terlihat salah tingkah, namun itu tidak membuat niat Laura sirna untuk meneruskan apa yang ia niatkan karena mungkin dengan car
Wanita itu langsung menerima panggilan dari seseorang yang sejak tadi memanggilnya lewat ponsel. Kenriki memperhatikan istrinya yang terlihat tegang, sampai kemudian, ia melihat Laura menyudahi percakapannya di ponsel dengan raut wajah yang sangat sedih dan suram, ini membuat Kenriki jadi penasaran apa sebenarnya yang terjadi."Ada apa?" tanyanya dengan nada perlahan. "Aku ... Dipecat!" jawab Laura. Dan itu membuat Kenriki terdiam seketika. "Enggak papa, aku bakal cari kerjaan lagi setelah ini, aku yakin ada kerjaan di tempat lain selain di sana!" lanjut Laura tidak mau suaminya merasa bersalah karena ia dipecat lantaran berani meminta izin pulang sementara ia masih anak baru, hingga Laura dianggap tidak disiplin sama sekali meskipun ia tadi sudah menjelaskan, bahwa suaminya sedang sakit itu sebabnya ia ingin pulang sejenak untuk melihat keadaan suaminya, tapi ternyata pemilik rumah makan tetap tidak peduli. "Maafkan aku, itu gara-gara aku...."Seperti yang diduga Laura, Kenriki la
"Siapa yang mau menjual orang? Aku juga enggak kenal dengan orang yang kamu maksud, jangan sembarangan ngomong deh, kamu salah lihat itu!" kata Lyoudra meskipun ia sedikit gugup karena apa yang diucapkan oleh Jee benar-benar telak menghujam jantungnya. "Gue salah lihat? Gue kagak rabun, ya! Gue kagak salah lihat, apa yang lu rencanakan sama si Combro? Lu mau jual siapa?"Pertanyaan kedua yang diucapkan Jee semakin membuat Lyoudra gugup. Ia mundur ketika Jee maju menghampirinya. Jika tempo hari ia sangat ingin bertemu dengan Jee dan berbicara pada pria yang berprofesi sebagai DJ tersebut, kali ini tidak. Ia sangat ingin melarikan diri dari hadapan Jee, namun Jee yang dulunya juga alergi bertemu dengan Lyoudra, kali ini juga sangat terobsesi ingin bicara dengan perempuan itu karena tergelitik dengan apa sebenarnya yang terjadi antara Kenriki dan iparnya tersebut?Jee bukan tipe orang yang gila urusan orang lain, jika ia terobsesi dengan sesuatu, itu berarti ada yang salah dirasakan ol
"Iya, kamu benar, aku juga berharap seperti itu, lagipula apa yang bisa kita takutkan? Anak ini anak kita, dites berapa kali juga tetap saja anak kita."Kenriki menarik napas lega mendengar ucapan sang istri, artinya istrinya tidak lagi merasa tertekan karena situasi yang baru saja mereka alami. Genggaman tangannya di telapak tangan istrinya semakin erat seolah menegaskan, ia tidak akan meninggalkan istrinya apapun keadaannya nanti di masa depan. "Aku tadi sedikit terkejut mendengar kata-kata kamu tadi pada Kak Lyoudra, seperti bukan kamu, tapi aku tahu kamu melakukan itu karena kamu ingin membuat kakakmu sadar sudah terlalu berlebihan pada kita."Kenriki bicara, dan Laura tersenyum tipis mendengarnya."Kamu juga, enggak seperti biasanya, merespon perkataan dia yang tadi, aku cuma mengimbangi, karena kurasa kamu sedang merencanakan sesuatu jadi aku hanya ikut saja meskipun aku tidak tahu apa yang sebenarnya kamu rencanakan.""Istri cerdas. Terima kasih, dan semoga saja itu membuat K
Telapak tangan Laura mengepal mendengar apa yang diucapkan oleh sang kakak, jika tadi ia berniat untuk diam saja tanpa ingin ikut campur apa yang mungkin menjadi rencana Kenriki, sekarang, Laura sudah hilang kesabaran. Mungkin Kenriki yang merespon cemoohan kakaknya itu benar kakaknya memang harus sekali-kali dijawab dengan sombong agar perempuan itu juga bisa menghargai ia dan suaminya mulai sekarang."Untuk Kenriki, aku memang menanggalkan semua perasaan malu atau pasifku selama ini, Kak! Kalau aku tidak berinisiatif untuk menyentuhnya, dengan berbagai cara, aku tidak akan membuat dia bisa disentuh, mungkin selamanya dia tetap menjadi suami tak tersentuh, jadi untuk sebuah hal yang mendesak, aku memang tidak seperti Laura yang biasanya, tapi bukankah itu baik? Aku agresif pada suamiku sendiri!"Kenriki dan juga Lyoudra dibuat kaget ketika tiba-tiba saja, Laura bicara seperti itu pada Lyoudra. Apalagi Lyoudra, ia terlihat tidak hanya kaget, tapi juga merasa marah karena wajahnya jadi
"Kamu serius?" tanya Kenriki saat usai mendengar harapan sang istri.Laura mengangguk, dan Kenriki tersenyum melihat anggukan kepala istrinya."Kau tidak malu kalau ada yang bilang aku aneh karena aku yang seperti itu?" Kembali Kenriki melontarkan pertanyaan, dan Laura memeluk tubuh Kenriki yang masih polos seolah meyakinkan apa yang ia putuskan benar -benar sebuah harapan yang ia inginkan."Tapi, kalau aku ingin kamu seperti itu, aku pasti akan membuat kamu tersiksa, jadi semua aku kembalikan sama kamu, di luar dari pada itu tentu saja kamu yang sehat adalah sebuah harapan untukku, keinginan aku itu hanya sebuah keinginan bahwa aku tidak rela ada perempuan lain yang merebut kamu dariku."Laura bicara sambil memeluk suaminya, dan Kenriki balas memeluk sang istri sambil sesekali mengecup kening istrinya seolah menegaskan bahwa ia senang dengan apa yang diucapkan oleh Laura padanya."Sebenarnya, apa yang kamu harapkan itu pernah aku pikirkan sebelumnya....""Benarkah? Kau juga berharap
Kenriki gugup, hingga hal itu membuat dirinya langsung menangkap tangan istrinya lalu ia membalikkan tubuhnya ke arah sang istri. "Apa yang kau lakukan?" tanyanya seperti orang bodoh dengan jantung yang berdebar kencang. Padahal, mereka sudah sering melakukan hal yang sangat intim namun tetap saja Kenriki seperti baru berdekatan dengan sang istri dengan perasaan dan hati yang tidak tenang, disertai debaran jantung yang juga tidak bisa membuat dirinya rileks."Melakukan tugas yang harus aku lakukan...."Laura menjawab dengan wajah yang merona, dan Kenriki geleng-geleng kepala mendengar hal itu. "Tidak perlu memaksakan diri, kamu tertekan dengan situasi sekarang yang tidak memungkinkan kita untuk -""Riki! Laura! Kalian di dalam?"Tiba-tiba saja, suara Tante Keisya terdengar, memotong ucapan Kenriki yang tadi sudah separuh kalimat. "Ya! Ada apa, Mi!" sahut Kenriki dengan suara sedikit terbata lantaran terkejut ibunya tiba-tiba berteriak. "Mami mau nyusul Papi dulu, ada yang harus k
"Soal apa itu?" tanya Kenriki dengan wajah yang terlihat tegang. Tidak ingin melihat istrinya khawatir seperti itu.Mendengar pertanyaan Kenriki, Laura bukannya langsung menjawab, perempuan itu mengalihkan pandangannya ke arah lain menghindari tatapan mata suaminya yang sedang menatapnya dengan sorot mata yang tajam karena khawatir dengan apa yang diucapkannya tadi."Sayang, kenapa tidak bicara? Kamu khawatir soal apa? Apakah karena obat itu, Erna menekan kamu?" tanya Kenriki lagi dan pertanyaan keduanya kini membuat Laura menatapnya sesaat dengan wajah yang terlihat sedikit salah tingkah. Membuat Kenriki semakin penasaran."Wajahmu merah, apakah yang kau khawatirkan itu bukan hal yang berbahaya tapi.....""Ah! Tidak! Aduh, gimana ya, ngomongnya, aku enggak tahu, apakah aku harus percaya atau tidak, tapi mungkin untuk masalah ini, kita bisa konsultasikan pada Dokter Linda kalau kita sudah punya uang.""Sampai harus konsultasi? Memangnya ada apa? Apa yang dikatakan Erna padamu?" Kenr
"Ya.""Kamu serius?""Serius, tapi, bukannya kamu sekarang enggak suka lagi sama aku? Percuma aja, kan? Lupakan aja.""Aku selalu suka sama kamu, Erna, meskipun kamu tidak menyukaiku karena di hatimu hanya ada Riki, tapi buat aku kamu tetap seseorang yang aku sukai.""Kenapa? Aku sudah banyak membuat kesalahan, aku bikin hidup Kenriki rusak, aku juga membuat perusahaan orang tuanya bangkrut, aku, ah! Kamu akan malu kalau kamu bersama dengan aku.""Asalkan kamu berubah, aku tidak akan malu, kamu sudah menyerahkan obat penawar itu pada Riki, artinya, kamu sudah berubah dan sadar kesalahan, sekarang, tiba waktunya kamu belajar melupakan dia, karena masih ada seseorang yang tulus untuk kamu."Erna bungkam. Perasaan dan hatinya bergejolak, rasanya sulit untuk diungkapkan dengan kata-kata, sampai akhirnya...."Kalau begitu, apakah sekarang kita jadian?" tanya Erna sambil berpaling dan menatap wajah Sakti dengan sorot mata penuh arti."Asalkan kamu berjanji untuk merelakan Riki dengan Laura.
Keterkejutan Sakti membuat pria itu mendorong spontan Erna. Dan itu membuat tubuh Erna tersentak ke belakang. Ini membuat Erna memalingkan wajahnya sendiri karena merasa wajahnya memanas, dan ia khawatir wajahnya menjadi merah dan Sakti melihat hal itu.Erna tidak tahu, bahwa, kondisi wajahnya itu juga dialami oleh Sakti. Wajah Sakti juga merah dan saat ini pria itu juga sedang memalingkan wajahnya ke arah samping seperti halnya Erna. Untuk beberapa saat, mereka saling diam, sampai akhirnya, Sakti yang berdehem beberapa kali agar situasi canggung mereka bisa musnah."Kenapa kau melakukan itu?" Cara bicara Sakti berubah kembali menjadi memakai aku dan kamu meskipun tadi sudah tidak lagi walaupun Erna meminta hal itu dilakukannya. Erna berpaling mendengar pertanyaan tersebut, terutama karena Sakti jadi merubah cara bicaranya seperti yang tadi diinginkannya."Ternyata benar...."Jawaban yang diberikan oleh Erna tidak membuat Sakti puas, bahkan bingung apa yang sebenarnya dimaksud oleh
Sebuah mobil nyaris menabrak Erna hingga pemilik mobil itu menghentikan mobilnya secara mendadak. Bunyi decit ban beradu keras dengan aspal jalan terdengar memekakkan telinga tatkala mobil itu berusaha untuk mencegah kecelakaan terjadi. Mobil itu memang tidak menabrak Erna, namun cukup membuat pengemudi mobil shock karena insiden tersebut lalu ia segera keluar dari mobilnya untuk mendamprat Erna, karena berjalan tanpa melihat situasi kondisi.Akan tetapi, ketika ia keluar dan menghampiri Erna yang berdiri mematung seperti orang bodoh di tempatnya, pemilik mobil itu terkejut saat melihat siapa yang baru saja ingin ditabraknya."Erna!" katanya, sambil menarik tangan perempuan itu untuk menyingkir dari depan mobilnya.Erna mengangkat wajahnya, dan menatap pemilik mobil yang tidak lain adalah Sakti itu dengan senyum kecut terukir di bibirnya. "Kenapa enggak ditabrak sekalian? Aku nunggu, lho...."Mendengar apa yang diucapkan oleh Erna, Sakti semakin terkejut karena terlihat sekali Erna
Erna tersenyum kecut mendengar ancaman yang diucapkan oleh Laura padanya. Wajahnya tidak berubah sama sekali ekspresinya, meskipun sebenarnya wanita itu tidak suka mendengar apa yang diucapkan oleh Laura tadi padanya."Jadi, kau tetap kukuh mendukung Riki untuk tidak mau memilih salah satu tawaran yang aku berikan padanya?" tanya Erna beberapa saat kemudian."Ya.""Bagaimana kalau nanti resiko dari apa yang diputuskan Kenriki terjadi padanya, kau tidak bisa puas dengan dia secara batin karena dia sudah hilang keperkasaan, apakah kau akan meninggalkan dia?""Tidak, karena aku mencintai dia dengan tulus tanpa mengharapkan balasan apapun, meskipun keadaan dia tidak lagi sempurna sebagai seorang pria, aku tetap tidak akan meninggalkannya.""Kau bisa bicara seperti itu karena belum merasakan berpuasa tanpa melakukan hubungan intim, Laura, aku yakin setelah itu juga kau tidak akan kuat menjalani semuanya, dan pernikahan kalian akan berantakan hingga membuat Kenriki terpuruk semakin dalam."