Malam di Milan terasa hangat, tetapi ketegangan yang meliputi ruangan di mansion Serena dan Dante membuat udara terasa berat. Serena duduk di sofa kulit yang mewah, jari-jarinya mengetuk-ngetuk gelas anggur yang belum disentuhnya. Matanya memandang lurus ke depan, tidak fokus, sementara pikirannya berputar mengolah berbagai kemungkinan. Dante berdiri di dekat jendela besar yang menghadap ke taman belakang mansion, cahaya lampu kota yang menerobos masuk melalui tirai tipis memberikan bayangan panjang di lantai marmer. Ekspresi serius terpampang di wajahnya, pandangannya terarah ke kejauhan, seakan berusaha menembus kegelapan malam untuk menemukan jawaban yang mereka butuhkan.“Kita harus membuat Nico mengakui siapa yang berada di balik penyebaran video itu,” kata Serena, suaranya datar namun penuh tekad. Kata-katanya menggantung di udara, berat dan menekan seperti ancaman yang tak terelakkan. “Video itu menghancurkan reputasiku, Dante. Aku tak akan membiarkan mereka lolos begitu saja.”
Dante berdiri di depan Cassandra yang kini terperangkap di sebuah ruangan bawah tanah, dikelilingi oleh dinding beton dingin dan tanpa jendela. Ekspresi wajahnya gelap, hampir tak terbaca, sementara Cassandra yang tadinya angkuh kini tampak panik, matanya melebar dalam ketakutan yang tak bisa ia sembunyikan.Sejak awal dia sudah mengambil resiko yang sangat besar untuk bermain main dengan seorang Dante Massimo yang merupakan suhunya dari para antek antek mafia di Italia dan kini Cassnadra akan segera merasakan hasil dari perbuatannya sendiri.Wanita itu ketakutan setengah mati. Dia menatap Dante dengan mata penuh harap, berharap Dante mau melepaskannya tapi sepertinya Cassandra sudah terlambat sekarang untuk mengharapkan belas kasihan dari Dante karena sekalinya pria itu berbuat dia tak akan pernah mundur karena alasan apapun.Karena tak kunjung mendpaat jawaban dari pria itu ketakutan Cassandra semakin menjadi jadi hingga dia bingung harus memakai cara apa agar Dante mau melepaskanny
Di bar, Serena mulai kehilangan kesabarannya. Dia menggebrak meja, membuat Nico tersentak dan menatapnya dengan seringaiannya yang menyeramkan. “Apa yangg membuatmu begitu penasaran sayang? Bukankah saat saat seperti ini sudah lama sekali tidak kita rasakan?...dulu kau terbiasa mendesah di bawah kungkunganku dan kini setelah beberapa saat kau berubah menjadi wanita yang menyeramkan Serena.”Ucapan Nico membuat Serena menghembuskan napasnya kasar. Nico malah merancu kemana mana jauh dari pertanyaannya barusan. "Katakan padaku, Nico! Siapa yang menyuruhmu?!" Serena mendesak, kali ini dengan nada yang hampir putus asa.Nico menggeleng, kini malah air matanya yang mengalir. Mungkin karena pengaruh alkohol Nico menjadi emosional. "Aku... aku tidak bisa... Aku takut, Serena. Aku tak ingin semuanya hancur..."Deg!Takut semuanya hancur? Apa maksud pria ini sebenarnya?Sebelum Serena bisa bertanya lebih lanjut, pintu bar terbuka dengan keras, dan Dante muncul dengan ekspresi yang penuh denga
4 jam kemudian, di mansion milik DanteSerena terhuyung ke belakang, dunia di sekelilingnya seolah berputar dengan cepat. Pikiran tentang Fredrick, pria yang selama ini ia anggap sebagai kakeknya yang penuh kasih, kini menghantuinya dengan kebenaran yang menyakitkan. Fredrick adalah dalang di balik semua penderitaannya, orang yang ia percayai, yang seharusnya melindunginya, ternyata adalah musuh dalam selimut.Sejak tadi selama beberapa menit di perjalanan, Serena menahan seluruh emosinya, dia terus menggelengkan kepalanya berharap ini bukan kenyataan. Serena mengabaikan perasaanya dan berpikir kalau dia baik baik saja saat ini namun ternyata salah, Serena kacau, perasaannya hancur sehancur hancurnya, dia bahkan tak bisa berpikir.Setelah berjalan beberapa langkah, kakinya terasa lemas, seluruh tubuhnya bergetar wanita itu hampir jatuh di ambang pintu mansionnya.“Serena!” seru Dante dengan cepat menangkap tubuhnya sebelum ia jatuh. Mata Serena terbuka lebar, namun pandangannya kosong
Pagi yang cerah di Milan berubah menjadi hari yang penuh kejutan saat berita tentang konferensi pers mendadak yang diadakan oleh Serena menyebar. Wartawan dari berbagai media berkumpul di depan sebuah gedung megah, berdesak-desakan, mencoba mendapatkan posisi terbaik untuk meliput acara yang telah memicu kehebohan luar biasa. Kamera-kamera siap merekam setiap detik, sementara mikrofon dari berbagai stasiun berita diarahkan ke arah podium yang masih kosong.Bayangkan saja, seorang Serena Ambrose yang tanpa skandalpun bisa menghebohkan masyarakat hanya dengan konferensi pers dadakannya itu, apalagi kini, wanita itu sedang menjadi bualan seantero Italia karena videonya yang menikah dengan banyak pria sudah beredar di kalangan masyarakat dan membuat heboh semuanya.Bahkan, ke-14 pria yang Serena nikahi waktu itu tidak diblur wajahnya dan membuat nama mereka juga ikut terseret, seperti Dominic yang terkenal merupakan anak buah Fredrick dan Vicenzo yang memang terkenal karena keahlian bela
Konferensi pers Serena berjalan dengan tegang, menggemparkan semua orang yang hadir. Ruangan itu dipenuhi dengan kilatan kamera dan suara berdesir dari wartawan yang tak sabar menunggu pernyataan lebih lanjut dari Serena, yang berdiri tegak di tengah panggung. Di sisinya, Dante berdiri tenang, sementara di belakang mereka, empat belas pria yang mengaku sebagai suami Serena berdiri dalam formasi yang rapi, wajah mereka tanpa ekspresi, seolah sudah siap menghadapi apa pun.Serena menatap lurus ke depan, matanya menyapu para wartawan yang sibuk mencatat setiap kata yang diucapkannya. "Saya tahu ini sulit dipercaya," katanya dengan suara tegas, "tetapi saya ingin mengklarifikasi semuanya di hadapan kalian semua." Ucapan Serena seperti bom waktu yang bisa meledak kapan saja dan mereka para wartawan sama sekali tak ingin kehilangan sedikitpun dari semua momen menegangkan ini.Seorang wartawan di barisan depan dengan cepat mengangkat tangannya, suaranya penuh rasa ingin tahu. "Bagaimana bisa
Konferensi pers yang menghebohkan itu berakhir dengan tiba-tiba. Serena, yang semula berdiri dengan percaya diri di hadapan puluhan kamera, kini merasa dunianya mulai runtuh dan sedikit panik. Kedatangan Jack, papanya, merubah segalanya. Sebelum dia bisa menyelesaikan semua pengakuannya, dia terpaksa meninggalkan panggung dengan tergesa-gesa."Serena, kita harus pergi sekarang," desak Jack, menarik lengannya dengan cengkeraman yang tegas namun penuh kekhawatiran. Wajah Serena juga tak kalah syok saat melihat pria yang paling dia kenal ini ada di sini secara tiba-tiba padahal selama berbulan bulan Jack tak pernah pulang karena ada urusan bisnis yang Serena yakini disuruh oleh kakeknya untuk pergi menjauh tapi akhirnya ia kembali sekarang.Serena berusaha menolak, matanya melirik ke arah Dante yang masih berdiri tenang di dekatnya, tetapi tatapan ayahnya yang penuh dengan ketegangan membuatnya sadar bahwa perlawanan tidak akan ada gunanya. Dengan berat hati, Serena menundukkan kepala da
Malam itu di mansion utama, ketegangan terasa begitu kuat, hampir seperti udara berat yang memenuhi setiap sudut ruangan. Jack, dengan wajah tenang tapi penuh tekad, melangkah ke dalam rumah besar tempat ia dulu dibesarkan, kini di bawah bayang-bayang kegelapan yang lebih dalam dari sekadar usia tua. Ia tahu, malam ini adalah waktu untuk mengungkap kebenaran, untuk menguji apakah Fredrick, ayahnya sendiri, benar-benar dalang di balik semua kekacauan yang telah menghancurkan hidup putrinya, Serena.Jack sebenarnya masih tak habis pikir dengan apa yang terjadi, tapi melihat semua bukti yang Dante berikan membuatnya juga mempertanyakan dirinya selama ini. DIa tau apa yang dilakukan Fredrick pada Serena dan alasnanya adalah karena ingin menyembuhkan Serena ia tau itu tapi pertanyaan Dante tentang itu membuatnya juga bertanya tanya.Selama hampir 6 tahun ini Jack tak pernah bertanya kenapa ayahnya itu begitu terobsesi ingin menyembuhkan Serena. Bahkan Jack tak pernah bertnaya karena selma