Home / Horor / SUAMI GHAIB / Pergi ke hutan.

Share

Pergi ke hutan.

Author: Lisan
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Aldo dan Ardi tiba di depan rumah sederhana yang terbuat dari kayu jati.

"Ini ikannya, Mas," ucap Ardi. Ia pun menyerahkan ikan hasil pancingan dan meraih pancing miliknya. Ardi pun segera melenggang pergi.

Rumah Ardi hanya berjarak 200meter dari rumah Aldo. Ardi adalah adik Aldo satu-satunya, Ardi tinggal berdua dengan Abah Wito, sedangkan ibu mereka sudah meninggal 12 tahun silam.

Aldo berjalan menuju sumur yang ada di samping rumahnya. Ia pun membersihkan sisik ikan dan membuang kotoran yang ada di perut ikan. "Alhamdulillah selesai juga," gumamnya lirih.

Samar-samar Aldo mendengar suara aneh, ia pun menajamkan pendengarannya. Namun, tak begitu jelas itu suara apa. Aldo memilih mengabaikan dan memasukan ikan-ikan tadi ke dalam wadah.

Menimba air dan kembali membilas ikan supaya benar-benar bersih. Aldo mengernyitkan dahi kala suara itu muncul kembali. Akan tetapi, Aldo tak ambil pusing.

"Sudah jam empat lebih. Tanggung kalau tidur, sebentar lagi subuh." gumamnya pelan. Akhirnya Aldo memutuskan langsung menggoreng ikan-ikan tersebut.

Cetek... Cetek... Cetek...

Beberapa kali Aldo menyalakan kompor. Akan tetapi, apinya tak mau menyala. Dirinya menunduk dan melihat tabung gas. "Habis ternyata."

Aldo memilih menyiapkan potongan kayu dan menyalakan api di tungku. Beberapa saat kemudian, api itu berhasil menyala. Meletakkan wajan dan menyiramnya dengan minyak goreng.

Saat dirinya beranjak mengambil ikan di atas meja, Aldo seperti melihat sesuatu keluar lewat pintu samping yang belum ia tutup.

Aldo pun berjalan hendak menutup pintu. Dari arah kejauhan, dirinya melihat seseorang berbadan tinggi dan besar. Saat di perhatikan terus menerus, orang itu tiba-tiba menghilang, sontak membuat Aldo kaget dan mengelus dada. "Astaghfirullah."

....

Aroma lezat dari ikan goreng menguar di udara. Ikan yang sudah matang, Aldo simpan di bawah tudung saji.

Krukkk ... Krukkk ... Kruuk ....

Perut lelaki dengan wajah tirus, hidung mancung, alis tebal dan kulit berwarna coklat itu berbunyi.

"Ah, lapar sekali." Aldo segera mengambil nasi sisa kemaren, menyendok sampai tak tersisa dan menaruhnya di atas piring.

Meninggalkan meja makan, Aldo membersihkan wadah penanak nasi dan kembali ia isi beras agar saat anak-anak dan istrinya bangun nanti, nasi sudah matang.

"Bismillah ..." Aldo mengucapkan doa makan dan segera menyantap ikan dengan nasi, tak lupa menggunakan sambal buatan istrinya yang masih ada sisa.

"Alhamdulillah ..." Aldo memegangi perutnya yang terasa kenyang.

Mendengar suara adzan berkumandang, Aldo segera mandi. Setelah selesai, dirinya langsung beranjak menuju kamarnya.

Saat pintu terbuka, ia melihat keadaan istrinya yang terlentang tanpa sehelai benang pun. Aldo juga melirik sekitar, "Berantakan sekali? Padahal sebelum berangkat mancing semuanya rapi. Seprei juga berantakan. Dan bau apa ini?"

Aldo mengendus-endus saat hidungnya mencium bau tak sedap. Aldo berjalan menuju ranjang dan mengguncang tubuh Sinta dengan pelan.

"Bangun dek, sudah subuh." Beberapa kali Aldo membangunkan, baru lah Sinta duduk dan mengucek matanya.

"Mandi, habis itu sholat. Jangan lupa, bangunin anak-anak juga," titah Aldo sembari berjalan mengambil sajadah yang ada di dalam lemari.

"Hmmm..." Sinta hanya bergumam pelan.

Setelah kepergian sang suami, Sinta turun dari ranjang dan mengenakan pakaian yang teronggok di lantai. Ia tersenyum mengingat kejadian semalam, di mana sang suami sangat perkasa mengimbangi dirinya.

"Aduh ..." Sinta memegang perutnya dan merasakan hal yang aneh. Tak menghiraukan itu, lantas dia beranjak menuju kamar mandi.

"Dingin sekali." Sinta memeluk lengannya dan menguap lebar. Akhirnya Sinta tidak jadi mandi dan dirinya kembali ke kamar untuk melanjutkan tidurnya.

***

***

"Assalamualaikum..."

Aldo yang baru saja tiba dari masjid, mengernyit heran karena rumah masih dalam keadaan sepi. Biasanya, Sinta sudah menyapu di halaman dan anak-anak menonton televisi usai menunaikan sholat.

Aldo berjalan menuju kamar untuk menyimpan sajadah dan sarung. Pintu terbuka, menampilkan Sinta yang masih terbaring memeluk guling.

Aldo melepas kain sarung, melipatnya bersama sajadah yang ia kenakan tadi dan kembali memasukannya ke dalam lemari.

Aldo pikir istrinya tidur lagi setelah sembahyang. Namun, saat dirinya mendekat dan membangunkannya. Tangan Aldo menyentuh rambut Sinta. Kering, itu berarti Sinta belum mandi dan belum menunaikan kewajibannya.

"Dek ... bangun Dek. Kamu ketiduran ya?"

Guncangan di tubuhnya membuat Sinta terusik. "Iya, Mas. Sebentar lagi ya? Aku masih ngantuk banget nih," tolak Sinta.

"Sudah pagi, kamu nanti bisa telat sembahyang subuh. Buruan bangun dan mandi. Mas mau membangunkan anak-anak dulu." Aldo segera meninggalkan Sinta dan berjalan menuju kamar kedua anaknya.

Aldo belum ada uang untuk membuat dua kamar. Karena itu, Rafa dan Sheila tidur di kamar yang sama. Dengan ranjang 2 tingkat. Rafa berada ranjang bawah dan Sheila di ranjang yang ada di atas.

"Nak bangun. Sembahyang subuh dulu."

Kedua anaknya yang sudah terbiasa bangun pagi tak begitu sulit untuk di bangunkan. Perlahan Sheila menuruni tangga kayu yang ada di sisi tempat tidur. Kedua bocah itu segera menuju ke belakang untuk mengambil wudhu.

"Kalian sholat berdua ya?" ucap Aldo. Kedua anaknya pun mengangguk. Aldo gegas menuju kamarnya sendiri.

"Kok belum mandi sih, Dek?" tanya Aldo sedikit geram. Tak biasanya Sinta malas saat menunaikan ibadah. Sinta pun juga bukan tipe wanita pemalas.

Sinta yang masih duduk di tepi ranjang, menatap suaminya dengan tak suka. "Badan ku capek, Mas. Semalam kamu terlalu bersemangat. Kali ini aja aku tidak sembahyang ya?" ucapnya penuh permohonan.

Aldo tak begitu mengerti dengan kata-kata yang Sinta lontarkan padanya. 'Terlalu semangat? Semangat apa?' Namun, semakin ia pikirkan, semakin dirinya tak mengerti.

"Hush ... jangan berkata seperti itu. Ibadah itu wajib. Semua yang kamu lakukan itu juga tanggung jawab, Mas. Sekarang bangun, mandi dan segeralah sembahyang." ucapan Aldo kali ini tak bisa di bantah.

Walau malas, Sinta akhirnya berdiri dan menuruti semua perkataan Aldo.

***

***

"Bapak sudah makan?" tanya Rafa. Dirinya tengah menyantap ikan goreng bersama adiknya sembari menonton telivisi.

"Sudah. Ibu mu mana?" Aldo celingukan, pasalnya sedari tadi istrinya itu tak nampak batang hidungnya.

"Ibu ikut sama Mak Siti ke kebun ambil sawi." Rafa menjawab dengan mulut yang penuh dengan makanan.

Aldo hanya menganggukkan kepala, lalu duduk di kursi. "Kalau sudah selesai makan, Rafa antar ikan goreng ke rumah kakek ya?" Bocah berusia 9 tahun itu mengangguk.

Hidup di pedesaan seperti ini tidak akan kekurangan makanan walaupun tak memegang uang. Ada sungai yang bisa di pancing, pekarangan rumah yang bisa di tanami ubi ketela, cabai, tomat dan sayur mayur lainnya. tak lupa juga, tetangga yang ramah tamah dan selalu berbagi saat di kebunnya panen sayur berlimpah.

Seperti sekarang ini, Mak Siti tengah panen dan akan membiarkan warga di sini mengambil sawi di kebun miliknya. Tanpa di beritahu pun, warga sini akan mengambil secukupnya untuk makan.

Aldo memasukan beberapa ikan goreng ke dalam rantang dan memberikannya pada kedua anaknya.

"Rafa dan Sheila sekalian main di rumah kakek ya, Pak?" ucap anak lelakinya itu meminta izin. Di hari Minggu begini, mereka memang terbiasa main bersama kakek dan om-nya.

"Iya. Jangan nakal."

Setelah kepergian kedua anaknya, Aldo menutup pintu dan berniat menghampiri sang istri. "Tumben ambil sayur lama sekali?" gumam Aldo pelan.

Tak ada motor, Aldo berjalan kaki menuju kebun yang berada di seberang sungai. Di pertengahan jalan, Aldo bertemu dengan Mak Siti yang tengah mengendarai motor.

"Mau kemana, Do?" Mak Siti menghentikan motor maticnya.

"Sinta masih di kebun, Mak?" Aldo balik bertanya.

"Gak ada. Katanya mau ke hutan tadi."

Mak Siti kembali mengendarai motornya, sedangkan Aldo bergegas menuju hutan. Di sepanjang jalan, Aldo terus memikirkan istrinya. "Ngapain Sinta ke hutan?"

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Lisan
karena main sendiri (mas tur basi) kk.
goodnovel comment avatar
Dian Elfiatun
sinta awalnya rajin beribadah tapi masih bisa di ganggu mahkluk gaib... apa karena tidur tidak pakai baju yas
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • SUAMI GHAIB   Kejanggalan.

    Hutan di sini masih asri dan banyak binatang buas apabila masuk lebih dalam. Warga di desa curuk ayu biasa pergi ke hutan hanya untuk mencari kayu bakar dan mencari tanaman yang bisa dimakan serta menjerat ayam hutan. Aldo mencari Sinta di hutan yang berada di dekat pohon besar. Di sana, mereka biasa menjerat ayam hutan yang memang banyak hidup di sekitaran kayu besar tersebut.Tak biasanya Sinta ke hutan sendirian, biasanya ia selalu pergi bersama Aldo. Sinta termasuk perempuan penakut, lihat ulat bulu dan memegang ayam pun tak berani."Pak, lihat istriku tidak?" Aldo bertanya pada lelaki tua yang tengah memotong kayu tumbang untuk di jadikan kayu bakar.Lelaki itu berhenti mengayunkan kapak, berdiri tegap dan menoleh ke arah Aldo. "Tadi lewat sini, Do! Mungkin di dekat kayu besar sana." Setelah memberitahu kepada Aldo, lelaki itu kembali membungkuk dan mengayunkan kapak itu kembali.Aldo kembali berjalan menyusuri jalan setapak, di sisi kiri dan kanan banyak tumbuhan liar dan juga

  • SUAMI GHAIB   Hitam dan besar.

    Kepanikan di sepertiga malam terjadi di rumah kayu itu. Aldo terus memanjatkan doa, sedangkan Sinta turut menenangkan putrinya yang tak hentinya meracau dan kejang-kejang.Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya Sheila berhasil di tenangkan. Namun, suhu badannya meningkat drastis. "Dek, ambilkan kompres sama air." titah Aldo kepada Sinta.Sheila segera di kompres karena badannya begitu panas sampai membuat dirinya menggigil. Aldo dibantu sang istri segera membuka baju yang dikenakan bocah perempuan itu dan diganti dengan pakaian tipis.Aldo perlahan berdiri dengan Sheila yang masih berada digendongannya. Aldo berniat menidurkan sang anak di ranjang miliknya. Baru beberapa langkah masuk, Sheila memejamkan mata dan kembali memekik histeris."Sheila tidak mau tidur di sini!" Bocah perempuan itu kembali mengeratkan pelukan.Aldo mencoba membujuk. "Di kamar Sheila kan ranjangnya kecil, tidur di sini sama Bapak, ya?"Sheila terus saja menggelengkan kepala dengan kuat. Aldo menghembuskan na

  • SUAMI GHAIB   Kenapa kamu pulang, Mas?

    "Aku takut," ucap Sheila sangat lirih.Ardi mencoba mencerna kembali ucapan gadis kecil di hadapannya ini. "Mungkin Sheila mengigau. Sudah jangan dipikirkan. Sekarang istirahat dan tidur ya? Om temani di sini."Sheila mengangguk dan memejamkan mata. Usapan lembut Ardi berikan agar Sheila cepat terlelap. Ardi memilih tak menanggapi ucapan Sheila, dia pikir semua itu hanya halusinasinya saja.******Beberapa minggu pun berlalu, Aldo bingung karena tak ada uang sama sekali. Sedangkan kebutuhan rumah tangga harus dipenuhi. Tidak ada pekerjaan di ladang sebab tengah musim kemarau. Mencari ikan untuk lauk makan pun hanya dapat sedikit karena air sungai mulai surut.Kalau hanya untuk makan sehari-hari, mereka bisa mengambil sayur mayur di kebun. Hanya saja, untuk membeli beras, kebutuhan sekolah anak, kebutuhan istri, listrik dan kebutuhan lainnya membutuhkan uang.Aldo masih termenung memikirkan tawaran suaminya Mak Siti beberapa hari yang lalu. Kata suami Mak Siti, kerja kuli bangunan di

  • SUAMI GHAIB   Sudah pergi?

    Sinta mencium bau hangus, seperti bau ubi yang di masukan ke dalam arang dan dibiarkan menghitam. Kira-kira seperti itulah bau tubuh suami Sinta saat ini.Sinta yang tadinya bergelayut manja di lengan kekar Aldo, seketika menjauhkan kepalanya. Mengendus bau tak sedap yang keluar dari tubuh sang suami.Braaakkk !!!Sinta tersentak dan memegangi dadanya. Ia pun segera menoleh ke samping, tatkala pintu yang terbuat dari kayu jati putih itu tiba-tiba tertutup sendiri dan menimbulkan suara yang cukup nyaring."Astaghfirullah. Apa itu, Mas?" pekik Sinta. Wanita itu pun beranjak dari duduknya dan segera berjalan menuju pintu yang memang belum sempat ia tutup. Dirinya lantas segera mengunci pintu tersebut."Hanya angin." Aldo bangkit, berjalan gontai menuju kamar.Wanita itu segera menyusul sang suami ke dalam kamar. Saat dirinya tiba di ambang pintu, ia melihat Aldo yang sudah terbaring terlentang. Baju kemeja kotak-kotak yang Aldo kenakan pun sudah terlepas dari tubuhnya.Sinta berjalan men

  • SUAMI GHAIB   Lidah yang panjang.

    Pukul 19.00"Bu, kata para tetangga, rumah kita ada hantunya ya?" tanya Rafa, mimik wajah bocah itu nampak bergidik ngeri.Saat ini Sinta tengah berada di teras rumah mertuanya untuk membujuk kedua anaknya yang tidak mau pulang ke rumah."Sheila mau menginap di rumah kakek, tidak mau tidur di rumah sebelum ayah pulang dari kota," sahut bocah perempuan berusia 7 tahun itu.Sinta menghela napas mendengar penuturan anak-anaknya tersebut. "Sssttt ... tidak boleh bicara seperti itu. Walau bagaimana pun, itu rumah kita, tempat tinggal kita. Rafa dan Sheila tidak usah mendengarkan apa kata orang. Apa selama ini ada yang aneh di rumah?" tanya Sinta.Kedua bocah itu sama-sama menggelengkan kepala seraya menatap ibunya."Nah, tidak ada bukan? Buktinya selama ini rumah kita adem ayem dan tidak terjadi apa-apa. Dan satu lagi, ayah semalam pulang loh! Tetapi, pagi tadi sudah berangkat lagi." Sontak ucapan Sinta berhasil membuat kedua anaknya tercengang."Benarkah, Bu? Padahal kemaren sore kami dan

  • SUAMI GHAIB   Kesurupan.

    "Lepas! TOLONG!" Teriakan Sinta hanya tertahan di tenggorokan. Sekuat apapun perempuan itu berteriak, yang keluar hanyalah angin dan mulutnya yang nampak bergerak-gerak."Tolooonnggg ...!" Lagi-lagi suara itu tak dapat keluar. Teriakan dan jeritan Sinta tertahan, seperti ada sesuatu yang menghalangi. Ia terus berusaha, akan tetapi tak mampu mendobrak penghalang tersebut.Tangan Aldo yang kekar berubah menjadi lebih besar, hitam dan berbulu. Kukunya panjang dan berserabut seperti akar pohon. Lidah panjangnya masih menjulur dan menjilati darah yang berserakan di atas selimut.Aldo mendongak dan melihat Sinta dengan tatapan tajam. Sontak hal tersebut membuat wanita itu kembali merasakan ketakutan yang luar biasa. Sinta terus bergerak mundur saat tangan besar itu sudah melepaskan kakinya dan beralih meraih kain yang penuh dengan darah.Saat Sinta berhasil menjauh, tangan itu kembali terulur dan berhasil mencengkeram pergelangan kakinya. Bahkan semakin erat karena ada kuku-kuku yang berser

  • SUAMI GHAIB   Tersesat.

    Tangan lelaki itu mulai kelelahan karena lamanya menarik pedal gas. "Perasaan matahari hendak terbit. Kenapa sekarang menjadi gelap lagi? Apa mungkin mau turun hujan?" Ardi bergumam pelan. Motornya pun masih melaju dengan kecepatan sedang.Tiba-tiba saja angin berhembus dengan kencang membuat rambutnya yang sedikit panjang di bagian depan ikut berkibar. Lelaki itu sampai menggigil karena kencangnya angin, sekujur tubuhnya pun mulai merasakan ada titik-titik air yang berjatuhan dari langit. Awalnya hanya rintik-rintik, lama kelamaan hujan turun semakin lebat sehingga membuat sekujur tubuh lelaki itu basah. Ardi memutuskan menepi dan berhenti di bawah pohon mahoni karena hujan tak kunjung reda. Ardi melirik pohon yang berada di belakangnya ini. Ia nampak heran sebab pepohonan yang berada di sekitarnya sudah gersang serta daunnya pun banyak yang berguguran. Hanya pohon besar ini satu-satunya yang masih rimbun dan daunnya pun masih hijau.Ardi meraih ponsel yang berada di dalam saku cela

  • SUAMI GHAIB   Kondisi mengenaskan.

    Pak Sholeh memutuskan menyuruh anak lelakinya untuk mendatangi seorang Ustadz yang tinggal di kampung ujung."Sepertinya Pak Ustadz di kampung sebelah tidak ada. Maka dari itu Ardi lama, Pak Wito," ujar Pak Sholeh."Mungkin saja Ardi mencari orang ahli agama yang lainnya." Sambung salah seorang bapak-bapak yang tengah memegang tangan Sinta.Wanita itu kini sudah jauh lebih tenang, tidak berteriak-teriak seperti sebelumnya. Hanya saja, Sinta sesekali masih menendang dan jika di lepas akan melukai dirinya sendiri."Seharusnya Ardi akan langsung ke Ustadz yang di kampung ujung. Anak itu juga kenal dengannya," sahut Pak Wito, yang tak lain adalah bapaknya Ardi dan juga Aldo."Lalu ke mana perginya Ardi? Hampir satu jam dia belum tiba juga," pungkas lelaki paruh baya itu, suaranya pun terdengar khawatir."Kita berpikir positif saja Pak. Bisa jadi Ardi kehabisan bensin atau bannya bocor."Beberapa menit kemudian terdengar suara deru motor. Anak lelaki Pak Sholeh sudah tiba bersama seorang U

Latest chapter

  • SUAMI GHAIB   Meninggalnya Aldo (TAMAT)

    Mendengar suara ribut membuat Sinta dan kedua anaknya ketakutan. Mereka tetap berada di sana dan menuruti semua perkataan sang Ustadz."Takut, Bu," cicit kedua anak Sinta.Wanita itu memeluk keduanya dengan erat. Hingga suara-suara itu berhenti dan berganti suara Ardi yang menjerit memanggil nama Aldo."Ayo kita keluar," ajak Sinta. Dirinya gegas beranjak dan menarik tangan kedua bocah itu. Perasaannya tak enak dan memilih keluar menghiraukan larangan Pak Ustadz.Braaakk..Saat Sinta keluar, bersamaan dengan itu pintu kamar sebelah pun dibuka oleh sang Ustadz. Sinta membekap mulut menahan tangis saat menyaksikan sang suami tergeletak tak berdaya di pangkuan Ardi.Sinta dan kedua bocah itu berjalan cepat dan turut bersimpuh mengerumuni Aldo."Mas Aldo kenapa, Di?" Sinta tak mampu membendung lagi, cairan bening tumpah melihat kondisi sang suami."Bapak!" Sheila dan Rafa memeluk badan Aldo yang lemah.Mereka mengangkat dan membaringkan Aldo di sebuah tikar. "Cepet cari bantuan, Di. Bawa

  • SUAMI GHAIB   Musnahnya Virgon.

    "Allahu Akbar." Pak Ustadz tak berhenti, membuat Sheila merasakan sesuatu yang luar biasa sakit."Bu! Sakit!" teriak Sheila, disertai tangis dan raungan histeris. Kedua tangan dan kakinya dipegang kuat agar tak menyakiti tubuhnya sendiri.Pak Ustadz melangkah maju, menempelkan telapak tangannya ke dahi bocah itu. "Ya Allah, tolong hambamu. Keluarkan sesuatu yang bersarang di dalam tubuh anak ini," ucapnya lirih.Mata Sheila bergerak liar, bola matanya hanya nampak warna putih. Mulutnya menganga dengan napas memburu dan tersengal-sengal, seolah menahan sesuatu yang hendak keluar.Doa-doa terus di lantunkan. Ardi, Sinta dan Rafa pun turut berdoa dalam hati. Berharap Sheila segera sembuh dari penyakit aneh ini.Lewat tengah malam, suara batuk Aldo tak berhenti di kamar sebelah. Sedangkan Sheila tergeletak lemas tak berdaya di pangkuan sang ibu. Sesekali wanita itu mengusap buliran bening yang masih merembes di sekitar dahi."Alhamdulillah, gangguan dari mahluk itu sudah keluar. Insha Alla

  • SUAMI GHAIB   Panas Bu!

    Waktu silih berganti. Tak terasa sudah satu bulan lamanya. Awalnya tak ada kejadian yang janggal setelah peristiwa itu. Aldo dan keluarganya menjalani hidup tentram tanpa gangguan.Namun, siapa sangka ternyata semua masih berlanjut. Setelah memasuki minggu pertama, keluarga Aldo sakit secara bergantian.Mereka pikir itu hal yang wajar dan sebuah kebetulan, sebab musim berganti serta cuaca tidak menentu.Ardi dan Rafa baru saja sembuh, kini giliran Sheila mengalami gatal yang luar biasa. Sedangkan Aldo batuk parah hingga mengeluarkan cairan kental berwarna hitam pekat dan bau yang begitu menyeruak di indra penciuman.Uhuuk … uhuuuk ….Aldo yang tengah terbaring di ranjang terbatuk lagi. Wajahnya nampak pucat serta bibir mengering. Sinta meraih segelas air dan membantu sang suami untuk minum."Gimana keadaan Sheila, Dek?"Sinta kembali menaruh gelas ke atas nakas, dan kembali menatap sang suami. "Alhamdulillah dia sudah bisa tidur, Mas."Aldo tak berani untuk sekedar mendekati kedua an

  • SUAMI GHAIB   Gangguan.

    Aldo berjalan cepat, menghampiri ranjang yang berada di sisi kiri. Anak perempuannya masih memejamkan mata. Namun, gerakan liar tangan dan kakinya tak berhenti membuat ranjang itu bergeser sedikit demi sedikit. Tubuh Aldo menahan sisi ranjang dan tangannya memegang tubuh putrinya agar tak terjatuh. "Sheila, bangun," ucap Aldo pelan. Satu tangannya menepuk pelan pipi yang terasa dingin itu. Padahal suhu ruangan di sini sangat panas dan pengap.Kreeettt ... Kreeett ... Kreeettt ...Ranjang masih bergoyang, menimbulkan suara decitan dari kaki ranjang besi yang bergesekan dengan lantai. Nyaring, membuat Ardi yang terbaring di kursi terusik dari tidurnya."Ada apa, Mas?" Ardi bersuara serak, mengucek mata yang terasa masih mengantuk. Lalu berjalan menghampiri Aldo."Sheila kenapa?" tanyanya lagi. Tanpa di suruh tangannya ikut memegangi kaki Sheila."Gak tau, Di. Mas sudah mencoba membangunkan, tetapi Sheila tak kunjung membuka matanya." Aldo panik. Air mukanya berubah cemas takut terjadi

  • SUAMI GHAIB   Bergerak liar.

    Aldo mengendong tubuh Sinta yang lemas tak berdaya. Sungguh, keadaan wanita itu saat ini sangat kacau. Aroma busuk menyengat membuat Aldo sesekali menahan napas saat bau itu menusuk indera penciumannya."Pelan-pelan Mas Aldo," ucap Pak Ustadz mengingatkan. Lelaki yang memakai baju putih, celana berwarna hitam dan kopyah yang bertengger di kepalanya itu berjalan di depan Aldo sembari menyingkap ranting-ranting kering yang menghalangi jalan."Iya Pak Ustadz," jawab Aldo pelan. Napasnya terasa sesak menahan berat badan Sinta.Aldo berhenti sejenak dan membenarkan posisi sang istri lalu kembali melanjutkan perjalanan mengikuti Pak Ustadz.Aldo memperhatikan jalan setapak dan di depan sana sudah nampak cahaya yang terang. Terus menyusuri jalan hingga mereka berhasil keluar dari dalam hutan."Masih kuat Mas Aldo?" Pak Ustadz menghentikan langkah kakinya. Ia pun mengajak Aldo untuk istirahat sejenak. Aldo menurut dan menidurkan Sinta di sebuah gubuk di tengah ladang.Aldo ngos-ngosan, tubuh

  • SUAMI GHAIB   Tergeletak lemas.

    Kabut asap, bau hangus, bangkai, belatung serta darah menjadi hal biasa di dunia alam ghaib inj. Gelap, pengap, anyir menjadi satu.Seorang Wanita dengan perut yang besar, rambutnya berantakan serta gigi-giginya yang mulai menghitam. Di dampingi sesosok mahluk hitam, besar berbulu yang menyeramkan. Matanya pun merah menyala dengan gigi tajam serta kuku yang runcing. Kakinya berserabut bak akar pohon beringin yang menjuntai ke tanah.Pemandangan yang sangat menakutkan. Namun, di mata wanita itu, semuanya indah. Ia merasa tubuhnya yang kini memiliki perut buncit, bertambah cantik dan menawan. Begitupun dengan lelaki yang berada di sampingnya. Di mata Sinta, Virgon amatlah tampan serta singgasana yang luar biasa megah."Kamu mau makan lagi, sayang?" Virgon bertanya lembut. Tangannya masih setia bertengger di bahu Sinta. Senantiasa memeluk wanita itu setiap saat. Tak sedikit pun melepasnya."Aku sudah kenyang, Mas."Sinta selalu di suguhi makanan-makanan menjijikan dan kepuasan setiap saa

  • SUAMI GHAIB   Terbujur kaku.

    "Aduh ..." Pak Wito hampir saja terjatuh karena kakinya tersandung batu. Lelaki itu masih terus berjalan di tengah gelapnya malam mengikuti bayangan tubuh Aldo yang terus berjalan menuju sumur. Hanya ada penerangan lampu dari teras depan rumah, sedangkan di teras bagian samping rumah sampai ke belakang tak ada lampu sama sekali."Tungguin Bapak, Do," Pak Wito mempercepat langkahnya walau dirinya agak kewalahan. Saat dirinya sudah berada di dekat Aldo, tangan yang sudah keriput itu meraih tangan Aldo yang berhenti menunggu dirinya. Ya, Pak Wito takut terjatuh atau pun terpeleset."Tangan mu dingin sekali. Lagian, ke hutan tengah malam, mana gak pakai jaket pula," Pak Wito ikut melangkahkan kakinya saat sang anak berjalan pelan."Sinta di mana, Do?" Pak Wito memindai sekitar.Gelap. Sunyi. Hanya ada suara binatang malam serta suara angin yang berhembus membuat ranting-ranting kayu bergesekan. Mereka berdua sudah sampai di sumur. Aldo terus mengajak Pak Wito untuk berdiri mendekat. N

  • SUAMI GHAIB   Bapak ...!!

    Suara genteng yang beradu dengan batu kerikil menimbulkan suara yang nyaring. Bahkan beberapa batu itu berukuran cukup besar sehingga beberapa genteng pecah dan terjatuh mengenai lantai rumah."Ayo kita keluar." Ardi melindungi Rafa, sedangkan Aldo memeluk putrinya agar tak terkena pecahan genteng. Mereka berempat berjalan cepat menuju pintu. Suara keributan di luar sana semakin terdengar jelas.Setelah mereka berhasil keluar, Ardi memegangi kedua bocah itu yang kini semakin ketakutan. Membawa mereka menyingkir ke tempat yang lebih aman. Sedang Aldo segera menghampiri beberapa warga yang tiba-tiba melempari rumahnya dengan batu."Tolong bapak-bapak dan ibu-ibu berhenti!" Tak hanya Aldo yang menghentikan. Tetapi beberapa tetangga Aldo pun sedari tadi sudah mencegah perbuatan itu."Kami tidak mau ikut sial karena perbuatan keluargamu!" Teriak salah seorang warga yang kontra dengan masalah yang menimpa keluarga Aldo.Namun, tak sedikit pula tetangganya yang justru peduli dan kasian deng

  • SUAMI GHAIB   Berita tersebar.

    "Jangan-jangan kamu dan kakakmu juga anaknya genderuwo.""Iya. Serem.""Jadi merinding begini dekat dengan Sheila.""Ngeri, anaknya setan ternyata ...""Jangan dekat-dekat sama Sheila. Kata emakku, bisa-bisa kita juga di culik sama genderuwo itu. Apalagi kalian yang perempuan.""Ihhh ... Takut ...""Kamu pindah ke belakang sana, Sheila. Aku takut kalau duduk sebangku dengan mu lagi. Bisa-bisa aku di culik.""Sheila anak setan ... Sheila anak setan ... " Beberapa temannya menyoraki dan bertepuk tangan."Huuu ... Sheila anak genderuwo."Semua perkataan dari beberapa teman-temannya membuat telinga gadis kecil itu terasa panas. Dalam hati ia bertanya-tanya, apa iya semua yang dikatakan itu benar?Sheila terus menunduk dan tak kuasa mengangkat kepala. Air matanya seolah berlomba ingin keluar. Namun, Sheila sekuat tenaga menahannya hingga jam pelajaran di mulai.Sheila tak berani keluar kelas karena teman-temannya pasti akan memojokkan dirinya. Gadis kecil itu menyibukkan diri dengan mencor

DMCA.com Protection Status