"Allahu Akbar." Pak Ustadz tak berhenti, membuat Sheila merasakan sesuatu yang luar biasa sakit."Bu! Sakit!" teriak Sheila, disertai tangis dan raungan histeris. Kedua tangan dan kakinya dipegang kuat agar tak menyakiti tubuhnya sendiri.Pak Ustadz melangkah maju, menempelkan telapak tangannya ke dahi bocah itu. "Ya Allah, tolong hambamu. Keluarkan sesuatu yang bersarang di dalam tubuh anak ini," ucapnya lirih.Mata Sheila bergerak liar, bola matanya hanya nampak warna putih. Mulutnya menganga dengan napas memburu dan tersengal-sengal, seolah menahan sesuatu yang hendak keluar.Doa-doa terus di lantunkan. Ardi, Sinta dan Rafa pun turut berdoa dalam hati. Berharap Sheila segera sembuh dari penyakit aneh ini.Lewat tengah malam, suara batuk Aldo tak berhenti di kamar sebelah. Sedangkan Sheila tergeletak lemas tak berdaya di pangkuan sang ibu. Sesekali wanita itu mengusap buliran bening yang masih merembes di sekitar dahi."Alhamdulillah, gangguan dari mahluk itu sudah keluar. Insha Alla
Mendengar suara ribut membuat Sinta dan kedua anaknya ketakutan. Mereka tetap berada di sana dan menuruti semua perkataan sang Ustadz."Takut, Bu," cicit kedua anak Sinta.Wanita itu memeluk keduanya dengan erat. Hingga suara-suara itu berhenti dan berganti suara Ardi yang menjerit memanggil nama Aldo."Ayo kita keluar," ajak Sinta. Dirinya gegas beranjak dan menarik tangan kedua bocah itu. Perasaannya tak enak dan memilih keluar menghiraukan larangan Pak Ustadz.Braaakk..Saat Sinta keluar, bersamaan dengan itu pintu kamar sebelah pun dibuka oleh sang Ustadz. Sinta membekap mulut menahan tangis saat menyaksikan sang suami tergeletak tak berdaya di pangkuan Ardi.Sinta dan kedua bocah itu berjalan cepat dan turut bersimpuh mengerumuni Aldo."Mas Aldo kenapa, Di?" Sinta tak mampu membendung lagi, cairan bening tumpah melihat kondisi sang suami."Bapak!" Sheila dan Rafa memeluk badan Aldo yang lemah.Mereka mengangkat dan membaringkan Aldo di sebuah tikar. "Cepet cari bantuan, Di. Bawa
Bab 1Aldo menghentikan aktivitasnya dan menghempaskan tubuhnya di samping sang istri. "Sudah ya, Dek. Mas lelah," ucap Aldo dengan napas yang tersengal-sengal.Sinta. Wanita muda yang baru berusia 27 tahun itu menghela napas dengan pasrah. Dengan wajah masam, dirinya menarik selimut bermotif bunga dan menutupi tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang."Aku kan belum puas, Mas! Kamu sudah keluar saja!" sungutnya dengan kesal, lalu membalikkan badan memunggungi sang suami."Maafkan Mas, Dek. Waktu 20 menit untuk bercinta itu sudah cukup lama. Coba kamu membaca artikel dan internet tentang hubungan badan. Di sana tertulis bahwa waktu yang normal itu sekitar 5-8 menit," ucap Aldo memberi pengertian dan berusaha membujuk sang istri.Setiap malam sehabis melakukan ritual suami istri, Aldo harus bersusah payah membujuk Sinta agar tidak marah karena belum puas dan tak ingin berhenti.Mereka bukanlah pengantin baru. Aldo dan Sinta sudah berumah tangga selama 11 tahun. Memiliki seorang putra b
Aldo dan Ardi tiba di depan rumah sederhana yang terbuat dari kayu jati."Ini ikannya, Mas," ucap Ardi. Ia pun menyerahkan ikan hasil pancingan dan meraih pancing miliknya. Ardi pun segera melenggang pergi.Rumah Ardi hanya berjarak 200meter dari rumah Aldo. Ardi adalah adik Aldo satu-satunya, Ardi tinggal berdua dengan Abah Wito, sedangkan ibu mereka sudah meninggal 12 tahun silam.Aldo berjalan menuju sumur yang ada di samping rumahnya. Ia pun membersihkan sisik ikan dan membuang kotoran yang ada di perut ikan. "Alhamdulillah selesai juga," gumamnya lirih.Samar-samar Aldo mendengar suara aneh, ia pun menajamkan pendengarannya. Namun, tak begitu jelas itu suara apa. Aldo memilih mengabaikan dan memasukan ikan-ikan tadi ke dalam wadah.Menimba air dan kembali membilas ikan supaya benar-benar bersih. Aldo mengernyitkan dahi kala suara itu muncul kembali. Akan tetapi, Aldo tak ambil pusing."Sudah jam empat lebih. Tanggung kalau tidur, sebentar lagi subuh." gumamnya pelan. Akhirnya Ald
Hutan di sini masih asri dan banyak binatang buas apabila masuk lebih dalam. Warga di desa curuk ayu biasa pergi ke hutan hanya untuk mencari kayu bakar dan mencari tanaman yang bisa dimakan serta menjerat ayam hutan. Aldo mencari Sinta di hutan yang berada di dekat pohon besar. Di sana, mereka biasa menjerat ayam hutan yang memang banyak hidup di sekitaran kayu besar tersebut.Tak biasanya Sinta ke hutan sendirian, biasanya ia selalu pergi bersama Aldo. Sinta termasuk perempuan penakut, lihat ulat bulu dan memegang ayam pun tak berani."Pak, lihat istriku tidak?" Aldo bertanya pada lelaki tua yang tengah memotong kayu tumbang untuk di jadikan kayu bakar.Lelaki itu berhenti mengayunkan kapak, berdiri tegap dan menoleh ke arah Aldo. "Tadi lewat sini, Do! Mungkin di dekat kayu besar sana." Setelah memberitahu kepada Aldo, lelaki itu kembali membungkuk dan mengayunkan kapak itu kembali.Aldo kembali berjalan menyusuri jalan setapak, di sisi kiri dan kanan banyak tumbuhan liar dan juga
Kepanikan di sepertiga malam terjadi di rumah kayu itu. Aldo terus memanjatkan doa, sedangkan Sinta turut menenangkan putrinya yang tak hentinya meracau dan kejang-kejang.Setelah beberapa menit berlalu, akhirnya Sheila berhasil di tenangkan. Namun, suhu badannya meningkat drastis. "Dek, ambilkan kompres sama air." titah Aldo kepada Sinta.Sheila segera di kompres karena badannya begitu panas sampai membuat dirinya menggigil. Aldo dibantu sang istri segera membuka baju yang dikenakan bocah perempuan itu dan diganti dengan pakaian tipis.Aldo perlahan berdiri dengan Sheila yang masih berada digendongannya. Aldo berniat menidurkan sang anak di ranjang miliknya. Baru beberapa langkah masuk, Sheila memejamkan mata dan kembali memekik histeris."Sheila tidak mau tidur di sini!" Bocah perempuan itu kembali mengeratkan pelukan.Aldo mencoba membujuk. "Di kamar Sheila kan ranjangnya kecil, tidur di sini sama Bapak, ya?"Sheila terus saja menggelengkan kepala dengan kuat. Aldo menghembuskan na
"Aku takut," ucap Sheila sangat lirih.Ardi mencoba mencerna kembali ucapan gadis kecil di hadapannya ini. "Mungkin Sheila mengigau. Sudah jangan dipikirkan. Sekarang istirahat dan tidur ya? Om temani di sini."Sheila mengangguk dan memejamkan mata. Usapan lembut Ardi berikan agar Sheila cepat terlelap. Ardi memilih tak menanggapi ucapan Sheila, dia pikir semua itu hanya halusinasinya saja.******Beberapa minggu pun berlalu, Aldo bingung karena tak ada uang sama sekali. Sedangkan kebutuhan rumah tangga harus dipenuhi. Tidak ada pekerjaan di ladang sebab tengah musim kemarau. Mencari ikan untuk lauk makan pun hanya dapat sedikit karena air sungai mulai surut.Kalau hanya untuk makan sehari-hari, mereka bisa mengambil sayur mayur di kebun. Hanya saja, untuk membeli beras, kebutuhan sekolah anak, kebutuhan istri, listrik dan kebutuhan lainnya membutuhkan uang.Aldo masih termenung memikirkan tawaran suaminya Mak Siti beberapa hari yang lalu. Kata suami Mak Siti, kerja kuli bangunan di
Sinta mencium bau hangus, seperti bau ubi yang di masukan ke dalam arang dan dibiarkan menghitam. Kira-kira seperti itulah bau tubuh suami Sinta saat ini.Sinta yang tadinya bergelayut manja di lengan kekar Aldo, seketika menjauhkan kepalanya. Mengendus bau tak sedap yang keluar dari tubuh sang suami.Braaakkk !!!Sinta tersentak dan memegangi dadanya. Ia pun segera menoleh ke samping, tatkala pintu yang terbuat dari kayu jati putih itu tiba-tiba tertutup sendiri dan menimbulkan suara yang cukup nyaring."Astaghfirullah. Apa itu, Mas?" pekik Sinta. Wanita itu pun beranjak dari duduknya dan segera berjalan menuju pintu yang memang belum sempat ia tutup. Dirinya lantas segera mengunci pintu tersebut."Hanya angin." Aldo bangkit, berjalan gontai menuju kamar.Wanita itu segera menyusul sang suami ke dalam kamar. Saat dirinya tiba di ambang pintu, ia melihat Aldo yang sudah terbaring terlentang. Baju kemeja kotak-kotak yang Aldo kenakan pun sudah terlepas dari tubuhnya.Sinta berjalan men
Mendengar suara ribut membuat Sinta dan kedua anaknya ketakutan. Mereka tetap berada di sana dan menuruti semua perkataan sang Ustadz."Takut, Bu," cicit kedua anak Sinta.Wanita itu memeluk keduanya dengan erat. Hingga suara-suara itu berhenti dan berganti suara Ardi yang menjerit memanggil nama Aldo."Ayo kita keluar," ajak Sinta. Dirinya gegas beranjak dan menarik tangan kedua bocah itu. Perasaannya tak enak dan memilih keluar menghiraukan larangan Pak Ustadz.Braaakk..Saat Sinta keluar, bersamaan dengan itu pintu kamar sebelah pun dibuka oleh sang Ustadz. Sinta membekap mulut menahan tangis saat menyaksikan sang suami tergeletak tak berdaya di pangkuan Ardi.Sinta dan kedua bocah itu berjalan cepat dan turut bersimpuh mengerumuni Aldo."Mas Aldo kenapa, Di?" Sinta tak mampu membendung lagi, cairan bening tumpah melihat kondisi sang suami."Bapak!" Sheila dan Rafa memeluk badan Aldo yang lemah.Mereka mengangkat dan membaringkan Aldo di sebuah tikar. "Cepet cari bantuan, Di. Bawa
"Allahu Akbar." Pak Ustadz tak berhenti, membuat Sheila merasakan sesuatu yang luar biasa sakit."Bu! Sakit!" teriak Sheila, disertai tangis dan raungan histeris. Kedua tangan dan kakinya dipegang kuat agar tak menyakiti tubuhnya sendiri.Pak Ustadz melangkah maju, menempelkan telapak tangannya ke dahi bocah itu. "Ya Allah, tolong hambamu. Keluarkan sesuatu yang bersarang di dalam tubuh anak ini," ucapnya lirih.Mata Sheila bergerak liar, bola matanya hanya nampak warna putih. Mulutnya menganga dengan napas memburu dan tersengal-sengal, seolah menahan sesuatu yang hendak keluar.Doa-doa terus di lantunkan. Ardi, Sinta dan Rafa pun turut berdoa dalam hati. Berharap Sheila segera sembuh dari penyakit aneh ini.Lewat tengah malam, suara batuk Aldo tak berhenti di kamar sebelah. Sedangkan Sheila tergeletak lemas tak berdaya di pangkuan sang ibu. Sesekali wanita itu mengusap buliran bening yang masih merembes di sekitar dahi."Alhamdulillah, gangguan dari mahluk itu sudah keluar. Insha Alla
Waktu silih berganti. Tak terasa sudah satu bulan lamanya. Awalnya tak ada kejadian yang janggal setelah peristiwa itu. Aldo dan keluarganya menjalani hidup tentram tanpa gangguan.Namun, siapa sangka ternyata semua masih berlanjut. Setelah memasuki minggu pertama, keluarga Aldo sakit secara bergantian.Mereka pikir itu hal yang wajar dan sebuah kebetulan, sebab musim berganti serta cuaca tidak menentu.Ardi dan Rafa baru saja sembuh, kini giliran Sheila mengalami gatal yang luar biasa. Sedangkan Aldo batuk parah hingga mengeluarkan cairan kental berwarna hitam pekat dan bau yang begitu menyeruak di indra penciuman.Uhuuk … uhuuuk ….Aldo yang tengah terbaring di ranjang terbatuk lagi. Wajahnya nampak pucat serta bibir mengering. Sinta meraih segelas air dan membantu sang suami untuk minum."Gimana keadaan Sheila, Dek?"Sinta kembali menaruh gelas ke atas nakas, dan kembali menatap sang suami. "Alhamdulillah dia sudah bisa tidur, Mas."Aldo tak berani untuk sekedar mendekati kedua an
Aldo berjalan cepat, menghampiri ranjang yang berada di sisi kiri. Anak perempuannya masih memejamkan mata. Namun, gerakan liar tangan dan kakinya tak berhenti membuat ranjang itu bergeser sedikit demi sedikit. Tubuh Aldo menahan sisi ranjang dan tangannya memegang tubuh putrinya agar tak terjatuh. "Sheila, bangun," ucap Aldo pelan. Satu tangannya menepuk pelan pipi yang terasa dingin itu. Padahal suhu ruangan di sini sangat panas dan pengap.Kreeettt ... Kreeett ... Kreeettt ...Ranjang masih bergoyang, menimbulkan suara decitan dari kaki ranjang besi yang bergesekan dengan lantai. Nyaring, membuat Ardi yang terbaring di kursi terusik dari tidurnya."Ada apa, Mas?" Ardi bersuara serak, mengucek mata yang terasa masih mengantuk. Lalu berjalan menghampiri Aldo."Sheila kenapa?" tanyanya lagi. Tanpa di suruh tangannya ikut memegangi kaki Sheila."Gak tau, Di. Mas sudah mencoba membangunkan, tetapi Sheila tak kunjung membuka matanya." Aldo panik. Air mukanya berubah cemas takut terjadi
Aldo mengendong tubuh Sinta yang lemas tak berdaya. Sungguh, keadaan wanita itu saat ini sangat kacau. Aroma busuk menyengat membuat Aldo sesekali menahan napas saat bau itu menusuk indera penciumannya."Pelan-pelan Mas Aldo," ucap Pak Ustadz mengingatkan. Lelaki yang memakai baju putih, celana berwarna hitam dan kopyah yang bertengger di kepalanya itu berjalan di depan Aldo sembari menyingkap ranting-ranting kering yang menghalangi jalan."Iya Pak Ustadz," jawab Aldo pelan. Napasnya terasa sesak menahan berat badan Sinta.Aldo berhenti sejenak dan membenarkan posisi sang istri lalu kembali melanjutkan perjalanan mengikuti Pak Ustadz.Aldo memperhatikan jalan setapak dan di depan sana sudah nampak cahaya yang terang. Terus menyusuri jalan hingga mereka berhasil keluar dari dalam hutan."Masih kuat Mas Aldo?" Pak Ustadz menghentikan langkah kakinya. Ia pun mengajak Aldo untuk istirahat sejenak. Aldo menurut dan menidurkan Sinta di sebuah gubuk di tengah ladang.Aldo ngos-ngosan, tubuh
Kabut asap, bau hangus, bangkai, belatung serta darah menjadi hal biasa di dunia alam ghaib inj. Gelap, pengap, anyir menjadi satu.Seorang Wanita dengan perut yang besar, rambutnya berantakan serta gigi-giginya yang mulai menghitam. Di dampingi sesosok mahluk hitam, besar berbulu yang menyeramkan. Matanya pun merah menyala dengan gigi tajam serta kuku yang runcing. Kakinya berserabut bak akar pohon beringin yang menjuntai ke tanah.Pemandangan yang sangat menakutkan. Namun, di mata wanita itu, semuanya indah. Ia merasa tubuhnya yang kini memiliki perut buncit, bertambah cantik dan menawan. Begitupun dengan lelaki yang berada di sampingnya. Di mata Sinta, Virgon amatlah tampan serta singgasana yang luar biasa megah."Kamu mau makan lagi, sayang?" Virgon bertanya lembut. Tangannya masih setia bertengger di bahu Sinta. Senantiasa memeluk wanita itu setiap saat. Tak sedikit pun melepasnya."Aku sudah kenyang, Mas."Sinta selalu di suguhi makanan-makanan menjijikan dan kepuasan setiap saa
"Aduh ..." Pak Wito hampir saja terjatuh karena kakinya tersandung batu. Lelaki itu masih terus berjalan di tengah gelapnya malam mengikuti bayangan tubuh Aldo yang terus berjalan menuju sumur. Hanya ada penerangan lampu dari teras depan rumah, sedangkan di teras bagian samping rumah sampai ke belakang tak ada lampu sama sekali."Tungguin Bapak, Do," Pak Wito mempercepat langkahnya walau dirinya agak kewalahan. Saat dirinya sudah berada di dekat Aldo, tangan yang sudah keriput itu meraih tangan Aldo yang berhenti menunggu dirinya. Ya, Pak Wito takut terjatuh atau pun terpeleset."Tangan mu dingin sekali. Lagian, ke hutan tengah malam, mana gak pakai jaket pula," Pak Wito ikut melangkahkan kakinya saat sang anak berjalan pelan."Sinta di mana, Do?" Pak Wito memindai sekitar.Gelap. Sunyi. Hanya ada suara binatang malam serta suara angin yang berhembus membuat ranting-ranting kayu bergesekan. Mereka berdua sudah sampai di sumur. Aldo terus mengajak Pak Wito untuk berdiri mendekat. N
Suara genteng yang beradu dengan batu kerikil menimbulkan suara yang nyaring. Bahkan beberapa batu itu berukuran cukup besar sehingga beberapa genteng pecah dan terjatuh mengenai lantai rumah."Ayo kita keluar." Ardi melindungi Rafa, sedangkan Aldo memeluk putrinya agar tak terkena pecahan genteng. Mereka berempat berjalan cepat menuju pintu. Suara keributan di luar sana semakin terdengar jelas.Setelah mereka berhasil keluar, Ardi memegangi kedua bocah itu yang kini semakin ketakutan. Membawa mereka menyingkir ke tempat yang lebih aman. Sedang Aldo segera menghampiri beberapa warga yang tiba-tiba melempari rumahnya dengan batu."Tolong bapak-bapak dan ibu-ibu berhenti!" Tak hanya Aldo yang menghentikan. Tetapi beberapa tetangga Aldo pun sedari tadi sudah mencegah perbuatan itu."Kami tidak mau ikut sial karena perbuatan keluargamu!" Teriak salah seorang warga yang kontra dengan masalah yang menimpa keluarga Aldo.Namun, tak sedikit pula tetangganya yang justru peduli dan kasian deng
"Jangan-jangan kamu dan kakakmu juga anaknya genderuwo.""Iya. Serem.""Jadi merinding begini dekat dengan Sheila.""Ngeri, anaknya setan ternyata ...""Jangan dekat-dekat sama Sheila. Kata emakku, bisa-bisa kita juga di culik sama genderuwo itu. Apalagi kalian yang perempuan.""Ihhh ... Takut ...""Kamu pindah ke belakang sana, Sheila. Aku takut kalau duduk sebangku dengan mu lagi. Bisa-bisa aku di culik.""Sheila anak setan ... Sheila anak setan ... " Beberapa temannya menyoraki dan bertepuk tangan."Huuu ... Sheila anak genderuwo."Semua perkataan dari beberapa teman-temannya membuat telinga gadis kecil itu terasa panas. Dalam hati ia bertanya-tanya, apa iya semua yang dikatakan itu benar?Sheila terus menunduk dan tak kuasa mengangkat kepala. Air matanya seolah berlomba ingin keluar. Namun, Sheila sekuat tenaga menahannya hingga jam pelajaran di mulai.Sheila tak berani keluar kelas karena teman-temannya pasti akan memojokkan dirinya. Gadis kecil itu menyibukkan diri dengan mencor